Anda di halaman 1dari 10

ANEMIA APLASTIK

from Harrison's Principle of Internal Medicine 17th Ed. 2008

Definisi

Anemia aplastik merupakan suatu pansitopenia pada hiposelularitas sum-sum tulang. Anemia
aplastik didapat (Acquired qplastic anemia) berbeda dengan iatrogenic marrow aplasia,
hiposelularitas sum-sum setelah chemotherapy sitotoksik intensif. Anemia aplastik dapat pula
diturunkan : anemia Fancani genetic dan dyskeratosis congenital, dan sering berkaitan dengan
anomaly fisik khas dan perkembangan pansitopenia terjadi pada umur yang lebih muda, dapat
pula berupa kegagalan sum-sum pada orang dewasa yang terlihat normal. Anemia aplastik
didapat seringkali bermanifestasi yang khas, dengan onset hitung darah yang rendah secara
mendadak pada dewasa muda yang terlihat normal; hepatitis seronegatif atau pemberian obat
yang salah dapat pula mendahului onset ini. Diagnosis pada keadaan seperti ini tidak sulit.
Biasanya penurunan hitung darah moderat atau tidak lengkap, akan menyebabkan anemia,
leucopenia, dan thrombositopenia atau dalam beberapa kombinasi tertentu.

Epidemiologi

Insiden terjadinya anemia aplastik didapat di Eropa dan Israel adalah dua kasus per 1 juta
populasi setiap tahunnya. Di Thailand dan Cina, angka kejadiannya yaitu lima hingga tujuh
orang per satu juta populasi. Pada umumnya, pria dan wanita memiliki frekuensi yang sama.
Distribusi umur biasanya biphasic, yang berarti puncak kejadiannya pada remaja dan puncak
kedua pada orang lanjut usia.

Etiologi

Asal anemia aplastik telah dihubungkan dengan beberapa kejadian klinis terkait (Table 2);
namun, hubungan ini seringkali tidak tepat dan mungkin bukan etiologi. Walaupun kebanyakan
kasus anemia aplastik bersifat idiopatik, adanya riwayat medis memisahkan kasus idiopatik dari
kasus dengan dugaan etiologi seperti paparan obat.
Radiasi

Aplasia sum-sum merupakan sekuele akut utama dari radiasi. Radiasi merusak DNA; jaringan
bergantung pada mitosis aktif yang biasanya terganggu. Kecelakaan nuklir tidak hanya
melibatkan pekerja namun juga pegawai rumah sakit, laboratorium, dan industri (sterilisasi
makanan, radiography metal,dll), begitupula dengan orang lain yang terpapar secara tidak
sengaja. Sementara dosis radiasi dapat diperkirakan melalui angka dan derajat penurunan hitung
darah, dosimetri dengan rekonstruksi paparan dapat membantu memperkirakan prognosis pasien
dan dapat pula melindungi tenaga medis dari kontak dengan jaringan radioaktif dan secret. MDS
dan leukemia, namun kemungkinan bukan anemia aplastik, merupakan efek lambat dari radiasi.

Zat Kimia

Benzena merupakan penyebab yang diketahui dari kegagalan sum-sum tulang. Banyak data
laboratorium, klinis, dan epidemiologi yang menghubungkan antara paparan benzene dengan
anemia aplastik, leukemia akut, dan abnormalitas darah dan sum-sum tulang. Kejadian leukemia
kurang berkaitan dengan paparan kumulatif -namun kecurigaan tetap diperlukan- karena hanya
sebagian kecil dari pekerja yang terpapar terkena benzene myelotoksisitas. Rwayat pekerjaan
penting diketahui, terutama pada insdustri dimana benzene digunakan biasanya sebagai pelarut.
Penyakit darah terkait benzene telah menurun insidennya karena adanya peraturan mengenai
paparan industrial. Walaupun benzene tidak lagi digunakan sebagai pelarut pada pemakaian
rumah tangga , paparan terhadap metabolitnya dapat terjadi pada makanan dan lingkungan
sekitar. Keterkaitan antara kegagalan sum-sum dengan zat kimia lain kurang bermakna.

Obat-obatan

Banyak obat kemoterapi yang mengsupresi sum-sum sebagai toksisitas utamanya; efeknya
tergantung dengan dosis dan dapat terjadi pada semua pengguna. Berbeda dengan hal tersebut,
reaksi idiosinkronasi pada kebanyakan obat dapat menyebabkan anemia aplastik tanpa hubungan
dengan dosis. Hubungan ini berdasarkan dari laporan kasus dan suatu penelitian internasional
berskala besar di Eropa pada tahun 1980 secara kuantitatif menilai pengaruh obat, terutama
analgesic nonsteroid, sulfonamide, obat thyrostatik, beberapa psikotropika, penisilamin,
allopurinol, dan garam emas. Tidak semua hubungan selalu menyebabkan hubungan kausatif:
obat tertentu dapat digunakan untuk mengatasi gejala pertama dari kegagalan sum-sum
(antibiotic untuk demam atau gejala infeksi virus) atau memprovokasi gejala pertama dari
penyakit sebelumnya (petechiae akibat NSAID yang diberikan pada pasien thrombositopenia).
Pada konteks penggunaan obat secara total, reaksi idiosinkronasi jarang terjadi walaupun pada
beberapa orang terjadi dengan sangat buruk. Chloramphenicol, merupakan penyebab utama,
namun dilaporkan hanya menyebabkan anemia aplasia pada sekitar 1/60.000 pengobatan dan
kemungkinan angka kejadiannya sebenarnya lebih sedikit dari itu (resiko selalu lebih besar
ketika berdasar kepada kumpulan kasus kejadiannya; walaupun pengenalan chloramphenicol
dicurigai menyebabkan epidemic anemia aplasia, penghentian pemakaiannya tidak diikuti
dengan peningkatan frekuensi kegagalan sum-sum tulang). Perkiraan resiko biasanya lebih
rendah ketika penelitian berdasarkan populasi.

Infeksi

Hepatitis merupakan infeksi yang paling sering terjadi sebelum terjadinya anemia aplasia, dan
kegagalan sum-sum paska hepatitis terhitung 5% dari etiologi pada kebanyakan kejadian. Pasien
biasanya pria muda yang sembuh dari serangan peradangan hati 1 hingga 2 bulan sebelumnya;
pansitopenia biasanya sangat berat. Hepatitis biasanya seronegatif (non-A, non-B, non-C, non-G)
dan kemungkinan disebabkan oleh virus baru yang tidak terdeteksi. Kegagalan hepar fulminan
pada anak biasanya terjadi setelah hepatitis seronegatif dan kegagalan sum-sum terjadi pada
lebih sering pada pasien ini. Anemia aplastik terkadang terjadi setelah infeksi mononucleosis,
dan virus Eipsten-Barr telah ditemukan pada sum-sum pada sebagian pasien, beberapanya tanpa
disertai riwayat penyakit sebelumnya. Parvovirus B19, penyebab krisis aplastik transient pada
anemia hemolitik dan beberapa PRCA (Pure Red Cell Anemia), tidak biasanya menyebabkan
kegagalan sum-sum tulang yang luas. Penurunan hitung darah yang ringan sering terjadi pada
perjalanan penyakit beberapa infeksi bakteri dan virus namun sembuh kembali setelah infeksi
berakhir.

Penyakit Immunologis

Aplasia merupakan konsekuensi utama dan penyebab kematian yang tak terhindarkan pada
keadaan transfusion-associated graft-versus-host disease (GVDH), yang dapat terjadi setelah
infuse produk darah kepada pasien immunodefisiensi. Anemia aplastik sangat terkait dengan
sindroma kolagen vaskuler yang jarang terjadi yang disebut fasciitis eosinophilic, yang ditandai
dengan adanya indurasi yang sakit pada jaringan subcutaneous. Pansitopenia dengan hipoplasia
sum-sum dapat pula terjadi pada systemic lupus erythematosus.

Kehamilan

Anemia Aplastik sangat jarang terjadi dan sembuh setelah melahirkan atau setelah terjadinya
keguguran.

Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria

Mutasi pada gen PIG-A di dalam sel bakal hematopoietic menyebabkan terjadinya PNH, namun
mutasi PIG-A kemungkinan pula terjadi pada individu normal. Jika sel bakal dengan mutasi PIG-
A berproliferasi, hasilnya adalah defisiensi protein membrane sel terkait
glycosylphosphatidylinositol. Sel PNH seperti ini biasanya dapat terlihat dengan flow sitometri
dengan ekspresi CD55 atau CD 59 pada granulosit daripada pemeriksaan Ham atau sucrose lysis
pada sel darah merah. Beberapa klon yang terganggun dapat terdeteksi pada separuh pasien
dengan anemia aplastik pada waktu pemeriksaan (dan sel PNH juga dapat terlihat pada MDS);
hemolysis yang jelas dan episode thrombotik terjadi pada pasien dengan klon PH yang besar
(>50%). Penelitian fungsional terhadap sum-sum tulang pada pasien PNH, walaupun pada orang
yang utamanya bermanifestasi hemolytic, memperlihatkan bukti adanya hematopoiesis yang
rusak. Pasien yang pada awalnya memiliki diagnosis klinis PNH, terutama pada individu yang
berumur lebih muda, kemungkinan pada suatu saat akan mengalami aplasia sum-sum tulang dan
pansitopenia; pasien yang pada awalnya didiagnosis anemia aplastik kemungkinan mengalami
PNH hemolytic beberapa tahun setelah normalnya hitung darah. Satu penjelasan anemia aplastik
yang populer namun tidak terbukti adalah terpilihnya suatu klon yang terganggu adalah karena
sel tersebut mendukung terjadinya proliferasi pada lingkungan yang tidak biasanya karena
adanya destruksi sum-sum akibat autoimun.

Gangguan Konstitusi
Anemia Fanconi, suatu gangguan resesif autosomal, bermanifestasi sebagai perkembangan
anomaly congenital, pansitopenia progresif, dan peningkatan resiko keganasan. Kromosom pada
anemia fanconi, anehnya, beresiko terhadap agen DNA cross-link, dasar dari pemeriksaan
diagnostic. Pasien dengan anemia Fanconi biasanya memiliki postur yang pendek, café au lait
spots, dan anomaly yang melibatkan jari, radius, dan traktus genitourinaria. Paling tidak sekitar
12 defek genetic berbeda yang telah didapatkan; dan yang paling sering, Anemia Fanconi tipe A,
diakibatkan oleh mutasi pada FANCA. Kebanyakan produk gen pada pasien anemia Fanconi
membentuk kompleks protein yang mengaktivasi FANCD2 untuk berperan dalam respon seluler
pada kerusakan DNA dan menyebabkan cross-linking yang melibatkan BRCA1, ATM, da NBSI.

Dyskeratosis congenita ditandai dengan leukoplasia membrane mucous, dystrophi pada kuku,
hiperpigmentasi retikuler, dan perkembangan anemia aplastik pada masa kanak-kanak.
Keragaman X-link disebabkan adanya mutasi pada gen DKCI (dyskerin); tipe autosomal
dominant yang lebih jarang terjadi akibat mutasi hTERC, yang mengatur kerangka RNA, dan
hTERT, yang mengatur reverse transcriptase catalytic, telomerase; produk gen ini bekerja sama
dalam perbaikan untuk mempertahankan ukuran telomere. Pada sindrom Shwachman-Diamond,
kegagalan sum-sum terlihat pada insufisiensi pankreatik dan malabsorbsi; kebanyakan pasien
memiliki mutasi heterozygous compound pada SBDS, dimana berimplikasi pada proses RNA.

Patofisiologi

Kegagalan sum-sum terjadi akibat kerusakan berat pada kompartemen sel hematopoetik. Pada
anemia aplastik, tergantinya sum-sum tulang dengan lemak dapat terlihat pada morfologi
spesimen biopsy (Gambar 1) dan MRI pada spinal. Sel yang membawa antigen CD34, marker
dari sel hematopoietik dini, semakin lemah, dan pada penelitian fungsional, sel bakal dan
primitive kebanyakan tidak ditemukan; pada pemeriksaan in vitro menjelaskan bahwa “kolam”
sel bakal berkurang hingga < 1% dari normal pada keadaan yang berat.

Suatu kerusakan intrinsic pada sel bakal terjadi pada anemia aplastik konstitusional: sel dari
pasien dengan anemia Fanconi mengalami kerusakan kromosom dan kematian pada paparan
terhadap beberapa agen kimia tertentu. Telomer kebanyakan pendek pada pasien anemia
aplastik, dan mutasi pada gen yang berperan dalam perbaikan telomere (TERC dan TERT ) dapat
diidentifikasi pada beberapa orang dewasa dengan anomaly akibat kegagalan sum-sum dan tanpa
anomaly secara fisik atau dengan riwayat keluarga dengan penyakit yang serupa.

Anemia aplasia sepertinya tidak disebabkan oleh kerusakan stroma atau produksi faktor
pertumbuhan.

Kerusakan akibat Obat.

Kerusakan ekstrinsik pada sum-sum terjadi setelah trauma radiasi dan kimiawi seperti dosis
tinggi pada radiasi dan zat kimia toksik. Untuk reaksi idiosinkronasi yang paling sering pada
dosis rendah obat, perubahan metabolisme obat kemungkinan telah memicu mekanisme
kerusakan. Jalur metabolisme dari kebanyakan obat dan zat kimia, terutama jika bersifat polar
dan memiliki keterbatasan dalam daya larut dengan air, melibatkan degradasi enzimatik hingga
menjadi komponen elektrofilik yang sangat reaktif (yang disebut intermediate); komponen ini
bersifat toxic karena kecenderungannya untuk berikatan dengan makromolekul seluler. Sebagai
contoh, turunan hydroquinones dan quinolon berperan terhadap cedera jaringan. Pembentukan
intermediat metabolit yang berlebihan atau kegagalan dalam detoksifikasi komponen ini
kemungkinan akan secara genetic menentukan namun perubahan genetis ini hanya terlihat pada
beberapa obat; kompleksitas dan spesifitas dari jalur ini berperan terhadap kerentanan suatu loci
dan dapat memberikan penjelasan terhadap jarangnya kejadian reaksi idiosinkronasi obat.

Jejas Autoimun

Penyembuhan pada fungsi sum-sum pada beberapa pasien yang dipersiapkan untuk transplantasi
sum-sum dengan antilymphocyte globulin (ALG) menjelaskan bahwa anemia aplastik
kemungkinan dimediasi imun. Seperti dengan hipotesis ini adalah seringnya kegagalan
transplantasi sum-sum dari kembar syngeneic, kemoterapi sitotoksik tidak dilakukan, keadaan ini
menyangkal absennya sel bakal sebagai penyebab dan keberadaan dari faktor resipien yang
menciptakan kegagalan sum-sum. Data laboratorium mendukung peranan penting sistem imun
pada anemia aplastik. Sel darah dan sel sum-sum tulang pada pasien dapat menekan
pertumbuhan sel bakal normal dan diambilnya sel T yang diamati pada sum-sum tulang pasien
anemia aplastik dapat memperbaiki pembentukan koloni in vitro. Peningkatan jumlah sel T
sitotoksik yang aktif ditemukan pada pasien anemia aplastik dan biasanya menurun dengan terapi
immunosupressif; penukuran sitokin menunjukkan respn imun T H1 (interferon γ dan tumor
necrosis factor). Interferon dan TNF memicu ekspresi Fas pada sel CD34, menyebabkan
apoptosis.; lokalisasi dari sel T yang teraktivasi pada sum-sum tulang dan produksi lokal pada
faktor pelarut kemungkinan penting dalam kerusakan sel bakal.

Kejadian sistem imun dini pada anemia aplastik belum dipahami dengan baik. Analisis ekspresi
reseptor sel T menunjukkan oligoklonal dan respon sel T sitotoksik akibat antigen. Banyak
antigen exogen berbeda sepertinya mampu untuk menginisiasi respon imun patologis, namun
paling tidak beberapa sel T kemungkinan dapat membedakan self-antigen. Jarangnya anemia
aplastik walaupun seringnya paparan zat pemicu (obat-obatan dan virus hepatitis) menandakan
bahwa respon imun yang ditentukan secara genetic dapat mengkonversi respon fisiologis normal
menjadi suatu proses autoimun abnormal yang berkelanjutan, termasuk polymorphisme pada
histokompabilitas antigen, gen sitokin, dang en yang mengatur polarisasi sel T dan fungsi
efektor.

Manifestasi Klinik

Riwayat/Anamnesis

Anemia aplastik dapat muncul dengan mendadak atau memiliki onset yang berkembang dengan
cepat. Perdarahan merupakan gejala awal yang paling sering terjadi; keluhan mudah terjadi
memar selama beberapa hari hingga minggu, gusi yang berdarah, mimisan, darah menstruasi
yang berlebihan, dan kadang-kadang peteki. Adanya thrombositopenia, perdarahan massif jarang
terjadi, namun perdarahan kecil pada sistem saraf pusat dapat berbahaya pada intracranial dan
menyebabkan perdarahan retina. Gejala anemia juga sering terjadi termasuk mudah lelah, sesak
napas, dan tinnitus pada telinga. Infeksi merupakan gejala awal yang jarang terjadi pada anemia
aplastik (tidak seperti pada agranulositosis, dimana faringitis, infeksi anorektal, atau sepsis sering
terjadi pada permulaan penyakit). Gejala yang khas dari anemia aplastik adalah keterbatasan
gejala pada sistem hematologist dan pasien sering merasa dan sepertinya terlihat sehat walaupun
terjadi penurunan drastis pada hitung darah. Keluhan sistemik dan penurunan berat badan
sebaiknya mengarahkan penyebab pasitopenia lainnya. Adanya pemakaian obat sebelumnya,
paparan zat kimia, dan penyakit infeksi virus sebelumnya mesti diketahui. Riwayat kelainan
hematologis pada keluarga dapat mengindikasikan penyebab konstitusional pada kegagalan sum-
sum.

Pemeriksaan Fisik

Peteki dan ekimosis sering terjadi dan perdarahan retina dapat ditemukan. Pemeriksaan pelvis
dan rectal tidak dianjurkan namun jika dikerjakan, harus dengan hati-hati dan menghindari
trauma; karena pemeriksaan ini biasanya menyebabkan perdarahan dari servikal atau darah pada
tinja. Kulit dan mukosa yang pucat sering terjadi kecuali pada kasus yang sangat akut atau yang
telah menjalani transfusi. Infeksi pada pemeriksaan pertama jarang terjadi namun dapat timbul
jika pasien telah menjadi simptomatik setelah beberapa minggu. Limfadenopati dan
splenomegaly juga tidak sering terjadi pada anemia aplastik. Bintik Café au lait dan postur tubuh
yang pendek merupakan tanda anemia Fanconi; jari-jari yang aneh dan leukoplakia menandakan
dyskeratosis congenita.

Pemeriksaan Laboratorium

Darah

Apusan menunjukkan eritrosit yang besar dan kurangnya platelet dan granulosit. Mean
corpuscular volume (MCV) biasanya meningkat. Retikulosit tidak ditemukan atau kurang dan
jumlah limfosit dapat normal atau sedikit menurun. Keberadaan myeloid immature menandakan
leukemia atau MDS; sel darah merah yang bernukleus menandakan adanya fibrosis sum-sum
atau invasi tumor; platelet abnormal menunjukkan adanya kerusakan perifer atau MDS.

Sum Sum Tulang

Sum-sum tulang biasanya mudah diaspirasi namun menjadi encer jika diapuskan dan biopsi
specimen lemak terlihat pucat pada pengambilan. Pada aplasia berat, apusan dari specimen
aspirat hanya menunjukkan sel darah merah, limfosit residual, dan sel strome; biopsy (dimana
sebaiknya berukuran >1 cm) sangat baik untuk menentukan selularitas dan kebanyakan
menunjukkan lemak jika dilihat dibawah mikroskop, dengan sel hematopoetik menempati <25%
style="">
sum-sum yang kosong, sedangkan “hot-spot” hematopoiesis dapat pula terlihat pada kasus yang
berat. Jika specimen pungsi krista iliaka tidak adekuat, sel dapat pula diaspirasi di sternum. Sel
hematopoietik residual seharusnya mempunyai morfologi yang normal, kecuali untuk
eritropoiesis megaloblastik ringan; megakariosit selalu sangat berkurang dan biasanya tidak
ditemukan. Sebaiknya myeloblast dicari pada area sekitar spikula. Granuloma (pada specimen
seluler) dapat mengindikasikan etiologi infeksi dari kegagalan sum-sum.

Penilitian terkait

Penelitian kerusakan kromosom pada darah perifer menggunakan diepoxybutane atau mitomycin
C sebaiknya dikerjakan pada anak-anak dan dewasa muda untuk mengeliminasi diagnoss anemia
Fanconi. Analisis genetic untuk menilai kegagalan sum-sum fungsional telah banyak tersedia di
laboratorium. Penilitian kromosom pada sel sum-sum tulang biasanya menunjukkan adanya
MDS dan biasanya negative pada anemia aplastik tipikal. Essay flow cytometric telah
menggantikan test Ham untuk menegakkan diagnosis PNH. Penelitian serologic dapat
menunjukkan bukti adanya infeksi virus, seperti Epstein-Barr dan HIV. Anemia aplastik post
hepatitis biasanya seronegaif. Ukuran limpa sebaiknya ditentukan melalui pemeriksaan CT-scan
atau ultrasound jika pemeriksaan fisik pada abdomen kurang memuaskan. MRI dapat berguna
menilai kandugan lemak pada beberapa tulang belakang untuk membedakan aplasia dengan
MDS.

Diagnosis

Diagnosis anemia aplastik biasanya dilakukan dengan cepat, berdasar dari kombinasi
pansitopenia dengan sum-sum tulang kosong dan berlemak. Anemia aplastik merupakan
penyakit dewasa muda dan sebaiknya menjadi diagnosis utama pada seorang remaja atau dewasa
yang mengalami pansitopenia. Jika yang terjadi adalah pansitopenia sekunder, diagnosis utama
biasanya ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisis : pembesaran limpa seperti pada
sirosis alkoholik, riwayat metastasis kanker, atau sistemik lupus eritematosus, atau tuberculosis
miliar pada gambaran radiology (Table 1)

Masalah diagnosis dapat timbul dengan gambaran penyakit yang atipikal dan merata. Dimana
pansitopenia sangat umum terjadi, beberapa pasien dengan hiposelularitas pada sum-sum
memiliki penurunan hanya pada satu atau dua dari tiga jenis sel darah, seringkali
memperlihatkan perkembangan menjadi anemia aplastik yang jelas. Sum-sum tulang pada
anemia aplastik sulit dibedakan secara morfologis dengan aspirat pada penyakit didapat.
Diagnosis dapat dipengaruhi oleh riwayat keluarga, hitung jenis darah yang abnormal, atau
keberadaan dari anomali fisik yang terkait. Anemia aplasia lebih sulit dibedakan dari variasi
hiposeluler dari MDS : MDS ditandai dengan penemuan abnormalitas morfologis, terutama
megakariosit dan sel bakal myeloid, dan abnormalitas sitogenik tipikal.

Prognosis

Sifat alami dari perkembangan anemia aplastik adalah penurunan kesehatan dan kematian.
Persiapan sel darah merah dan kemudian transfusi sel darah putih serta antibiotic platelet
terkadang berguna, namun hanya segelintir pasien memperlihatkan penyembuhan spontan.
Penentu utama prognosis adalah hitung darah, beratnya penyakit diindikasikan oleh dua dari tiga
parameter ini : hitung netrophil absolute <500/µl,>

Penatalaksanaan Anemia Aplastik

Anemia aplastik dapat disembuhkan dengan penggantian sel hematopoietik yang hilang ( dan
sistem imun) dengan transplantasi stem cell, atau dapat diringankan dengan penekanan sistem
imun untuk mempercepat penyembuhan fungsi sum-sum tulang residual. Faktor pertumbuhan
hematopoietik memiliki keterbatasan manfaat dan glukokortikoid tidaklah bermanfaat. Paparan
obat atau zat kimia yang dicurigai sebaiknya dihentikan dan dihindari; namun, penyembuhan
spontan dari penurunan sel darah yang berat jarang terjadi, dan periode menunggu sebelum
memulai penanganan tidak dianjurkan kecuali hitung jenis darah hanya sedikit menurun.

Anda mungkin juga menyukai