Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
Obat anestesi memiliki kemampuan sebagai vasomotor secara langsung baik
yg menyebabkan vasodilatasi (agent inhalasi) atau vasokonstriksi (barbiturat,
narkotik). Perpaduan antara metabolisme dan blood flow bisa terpelihara (barbiturat)
atau terganggu (agent inhalasi berhalogen). Peningkatan ICP bisa disebabkan oleh
intubasi, bucking, kekakuan dinding dada (setelah pemberian narkotik), atau depresi
pernapasan (menyebabkan hiperkapne).
Cara kerja yang pasti dari agent anestesi pada CNS masih belum jelas.
Efeknya bisa dose-dependen, atau oleh faktor lain seperti temperatur, PH, atau peny.
Neurologi yg telah ada sebelumnya. Optimum anestetik care dicapai melalui
penggunaan obat dengan tepat berdasar pada pengertian akan efek fisiologi obat
terhadap dinamika intrakranial di gabungkan dengan manipulasi dari variabel lain.
BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Efek obat-obatan anastesi inhalasi

Isoflurane
Dinamika Intrakranial
Dalam keadaan normotensi, normokapne pada org coba, 1 MAC halotan atau
1 MAC enflurane meningkatkan CBF di mana pada kadar yg sama hal tsb tdk terjadi
pada isoflurane. Keamanan isoflurane dalam memelihara autoregulasi pada
konsentrasi end-tidal 1,4% tedapat pada gb 5.1. Autoregulasi hilang dg isofluran
2,8%- konsentrasinya jauh lebih tinggi daripada yg secara normal diberikan dalam
neuroanestesi. Bagaimanapun,CBF secara regional sama atau secara temporal bersifat
homogen. Halotan dan isoflurane memiliki efek regional yg spesifik. Sebagai contoh,
CBF di kortikal yg lebih tinggi dg halotan dibanding dg isoflurane. Sama seperti
halotan yg dipertimbangkan lebih poten vasodilatornya dibanding isoflurane,
penemuan ini memperkirakan bahwa ketidaksesuaian antara berbagai studi mungkin
berhubungan dengan tempat sampling. CBF menurun seiring dengan waktu selama
anestesi inhalasi. Meski CPP konstan, PaCO2 dan O2 arterial konstan pada 1 dan 2
MAC isoflurane, CBF menunjukkan penurunan sekitar 40% di atas periode 6 jam.
Kerusakan pada aliran lebih memanjang pada konsentrasi yg lebih tinggi. Penurunan
aliran sama pada semua area kecuali white matter, tidak ada perubahan. Seperti
kecepatan metabolik yg tidak berubah, data menyarankan pada kecenderungan
intrinsik obat.
Vasodilatasi dengan isoflurane dapat diimbangi dengan hiperventilasi. Secara
klinis, hiperventilasi biasanya dilakukan setelah pemberian sodium tiopental dan
relaksasi otot yg adekuat telah tercapai.
Bagaimanapun, hipokapne sebelum pemberian isoflurane tidak
diperlukan.Hiperventilasi yg diberikan secara simultan dan pemberian isoflurane,
mungkin cukup untuk menghasilkan tekanan intrakranial yg stabil. Kombinasi ini
memberikan hasil yg baik pada anak kecil yg tidak selalu dimungkinkan untuk
dilakukan induksi secara intravena.
Menurunkan PaCO2 secara cepat dan sangat nyata hasilnya dalam mengatasi
hipertensi intrakranial. Beberapa faktor, termasuk anestesi umum, bisa menurunkan
reaktifitas vaskulatur cerebral terhadap perubahan karbondioksida. Bagaimanapun,
bahkan setelah beberapa jam pemberian isoflurane 1-1,5 %, tekanan intrakranial
masih berespon segera terhadap variasi PaCO2.Isoflurane 2,8% , vasokonstriksi
terhadap hipokapne masih berlangsung tapi vasodilatasi terhadap hiperkapne
berakhir. Data pada hewan menyarankan bahwa 2,8% isoflurane dan normokapne
menghasilkan vasodilatasi maximum.
Mungkin saja faktor terpenting dalam memprediksi efek isoflurane adalah
patologi yg mendasari. Mengikuti bedah beku pada hewan, ICP meningkat bermakna
dalam beberapa jam setelah penggunaan anestesi inhalasi
Bagaimanapun, percobaan untuk mencocokkan penemuan ini pada model
kelinci dg cryogenic injury yg diberi halotan, isoflurane dan pentobarbital tidak
terlihat perubahan pada ICP dalam 10 jam setelah lesi.Studi ini menunjukkan adanya
agent-related eksaserbasi dari formasi edema cerebral. Hewan yg di beri halotan
memiliki edema yg lebih kecil. Sampai saat ini tidak ada penjelasan tentang besarnya
perbedaan dari studi ini. Bagaimanapun, penggunaan phenylephine pd studi terdahulu
mungkin mempengaruhi hasil. Pasien dg tumor otak yg secara neurologi intak atau
memiliki efek yg kecil pd CBF. Bagaimanapun, pasien dg glioblastoma dan midline
shift dg perbedaan abnormalitas intrakranial yg besar, isofluran bisa menyebabkan
peningkatan yg bermakana pada ICP.
Kecepatan produksi dan absorbsi CSF merupakan faktor yg akan menentukan
terjaganya stabilitas dinamik. Enflurane meningkatkan produksi CSF (Vf) untuk
beberapa jam; mungkin ada hubungannya dg peningkatan metabolisme glukosa di
plexus choroid. Absorbsi CBF (Va) juga menurun bermakna selama dan setelah
pemberian enflurane. Pada model anjing, yg menggunakan metode perfusi
ventriculocisternal terbuka, isofluran tidak menyebabkan perubahan yg bermakna
pada Vf atau Va. Tidak terjadi peningkatan volume CSF selama penggunaan anestesi
isofluran yg lama.
Efek pada Metabolisme Cerebral
Beberapa efek dari isoflurane pada metabolisme cerebral menguntungkan bagi
pasien yg berisiko kerusakan neurologi. Dose-related menurun pada Cerebral oxygen
consumption (CMRO2) sampai fungsi neuronal berhenti yg tercermin oleh
isoelectric electroencephalographic pada konsentrasi 3% dimana tidak menyebabkan
gangguan pada hemodinamik sistemik. Walaupun halotan merupakan vasodilator yg
lebih poten, daerah kritis CBF ( kadar aliran rendah dimana terjadi tanda iskemia
cerebral) lebih rendah selama anestesi dg isofluran, menunjukkan efek protektif yg
lebih ketika fungsi neuronal berisiko dari iskemia. Tidak ada bukti iskemia pada
EEG ketika daerah CBF menurun sampai 8-10 ml/100g jaringan/menit selama
anestesia. Halotan, bagaimanapun dihubungkan dg tanda iskemia dari EEG pada 18-
20ml/100g/menit. Penemuan ini dipertimbangkan sebagai kemungkinan bahwa
isoflurane memiliki efek proteksi terhadap cerebrum. Studi pada anjing, konsentrasi
isoflurane yg tinggi pada isoelectric electroencephalogram tidak terjadi penurunan yg
lebih lanjut pada cerebral oxygen consumption. Bahkan pada konsentrasi isoflurane
yg tinggi (6%), pada biopsi menunjukkan ATP dg konsentrasi normal, ADP, AMP,
Phosphocreatine noomal, beban energi normal. Perubahan yg di observasi hanya
ringan, dose-related cerebral lactic asidosis yg menyertai asidosis sistemik yg ringan.
Pada model hewan yg hipoxia (tikus), kadar isoflurane di bawah 2,8% meningkatkan
survival time sampai mendekati 100%. Pada model iskemik (anjing), isoflurane 2
MAC menunjukkan proteksi yg setara dg thiopental.
Bagaimanapun, pada studi lain, tidak terdapat efek proteksi pada babboon dg
oklusi arteri cerebral media selama 6 jam. Enam dari tujuh hewan yg diberi isoflurane
mengalami hemiplegi dan ketujuhnya terbukti terjadi infark pada pemeriksaan
histologi 7 hari kemudian. Hasil yg di dapatkan pada 6 yg mendapat N2O/fentanyl
adalah intermediate.
Studi diulangi, dg meminimalisasi variabel dan dan tidak ada perbedaan hasil di
antara kedua grup.
Pecobaan pada 2200 pasien yg datang dg carotid endarterectomy di Mayo
clinic dari tahun 1972-1985 menunjukkan CBF yg kritis selama pemberian isoflurane
10 ml/100 g/ menit; jumlah yg sama pada enflurane 15 ml/100 g/menit dan halotan 20
ml/100 g/ menit. Insidens terjadinya iskemik pada EEG secara bermakna lebih rendah
pada isoflurane (18%) dibandingkan dg enflurane (26%) atau halotan (25%). Tidak
ada perbedaan pada pemeriksaan neurologi yg ditemukan pada ketiganya.
Bagaimanapun, ketika iskemik terlihat pada EEG berarti telah terdapat bypass shunt.
Pada studi klinis clipping aneurysma selama terjadi hipotensi karena isoflurane,
CMRO2 menurun bermakna dari kadar prehipotensi ( 2.32 + 0.16 -1.73 – 0.16 ml /
100 g/ menit ) tapi untuk CBF tidak berubah. Setelah clipping aneurysma, saat
konsentrasi isoflurane diturunkan, CMRO2 kembali pada kadar prehipotensi , namun
CBF meningkat sampai diatas jumlah yg ditentukan sebelum terjadi hipotensi.
Penurunan CMRO2 tanpa perubahan pada CBF selama hipotensi menunjukkan
bahwa perubahan ini bisa memberikan proteksi pada jaringan otak selama periode
hipotensi.
Electrophysiologic effects
Kejang terjadi pada kira-kira 14% pasien neurosurgical yg tidak pernah terjadi
serangan sebelumnya, dalam 24 jam pertama setelah operasi. Jika kejang telah ada
sebelumnya, kejang bisa terjadi lagi pada 35% pasien. Sebagaimana peningkatan
aktifitas cerebral dan hipoksi yg merusak otak, adalah penting mencegah faktor lain
yg bisa menambah terjadinya kejang.
Electroencephalographic, abnormalitas mirip kejang yg terjadi pada manusia
telah dilaporkan selama dan setelah anestesi dg enflurane, terutama hubungannya dg
peningkatan kedalaman anestesia dan alkalosis respiratorik. Meskipun isoflurane,
isomer enflurane, memberikan berbagai keuntungan, efeknya pada EEG adalah
secara dose-related menurun dalam hal aktifitas.
Pada konsentrasi MAC yg rendah, frekuensi electroencephalographic
isoflurane meningkat dari 8-12 Hz hingga lebih dari 15 Hz. Tegangan meningkat
seiring dg meningkatnya konsentrasi anestesi, terdapat penurunan frekuensi dan
tegangan yg progresif sampai terjadi supresi yg besar. Tidak terdapat aktifitas kejang
yg terlihat secara klinis selama atau setelah anestesi dg isoflurane. Tidak ada pola
epileptik atau spiking, juga tidak menimbulkan hipokapne, dg meningkatkan
kedalaman anestesi, atau dg stimulus auditori / visual. Laporan terbaru memberi
kesan bahwa aktifitas mioklonik dan mirip kejang bisa terjadi selama anestesi umum
dg isoflurane. Meskipun, pasien juga mendapat dua injeksi fentanyl, 100 mg, sbg
bagian dari anestesi. Tidak terdapat pembacaan EEG yg dilaporkan. Di pihak lain,
keefektifan penggunaan isoflurane sebaliknya dapat menyebabkan refrakter status
epilepticus.
Studi tentang efek halotan, enflurane dan isoflurane pada somatosensory
evoked potentials (SEPs) menunjukkan bahwa enflurane dan isoflurane menghasilkan
sedikit perubahan pada SEPs dibandingkan dg halotan. Penggunaan bersama dg N2O
60%, sampai 0.75 dari konsentrasi maximum (MAC) dari halotan yg diperkenankan
dan 1 MAC isoflurane dan enflurane adalah sesuai dg naiknya gelombang yg adekuat
untuk evaluasi. Walaupun semua agent inhalasi menyebabkan penurunan amplitudo
yg dose –related dan peningkatan latency, halotan memberikan efek yg jauh lebih
besar. Halotan pada 0.75 MAC meningkatkan peak dari kompleks negatif primer
(N1) lebih dari enflurane dan isoflurane, dan enflurane pada 1 MAC meningkatkan
N1 latency lebih dari isoflurane. Sampai hari ini tidak ada penjelasan tentang
perbedaan ini. Jika memungkinkan, konsentrasi end-tidal dari volatil agent harus
tetap konstan selama pengawasan periode kritis. Bagaimanapun, bila hal ini tidak
tercapai, perubahan pada latency dan amplitudo harus diantisipasi dan
dipertimbangkan dalam menginterpretasi data, dimana lebih mudah berbicara
daripada melakukan jika peningkatan kedalaman anestesi disebabkan oleh critical
surgery dissection. Bagaimanapun, penemuan ini sama dg studi terdahulu yg
menunjukkan bahwa konsentrasi end-tidal 1 MAC halotan dan 0.5 MAC enflurane
atau isoflurane masing-masing dalam 60% N2O sesuai dg monitoring SEP yg efektif.
Studi terakhir menunjukkan bahwa konsentrasi anestesi volatil yg konsisten dg
beberapa data yg terpercaya dapat meningkat dg mengeliminasi N2O. Analisis dari
power spectrum data dan asal mula rasio dari power L dan B terhadap power S dapat
digunakan untuk menentukan waktu yg mengancam kesadaran dibawah anestesi dg
isoflurane. Konsentrasi end-tidal rata-rata pada isoflurane yg disontinyu adalah 0.46 +
0.09 vol % dan 0.4 + 0.01 vol % saat pasien membuka mata. Waktu antara membuka
mata dan delta shift poin kira-kira 3.2 menit dan keseluruhan waktu untuk bangun
adalah 8.3 menit.
Metabolisme Isoflurane
Pada manusia, metabolisme isoflurane adalah 1/10 sampai 1/100 dari
anestesi berhalogen lain yg tersedia. Kira-kira 0.17% dari isoflurane yg diambil dapat
menjadi metabolit. Kadar yg rendah ini terpelihara pada hewan bahkan setelah
pretreatment dg obat seperti fenobarbital dan fenitoin yg secara rutin digunakan
dalam neurosurgical dan memicu kemampuan respon enzim hati terhadap
metabolisme isoflurane. Minimal biodegradasi isofluran merupakan modal yg
bermakna sejak toksisitas organ bisa disebabkan oleh hasil metabolisme. Lebih
daripada itu, farmakokinetik dan metabolisme isoflurane tidak dipengaruhi oleh
durasi pemberian anestesi

NARKOTIK
Dinamika Intrakranial
Secara umum, PaCO2 dan temperatur yg konstan, dosis premed dari narkotik
short acting mempunyai efek yg kecil terhadap CBF atau CMRO2. Fentanyl
intravena menunjukkan hasil penurunan dose-related pada CBF dan CMRO2 tikus.
Depresi maksimal terjadi pada 100mg/kg, dimana CMRO2 dan CBF menurun
hingga 35% dan 50% berturut-turut. Fentanyl dg dosis yg lebih kecil ( 5mg/kg atau
kurang) mungkin tidak berefek pada CMRO2. Pada anjing yg dianestesi dg
pentobarbital ( 30 mg/kg), fentanyl ( 25 mg/kg) secara signifikan tidak merubah CBF
atau CMRO2 atau merubah respon cerebrovaskular terhadap hipoksia atau
hiperkapne atau merubah batas autoregulasi. Sufentanil dosis tinggi juga menurunkan
CBF dan CMRO2, dg penurunan maksimum 53% dan 40%, berturut-turut, terjadi
pada dosis 80 mg/kg. Dosis yg lebih tinggi tidak memberi perubahan lebih lanjut.
Bagaimanapun, studi canine terbaru menunjukkan bahwa sufentanil menghasilkan
peningkatan CBF yg sangat besar tanpa peningkatan sedikitpun pada CMRO2. Studi
klinis membandingkan infus dari fentanyl, sufentanil, atau alfentanil dg N2O 60%
dalam O2 pada pasien dg supratentorial tumor. Tidak ada perubahan pada tekanan
CSF lumbar. CPP menurun 14%. Perubahan terjadi sangat dramatis setelah
pemberian sufentanil (tekanan CSF meningkat 89%; CPP menurun 25%) dan
alfentanil (tekanan CSF meningkat 22%; CPP menurun 37%). Peningkatan tekanan
dapat dicegah dg hiperventilasi. Bagaimanapun, pasien dg perkembangan lesi massa
intrakranial yg cepat memberi dampak yg kurang baik oleh sufentanil.
Pasien dg edema jaringan otak dihubungkan dg tumor, respon cerebrovaskuler
terhadap CO2 muncul untuk menjaga dg lebih baik selama anestesi dg fentanyl-
suplemented N2O-O2 dibandingkan dg selama anestesi dg isoflurane.
Efek pada Metabolisme Cerebral
Telah dijelaskan sebelumnya, fentanyl digunakan untuk mejaga gabungan dan
menyebabkan reduksi dose-dependen dari CBF dan CMRO2. Model tikus hipoksia,
Fentanyl diberikan sebelumnya pada insult tidak mempertahankan adenosin cortical,
trifosfat, atau fosfokreatin atau mencegah perkembangan laktat asidosis. Lebih dari
itu, fentanyl tidak memiliki efek pada metabolit energi cerebral.
Efek Electrophysiologic
Sejumlah laporan anekdot menganjurkan bahwa induksi anestesi dg fentanyl
atau sufentanil dapat menyebabkan aktifitas kejang. Penilaian EEG dari 20 pasien yg
diberi fentanyl, 20 dg sufentanil dan 87 dg alfentanil tidak menunjukan bukti adanya
aktifitas kejang yg sesungguhnya. Juga tidak terdapat bukti dari postictal state pada
pasien manapun, seperti yg timbul setelah kejang yg dipicu oleh anestesi inhalasi atau
lokal. Bagaimanapun, rigiditas dinding dada sangat umum dihubungkan dg
pemberian opiat baru (khususnya alfentanil) adalah berhubungan dg peningkatan ICP
yg lebih besar, mungkin karena obstruksi dari cerebral venous return.
Tidak ada perubahan secara statistik pada SEPs nervus tibial posterior yg
ditemukan setelah sufentanil 0.5 mg/kg/jam atau alfentanil 0.5 mg/kg/jam. Kegunaan
fentanyl dosis tinggi ( 10 mg/kg ) dalam menjaga visual evoked respon yg adekuat
pada 12 pasien yg akan menjalani coronary artery bypass telah diterima.
Metabolisme Narkotik
Metabolit opioid secara esensial tidak aktif dan tidak menyebabkan kerusakan
organ. Degradasi hepar adalah penting. Pertimbangan interaksi obat antara
tranquilizers, antidepresan, dan narkotik- faktor yg mungkin penting pada pasien dg
penyakit cerebrovaskuler dan multiorgan failure yg menerima banyak obat. Narkotik
yg baru memiliki margin safety yg sangat tinggi. Bagaimanapun, terdapat
peningkatan yg nyata dalam pemberian narkotik selama perawatan pasien pada terapi
antikonvulsan jangka panjang, khususnya jika antikonvulsan yg digunakan lebih dari
satu. Efek ini mungkin disebabkan peningkatan metabolisme narkotik karena induksi
enzim mikrosomal.
Barbiturat
Dinamika Intrakranial
Meski CBF dan metabolisme terpelihara, keduanya menurunkan dose-related
selama terapi dg barbiturat, terjadi efek anestesi yg memanjang dan tidak
menguntungkan bagi dinamik intrakranial.
Meskipun kontrol memuaskan di lain pihak hipertensi intrakranial yg refrakter
bisa tercapai pada 25% pasien dg severe head injury, hasilnya tidak terbukti. Terdapat
pertimbangan variabilitas pasien pada klirens pentobarbital, terutama setelah brain
injury. Studi pada 6 pasien yg diberi 25-34 mg/kg loading dose intravena diikuti 1-3
mg/kg per jam selama 61-190 jam dg volume distribusi 1.03 kg dan terminal waktu
paruh 19.1 jam. Klirens meningkat setelah paparan yg kontinyu, megharuskan untuk
monitoring kadar barbiturat setiap hari.
Efek pada Metabolisme Cerebral
Sebagai catatan, CMRO2 menurun oleh barbiturat. Penggunaan barbiturat
dalam proteksi dan resusitasi otak telah dipelajari luas. Penggunaan sekarang adalah
tidak memakai barbiturat pada global brain damage. Beberapa janji masih dipegang
untuk efek yg menguntungkan setelah regional defek.
Efek Electrophysiologic
Penurunan dose-dependen pada EEG terlihat hingga electrophysiologic
menghilang.
Setelah pemberian pentobarbital dosis tinggi (19 mg/kg lebih dari 33 menit), pada
pasien yg akan di lakukan eksisi dari malformasi arteriovenous, menghasilkan supresi
yg besar pada isoelectricity EEG.

Anda mungkin juga menyukai