Anda di halaman 1dari 43

KOMPARASI ANTARA PASAR MODAL KONVENSIONAL DENGAN

PASAR MODAL SYARIAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Hukum Pasar Modal

Dosen:

Prof. Dr. H. Yusuf Anwar, S.H, M.A.

Dr . Lastuti Abubakar, S.H., M.H.

DIsusun Oleh:

Nin Yasmine Lisasih (110120100040)

MAGISTER HUKUM BISNIS

UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG
2011

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………… 1

A. Latar Belakang Masalah……………………………………….. 1

B. Identifikasi Masalah…………………………………………….. 4

BAB II TINJAUAN TENTANG PRINSIP-PRINSIP PASAR

MODAL SYARIAH……………………………………………………. 5

A. Tinjauan tentang Pasar Modal Konvensional………………… 5

1. Pengertian Pasar Modal Konvensional…………………… 5

2. Instrumen Pasar Modal Konvensional…………………….. 5

B. Tinjauan tentang Pasar Modal Syariah………………………… 9

1. Pengertian Pasar Modal Syariah……………………………… 9

2. Instrumen Pasar Modal Syariah……………………………… 9

BAB III ANALISIS……………………………………………………………… 17

A. Komparasi antara Sistem Pasar Modal Konvensional

Dengan Sistem Pasar Modal Syariah…………………………… 17

B. Kegunaan dan Manfaat Prnsip-Prinsip Pasar

Modal Syariah………………………………………………………. 37

BAB IV PENUTUP……………………………………………………………… 40
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………… 42
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keberadaan pasar modal di Indonesia merupakan salah satu

faktor terpenting dalam pembangunan perekonomian nasional, pasar

modal berfungsi sebagai sarana pembentukan modal dan akumulasi

dana bagi pembiayaan pembangunan. Terbukti telah banyak industri

yang menggunakan institusi pasar modal sebagai modal untuk

menyerap investasi dan media untuk memperkuat posisi keuanganya.

Pasar Modal merupakan kegiatan yang bersangkutan dengan

penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang

berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan

profesi yang berkaitan dengan efek tersebut. Pasar Modal bertindak

sebagai penghubung antara para investor dengan perusahaan

ataupun institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen

keuangan jangka panjang, disinilah letak pentingnya pasar modal

bagi suatu perusahaan yaitu merupakan tempat kegiatan perusahaan

dalam rangka mencari dana untuk pembiayaan usahanya.. Namun

dalam pelaksanaan kegiatannya, pasar modal seringkali banyak


menjalankan transaksi yang dilarang seperti bunga (riba),

perjudian (gambling/maysir), gharar, penipuan dan lain-lain. Maka

dirasa perlu adanya upaya untuk melakukan Islamisasi pada sektor

perputaran modal yang sangat vital bagi perekonomian modern ini.

Upaya Islamisasi tersebut menegakkan ketentuan dan pandangan

atau prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan pasar modal yang

kemudian disebut dengan pasar modal syariah. Penerapan sistem

ekonomi syariah termasuk pada perbankan dan pasar modal

Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem

perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam.

Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama

islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang

disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang

dikategorikan haram.

Perkembangan pasar modal syariah di Indonesia telah mengalami

kemajuan, perkembangan dan kemajuan pasar modal syariah dapat

dilihat dari diterbitkannya 6 (enam) Fatwa DSN-MUI yang berkaitan

dengan industri pasar modal. Fatwa-fatwa tersebut adalah: Fatwa

No.05 tahun 2000 tentang Jual Beli Saham; No.20 tahun 2000

tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah;

No.32 tahun 2002 tentang Obligasi Syariah; No.33 tahun 2002

tentang Obligasi Syariah Mudharabah; No.40 tahun 2003 tentang


Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip syariah di

Bidang Pasar Modal; dan yang terakhir fatwa No.41 tahun 2004

tentang Obligasi Syariah Ijarah. Kini semakin banyak fatwa-fatwa yang

diterbitkan untuk mengatur pasar modal syariah. Dengan

diterbitkannya fatwa-fatwa tersebut berarti mendorong upaya

Islamisasi dalam pasar modal sehingga dapat mengembangkan

alternatif sumber pembiayaan yang sekaligus menambah alternatif

instrumen investasi halal. Dalam fatwa-fatwa tersebut termuat prinsip-

prinsip syariah yang membedakan antara pasar modal konvensional

dengan pasar modal syariah.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat ditarik suatu

identifikasi masalah yaitu :

1. Bagaimanakah komparasi antara sistem pasar modal konvensional

dengan pasar modal syariah?

2. Apakah kegunaan dan manfaat prinsip-prinsip pasar modal

syariah?
BAB II

TINJAUAN TENTANG PRINSIP-PRINSIP PASAR MODAL SYARIAH

A. TINJAUAN TENTANG PASAR MODAL KONVENSIONAL

1. Definisi Pasar Modal Konvensional.

Pengertian pasar modal menurut Undang-undang Pasar

Modal no. 8 tahun 1995:

”Pasar Modal yaitu sebagai suatu kegiatan yang bersangkutan

dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan

publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta

lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.”

2. Instrumen Pasar Modal Konvensional.

Dalam pasar modal konvensional, instrument yang

diperdagangkan adalah surat-surat berharga (securities)

seperti:

a. Saham

Saham adalah penyertaan dalam modal dasar suatu

perseroan terbatas, sebagai tanda bukti penyertaan tersebut

dikeluarkan surat saham/surat kolektif kepada pemilik yaitu

pemegang saham. Sehingga seseorang yang memiliki


saham perusahaan tertentu, maka ia adalah juga salah satu

dari pemilik perusahaan tersebut.1

b. Obligasi

Obligasi (Surat Hutang Jangka Panjang0 merupakan

sumber dana jangka panjang. Jadi, sertifikat obligasi

merupakan suatu surat oengakuan hutang atas pinjaman

yang diterima oleh perusahaan atau penerbit obligasi dari

pemodal. Jangka waktu (maturity) obligasi telah ditentukan

umumnya 5-10 tahun) dan disertai dengan pemberian

imbalan bunga yang jumlah dan saat pembayarannya juga

telah ditetapkan dalam perjanjian Perwaliamatan. 2

Ada empat ketentuan dasar yang menjadi daya tarik

utama obligasi yakni :3

1) Obligasi membayar serangkaian bunga dalam jumlah

tertentu secara regular. Karena itu, obligasi kerap disebut

sebagai sekuritas pendapatan tetap atau fixed income

securities.

2) Emiten akan membayar kembali pinjaman tersebut

seutuhnya dan tepat waktu pada saat jatuh tempo,

sehingga obligasi terlihat kurang beresiko (kecuali dalam


1
Sumantoro, Pengantar tentang Pasar Modal di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, hlm.10
2
Jusuf Anwar, Pasar Modal sebagai Sarana Pembiayaan dan Investasi, PT. Alumni, Bandung, 2005,
hal. 97
3
Ibid
hal emiten cidera janji) dibandingkan investasi yang

bergantung kepada naik turunnya harga pasar (misalnya

saham).

3) Obligasi meiliki jatuh tempo yang telah ditentukan yakni

ketika obligasi habis masanya dan pinjaman harus

dibayar penuh pada nilai nominal. Pembayaran suku

bunga obligasi juga sudah ditetapkan ketika obligasi

diemisikan.

4) Tingkat bunga obligasi kompetitif, dalam artian obligasi

membayar tingkat suku bunga yang dapat dibandingkan

dengan apa yang didapatkan pemodal di tempat lain.

Apabila tidak demikian, maka obligasi tidak akan menarik

peminat para pemodal.

c. Instrument turunanya (derivative) opsi.

Efek derivative ialah kelanjutan dari efek yang telah terlebih

dahulu dipasarkan. Termasuk dalam jenis efek derivative ini

antara lain adalah bukti right, warran, opsi, dan lain-lain. 4

d. Right

Sesuai dengan undang-undang pasar modal, Bukti

Right didefinisikan sebagai hak memesan efek terlebih

4
Munir Fuady, Pasar Modal Modern (Tinjauan Hukum), PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm.
8
dahulu pada harga yang telah ditetapkan selama periode

tertentu. Bukti Right diterbitkan pada penawaran umum

terbatas (Right Issue), dimana saham baru ditawarkan

pertama kali kepada pemegang saham lama. Bukti Right

juga dapat diperdagangkan di pasar sekunder selama

periode tertentu

e. Waran.

Waran biasanya melekat sebagai daya tarik

(sweetener) pada penawaran umum saham ataupun

obligasi. Biasanya harga pelaksanaan lebih rendah dari

pada harga pasar saham. Setelah saham ataupun obligasi

tersebut tercatat di bursa, waran dapat diperdagangkan

secara terpisah.

f. Reksa Dana

Pengertian reksa dana dapat dipahamkan sebagai

wadah penghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk

diinvestasikan kembali dalam portofolio efek oleh manager

investasi dan kemudian disimpan oleh bank custodian. Jadi,

wadah ini berfungsi menghimpun dana dulu dan kemudian


dana-dana tersebut digunakan untuk membeli portofolio

efek.5

B. TINJAUAN TENTANG PASAR MODAL SYARIAH.

1. Pengertian Pasar Modal Syariah

Pasar Modal Islami (Islamic Capital Market/ICM) atau lebih

dikenal dengan sebutan Pasar Modal Syariah adalah pasar

yang kegiatannya dilaksanakan dalam suatu cara yang tidak

bertentangan dengan keyakinan para muslim dan agama Islam

(syariah Islam). Hal ini meliputi berbagai transaksi pasar modal

yang bebas dari segala hal dan unsure-unsur yang berkaitan

serta dilarang oleh Islam, seperti riba, maisir, dan ghahar.

Landasan utama bagi system keuangan Islam adalah

peraturan perundang-undangan yang secara kolektif merujuk

pada syariah yang mengatur aspek-aspek ekonomi, social,

politik dan budaya dari masyarakat Islam. Para investor dalam

instrumen pasar modal Islam tidak dibatasi pada kaum muslim

saja, tetapi terbuka bagi siapa saja yang tertarik untuk

menanamkan uangnya dalam system pasar modal Islam. 6

2. Instrument Pasar Modal Syariah.

5
Nindyo Pramono, sertifikasi Saham P.T. Go Public dan Hukum Pasar Modal di Indonesia, PT Citra
Aditya Bakti, Bandung, 1997, hlm. 230
6
Suruhanjaya Sekuriti, Capital Market Masterplan Malaysia, Februari, 2001, hlm. 41.
Dalam pasar modal syariah, instrumen yang

diperdagangkan ialah:

a. Saham Syariah.

Yang dimaksud dengan saham syariah adalah 7:

1) Bukti kepemilikan atas emiten atau perusahaan publik,

dan tidak termasuk saham yang memiliki hak-hak

istimewa; Sertifikat yang menunjukkan bukti kepemilikan

suatu perusahaan yang diterbitkan oleh Emiten yang

kegiatan usaha maupun cara pengelolaannya tidak

bertentangan dengan prinsip syariah.

2) Sertifikat yang menunjukkan bukti kepemilikan suatu

perusahaan yang diterbitkan oleh Emiten yang kegiatan

usaha maupun cara pengelolaannya tidak bertentangan

dengan prinsip syariah.

b. Obligasi Syariah

Berdasarkan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No:

32/DSN-MUI/IX/2002, Obligasi Syariah adalah suatu surat

berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang

dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syari’ah

yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan

7
Ahmad Ifham Sholihin, Definisi Saham Syariah, sharianomics.wordpress.com/2010/11/25/definisi-
saham-syariah/ diunduh pada 18 Maret 2011 pukul 12.25
kepada pemegang Obligasi Syari’ah berupa bagi

hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi

pada saat jatuh tempo.

Untuk menerbitkan Obligasi Syariah, ada beberapa

kriteria persyaratan yang harus dipenuhi oleh emiten, yaitu:

1) Aktivitas utama (core business) yang halal, tidak

bertentangan dengan substansi Fatwa No: 20/DSN-

MUI/IV/2001. Fatwa tersebut menjelaskan bahwa jenis

kegiatan usaha yang bertentangan dengan syariah Islam

di antaranya adalah:

a) Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi

atau perdagangan yang dilarang; Usaha lembaga

keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan

dan asuransi konvensional

b) Usaha yang memproduksi, mendistribusi, serta

memperdagangkan makanan dan minuman haram.

c) Usaha yang memproduksi, mendistribusi, dan atau

menyediakan barang-barang ataupun jasa yang

merusak moral dan bersifat mudharat.

2) Peringkat Investment Grade:

a) memiliki fundamental usaha yang kuat;

b) memiliki fundamental keuangan yang kuat;


c) memiliki citra yang baik bagi public

3) Keuntungan tambahan jika termasuk Korporasi atau

Institusi Syariah yang terdaftar dalam komponen Jakarta

Islamic Index.

Karakteristik obligasi syariah antara lain 8:

1) Obligasi Syariah menekankan pendapatan investasi

bukan berdasar kepada tingkat bunga (kupon) yang telah

ditentukan sebelumnya. Tingkat pendapatan dalam

obligasi syariah berdasar kepada tingkat rasio bagi hasil

(nisbah) yang besarannya telah disepekati oleh pihak

emiten dan investor.

2) Dalam sistem pengawasannya selain diawasi oleh pihak

Wall Amanat maka mekanisme obligasi Syariah juga

diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (di bawah

Majelis Ulama Indonesia) sejak dari penerbitan obligasi

sampai akhir dari masa penerbitan obligasi tersebut.

Dengan adanya sistem ini maka prinsip kehati-hatian dan

perlindungan kepada investor obligasi Syariah

diharapkan bisa lebih terjamin.

8
Manfaat Sistem Informasi Bagi Perbankan Syariah, kautsar87.wordpress.com/2008/06/24/obligasi-
syariah/, diunduh pada 18 Maret 2011 pukul 12.49
3) Jenis industri yang dikelola oleh emiten serta hasil

pendapatan perusahaan penerbit obligasi harus ter-

hindar dari unsur nonhalal.

Secara umum, ketentuan mekanisme mengenai obligasi

syariah adalah sebagai berikut 9:

1) Obligasi syariah haruslah berdasarkan konsep syariah

yang hanya memberikan pendapatan kepada pemegang

obligasi dalam bentuk bagi hasil atau revenue sharing

serta pembayaran utang pokok pada saat jatuh tempo.

2) Obligasi syariah mudharabah yang diterbitkan harus

berdasarkan pada bentuk pembagian hasil keuntungan

yang telah disepakati sebelumnya serta pendapatan

yang diterima harus bersih dari unsur nonhalal.

3) Nisbah (rasio bagi hasil) harus ditentukan sesuai

kesepakatan sebelum penerbitan obligasi tersebut.

4) Pembagian pendapatan dapat dilakukan secara periodik

atau sesuai ketentuan bersama, dan pada saat jatuh

tempo hal itu diperhitungkan secara keseluruhan.

9
Ibid
5) Sistem pengawasan aspek syariah dilakukan oleh

Dewan Pengawas Syariah atau oleh Tim Ahli Syariah

yang ditunjuk oleh Dewan Syariah Nasional MUI.

6) Apabila perusahaan penerbit obligasi melakukan

kelalaian atau melanggar syarat perjanjian, wajib

dilakukan pengem-balian dana investor dan harus dibuat

surat pengakuan utang.

7) Apabila emiten berbuat kelalaian atau cedera janji maka

pihak investor dapat menarik dananya.

8) Hak kepemilikan obligasi syariah mudharabah dapat

dipindah tangan kepada pihak lain sesuai kesepakatan

akad perjanjian.

c. Reksa Dana Syariah.

Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis

Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor 20/DSN-MUI/IV/2001

mengenai Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa

Dana Syariah dan Nomor 40/DSN-MUI/X/2003 mengenai

Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip

Syariah di Bidang Pasar Modal, definisi Reksa Dana Syariah

adalah reksa dana yang beroperasi menurut ketentuan dan

prinsip Syariah Islam, baik dalam bentuk akad antara

pemodal sebagai pemilik harta (shahib al-mal/rabb al-mal)


dengan Manajer Investasi, begitu pula pengelolaan dana

investasi sebagai wakil shahib al-mal, maupun antara

Manajer Investasi sebagai wakil shahib al-mal dengan

pengguna investasi.

d. Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK EBA)

Syariah, dan

e. surat berharga lainnya yang sesuai dengan Prinsip-prinsip

Syariah

3. Prinsip-Prinsip Pasar Modal Syariah.

Prinsip-prinsip Syariah adalah prinsip-prinsip yang

didasarkan atas ajaran Islam yang penetapannya dilakukan

oleh DSN-MUI. Prinsip-prinsip syariah di bidang pasar modal

harus memenuhi ketentuan :

a. Pasar Modal beserta seluruh mekanisme kegiatannya

terutama mengenai emiten, jenis Efek yang

diperdagangkan dan mekanisme perdagangannya

dipandang telah sesuai dengan Syariah apabila telah

memenuhi Prinsip-prinsip Syariah.

b. Suatu Efek dipandang telah memenuhi prinsip-prinsip

syariah apabila telah memperoleh Pernyataan Kesesuaian

Syariah.
Prinsip-prinsip syariah pasar modal tersebut ialah :

a. Tidak diperkenankannya penjualan dan pembelian secara

langsung.

b. Perubahan harga hanya ditentukan oleh kekuatan pasar,

dimana tidak ada perubahan yang berarti dari nilai intrinsik

saham.

c. Saham-saham tersebut dijual ataupun dibeli jika memang

tersedia.

d. Penelitian account books secara cermat.

e. Praktek standar manajemen bisnis dan akunting harus

diterapkan pada semua perusahaan yang telah memiliki

kuota saham tertentu.

f. Perlu ada proses audit dan investigasi secara mendadak

untuk meneliti kebenaran dari balance sheet suatu

perusahaan.

g. melarang perusahaan untuk menjual saham mereka

sendiri
BAB III

ANALISIS

A. Komparasi antara Sistem Pasar Modal Konvensional dengan

Sistem Pasar Modal Syariah.

Persamaan sistem pasar modal konvensional dengan sistem

pasar modal syariah antara lain :

1. Asas Kebebasan Berkontrak.

Pada pasar modal konvensional, pelaksanaan kontrak

berdasar pada asas kebebasan berkontrak sesuai dengan Pasal

1338 dan kesepakatan sesuai Pasal 1320 KUHPerdata.

Pada pasar modal syariah, semua kontrak diperbolehkan

kecuali yang dilarang menurut syariah Islam dan dilakukan atas

dasar ridho sama ridho.

2. Pembatasan

Pada pasar modal konvensional pembatasannya antara lain :

a. Sebab yang halal (Pasal1320 KUHPerdata)

b. Hal tertentu (Pasal1320 KUHPerdata)

c. Tidak khilaf (Pasal 1322 KUHPerdata)

d. Tidak berat sebelah (misbruik van omstandigheden).


e. Judi merupakan suatu pidana (KUHPidana), Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1974.

f. Kehati-hatian (dalam perbankan dinamakan prudential banking

yang diatur dalam SKDirBI/SEBI No.30 tgl 27/2/98)

g. Penipuan, Manipulasi pasar, transaksi dua efek atau lebih

(Pasal 90-93 UU Pasar Modal)

1) Pasal 90 UUPM

Dalam kegiatan perdagangan Efek, setiap Pihak dilarang


secara langsung atau tidak langsung:
a) menipu atau mengelabui Pihak lain dengan
menggunakan sarana dan atau cara apa pun;
b) turut serta menipu atau mengelabui Pihak lain; dan
c) membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta yang
material atau tidak mengungkapkan fakta yang material
agar pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan
mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan
dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau
menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau Pihak
lain atau dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain untuk
membeli atau menjual Efek

2) Pasal 91 UUPM

Setiap Pihak dilarang melakukan tindakan, baik langsung

maupun tidak langsung, dengan tujuan untuk menciptakan

gambaran semu atau menyesatkan mengenai kegiatan


perdagangan, keadaan pasar, atau harga Efek di Bursa

Efek.

3) Pasal 92 UUPM

Setiap Pihak, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama


dengan Pihak lain, dilarang melakukan 2 (dua) transaksi
Efek atau lebih, baik langsung maupun tidak langsung,
sehingga menyebabkan harga Efek di Bursa Efek tetap,
naik, atau turun dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain
untuk membeli, menjual, atau menahan Efek.

4) Pasal 93 UUPM

a. Pihak yang bersangkutan mengetahui atau sepatutnya


mengetahui bahwa pernyataan atau keterangan tersebut
secara material tidak benar atau menyesatkan; atau
b. Pihak yang bersangkutan tidak cukup berhati-hati dalam
menentukan kebenaran material dari pernyataan atau
keterangan tersebut.

Sedangkan pada pasar modal syariah pembatasannya antara

lain :

a. halal

b. tidak gharar (tidak jelas)

c. tidak menzholimi dan tidak dizholimi

d. harus adil

e. tidak maysir (judi)


f. prinsip ihtiyath

g. tidak najsy (Fatwa DSN No.20/DSN-MUI/IX/2000 juncto Fatwa

DSN No.40/DSN-MUI/X/2003)

Dalam Fatwa DSN No.20/DSN-MUI/XI/2000, Pemilihan dan

pelaksanaan transaksi investasi harus dilaksanakan menurut

prinsip kehati-hatian (ihtiyath/prudential management), serta

tidak diperbolehkan melakukan spekulasi yang di dalamnya

mengandung unsur gharar. Tindakan yang dimaksud meliputi

najsy yaitu melakukan penawaran palsu.

Dalam Pasal 5 Fatwa DSN No.40/DSN-MUI/X/2003

mengenai transaksi yang dilarang, Pelaksanaan transaksi

harus dilakukan menurut prinsip kehati-hatian serta tidak

diperbolehkan melakukan spekulasi dan manipulasi yang di

dalamnya mengandung unsur dharar, gharar, riba, maisir,

risywah, maksiat dan kezhaliman. Transaksi yang mengandung

unsur dharar, gharar, riba, maisir, risywah, maksiat dan

kezhaliman tersebut termasuk di dalamnya najsy, yaitu

melakukan penawaran palsu.

3. Instrumen Efek.

a. Obligasi.
Pada pasar modal konvensional, pokok obligasi

dikembalikan kepada pada pihak yang berpiutang. Hal ini

sesuai dengan PP Nomor 4 Tahun 1998.

Pasal 3 menjelaskan bahwa :

1) Apabila Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan

biaya penagihan pajak setelah 14 (empat belas) hari sejak

penyitaan barang yang penjualannya dikecualikan dari

penjualan secara lelang sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 2 Pejabat segera menjual, menggunakan dan atau

memindahbukukan barang sitaan untuk pelunasan biaya

penagihan pajak dan utang pajak.

2) Sebelum jangka waktu 14 (empat belas) hari sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) berakhir Penanggung Pajak dapat

mengajukan permohonan kepada Pejabat untuk

menggunakan barang sitaan berupa uang tunai, deposito

berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau

bentuk lainnya yang dipergsamakan dengan itu untuk

pelunasan biaya penagihan pajak dan utang pajak.

Pasal 4, menjelaskan bahwa :

1) Penjualan, penggunaan, dan atau pemindahbukuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), dilakukan

dengan cara sebagai berikut :


a) uang tunai disetor ke Kas Negara atau ke Kas Daerah;

b) deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran,

giro atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu

dipindahbukukan ke rekening Kas Negara atau Kas

Daerah atas permintaan Pejabat kepada bank yang

bersangkutan;

c) obligasi, saham atau surat berharga lainnya:

(1) yang diperdagangkan di bursa efek, dijual oleh

Pejabat melalui bursa efek sesuai dengan ketentuan

yang berlaku; dan

(2) yang tidak diperdagangkan di bursa efek langsung

dijual oleh Pejabat kepada pembeli;

Sedangkan pada pasar modal syariah, dana obligasi

dibayar kembali. Hal ini diatur dalam ketentuan khusus Fatwa

DSN No. 33/DSN-MUI/X/2002 yang isinya :

1) Apabila Emiten (Mudharib) lalai dan/atau melanggar syarat

perjanjian dan/atau melampaui batas, Mudharib

berkewajiban menjamin pengembalian dana Mudha-rabah,

dan Shahibul Mal dapat meminta Mudharib untuk membuat

surat pengakuan hutang;

2) Apabila Emiten (Mudharib) diketahui lalai dan/atau

melanggar syarat perjanjian dan/atau melampaui batas


kepada pihak lain, pemegang Obligasi Syariah Mudharabah

(Shahibul Mal) dapat menarik dana Obligasi Syariah

Mudharabah;

b. Reksa Dana.

Pada pasar modal konvensional, Hubungan Kuasa antara

Manajer Investasi dan pemodal (KUHPer. Bab XVI Bk.III).

Sedangkan pada pasar modal syariah, reksa dana

berdasarkan prinsip wakalah (Fatwa DSN No.10/DSN-

MUI/IV/2000). Ketentuan tentang Wakalah ialah:

a. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak

untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan

kontrak (akad).

b. Wakalah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh

dibatalkan secara sepihak.

4. Bunga.

Pada pasar modal konvensional bunga tetap (fixed interest

rate) diperbolehkan.

Pada pasar modal syariah keuntungan ditentukan dimuka

(fixed profit) dalam Murabahah/Ba-i Bitsaman Ajil diperbolehkan.

5. Upah atas jasa pekerjaan.


Pada pasar modal konvensional upah atas jasa pekerjaan

ditentukan berdasarkan persetujuan-persetujuan untuk melakukan

pekerjaan (KUHPer. Bab VIII Bk.III).

Pada pasar modal syariah, upah atas jasa pekerjaan

ditentukan berdasarkan prinsip Ijaroh (Fatwa DSN No.09/DSN-

MUI/IV/2000) yaitu :

a. Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat

lain) dari jenis yang sama dengan obyek kontrak.

b. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa atau upah

dapat diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.

6. Jual Beli.

Pada pasar modal konvensional, jual beli dilakukan berdasar

KUH Per. BAB V Bk. III

Pada pasar modal syariah, jual beli yang dilakukan ialah jual

beli Salam (Fatwa DSN No.05/DSN-MUI/IV/2000) dan Istishna

(Fatwa DSN No.06/DSN-MUI/IV/2000).

Ketentuan mengenai jual beli salam yaitu :

a. Ketentuan tentang Pembayaran:

1) Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik

berupa uang, barang, atau manfaat.

2) Pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak disepakati.

3) Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.


b. Ketentuan tentang Barang:

1) Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang.

2) Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.

3) Penyerahannya dilakukan kemudian.

4) Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan

berdasarkan kesepakatan.

5) Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.

6) Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis

sesuai kesepakatan.

c. Ketentuan tentang Salam Paralel:

Dibolehkan  melakukan salam paralel dengan syarat, akad

kedua terpisah dari, dan tidak berkaitan dengan akad pertama.

d. Penyerahan Barang Sebelum atau pada Waktunya:

1) Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya

dengan kualitas dan jumlah yang telah disepakati.

2) Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang

lebih tinggi, penjual tidak boleh meminta tambahan harga.    

3) Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang

lebih rendah, dan pembeli rela menerimanya, maka ia tidak

boleh menuntut pengurangan harga (diskon).

4) Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu

yang disepakati dengan syarat      kualitas dan jumlah


barang sesuai dengan kesepakatan, dan ia tidak boleh

menuntut tambahan harga.

5) Jika semua atau sebagian barang tidak tersedia pada waktu

penyerahan, atau kualitasnya lebih rendah dan pembeli

tidak rela menerimanya, maka ia memiliki dua pilihan:

a) membatalkan kontrak dan meminta kembali uangnya,

b) menunggu sampai barang tersedia.

e. Pembatalan Kontrak:

Pada dasarnya pembatalan salam boleh dilakukan, selama

tidak merugikan kedua belah pihak

Sedangkan ketentuan mengenai jual beli Istishna adalah

sebagai berikut:

a. Ketentuan tentang Pembayaran:

1) Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik

berupa uang, barang, atau manfaat.

2) Pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan.

3) Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.

b. Ketentuan tentang Barang:

1) Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang.

2) Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.

3) Penyerahannya dilakukan kemudian.


4) Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan

berdasarkan kesepakatan.

5) Pembeli (mustashni’) tidak boleh menjual barang sebelum

menerimanya.

6) Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis

sesuai kesepakatan.

7) Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan

kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih)

untuk melanjutkan atau membatalkan akad.

c. Ketentuan lain :

1) Dalam hal pesanan sudah dikerjakan sesuai dengan

kesepakatan, hukumnya mengikat.

2) Semua ketentuan dalam jual beli salam yang tidak

disebutkan di atas berlaku pula pada jual beli istishna’.

3) Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau

jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka

penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah

setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

7. Sewa Barang.

Pada pasar modal konvensional, sewa menyewa berdasar

(KUHPer. Bab VII Bk.III)


Pada pasar modal syariah, sewa menyewa yang dilakukan

ialah sewa menyewa Ijaroh dalam Fatwa DSN No.09/DSN-

MUI/IV/2000 yaitu :

a. Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan

dibayar nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat.

Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula

dijadikan sewa atau upah dalam Ijarah.

b. Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijarah

1) Kewajiban LKS sebagai pemberi manfaat barang atau jasa:

a) Menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang

diberikan

b) Menanggung biaya pemeliharaan barang.

c) Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang

disewakan.

2) Kewajiban nasabah sebagai penerima manfaat barang atau

jasa:

a) Membayar sewa atau upah dan bertanggung jawab

untuk menjaga keutuhan barang serta

menggunakannya sesuai kontrak.

b) Menanggung biaya pemeliharaan barang yang

sifatnya ringan (tidak materiil).


c) Jika barang yang disewa rusak, bukan karena

pelanggaran dari penggunaan yang dibolehkan, juga

bukan karena kelalaian pihak penerima manfaat

dalam menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas

kerusakan tersebut.

8. Leasing (sewa dengan opsi beli).

Pada pasar modal konvensional, leasing diatur dalam SKB

Menkeu, Menperindag 7 Februari 1974

Pada pasar modal syariah, leasing berdasar pada prinsip

Ijaroh Muntahiya Bi-Tamlik (Fatwa DSN No.27/DSN-MUI/III/2002).

Akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik boleh dilakukan dengan

ketentuan sebagai berikut:

a. Semua rukun dan syarat yang berlaku dalam akad Ijarah

(Fatwa DSN 09/DSN-MUI/IV/2000) berlaku pula dalam akad al-

Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik.

b. Perjanjian untuk melakukan akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-

Tamlik harus disepakati ketika akad Ijarah ditandatangani.

c. Hak dan kewajiban setiap pihak harus dijelaskan dalam akad.

Ketentuan tentang al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik amtara

lain :
a. Pihak yang melakukan al-Ijarah al-Muntahiah bi al-Tamlik harus

melaksanakan akad Ijarah terlebih dahulu. Akad pemindahan

kepemilikan, baik dengan jual beli atau pemberian, hanya dapat

dilakukan setelah masa Ijarah selesai.

b. Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati di awal akad

Ijarah adalah wa'd, yang hukumnya tidak mengikat. Apabila janji

itu ingin dilaksanakan, maka harus ada akad pemindahan

kepemilikan yang dilakukan setelah masa Ijarah selesai.

9. Penjamin / Garansi.

Pada pasar modal konvensional, diatur dalam KUHPer Bab

XVII Bk.III , Pemberian Garansi Bank oleh Bank (Surat Kep.Dir BI

No.23/88/KEP/DIR tanggal 18 Maret 1991)

Pada pasar modal syariah, penjamin berdasar prinsip Kafalah

(Fatwa DSN No.11/DSN-MUI/IV/2000). Ketentuan hukum dalam

FATWA DSN MUI No. 11/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Kafalah ini

adalah sebagai berikut :

a. Ketentuan Umum Kafalah

1) Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak

untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan

kontrak (akad).

2) Dalam akad kafalah, penjamin dapat menerima imbalan

(fee) sepanjang tidak memberatkan.


3) Kafalah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh

dibatalkan secara sepihak.

b. Rukun dan Syarat Kafalah

1) Pihak Penjamin (Kafiil)

a) Baligh (dewasa) dan berakal sehat.

b) Berhak penuh untuk melakukan tindakan hukum dalam

urusan hartanya dan rela (ridha) dengan tanggungan

kafalah tersebut.

2) Pihak Orang yang berutang (Ashiil, Makfuul ‘anhu)

a) Sanggup menyerahkan tanggungannya (piutang) kepada

penjamin.

b) Dikenal oleh penjamin.

3) Pihak Orang yang Berpiutang (Makfuul Lahu)

a) Diketahui identitasnya.

b) Dapat hadir pada waktu akad atau memberikan kuasa.

c) Berakal sehat.

4) Obyek Penjaminan (Makful Bihi)

a) Merupakan tanggungan pihak/orang yang berutang, baik

berupa uang, benda, maupun pekerjaan.

b) Bisa dilaksanakan oleh penjamin.

c) Harus merupakan piutang mengikat (lazim), yang tidak

mungkin hapus kecuali setelah dibayar atau dibebaskan.


d) Harus jelas nilai, jumlah dan spesifikasinya.

e) Tidak bertentangan dengan syari’ah (diharamkan).

10. Pengalihan Utang (Ganti Debitur).

Pada pasar modal konvensional, Novasi (KUHPer. Bab IV

Bagian ke-3 Bk.III)

Pada pasar modal syariah berdasar pada prinsip Hawalah

(Fatwa DSN No.12/DSN-MUI/IV/2000). Rukun hawalah adalah

muhil, yakni orang yang berutang dan sekaligus berpiutang, muhal

atau muhtal, yakni orang berpiutang kepada muhil, muhal ‘alaih,

yakni orang yang berutang kepada muhil dan wajib membayar

utang kepada muhtal, muhal bih, yakni utang muhil kepada muhtal,

dan sighat (ijab-qabul).

Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau

menggunakan cara-cara komunikasi modern. Hawalah dilakukan

harus dengan persetujuan muhil, muhal/muhtal, dan muhal ‘alaih.

Kedudukan dan kewajiban para pihak harus dinyatakan dalam

akad secara tegas. Jika transaksi hawalah telah dilakukan, pihak-

pihak yang terlibat hanyalah muhtal dan muhal ‘alaih; dan hak

penagihan muhal berpindah kepada muhal ‘alaih.

11. Penyelesaian Sengketa.

Pada pasar modal konvensional penyelesaian sengketa

dilakukan dengan Mediasi (pasal UU No.30/1999)


Pada pasar modal syariah, penyelesaian sengketa dilakukan

dengan prinsip Islah (QS 49:10)/Suluh (QS 4:29,128 dan hadits)

12. Sanksi.

Pada pasar modal konvensional, Ganti biaya, rugi (ps. 1243,

1267 KUHPer); Denda (ps. 103-109 UUPM)

Pada pasar modal syariah, sanksi dikenakan berdasar Prinsip

Ta’zir (Fatwa DSN No.17/DSN-MUI/XI/2000 tentang Sanksi atas

Nasabah Mampu yang Menunda-nunda Pembayaran. Ketentuan

ta’dzir adalah:

a. Sanksi yang disebut dalam fatwa ini adalah sanksi yang

dikenakan LKS kepada nasabah yang mampu membayar,

tetapi menunda-nunda pembayaran dengan disengaja.

b. Nasabah yang tidak/belum mampu membayar disebabkan

force majeur tidak boleh dikenakan sanksi.

c. Nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran

dan/atau tidak mempunyai kemauan dan itikad baik untuk

membayar hutangnya boleh dikenakan sanksi.

d. Sanksi didasarkan pada prinsip ta'zir, yaitu bertujuan agar

nasabah lebih disiplin dalam melaksanakan kewajibannya.

e. Sanksi dapat berupa denda sejumlah uang yang besarnya

ditentukan atas dasar kesepakatan dan dibuat saat akad

ditandatangani.
f. Dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana

sosial

13. Spot dan Forward/Swap (dalam rangka hedging, bukan spekulasi).

Pada pasar modal konvensional, SKDir BI No.22/45/KEP/DIR

tgl. 16 September 1989

Pada pasar modal syariah, Sharf (Fatwa DSN No.28/DSN-

MUI/III/2002). Transaksi jual beli mata uang pada prinsipnya

boleh

dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Tidak untuk spekulasi (untung-untungan)

b. Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga

(simpanan)

c. Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis

maka nilainya harus sama dan secara tunai (at-taqabudh).

d. Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai

tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan

secara tunai

14. Bagi hasil/keuntungan tanpa mendirikan perusahaan.

Pada pasar modal konvensional, Perserikatan Perdata

(KUHPer. Bab VIII, tapi tidak berlaku kewajiban sekutu kepada

pihak ketiga)
Pada pasar modal syariah, bagi hasil keuntungan berdasarkan

Mudharabah/Qiradh (Fatwa DSN No.07/DSN-MUI/IV/2002) dan

Musyarakah (Fatwa DSN No.08/DSN-MUI/IV/2002).

Mudharabah/qiradh adalah suatu akad atau sistem di mana

seseorang memberikan hartanya kepada orang lain untuk dikelola

dengan ketentuan bahwa keuntungan yang diperoleh (dari hasil

pengelolaan tersebut) dibagi antara kedua pihak, sesuai dengan

syarat-syarat yang disepakati oleh kedua belah pihak, sedangkan

kerugian ditanggung oleh shahib al-mal sepanjang tidak ada

kelalaian dari mudharib.

Karakteristik sistem mudharabah adalah:

a. Pembagian keuntungan antara pemodal (shahibul maal) yang

diwakili oleh Manajer investasi dan pengguna investasi

berdasarkan pada proporsi yang telah disepakati kedua belah

pihak melalui manajer invetasi sebagai wakil dan tidak ada

jaminan atas hasil invetasi tertentu kepada pemodal.

b. Pemodal hanya menanggung resiko sebesar dana yang telah

diberikan.

c. Manajer investasi sebagai wakil tidak menanggung resiko

kerugian atas investasi yang dilakukannya sepanjang bukan

karena kelalaiannya (gross negligence/tafrith).


Perbedaan sistem pasar modal konvensional dengan sistem

pasar modal syariah antara lain :

1. Bunga.

Pada pasar modal konvensional, bunga diperbolehkan,

sedangkan pada pasar modal syariah riba dilarang.

2. Transaksi warkat dari Emiten yang produk usahanya haram

dikonsumsi umat Muslim

Pada pasar modal konvensional diperbolehkan, sedangkan

pada pasar modal syariah diharamkan. Ketentuan haram berdasar

pada (Fatwa DSN No.40/DSN-MUI/X/2003).

3. Menjual barang yang belum dimiliki

Pada pasar modal konvensional, menjual barang yang belum

dimiliki pada dasarnya dilarang (Ps. 1471 KUHPer.) kecuali Short

selling dan index diperbolehkan.

Sedangkan pada pasar modal syariah, menjual barang yang

belum dimiliki adalah dilarang, berdasarkan prinsip Ba’i al-ma’dum

(Fatwa DSN No.20/DSN-MUI/IX/2000 juncto Fatwa DSN

No.40/DSN-MUI/X/2003). Bai’ al-ma’dum, yaitu melakukan

penjualan atas barang yang belum dimiliki (short selling). Bai’al-

ma’dum diatur dalam Pasal 9 fatwa DSN No.2/DSN-MUI/IX/2000.


4. Instrumen Efek

Pasar modal konvensioanl mengenai derivative atau turunan

dari saham dan obligasi seperti right dan warran, sedangkan pada

pasar modal syariah derivative efek tersebut tidak diperbolehkan.

B. Kegunaan dan Manfaat Prinsip-Prinsip Pasar Modal Syariah.

Menurut Metwally (1995, 177), Fungsi dari keberadaan pasar

modal syariah antara lain :

1. Memungkinkan bagi masyarakat berpartispasi dalam kegiatan

bisnis dengan memperoleh bagian dari keuntungan dan risikonya.

2. Memungkinkan para pemegang saham menjual sahamnya guna

mendapatkan likuiditas.

3. Memungkinkan perusahaan meningkatkan modal dari luar untuk

membangun dan mengembangkan lini produksinya.

4. Memisahkan operasi kegiatan bisnis dari fluktuasi jangka pendek

pada harga saham yang merupakan ciri umum pada pasar modal

konvensional.

5. Memungkinkan investasi pada ekonomi itu ditentukan oleh kinerja

kegiatan bisnis sebagaimana tercermin pada harga saham

Dari fungsi di atas maka kegunanaan dan manfaat prinsip-prinsip

pasar modal syariah ialah sistem perdagangan saham syariah telah


menghilangkan unsur-unsur yang haram ataupun mutasyabihat separti

unsur Riba dan unsure judi Spekulatif (maysir) telah dikeluarkan

sehingga halal dilakukan oleh umat Islam karena penerapan prinsip

syariah di pasar modal tentunya bersumberkan pada Al Quran sebagai

sumber hukum tertinggi dan Hadits Nabi Muhammad SAW.

Selanjutnya, dari kedua sumber hukum tersebut para ulama

melakukan penafsiran yang kemudian disebut ilmu fiqih. Salah satu

pembahasan dalam ilmu fiqih adalah pembahasan tentang muamalah,

yaitu hubungan diantara sesama manusia terkait perniagaan.

Berdasarkan itulah kegiatan pasar modal syariah dikembangkan

dengan basis fiqih muamalah.Terdapat kaidah fiqih muamalah yang

menyatakan bahwa Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh

dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Konsep inilah

yang menjadi prinsip pasar modal syariah di Indonesia.

Selain itu prinsip-prinsip Syariah juga akan memberikan

penekanan (emphasis) pada:

1. Kehalalan produk/jasa dari kegiatan usaha, karena menurut prinsip

Syariah manusia hanya boleh memperoleh keuntungan atau

penambahan harta dari hal-hal yang halal dan baik;


2. Adanya kegiatan usaha yang spesifik dengan manfaat yang jelas,

sehingga tidak ada keraguan akan hasil usaha yang akan menjadi

obyek dalam perhitungan keuntungan yang diperoleh;

3. Adanya mekanisme bagi hasil yang adil –baik dalam untung

maupun rugi- menurut penyertaan masing-masing pihak; dan

4. Penekanan pada mekanisme pasar yang wajar dan prinsip kehati-

hatian baik pada emiten maupun investor.


BAB IV

PENUTUP

Simpulan

Berdasarkan latar belakang di atasa maka dapat disimpukan

bahwa :

A. Antara Pasar modal konvensional dengan pasar modal syariah

memiliki banyak persamaan antara lain dalam hal asas kebebasan

berkontrak, pembatasannya, obligasi, reksa dana, sanksi, bunga,

penyelesaian sengketa, sewa barang, upah atas jasa/pekerjaan,

leasing, penjamin, pengalihan utang, jual beli, bagi hasil

keuntungan tanpa mendirikan perusahaan, spot dan forward/swap.

Perbedaan antara pasar modal konvensional dengan pasar modal

syariah antara lain dalam bunga, Transaksi warkat dari Emiten

yang produk usahanya haram dikonsumsi umat Muslim, menjual

barang yang belum dimiliki dan intrumen efek.

B. Kegunaan dan manfaat prinsip-prinsip pasar modal syriah adalah

sistem perdagangan saham syariah telah menghilangkan unsur-

unsur yang haram ataupun mutasyabihat separti unsur Riba dan

unsure judi Spekulatif (maysir) telah dikeluarkan sehingga halal

dilakukan oleh umat Islam


DAFTAR PUSTAKA

Jonker Sihombing, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, PT Alumni,


Bandung, 2009

Jusuf Anwar, Pasar Modal sebagai Sarana Pembiayaan dan Investasi,


PT. Alumni, Bandung, 2005

Munir Fuady, Pasar Modal Modern (Tinjauan Hukum), PT Citra Aditya


Bakti, Bandung, 2001

Nindyo Pramono, Sertifikasi Saham P.T. Go Public dan Hukum Pasar


Modal di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997

Sumantoro, Aspek-aspek Hukum dan potensi Pasar Modal di Indonesia,


Ghalia Indonesia, Jakarta,1988

Suruhanjaya Sekuriti, Capital Market Masterplan Malaysia, Februari,


2001

Ahmad Ifham Sholihin, Definisi Saham Syariah,


sharianomics.wordpress.com/2010/11/25/definisi-saham-syariah/

Manfaat Sistem Informasi Bagi Perbankan Syariah,


kautsar87.wordpress.com/2008/06/24/obligasi-syariah/

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal

Anda mungkin juga menyukai