KASUS
Nama : Ny. Sri Sumarsih, 42 th, CM 314822
Alamat : Kutan Geneng RT 3/RW3, Gatak,Sukoharjo
Hari perawatan : 16 Maret 2009 (Rawat Jalan)
Ruangan : Poliklinik Penyakit Dalam, RS Kasih Ibu Surakarta
Sampai dengan saat ini kontrol rutin di poli penyakit dalam RS Kasih Ibu.
Penyakit Grave’s adalah suatu penyakit autoimun dimana terjadi ikatan thyroid-
stimulating hormon (TSH) receptor antibody pada kelenjar tiroid. Ikatan ini akan
menyebabkan hipertrofi kelenjar tiroid dan merangsang peningkatan sekresi hormon tiroid.
Sekresi thyroxin (T4), triiodothyronin (T3), atau keduanya berlebihan menyebabkan
munculnya manifestasi klinis hipertiroidisme. Hipertiroidisme adalah suatu kondisi
hipermetabolik akibat berlebihnya jumlah hormon tiroid pada jaringan tubuh. Wanita lebih
banyak terkena; dengan resiko wanita : pria = 7-8:1. Kecenderungan untuk menderita
penyakit ini dipengaruhi oleh gen di regio HLA pada kromosom 6 dan di CTLA4 pada band
2q33 (Yeung, 2005; Lee,2004). Secara klinis diagnosis penyakit Grave’s dapat ditegakkan
dengan ditemukannya trias: hipertiroidisme, goiter, dan eksoftalmos (Yeung, 2005; Lee,
2004; Hershman, 2002; Burman, 2001).
Ikterus adalah warna kekuningan pada jaringan yang berasal dari penimbunan
bilirubin. Penimbunan bilirubin biasanya terjadi pada penyakit hati, kelainan pada saluran
empedu, atau kelainan hemolitik. Melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium dan penunjang yang lain dapat ditentukan tipe ikterus (Pratt, 2004; Sherlock,
2002).
Bila pada penderita penyakit Grave’s dijumpai adanya ikterus maka harus dipikirkan
beberapa kemungkinan, antara lain: infeksi virus hepatitis yang secara kebetulan terjadi
bersamaan, gangguan fungsi hati akibat hipertiroidisme, hepatitis sitotoksik akibat obat-
obatan yang digunakan oleh penderita, atau akibat penurunan fungsi pompa jantung terkait
penyakit Grave’snya. Hipertiroidisme ditentukan secara klinis dan laboratoris, dengan
pengukuran thyrotropin dan hormon tiroid. Adanya kelenjar tiroid yang membesar difus dan
kenyal, oftalmopati, mixedema pretibial serta akropaki dapat lebih meyakinkan adanya
penyakit Grave’s. Terdapat banyak kelainan lain yang menyerupai tirotoksikosis, namun
adanya triad klasik penyakit Grave’s bersamaan dengan adanya penurunan TSHs dan
peningkatan FT4 menegakkan diagnosis ini (Burman, 2001; Felz, 1999).Pada penderita ini
ditemukan struma difus, eksoftalmos, tremor halus jari-jari tangan, defekasi berlebihan,
disertai penurunan TSHs dan peningkatan FT4. Dengan demikian penderita didiagnosis
menderita penyakit Grave’s. Selain itu ikterus dapat menjadi bagian dari gejala krisis tiroid
yang berupa kelainan gastrointestinal berat (sesuai Kriteria Burch and Wartofsky)
(Tjokroprawiro, 2005).
Interaksi Kelenjar Tiroid dan Hepar
Telah lama diketahui adanya interaksi antara kelenjar tiroid dan hati (Malik, 2002).
Hormon tiroid mengatur laju metabolik basal berbagai sel, termasuk sel hepatosit, dan dengan
demikian dapat mempengaruhi fungsi hepar. Interaksi kelenjar tiroid dengan hepar yang bisa
terjadi antara lain: kerusakan hati akibat efek sistemik hormon tiroid yang berlebihan, efek
toksik langsung hormon tiroid pada hati, keterkaitan antara penyakit hati intrinsik dengan
penyakit tiroid intrinsik melalui mekanisme autoimun, dan perubahan metabolisme hormon
tiroid sekunder akibat penyakit hati intrinsik (Sellin, 2000).
Gangguan fungsi hepar akibat tirotoksikosis relatif sering, dan dapat dikelompokkan
menjadi tipe hepatik atau tipe kolestatik. Pada tipe hepatik dilaporkan terjadinya peningkatan
SGOT (AST) dan SGPT (ALT), masing-masing pada 27% dan 37% penderita (Sola, 1991).
Sebagian besar penderita tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda lain dari gangguan fungsi
hepar (klinis maupun laboratoris). Mekanisme gangguan fungsi hepar ini diduga karena
hipoksia relatif pada daerah perivenular akibat peningkatan kebutuhan oksigen jaringan hepar
yang tidak diikuti oleh peningkatan aliiran darah ke hepar. Gambaran klinis pada tipe ini
menyerupai hepatitis yang dapat sembuh dengan sendirinya walaupun beberapa penderita
dilaporkan mengalami gagal hati fulminan. Salah satu pencetusnya adalah kegagalan jantung
yang sering diperberat oleh adanya aritmia (Chaudhary, 1999).
Pada tipe kolestatik terjadi peningkatan alkali fosfatase serum (pada 64% penderita
tirotoksikosis). Didapatkan pula peningkatan ү-glutamyl transpeptidase dan bilirubin.
Gambaran histologis mirip kerusakan tipe hepatitik, namun disertai adanya kolestasis
intrahepatik sentrilobuler. Ikterus umumnya tidak terlalu berat, namun jika dijumpai maka
harus disingkirkan adanya kemungkinan komplikasi tirotoksikosis seperti gagal jantung,
sepsis, atau penyakit hati intrinsik (Malik, 2002).
Kesimpulan
Telah dilaporkan seorang wanita, 44 tahun, dengan Graves Disease dan ikterik. Penderita
tidak didapatkan riwayat hipertiroid maupun riwayat hepatitis sebelumnya. Setelah mendapat
terapi thiamazol didapatkan perbaikan klinis pada 2 minggu terapi. Jika terdapat ikterik pada
penderita Graves disease, maka harus dipikirkan 1) gangguan liver akibat tirotoksikosis. 2)
Kongestif hepatopathy akibat penyakit jantung tiroid. 3) adanya inveksi virus hepatitis. 4)
gangguan di saluran bilier atau atau penyakit hati kronik yang lain. 5) atau efek samping
obat-obat antitiroid yang bersifat hepatotksik.
Daftar Pustaka