Anda di halaman 1dari 4

CASE NOTE 3

Ikterus pada Penderita Penyakit Grave’s

KASUS
Nama : Ny. Sri Sumarsih, 42 th, CM 314822
Alamat : Kutan Geneng RT 3/RW3, Gatak,Sukoharjo
Hari perawatan : 16 Maret 2009 (Rawat Jalan)
Ruangan : Poliklinik Penyakit Dalam, RS Kasih Ibu Surakarta
Sampai dengan saat ini kontrol rutin di poli penyakit dalam RS Kasih Ibu.

Keluhan utama: mata kuning disertai demam dan batuk


RPS : Mata kuning sejak 7 hari yang lalu, warna BAK seperti teh, jumlah cukup, perut
kembung, mual dan nafsu makan menurun. Os juga mengeluh batuk, badan panas, dan
gemetaran. BB turun cepat dalam 5 bulan terakhir dari 62 kg menjadi 36 kg. Riwayat gatal-
gatal pada kulit setelah timbulnya mata kuning disangkal, haid yang tidak teratur sejak 6
bulan ini, jumlah yang sedikit, BAB lebih dari 2 kali per hari, lembek.
RPD : keluhan dada berdebar sejak beberapa bulan yll.
RPK : DM dan HT, penyakit kelenjar gondok disangkal.
Pemeriksaan Fisik
KU lemah, kesadaran CM, status gizi kurang, BB 36 kg,TB 155 cm, BMI 14,9.
T 110/60 mmHg, N 120 x/mnt, lemah, reguler, R 28x/mnt, t suhu axiler 37,5 C
Pemeriksaan fisik : tampak anemis dan ikterik, mata tampak eksoftalmus, didapatkan
pembesaran kelenjar tiroid, kenyal, difus, tidak didapatkan bruit. Hepar teraba 3 jari di bawah
arcus costarum, tepi tajam, kenyal, rata, tidak ada nyeri tekan, akral hangat, kulit basah,
tremor halus pada jari-jari kedua tangan, sedikit edema pada kedua tungkai.
Pemeriksaan Laboratorium
Hb 10,5 gr/dl, AL 8900/mm3, Hmt 32% AT 430 000/mm3, , SGOT 58 u/L, SGPT 37 u/L,
Ureum 41,2 mg/dl, Kreatinin 1,14 mg/dl, GDS 86 mg/dl. Bil Total 20,91, Bilirubin direk
15,27, Bilirubin Indirek 5,64, Free T4 5,20 ( 0,89-1,76 ng/dL ), TsHs < 0,004 ( 0,400-4000
uIU/mL). BUN 5,8 mg/dL, serum kreatinin 0,5 mg/dL, asam urat 3,37 mg/dL, kolesterol
total 33 mg/dL, trigliserida 44 mg/dL, K 2,4 mEq/L, Na 137 mEq/L. Urinalisis: glukosa(-),
bilirubin (+2), keton (-), BJ 1,010, pH 6,0, protein (-), urobilinogen (+), nitrit (-), blood (-),
leukosit (-); sedimen urine: eritrosit 1-3/lpb, leukosit 2-4/lpb, epitel 1-3/lpb. Dari pemeriksaan
USG abdomen didapatkan: hepar membesar, intensitas echoparenchym meningkat, vena
hepatika/ vena portal baik; gall bladder ukuran normal, dinding menebal, sludge (+); lien
dalam batas normal, ginjal tak tampak kelainan; vesika urinaria dan uterus normal;
Kesimpulan: Chronic parenchym disease.
Diagnosis Kerja : Penyakit Grave’s dan Ikterus pro evaluasi.
Terapi: Berhubung Os menolak mondok, maka diberikan terapi rawat jalan, yaitu :Thyrozol
1x10mg, Propranolol 2x10mg, Curcuma 2x1, Methicol 2x1,Levofloxacin 1x500mg,
Parasetamol 3x1
Evaluasi Terapi : 2 minggu setelah minum obat teratur, penderita kontrol di poli penyakit
dalam, dengan kondisi yang sudah jauh lebih baik. T 110/60 mmHg, N 88 x/mnt, R 20x/mnt,
t suhu axiler 36,5 C, ikterus sudah menghilang, BB 42 kg, keluhan lain tidak ada. Terapi
dilanjutkan.
PEMBAHASAN

Penyakit Grave’s adalah suatu penyakit autoimun dimana terjadi ikatan thyroid-
stimulating hormon (TSH) receptor antibody pada kelenjar tiroid. Ikatan ini akan
menyebabkan hipertrofi kelenjar tiroid dan merangsang peningkatan sekresi hormon tiroid.
Sekresi thyroxin (T4), triiodothyronin (T3), atau keduanya berlebihan menyebabkan
munculnya manifestasi klinis hipertiroidisme. Hipertiroidisme adalah suatu kondisi
hipermetabolik akibat berlebihnya jumlah hormon tiroid pada jaringan tubuh. Wanita lebih
banyak terkena; dengan resiko wanita : pria = 7-8:1. Kecenderungan untuk menderita
penyakit ini dipengaruhi oleh gen di regio HLA pada kromosom 6 dan di CTLA4 pada band
2q33 (Yeung, 2005; Lee,2004). Secara klinis diagnosis penyakit Grave’s dapat ditegakkan
dengan ditemukannya trias: hipertiroidisme, goiter, dan eksoftalmos (Yeung, 2005; Lee,
2004; Hershman, 2002; Burman, 2001).

Ikterus adalah warna kekuningan pada jaringan yang berasal dari penimbunan
bilirubin. Penimbunan bilirubin biasanya terjadi pada penyakit hati, kelainan pada saluran
empedu, atau kelainan hemolitik. Melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium dan penunjang yang lain dapat ditentukan tipe ikterus (Pratt, 2004; Sherlock,
2002).

Bila pada penderita penyakit Grave’s dijumpai adanya ikterus maka harus dipikirkan
beberapa kemungkinan, antara lain: infeksi virus hepatitis yang secara kebetulan terjadi
bersamaan, gangguan fungsi hati akibat hipertiroidisme, hepatitis sitotoksik akibat obat-
obatan yang digunakan oleh penderita, atau akibat penurunan fungsi pompa jantung terkait
penyakit Grave’snya. Hipertiroidisme ditentukan secara klinis dan laboratoris, dengan
pengukuran thyrotropin dan hormon tiroid. Adanya kelenjar tiroid yang membesar difus dan
kenyal, oftalmopati, mixedema pretibial serta akropaki dapat lebih meyakinkan adanya
penyakit Grave’s. Terdapat banyak kelainan lain yang menyerupai tirotoksikosis, namun
adanya triad klasik penyakit Grave’s bersamaan dengan adanya penurunan TSHs dan
peningkatan FT4 menegakkan diagnosis ini (Burman, 2001; Felz, 1999).Pada penderita ini
ditemukan struma difus, eksoftalmos, tremor halus jari-jari tangan, defekasi berlebihan,
disertai penurunan TSHs dan peningkatan FT4. Dengan demikian penderita didiagnosis
menderita penyakit Grave’s. Selain itu ikterus dapat menjadi bagian dari gejala krisis tiroid
yang berupa kelainan gastrointestinal berat (sesuai Kriteria Burch and Wartofsky)
(Tjokroprawiro, 2005).
Interaksi Kelenjar Tiroid dan Hepar

Telah lama diketahui adanya interaksi antara kelenjar tiroid dan hati (Malik, 2002).
Hormon tiroid mengatur laju metabolik basal berbagai sel, termasuk sel hepatosit, dan dengan
demikian dapat mempengaruhi fungsi hepar. Interaksi kelenjar tiroid dengan hepar yang bisa
terjadi antara lain: kerusakan hati akibat efek sistemik hormon tiroid yang berlebihan, efek
toksik langsung hormon tiroid pada hati, keterkaitan antara penyakit hati intrinsik dengan
penyakit tiroid intrinsik melalui mekanisme autoimun, dan perubahan metabolisme hormon
tiroid sekunder akibat penyakit hati intrinsik (Sellin, 2000).

Gangguan fungsi hepar akibat tirotoksikosis relatif sering, dan dapat dikelompokkan
menjadi tipe hepatik atau tipe kolestatik. Pada tipe hepatik dilaporkan terjadinya peningkatan
SGOT (AST) dan SGPT (ALT), masing-masing pada 27% dan 37% penderita (Sola, 1991).
Sebagian besar penderita tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda lain dari gangguan fungsi
hepar (klinis maupun laboratoris). Mekanisme gangguan fungsi hepar ini diduga karena
hipoksia relatif pada daerah perivenular akibat peningkatan kebutuhan oksigen jaringan hepar
yang tidak diikuti oleh peningkatan aliiran darah ke hepar. Gambaran klinis pada tipe ini
menyerupai hepatitis yang dapat sembuh dengan sendirinya walaupun beberapa penderita
dilaporkan mengalami gagal hati fulminan. Salah satu pencetusnya adalah kegagalan jantung
yang sering diperberat oleh adanya aritmia (Chaudhary, 1999).

Pada tipe kolestatik terjadi peningkatan alkali fosfatase serum (pada 64% penderita
tirotoksikosis). Didapatkan pula peningkatan ү-glutamyl transpeptidase dan bilirubin.
Gambaran histologis mirip kerusakan tipe hepatitik, namun disertai adanya kolestasis
intrahepatik sentrilobuler. Ikterus umumnya tidak terlalu berat, namun jika dijumpai maka
harus disingkirkan adanya kemungkinan komplikasi tirotoksikosis seperti gagal jantung,
sepsis, atau penyakit hati intrinsik (Malik, 2002).

Kesimpulan

Telah dilaporkan seorang wanita, 44 tahun, dengan Graves Disease dan ikterik. Penderita
tidak didapatkan riwayat hipertiroid maupun riwayat hepatitis sebelumnya. Setelah mendapat
terapi thiamazol didapatkan perbaikan klinis pada 2 minggu terapi. Jika terdapat ikterik pada
penderita Graves disease, maka harus dipikirkan 1) gangguan liver akibat tirotoksikosis. 2)
Kongestif hepatopathy akibat penyakit jantung tiroid. 3) adanya inveksi virus hepatitis. 4)
gangguan di saluran bilier atau atau penyakit hati kronik yang lain. 5) atau efek samping
obat-obat antitiroid yang bersifat hepatotksik.

Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai