Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Polimer
2.1.1. Polimerisasi
dan seterusnya sampai terbentuk polimer berantai panjang bergantung pada monomer
yang tersedia sebagai reaktan dalam reaksi polimerisasi. Sebagian besar reaksi
polimerisasi yang mengikuti mekanisme jenis ini menghasilkan produk samping berupa
molekul kecil (misalnya air). Karena seringkali step polymerization menghasilkan air
sebagai produk dalam polimerisasi ini, Step Polymerization seringkali disebut juga
Condensation Polymerization, walaupun sebenarnya, ada beberapa reaksi lain yang
menghasilkan produk selain air, bahkan ada pula reaksi yang tidak menghasilkan produk
samping apapun. Contoh reaksi polimerisasi yang mengikuti mekanisme Step
Polymerization adalah pembuatan polimer Polyamide dan pembuatan polimer
Polyurethane.[2]
4
5
a. Monomer pada Step Polymerization harus memiliki gugus fungsi (seperti gugus
karboksilat, alkohol, dll) sedangkan monomer pada Chain Polymerization hanya
memiliki ikatan rangkap (dua atau tiga). Pada Step Polymerization, penyatuan 2
monomer terjadi pada gugus fungsi monomer tersebut dan penyatuan tersebut
disertai dengan proses pelepasan molekul kecil (seperti air) sedangkan pada Chain
Polymerization, terjadi pemutusan ikatan rangkap untuk kemudian monomer-
monomer tersebut dapat menyatu. Karena inilah, Chain Polymerization disebut juga
dengan Addition Polymerization.
b. Suhu dan tekanan operasi pembentukan polimer dengan mekanisme Step
Polymerization relatif lebih rendah dari Chain Polymerization.
c. Jika dilihat dari kecepatan pembentukan polimernya, polimerisasi dengan mekanisme
Chain Polymerization akan menghasilkan polimer dengan lebih cepat dibandingkan
dengan Step Polymerization (dilihat dari massa molekul relatif polimer pada suatu
waktu tertentu). Ini bisa terjadi dikarenakan pada Step Polymerization, reaksi
pembentukannya terjadi secara bertahap (stepwise) sehingga membutuhkan waktu
lebih lama.
d. Pada Chain Polymerization, mutlak dibutuhkan senyawa yang dapat bertindak
sebagai inisiator reaksi polimerisasi (inisiator ini mirip fungsinya sebagai katalis,
membuat reaksi polimerisasi dapat berjalan) . Untuk Step Polymerization, reaksi
polimerisasi dapat berjalan walaupun tidak ada katalis, yang terpenting adalah
pengambilan molekul-molekul kecil yang terbentuk (karena produk molekul kecil
akan menyebabkan perubahan arah kesetimbangan reaksi).
6
Secara umum, polimer memiliki sifat fisika juga sifat kimia yang khas, yang
sangat berbeda dengan monomer pembentuk polimer itu sendiri. Contohnya, karakteristik
Polyethylene berbeda dengan monomernya, yaitu ethylene (etena). Berikut adalah
karakter fisik (dan kimia) yang dapat ditentukan dari suatu polimer :
7
Karakter fisik yang ditentukan untuk karakterisasi suatu polimer adalah massa
molekul relatif polimer (Mn) tersebut. Dalam kasus polimer, massa molekul relatif yang
diukur adalah massa molekul relatif rata-rata. Ini dikarenakan selain polimer itu sendiri,
terdapat juga senyawa-senyawa lain selain polimer itu sendiri, misalnya molekul kecil
hasil samping dari Step Polymerization. Secara umum, kekuatan polimer (mekanis dan
termal) mulai terlihat seiiring dengan meningkatnya massa molekul polimer.
Untuk struktur linear, polimer tersusun secara teratur (lain halnya dengan 2 struktur
lainnya). Keteraturan ini member efek langsung pada kekuatan polimer dalam hal
mekanis dan termalnya. Polimer yang memiliki struktur linear lebih tahan suhu tinggi
(terdekomposisi pada suhu yang relatif tinggi) dan memiliki tensile strength yang besar.
Polimer yang memiliki struktur linear cenderung lebih teratur sehingga pada proses
kristalisasi suatu polimer (contohnya dengan mendinginkan polimer tersebut), Kristal
yang terjadi akan lebih padat karena struktur penyusun Kristal berbentuk teratur sehingga
dalam 1 kristal, polimer berstruktur linear akan menempati “tempat” dalam Kristal lebih
banyak dan kompak. Contoh polimer dengan struktur semacam ini adalah polyethylene.[3]
Secara umum, ketika polimer dengan struktur linear dipanaskan sampai suhu
tertentu diatas suhu glass-transitionnya, maka yang akan terjadi adalah struktur kristal
polimer akan meleleh sehingga polimer akan berfasa cairan yang viskos sehingga dapat
mengalir. Ketika dilakukan pendinginan, dengan segera molekul polimer akan
membentuk struktur kristal dengan mudah karena struktur linear yang sederhana sehingga
senyawanya mudah membentuk struktur kristal. Polimer semcam ini disebut sebagai
thermoplastic polymers[1].
Salah satu aspek untuk karakterisasi suatu polimer adalah ketaktisan strukturnya
(tacticity). Tacticity adalah susunan molekular polimer dalam menempati struktur
geometris / ruangnya[1]. Tacticity suatu polimer dilihat dari karbon kiral yang ada dalam
struktur polimer. Karbon kiral adalah atom karbon yang memiliki 4 ikatan kovalen
dengan senyawa-senyawa lain yang saling berbeda[3]. Tacticity sendiri terdiri dari 3
macam, yaitu syndiotactic, isotactic, dan atactic. Pada isotactic, atom karbon kiral yang
ada menempati struktur ruang yang sama dengan atom karbon kiral lain yang ada. Pada
11
syndiotactic, atom karbon kiral menempati struktur geometris yang berbeda dengan atom
karbon kiral kedua tetapi sama dengan atom karbon kiral yang ketiga (alternating). Pada
atactic, atom karbon kiral menempati struktur geometris yang tidak teratur [3]. Jika
dibandingkan, struktur geometris isotactic merupakan struktur yang paling teratur
sedangkan atactic merupakan struktur yang paling tidak teratur.
dimana t dan to adalah waktu yang dibutuhkan suatu polimer dan suatu pelarut dari
polimer untuk menempuh pipa kapiler pada viscometer Ostwald. Setelah itu, hitung nilai
ln(μr / c) dimana c adalah konsentrasi polimer dalam suatu campuran. Dengan “bantuan”
µr
beberapa data viskositas relatif di berbagai nilai c, diharapkan nilai ln( ) dapat
c
diekstrapolasi sehingga bisa didapat nilai viskositas intrinsic ( [µ] ). Kemudian, nilai
viskositas intrinsik dapat digunakan untuk mendapatkan nilai viscosity-average
molecular weight dengan rumus
[µ] = K Ma
[µ ] a
M=[ ]
K
dimana K dan a adalah konstanta Mark-Houwink. Nilai K ada di rentang 0,0005 - 0,5
sedangkan nilai a berada di rentang 0,6 – 0,8.[2]
Asam laktat larut di dalam air dengan komposisi 86% di suhu 20oC[5]. Selain itu,
asam laktat sangat larut dalam kloroform dengan koefisien distribusi yang sangat besar [5].
Koefisien distribusi asam laktat dalam pelarut adalah perbandingan konsentrasi asam
laktat yang terlarut dalam pelarut organik dibandingkan dengan konsentrasi asam laktat
13
yang terlarut dalam pelarut air. Berikut disajikan tabel pengaruh pelarut yang digunakan
terhadap koefisien distribusi asam laktat yang didapat :
Temperatur Koefisien
Pelarut
(oC) distribusi
Isobutanol 31 1,37
Isopropyl ether 28 35
Diisobutyl
25 36
ketone
Ethyl Carbonate 25 21
Kloroform 25 106
Kloroform 28 100
Pada suatu struktur ruang, atom karbon kiral tersebut dapat menempati keadaan
yang berbeda. Perbedaan tersebut didasarkan pada letak senyawa yang berikatan pada
atom karbon kiral tersebut pada struktur 3 dimensi. Susunan letak senyawa yang
berikatan dengan atom karbon kiral pada struktur 3 dimensi ini dapat disebut
konfigurasi[4]. Berdasarkan arah putaran atom karbon kiral yang terjadi, konfigurasi dapat
dibedakan menjadi 2 macam[4] :
- Rectus (disimbolkan dengan R), arah putaran atom karbon kiral searah jarum jam
(clockwise)
- Sinister (disimbolkan dengan S), arah putaran atom karbon kiral berlawanan arah
jarum jam (counter clockwise)
Berdasarkan pada konfigurasi yang ada, asam laktat dibedakan menjadi (S)-asam laktat
dan (R)-asam laktat. Secara fisik, perbedaan antara (S)-asam laktat dan (R)-asam laktat
adalah titik lelehnya. Untuk (S)-asam laktat, titik lelehnya sebesar 53 oC sedangkan (R)-
14
asam laktat mempunyai titik leleh 52,8oC[5]. Keduanya merupakan senyawa dasar untuk
membentuk polylactic acid.
Selain dilihat dari perputaran atom karbon kiralnya, suatu senyawa dapat
diketahui struktur geometrinya dari arah perputaran bidang polarisasi cahaya oleh
senyawa[4] (senyawa harus memiliki karbon kiral). Menurut arah perputaran yang terjadi,
dapat dibedakan menjadi 2 macam :
Asam laktat yang memutar bidang polarisasi secara dextrorotary disebut juga (d)-asam
laktat atau (+)- asam laktat sedangkan untuk asam laktat yang memutar bidang polarisasi
secara levorotatory disebut juga dengan (l)-asam laktat atau (-)-asam laktat[4].
Secara umum, tidak ada hubungan antara konfigurasi asam laktat (dinyatakan
dengan R dan S) dengan perputaran bidang polarisasi yang dilakukan oleh asam laktat
(dinyatakan dengan d dan l) karena perbedaan prinsip penentuan perputaran / rotasi. Pada
penentuan konfigurasi, penamaan dilakukan dengan melihat perputaran atom kiral saja
sedangkan pada perputaran bidang polarisasi, penamaan dilakukan berdasarkan pada
perputaran yang dilakukan oleh seluruh senyawa, dalam hal ini dilakukan oleh asam
laktat secara keseluruhan, bukan dari perputaran atom karbon kiralnya.
Asam laktat dengan konfigurasi (S), (S)-asam laktat, seringkali disebut juga
dengan L-asam laktat. Asam laktat dengan konfigurasi (S) memutar bidang polarisasi
searah jarum jam. Oleh karena itu, (S)-asam laktat seringkali ditulis dalam bentuk lain,
15
yaitu L-(+)-asam laktat. Stereoisomer dari L-(+)-asam laktat adalah D-(-)-asam laktat.
Keduanya merupakan senyawa dasar untuk membuat polylactic acid.
Senyawa asam laktat yang ada dapat ditemui dalam bentuk L-(+)-asam laktat
murni, D-(-)-asam laktat murni, atau campuran dari kedua stereisomer asam laktat. Jika
kadar L-(+)-asam laktat dalam campuran lebih besar dari D-(-)-asam laktat, maka
campuran tersebut memutar bidang polarisasi searah jarum jam dan begitu juga untuk
campuran dengan D-(-)-asam laktat yang lebih banyak. Ketika komposisinya sama,
campuran tersebut tidak akan memutar bidang polarisasi ke arah kiri maupun kanan.
Campuran semacam ini disebut sebagai campuran rasemic[4].
2NADH OH
H O H ADP+NAD O O
O
H
2 C 2 C CH
OH H C
O- O-
OH OH 3HC 3HC
ATP+NADH 2NAD
H OH
D-Glukosa Piruvat Ion Laktat
Fermentasi dilakukan dengan bantuan bakteri agar dapat memecah struktur yang
relatif kompleks menjadi asam laktat. Perbedaan pada bakteri yang digunakan akan
menghasilkan asam laktat dengan struktur geometris yang berbeda. Contoh bakteri yang
dapat menghasilkan L-(+)-asam laktat adalah Lactobacillus sp, Rhizopus sp,
Streptococcus sp, dan Sporolactobacillus inulinus[5]. Bakteri yang dapat menghasilkan D-
(-)-asam laktat adalah Sporolactobacillus laevovolacticus dan Lactobacillus
delbrueckii[5].
16
Karena laktida terbentuk karena reaksi antara 2 asam laktat, maka laktida sendiri
memiliki 2 karbon kiral. Jika dilihat dari struktur optiknya, laktida memiliki 3 buah
stereoisomer, yaitu (R,R)-laktida / D-laktida, (S,S)-laktida / L-laktida, dan (R,S)-laktida /
meso-laktida[5]. Laktida merupakan senyawa dasar untuk membuat polylactic acid dengan
mekanisme Ring Opening Polymerization (ROP)[5].
O O O
O O O
3HC 3HC 3HC
O O O
D-Laktida L-Laktida meso-laktida
menjadi kecil[5]. Selain itu, karena proses polimerisasi asam laktat merupakan reaksi
kesetimbangan, maka reaksi harus didorong ke arah pembentukan produk agar yield
yang diperoleh dapat besar. Salah satunya adalah dengan mengambil air yang
terbentuk selama proses polimerisasi sehingga laju pembentukan produk polimer akan
lebih baik[5]. Selain itu, penerapan kondisi vakum selama proses operasi dapat
mempercepat laju reaksi ke arah pembentukan produk[5].
Metode pembentukan poli(asam laktat) secara polycondensation sendiri
dibagi lagi menjadi 3 macam[5], yaitu :
a. Direct Condensation
Pada metode ini, proses polimerisasi dilakukan melalui 3 tahap yaitu
penghilangan air yang terkandung dalam umpan asam laktat yang dipakai, reaksi
mengubah asam laktat menjadi poli(asam laktat) dengan massa molekular yang
rendah, dan penghilangan air yang terbentuk selama proses polimerisasi.
Polimerisasi dilakukan dalam reactor yang memiliki pengaduk karena semakin
lama, campuran polimer akan semakin viscous[5]. Selain itu, sistem harus dibuat
vakum agar proses penghilangan air yang terbentuk selama reaksi dapat berjalan
dengan lebih mudah. Kelemahan dari metode ini adalah massa molekular polimer
yang didapat relatif kecil karena suhu operasi yang terbatas[5].
b. Solid-state Polycondensation
Metode ini identik dengan metode direct condensation hanya ditambah 1 tahap
lagi, yaitu proses pendinginan di bawah melting temperature. Di bawah melting
temperature, campuran akan terdiri dari fasa Kristal dan fasa amorf. Ada asumsi
bahwa reaksi polimerisasi akan terjadi secara terpusat pada interphase dari fasa
Kristal dengan fasa amorf yang ada. Dengan pendinginan yang dilakukan,
diharapkan asam laktat yang masih ada dapat bereaksi menjadi poli(asam laktat).
Ini akan membuat massa molekular yang didapat akan semakin besar dan
meningkatkan yield operasi[5].
c. Azeotropic Dehydration
Metode ini identik dengan direct condensation tetapi terdapat perbedaan pada
proses penghilangan kandungan air yang terbentuk dalam campuran. Secara
umum, proses polimerisasi dilakukan dalam larutan solvent, seperti pelarut
organic dan diphenyl ether. Selama proses polimerisasi, air yang terbentuk akan
larut dalam pelarut yang digunakan. Ini akan membuat reaksi kesetimbangan
19
berjalan ke arah pembentukan produk. Kelemahan dari metode ini adalah kurang
ekonomis (terutama jika menggunakan pelarut organik)[5].
gram
yang didapat adalah 130000 dengan metode direct condensation sedangkan
mol
dengan menggunakan katalis stannum chloride, weight-average molecular weight dari
gram
poli(asam laktat) yang didapat bisa mencapai 320000 dengan metode azeotropic
mol
dehydration[5].
octoate mulai dicari subtituennya karena katalis dengan basis tin bersifat racun[5].
Alternatif lain yang bisa digunakan sebagai katalis adalah Zinc lactate[5].
2.3.2. Struktur & Sifat Fisika dan Kimia dari PLA
Berdasarkan pada struktur optik yang terdapat pada struktur, poli(asam laktat)
sendiri dapat dibedakan lagi menjadi 3 macam Poly-(L)-Lactic Acid (PLLA), Poly-(D)-
Lactic Acid (PDLA), dan Poly-(DL)-Lactic Acid (PDLLA). PLLA dibuat dengan
mereaksikan L-asam laktat murni, PDLA dibuat dengan mereaksikan D-asam laktat
murni, sedangkan PDLLA didapat dengan mereaksikan campuran rasemik (campuran
yang komposisinya sama) dari L-asam laktat dengan D-asam laktat[5]. Struktur optis yang
berbeda akan memberikan sifat fisika dan kimia yang berbeda pula.
Jika dilihat dari struktur Kristal yang terbentuk, PLLA dan PDLA menghasilkan
struktur Kristal yang teratur dan kompak karena ukuran molekular yang lebih seragam
dibandingkan dengan PDLLA. Keteraturan struktur Kristal ini akan memberikan
perbedaan dalam hal ketahanan mekanis dan termal. Glass-temperature (Tg) dari PLLA
dan PDLA sedikit lebih besar dari PDLLA; Tg PLLA dan PDLA berkisar antara 55-65 oC
sedangkan Tg PDLLA bernilai 53oC[7].
PLLA dan PDLA bersifat kristalin sedangkan PDLLA bersifat amorf. Oleh
karena inilah PLLA dan PDLA lebih kuat tetapi bersifat brittle pada suhu kamar,
sedangkan PDLLA bersifat lebih lentur dan plastis karena dapat mengalami pemanjangan
dan pemendekan (elongation)[7].
Secara umum, PLA merupakan polimer dengan struktur linear, dimana
monomer-monomernya terhubung secara lurus tanpa adanya cabang-cabang. Oleh karena
struktur inilah PLA merupakan polimer dengan sifat thermoplastic[5] yang dapat diubah
bentuknya sesuai kebutuhan. Selain itu, PLA lebih mudah terdegradasi karena
strukturnya yang relatif sederhana.
Jika digunakan campuran reaktan L-asam laktat dan D-asam laktat dengan
komposisi yang berbeda, maka ada kemungkinan poli(asam laktat) yang terbentuk
memiliki struktur khusus, yaitu stereoblock dan stereocomplex[5]. Stereocomplex
polylactic acid, atau seringkali ditulis sc-PLA, merupakan PLA yang terdiri dari
campuran PLLA dan PDLA yang terpisah satu sama lain dengan komposisi tertentu
sedangkan stereoblock polylactic acid, ditulis sb-PLA, merupakan PLA yang terbentuk
karena adanya interaksi PLLA dengan PDLA pada sb-PLA menjadi 1 kesatuan sehingga
21
membentuk suatu block, dimana block tersebut dibagi menjadi block PLLA dan block
PDLA[5].