Anda di halaman 1dari 7

KOSOLIDASI TANAH DI DAERAH RAWAN

BANJIR
(disusun guna memenuhi tugas Hukum Ruang dan Tata Guna Tanah)

Oleh:
NIZAR YUZKA
Nim.070710101016

UNIVERSIATAS JEMBER
FAKULTAS HUKUM
2011
I. Pendahuluan
Pembangunan adalah suatu proses yang tidak dapat dihindari dan akan senantiasa,
berlangsung sepanjang kehidupan suatu daerah di dalam rangka mempertahankan dan
meningkatkan harkat dan martabatnya. Dalam pelaksanaan pembangunan di berbagai daerah
seringkali timbul konflik tanah khususnya yang berkenaan dengan penyediaan tanah untuk
pembangunan dan secara kasat mata, seringkali terjadi 'pengorbanan' atau 'pemaksaaan untuk
berkorban' dari salah satu aktor pembangunan yang umumnya adalah masyarakat. Mereka
senantiasadijadikanobjekdalampembangunan.

Di alam reformasi ini, dan menjawab tantangan ke depan, keberadaan seluruh pelaku
pembangunan perlu ditempatkan perannya. secara proporsional di dalam pembangunan agar
terjadi sinergisitas positif guna mencapai tujuan pembangunan yang diharapkan. Hal lain
yang cukup penting diperhatikan dalam proses pembangunan saat ini adalah
pelaksanaan.otonomi daerah. Sejak digulirkannya. Undang-Undang No 22 tabun 1999
tentang Pemerintah Daerah, proses pelaksanaan pembangunan di daerah bergeser
orientasinya dan sentralistik menjadi desentralistik sehingga salah satu akibatnya, pemerintah
daerah diupayakan untuk dapat mampu membiayai pelaksanaan pernbangunan secara
mandiri.

Dengan demikian, pemerintah daerah perlu memikirkan suatu langkah operasional


pembangunan yang tepat, efisien dan efektif sehingga dengan keterbatasan dana yang ada,
kegiatan pembangunan dapat tetap terus berlangsung dan juga dapat mensinergiskan berbagai
aktor pembangunan (stakeholders) yaitu maryarakat, swasta dan pemenntah dengan tidak
'mengorbankan' salah satu dan aktor pembangunan tersebut sehingga dapat terhindarkan
konfliksosialakibatpembangunan.Konsolidasi tanah sebagai salah satu instrumen
pembangunan, merupakan alternatif kebijakan pembangunan yang dapat dikembangkan
dalam menjawab permasalahan tersebut karena kebijakan ini sangat mengakui keberadaan
masyarakat di dalam proses pelaksanaannya dan dapat berkontribusi positif dalam
pembangunan daerah. Hal ini sesuai dengan filosofi yang dikandungnya yaitu 'dari, oleh, dan
untuk rakyat' dan 'pembangunan tanpa penggusuran.
II.Rumusan Masalah
Dari beberapa hal diatas, maka ada beberapa rumusan masalah yang dapat dikaji yaitu:

1. Bagaimanakah prosedur pelaksanaan Konsolidasi tanah?.


2. Bagaimanakah pelaksanaan konsolidasi tanah di daerah rawan banjir?.
III. Pembahasan

III.1 Prosedur pelaksanaan konsolidasi tanah


Prosedur penerbitan sertipikat hak atas tanah dalam konsolidasi tanah
Tahapan pertama yang dilakukan Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota setelah dikeluarkannya
Keputusan Bupati/Walikota tentang Penetapan Lokasi Pelaksanaan Konsolidasi Tanah
adalah:
1.Mengidentifikasi(pendataan)SubyekdanObyek;
2.PengukurandanPemetaanKeliling;
3.PengukurandanPemetaanRincikan;
4.PengukuranTopografidanPemetaanPenggunaanTanah;
5.PembuatanDesainKonsolidasiTanah(DKT);
Setelah prosedur (tahapan pertama) selesai, Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota mengajukan
permohonan penegasan obyek konsolidasi tanah kepada Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional Provinsi setempat dengan melampirkan : (a) Surat Keputusan Bupati/Walikota
tentang Penetapan Lokasi Konsolidasi Tanah; (b) Pernyataan/ Persetujuan pemilik tanah
mengenai kesediaannya ikut serta dalam konsolidasi tanah; (c) Daftar peserta dan luas
tanahnya; (d) Peta situasi lokasi konsolidasi tanah; (e) Peta penggunaan tanah; (f) Peta
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota; (g) Peta keliling; (h) Peta rincikan
(sebelum konsolidasi tanah); (i) Desain konsolidasi tanah; (j) Perhitungan rencana luas dan
peruntukan tanah; (k) Keterangan riwayat tanah yang ditandatangani Kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota setempat. (l) Surat keterangan pendaftaran tanah.1.

Dikeluarkannya Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional


Provinsi tentang Penegasan Tanah Sebagai Obyek Konsolidasi Tanah, langkah prosedur
tahapankeduaadalah:
1.Stakingout/Realokasi;
2. Pembuatan Desain Konsolidasi Tanah (DKT); adalah untuk merencanakan penataan tanah
setelahdikurangiSTUP.
3. Musyawarah Tentang DKT; dimusyawarahkan dengan peserta Konsolidasi Tanah dengan
dijelaskan : (a) perubahan bentuk, luas dan kemungkinan terjadinya penggeseran sebagai

1
http://cacaunslaw.blogspot.com/2011/04/penyimpangan-prosedur-tahapan.html. Diunduh pada 19 april
2011 pukul 19.00WIB.
akibat dari realokasi kaveling setelah luas tanahnya dikurangi STUP. (b) kemungkinan
pembongkaranbangunanatautanamanyangtelahadasebagaiakibatpenggeseran.
4. Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah; adalah untuk menjadikan status tanah menjadi
tanah yang dikuasai negara, sehingga pemerintah dapat menata kembali penguasaan tanah
dan penggunaan sesuai hasil musyawarah dengan para peserta Konsolidasi Tanah. Surat
Pernyataan Pelepasan Hak/ Penguasaan fisik tanah ditandatangani oleh yang bersangkutan
dihadapanKepalaKantorPertanahanKabupaten/Kota.
5. Konstruksi; adalah pekerjaan teknis fisik yang meliputi penggalian parit untuk
pembentukan badan jalan, pengerasan, sarana/fasilitas umum dan lainnya. Pekerjaan
konstruksiinidilaksanakanmengacukepadadesainkonsolidasitanah.
6. Pengelolaan Tanah Pengganti Biaya Pelaksanaan (TPBP); dilakukan oleh Kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota. Tanah tersebut merupakan sumbangan dari pemilik tanah atau
peserta konsolidasi tanah yang telah diserahkan pengelolaannya kepada negara melalui
pelepasanhakuntukmembiayaipelaksanaankonsolidasitanah.
7.PenerbitanSuratKeputusanPemberianHakAtasTanah;
8. Sertifikasi.

III.2 Konsolidasi tanah di daerah rawan banjir


Terkait dengan kawasan rawan bencana banjir, kegiatan pengendalian pemanfaatan
ruang dilaksanakan melalui upaya penanggulangan untuk meminimalkan dampak akibat
bencana yang mungkin timbul. Kondisi ini tidak bisa dipisahkan dari pola pengendalian
pemanfaatan ruang di bagian hulu, dalam lingkup satuan wilayah sungai (SWS).

Penjabaran dari Undang-Undang No.24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang, yang
menyatakan bahwa penataan ruang terdiri dari tiga tahapan kegiatan, yaitu perencanaan,
pemanfaatan ruang berdasarkan rencana tata ruang, serta pengendalian pemanfaatan ruang.
Secara prinsip ketiga tahapan tersebut merupakan satu kesatuan sistem yang tidak terpisahkan
satu dengan lainnya, mengingat selesainya satu kegiatan harus segera diikuti dengan kegiatan
berikutnya, atau seluruh tahapan kegiatan harus dilaksanakan secara bersama-sama
(simultan), dengan tetap berpijak pada sistem perencanaan terpadu.Penjabaran teknis
(Petunjuk Teknis) terhadap pola pengelolaan kawasan lindung dan budidaya, yang tertuang
dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.47 Tahun 1997 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional (RTRWN).
Rencana tata ruang berisi kebijakan pokok pemanfaatan ruang berupa struktur dan
pola pemanfaatan ruang dalam kurun waktu tertentu. Pola pemanfaatan ruang disusun untuk
mewujudkan keserasian dan keselarasan pemanfaatan ruang bagi kegiatan budidaya dan non
budidaya (lindung). Sedangkan struktur ruang dibentuk untuk mewujudkan susunan dan
tatanan pusat-pusat permukiman yang secara hirarkis dan fungsional saling
berhubungan.Pemanfaatan ruang diwujudkan melalui program pembangunan, dan pola
pemanfaatan ruang yang mengacu pada rencana tata ruang akan menciptakan terwujudnya
kelestarian lingkungan.Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan rawan bencana banjir
dilakukan dengan mencermati konsistensi (kesesuaian dan keselarasan) antara rencana tata
ruang dengan pemanfaatan ruang di kawasan yang secara umum diklasifikasikan menjadi:

1. Daerah Pesisir/Pantai
2. Daerah Dataran Banjir (Floodplain Area)
3. Daerah Sempadan Sungai
4. Daerah Cekungan.

Pemanfaatan ruang kawasan rawan bencana banjir dengan upaya penanganan masalah
harus merupakan satu kesatuan penataan ruang yang terpadu dan seimbang, sehingga
kawasan tersebut dapat dibudidayakan seoptimal mungkin, antara aspek pendayagunaan,
perlindungan (konservasi) sumberdaya alam yang ada. Keseimbangan ekosistem sangat
terkait dengan limitasi atau batasan terhadap pemanfaatan, dalam rangka menghindari
terjadinya eksploitasi sumber daya secara besar-besaran. Prosedur penetapan jenis-jenis
kegiatan pemanfaatan ruang kawasan yang dipilih dalam penanganan banjir harus melalui
pemahaman kondisi setempat dan wilayah terkait, proses kajian penyebab/tipologi dan
akhirnya arahan pemanfaatan ruang, yang mencakup upaya preventif dan mitigasi dengan
pertimbangan keseimbangan ekosistem dan lingkungan, sehingga terhindar dari bencana atau
paling tidak mengurangi dampaknya, yang sedapat mungkin melibatkan partisipasi
masyarakat.
IV. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan antaralain,

1. Prosedur penerbitan sertipikat hak atas tanah dalam Pelaksanaan Konsolidasi


Tanahadalah:Mengidentifikasi(pendataan)SubyekdanObyek;PengukurandanPemet
aanKeliling;PengukurandanPemetaanRincikan;PengukuranTopografidanPemetaPe
nggunaanTanah; PembuatanDesainKonsolidasiTanah(DKT).
2. Kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang dilaksanakan melalui upaya
penanggulangan untuk meminimalkan dampak akibat bencana yang mungkin
timbul.

Anda mungkin juga menyukai