Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem pelayanan kesehatan melalui upaya kuratif terbukti dapat
menurunkan angka kematian dan meningkatkan harapan hidup penduduk.
Namun pelayanana kuratif perlu diimbangi dengan upaya yang bersifat preventif
yang lebih ditekankan untuk mengurangi resiko gangguan kesehatan.
Pencegahan dapat berupa pencegahan bidang medis, bidang perilaku dan
bidang struktur sosial masyarakat.
Contoh wabah HIV yang menyebar cepat. Mengingat wabah tersebut
belum dapat diatasi dengan upaya kuratif, sedangkan sifat progresif penyakit
tersebut tifak membuka upaya rehabilitative maka dapat di tempuh dengan
upaya preventif melalui perubahan lingkunagan dan gaya hidup masyarakat.

B. Tujuan
1. Mampu mengidentifikasi upaya kesehatan preventif
2. Menjelaskan faktor penentu kesehatan masyarakat
3. Menjelaskan bentuk – bentuk pencegahan penyakit
4. Membahas kasus HIV / AIDS
5. Menjelaskan upaya kesehatan promotif
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian
Sistem pelayanan kesehatan modern adalah penyaluran dana untuk
mengembangkannya tidak akan menghasilkan peningkatan kesehatan
masyarakat, karena masalah utama dalam masyarakat industri maju ialah
penyakit kronis ( menahun ) dan degenerative ( kemunduran ) yang tidak dapat
disembuhkan ( Locker, 1993 : 250 ). Oleh karena itulah menyarankan sistem
pelayanan kesehatan beralih ke upaya preventif dan perawatan penderiata
kronis.
Upaya kuratif berpangkal tolak dari manusia yang kesehatannya telah
terganggu sedangkan upaya preventif diarahkan kepada lingkungan hidup dan
gaya hidup manusia bertujuan memperkecil peluang terjadinya gangguan
kesehatan. Selain itu kita dapat menjumpai istilah promosi kesehatan yaitu
proses yang memungkinkan orang utuk meningkatkan pengendalian terhadap
kesehatan mereka serta memperbaikinya ( locker, 1993 : 255 ).
Dalam UU kesehatan tahun 1992 pada pasal 10 disebutkan upaya –
upaya kesehatan sebagai berikut :
1. Pemeliharaan, peningkatan kesehatan ( promotif )
2. Pencegahan penyakit ( preventif )
3. Penyembuhan penyakit ( kuratif )
4. Pemulihan kesehatan ( rehabilitative )

Luasnya ruang lingkup kesehatan dan kompleksitas upaya kesehatan


dalam masyarakat tujuan utama Departemen Kesehatan RI yang dinamakan
Panca Karsa Husada yang hendak dicapai melalui lima stratefi yang dinamakan
Panca Karya Husada ( Siswanto Agus Wilopo, 1992 ).
B. Faktor penentu kesehatan
Dengan mengacu pada strategi kesehatan di negeri Belanda bersumber
pada program WHO : “Health for all” v.d Lucht dan Groothof (1991:94-98)
mengemukakan bahwa upaya kesehatan preventif diarahkan pada sejumlah
determinan kesehatan masyarakat yaitu :
1. Faktor biologis dan genetika
2. Lingkungan fisik
3. Lingkungan sosial
4. Gaya hidup
5. Pelayanan kesehatan

C. Bentuk upaya pencegahan


Upaya kesehatan preventif apa saja yang perlu di tempuh untuk
menunjang kesehatan masyarakat? V.d. Lucht dan Groothof menyebutkan
beberapa bentuk yaitu:
1. Upaya di bidang perundang undangan dan kebijakan
2. Upaya di bidang pendidikan dan penyuluhan kesehatan
3. Upaya pencergahan medis
Dalam kaitan dengan upaya pencegahan medis locker (1993:252-253)
membedakjan tiga jenjang intervensi klinis,yaitu :
a) Pencegahan primer
b) Pencegahan sekunder
c) Pencegahan tertier

Menurut locker upaya pencegahan primer bertujuan mencegah awal


penyakit,dan antara lain terdiri atas kegiatan imunisasi penduduk tarhadap
penyakit tertentu seperti cacar, polio, hepatitis, kolera, disentri, TBC,dan
sebagainya.

Conrad dan Kern (1994:495-497) membuat klasifikasi yang agak berbeda


mereka membedakan tiga jenjang pencegahan yaitu:
1) Pencegahan pada jenjang media
Melibatkan intervensi biofisiologik yang di lakukan pada tubuh
manusia,misalnya dalam bentuk vaksinasi,diagnosis awal,intervensi medis.
2) Pencegahan pada jenjang perilaku
Bersifat psikologis dan psikologi sosial dan diarahkan pada perubahan
perilaku dan gaya hidup individu.Bentuk pencegahan ini terkait erat dengan
butir kedua dalam klasifikasi V.d Lucht dan Groothof,yaitu upaya di bidang
pendidikan dan penyuluhan kesehatan,mengingat bahwa baik pendidikan
maupun penyuluhan merupakan upaya untuk mengubah perilaku manusia.
3) Pencegahan pada jenjang struktur
Bersifat sosiologis,sosial dan politis.Intervensi disini diarahkan pada
perubahan struktur sosial,sistem sosial,dan lingkungan sosial.Disini pun kita
mengaitkan erat dengan butir ketiga dalam klasifikasi V.d Lucht dan
Groothof,karena upaya pencegahan melalui perundang-undangan dan
kebijakan memang merupakan bentuk intervensi sosial dan politik.

Mckinley mencatat adanya pertarungan tidak seimbang antara upaya


medis untuk menolong para penderita penyakit dengan kepentingan
individu,kelompok kepentingan dan usaha berskala besar yang bergerak di
bidang produksi makanan dan minuman yang dalam proses mengejar
laba,menciptakan penyakit dengan menggunakan anologi hulu-hilir sungai di
atas,Mckinley menyamakan pertarungan tersebut dengan kegiatan di hikir sungai
untuk menolong orang yang hanyut sedangkan di hulu sungai dijumpai kegiatan
untuk menjerumuskan orang ke dalam sungai.
Mckinley berpandangan bahwa untuk mengatasi masalah kesehatan yang
dihadapi maka upaya yang ditempuh tidak hanya terdiri atas upaya kuratif atau
preventif saja melainkan harus melibatkan pula apa yang dinamakan
mengalihkan fokus ke hulu untuk mengekang dan mencegah pihak di hulu yang
demi meraih laba,menjerumuskan orang ke dalam sungai.Mckinley
merekomendasikan pencegahan di bidang struktur berupa:

1) Intervensi di bidang perundang-undangan


2) Kegiatan lobbying
3) Pendidikan publik
BAB III

Tinjaun Kasus

Pada tahun 1981 di AS muncul pertama kali HIV yang menyebar dengan cepat
ke berbagai penjuru dunia sehingga epidemi bersakla dunia tersebut sering dinamakan
pandemi.

Upaya pencegahan infeksi HIV dikategorikan upaya preventif perlu adanya


penanggulangan HIV dengan upaya promotif.

HIV yang mengakibatkan penyakit AIDS merupakan sejenis virus yang ditularkan
seseorang ke orang lain melalui pertukaran darah atau cairan tubuh (air mani dan
cairan vagina).Setelah berada dalam aliran darah virus ini menyerang dan
menghancurkan sel-sel yang menjaga kekebalan tubuh (sel T-helper) dan berkembang
biak.Karena mengakibatkan defisiensi pada ketahanan tubuh maka virus tersebut diberi
nama HIV (human immunodeficiency virus).

Seseorang yang terinfeksi HIV semakin lama semakin menurun kekebalan


tubuhnya sehingga tubuh tidak mampu melawan berbagai penyakit yang
menyerang.Pada tahap ini,tubuh penderita diserang berbagai infeksi mulai mengidap
berbagai penyakit seperti Pneumocytis carinii pneumonia,Kaposi’s sarcoma atau
herpes simplex tanpa mampu memberikan perlawanan.Adanya indikasi tersebut
penderita HIV telah mengidap penyakit Acquired Immunodeficiency Syndrome
(AIDS) yaitu telah diperolehnya defisiensi kekebalan tubuh karena tidak mampu
melawan penyakit sehinnga penderita meninggal.
A. Perilaku Risiko tinggi terinfeksi HIV/AIDS

HIV dikategorikan penyakit menular seksual.Orang yang terlibat dalam “perilaku


risiko tingi” (high-risk behavior) yaitu mereka yang sering berganti pasangan seks
tanpa menggunakan pelindung (kondom,femindom).

Individu berisiko terinfeksi HIV yaitu laki-laki,perempuan,dan waria yang menjadi


pekerja seks komersial baik bersifat heteroseks,homoseks maupun biseks.

Orang yang sering dianggap rentan terhadap infeksi PMS biasanya sering terjadi
transaksi seks komersial yaitu :
 Para pelaut yang membawa perempuan penghibur ke atas kapal.
 Para supir truk antar kota biasanya beristirahat di tempat hiburan seks atau
warung remang-remang di sepanjang jalan raya antar wilayah atau antar pulau
(jalur pantura).
 Para eksekutif atau pejabat yang bertugas di luar kota karena terpisah dari
keluarga dalam jangka waktu yang lama.

B. Cara penularan HIV/AIDS


1. Infeksi janin dalam kandungan orang dengan HIV/AIDS (transmisi perinatal) baik
melaui uterus maupun melalui air susu ibu.
2. Infeksi intravena
a) Penggunaan jarum suntik (needle sharing) dalam penyalahgunaan zat
(intraveneus drug use/IVDU).
b) Injeksi dengan jarum yang tercemar transfusi darah yang tercemar atau
transplan organ tubuh yang tercemar.
3. Prosedur tindak medis invasif seperti pencangkokan organ tubuh.
4. Kontak darah atau cairan,contoh jarum tato atau alat instrumen pelayanan
kesehatan (alat dokter gigi).
C. Dampak HIV/AIDS

Negara Zambia di benua Afrika Selatan yang berpenduduk 9.5juta jiwa.Menurut


CNN Interactive (5 Juli 1999),sekitar 20% penduduk mengidap HIV,sehingga
harapan hidup penduduk menurun dari 56 tahun menjadi 37 tahun.
Keadaan di Zambia mulai dijumpai di berbagai negara di Asia seperti
India,Thailand,Myanmar,Laos,dan kambodia.Di Indonesia pun sudah mengarah ke
epidemi HIV meskipun belum menampakkan tanda-tanda mengkhawatirkan,namun
diduga sudah mengandung fenomena yang dinamakan “gunung es” (di permukaan
dijumpai sedikit kasus HIV,padahal sebenarnya banyak) yang sewaktu-waktu
meledak menjadi epidemi “full blown AIDS”.

D. Bentuk upaya pencegahan HIV/AIDS


Dalam intervensi medis obat tertentu seperti AZT sudah berhasil menghambat
virus sehingga menurunnya ketahanan tubuh,meskipun tidak dapat dicegah,namun
dapat ditunda untuk jangka waktu yang panjang.Obat tersebut belum dapat
terjangkau bagi penderita HIV/AIDS.Dengan demikian,upaya preventif adalah satu-
satunya cara untuk menanggulangi penyebarluasan virus.

Pencegahan infeksi HIV/AIDS melalui perubahan perilaku.Cara ini diarahkan


pada perubahan perilaku dan gaya hidup yang menjadi sasaran intervensi upaya
pencegahan yang dikenal sebagai “rumus ABC”,yang dianggap sebagai senjata
mencegah infeksi HIV/AIDS melalui hubungan seks.
- A merupakan abstinens yaitu himbauan terutama bagi laki-laki,perempuan
yang belum menikah,untuk tidak sama sakali melakukan hubungan seks.
- B singkatan dari ungkapan be faithful (setia),yaitu himbauan untuk selalu
setia pada pasangan tetap (suami-istri).
- C singkatan dari kata condom,yaitu himbauan bagi mereka yang berperilaku
risiko tinggi untuk melaksanakan “safe seks” (hubungan seks yang aman)
dengan selalu menggunakan kondom.
Upaya lain untuk pencegahan dapat dilakukan KIE
(komunikasi,informasi,edukasi). Yang bertujuan tidak hanya mengubah perilaku saja
tetapi juga pemgetahuan,sikap dan keyakinan warga masyarakat.

E. Teori sosial sebagai landasan intervensi perilaku


Leviton (1989:42-90) menyebutkan sejumlah landasan teori
1. Teori kognitif dan pengambilan keputusan yaitu berasumsi bahwa manusia
merupakan pelaku rasional yang memproses informasi yang benar maka
pengetahuan,sikap,keyakinan dan perilaku mereka akan berubah.
Sebagaimana telah disebutkan infeksi melalui otak dengan darah dengan cairan
tubuh
2. Teori pembangkit pembangkitan rasa takut, motivasi, dan emosi dilain pihak,
berasumsi bahwa perilaku manusia ditentukan oleh proses – proses didalam diri
manusia. Dengan demikian strategi penanggulangan HIV dapat ditempuh
dengan pemberian informasi mengenai infeksi HIV agar emosi seperti rasa takut
terinfeksi mendorong seseorang menghindari HIV
3. Teori hubungan antarpribadi menekankan manusia saling mempengaruhi.
Asumsi yang dianut bahwa perilaku, pengetahuan, sikap, dan keyakinan dapat di
rubah melalui kelompok
4. Teori komunikasi dan persuasi tergantung pada rangkaian komunikasi proses
komunikasi dan persuasi. Proses ini melibatkan sejumlah variable input seperi
sumber komunikasi, pesan yang dikomunikasikan, saluran komunikasi,
penerima, dan sasaran target
5. Teori pembelajaran menekankan pada identifikasi kondisi lingkungan yang
diperoleh dan dipertahankannya. Kategori operant conditioning ( perilaku,
pendukung, stimulus diskrimatif)

Anda mungkin juga menyukai