Anda di halaman 1dari 26

Siprus

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Belum Diperiksa

Κυπριακή Δημοκρατία
Kypriakí Dimokratía (Yunani)
Kıbrıs Cumhuriyeti (Turki)

Bendera

Motto: —

Lagu kebangsaan: Ymnos pros tin Eleutherian1

Ibu kota Nikosia


(dan kota terbesar)

Bahasa resmi Yunani, Turki

Pemerintahan Republik

- Presiden Dimitris Christofias 2

Kemerdekaan

- Proklamasi Dari Britania Raya


Diakui 16 Agustus 1960
16 Agustus 1960 3

Luas
- Total 9,250 4 km2 (162)

- Air (%) dapat dihiraukan

Penduduk

- Perkiraan 2006 766.400 (155)

- Sensus 2001 689.565 6

- Kepadatan 84/km2 (85)

PDB (KKB) Perkiraan 2005

- Total US$15,76 miliar (117)

- Per kapita US$19.633 (36)

Mata uang Euro (EUR)

Zona waktu (UTC+2)

- Musim panas (DST) (UTC+3)

Domain Internet .cy

Kode telepon 357 7

1. "Ymnos pros tin Eleutherian" juga merupakan lagu kebangsaan Yunani.

2. Republik Turki Siprus Utara (RTSU) menguasai wilayah utara dan memiliki

presiden tersendiri.

3. Tidak diakui oleh Turki, satu-satunya negara yang mengakui RTSU.

4. Area seluas 5.895 km² di wilayah selatan dan 3.355 km² di wilayah utara.

5. Tidak termasuk ±230.000 jiwa di wilayah utara.

6. Tidak termasuk penduduk RTSU.

7. +90-392 (kode akses Turki) digunakan di wilayah utara.

Republik Siprus adalah sebuah negara pulau di Laut Tengah bagian timur, ±113 km di sebelah
selatan Turki dan 120 km di sebelah baratSuriah. Ibu kotanya adalah Lefkosia (Nikosia). Kota penting
lainnya adalah Lemesos (Limassol), Larnaca, Paphos, Ammochostos (Famagusta), dan Kyrenia.

Semenjak tahun 1974, di bagian utara ada Republik Turki Siprus Utara, yang hanya diakui oleh Turki.
Daftar isi
[sembunyikan]

• 1 Sejarah

○ 1.1 Setelah

1945

○ 1.2 Anggota

Uni Eropa

• 2 Ekonomi

• 3 Lihat pula

• 4 Pranala luar

[sunting]Sejarah

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sejarah Siprus

[sunting]Setelah 1945
Siprus, ketika masih merupakan jajahan Britania Raya, akan diberikan kepada Yunani. Tetapi
minoritas Turki menolak. Akhirnya kompromi disepakati dan pada tahun 1959 didirikan negara Siprus
merdeka. Tetapi kedua belah pihak tidak puas dan akhirnya pada tahun 1974sebuah kelompok yang
menginginkan persatuan dengan Yunani mengadakan kudeta yang dibalas dengan invasi Turki. Semenjak
itu Turki menduduki wilayah utara.

[sunting]Anggota Uni Eropa


Pada tanggal 1 Mei 2004, Siprus menjadi anggota Uni Eropa. Tetapi yang diperbolehkan ikut hanya
wilayah selatan saja, kecuali kalau wilayah utara juga ingin bersatu. Akhirnya penduduk wilayah utara
menekan pemerintah mereka supaya bersatu dengan wilayah selatan. Pada 24 April 2004 wilayah utara
(yang dipimpin Raouf Denktash) mengatakan "ya" kepada persatuan. Daerah selatan (yang
dipimpinTassos Papadopoulos) mengatakan "tidak" kepada persatuan. Jadi akhirnya hanya bagian selatan
saja yang menjadi anggota Uni Eropa.

[sunting]Ekonomi

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Ekonomi Siprus

Ekonomi tergantung pada ekspor produk pertanian (jeruk, kentang, anggur, tembakau) dan
penghasilan pariwisata. Sektor perikanan hampir tak ada artinya; perairan di sekeliling pulau kurang ikan.
Selain itu sektor pertambangan masih menguntungkan (tembaga, besi, marmer, dan gipsum).
Kata tembaga dalam banyak bahasa Eropa merupakan derivasi dari kata Siprus dalam bahasa
Yunani kupros, misalkan katacopper (bahasa Inggris) atau koper (bahasa Belanda).
[sunting]Lihat pula
 Daftar negara-negara di dunia

 Republik Turki Siprus Utara


[sunting]Pranala luar

Wikimedia
Commons memiliki galeri
mengenai:

Siprus

Lihat panduan wisata Siprus di Wikitravel

 (en) Situs resmi

 (en) Situs resmi pariwisata

 (en) information and news about both parts of Cyprus

 (en) Cyprus Guide

http://id.wikipedia.org/wiki/Siprus

Negara Cyprus
Pulau dan republik merdeka, dalam persemakmuran bangsa-bangsa, di sebelah timur
Laut Tengah; ± 60 km dan Turki. Euas 9.251 km2. Penduduk 633 ribu. Kepadatan
penduduk 68/km2. Ibu kota: Nieosia.
Bahasa-bahasa resmi: Yunani dan Turki.
Agama: Yunani Ortodoks dan Islam.
Satuan mata uang: pound Cyprus (1.000 mil).

BIOGRAFI
Dua pegunungan membentang dan timur-barat. Utara, Pegunungan Kyrenia; sampai
ke selatan termasuk Pegunungan Traados (dengan G. Olympus, tinggi 1.952 m).
Antara kedua barisan pegunungan terletak dataran Messaonia (Yun.: Messaria); ±
20% dan pulau tersebut berhutan.
IkliM
Mediteran. Musim hajan jatuh antara akhir Oktober sampai akhir April.

EKONOMI
Terutama agraris. Lebih dari sepertiga jumlah rakyat prkrrja bermata pencaharian di
perkebunan/pertanian yang menghasilkan: sitrun, sayur/mayur, jewawut dan terigu,
dan lebih dan 50% hasilnya diekspor. Basis industri adalah pengolahan hasil-hasil
perkebunan/pertanian; juga terdapat produksi semen. Dekat Larnaca terdapat
penyulingan minyak. Cyprus kaya akan barang-barang tambang (besi pint, biji-biji
kuningan, gip, ashes, amber), tetapi persediaan-persediaan yang terpenting
(tembaga/kuningan) dalam beberapa decenium (masa 10 tahun) akan mengalami
kehabisan. Walaupun impor melebihi ekspor, neraca perdagangannya p0- sitif, kanena
pemasukan dan basis pasukan Inggenis dan tunjangan keuangan Turki untuk
orangorang Turki. Industni paniwisata sampai 1974 maju pesat, tetapi
pertumbuhannya berada di bawah pengawasan. Jalan-jalan kereta api kurang.
Pelabuhan-pelabuhan terpenting adalah Famagusta, Limassol, dan Larnaca; pelabuhan
udara internasional terdapat di Nicosia.

PENDUDUK
Sampai penyerbuan Turki, Jul 1974, (lihat sejarah) penduduk terdiri dari 77% bangsa
Yunani yang bertempat tinggal terutama di kota-kota; l8% bangsa Turki yang hidup di
desa-desa; Armenia dan Maronit merupakan kelompok minoritas. Setelah penyerbuan,
± 200 ribu orang Yunani-Cypriot terdesak, dan mencari jalan ke luar untuk meloloskan
diri. Penghuni Famagusta, Kyrenia dan Morphon diungsikan. Kota-kota tenpenting
(dengan jumlah penduduk sebelum Jul 1974): Nicosia (penduduk 116 nibu), Limassol
(penduduk 80 ribu) dan Famagusta (penduduk 39 ribu). Orang-orang Yunani adaiah
anggota gereja Ortodoks dan Cyprus (liturgi Byzantium), dan pemeluk agama Islam
(aliran sunni). Tiap kelompok rakyat memiliki sekolah sendini. Buta huruf 18%,
terutama di kalangan petani tua, karena biarpun tidak ada wajib belajar anak-anak
antara 6—14 tahun hampir semua mengikuti pendidikan sekolah. Pendidikan tinggi
tidak ada.

SEJARAH
± 1600 sebelum Masehi merupakan pusatperdagangan yang ramai di teluk L. Tengah
sebelah timur. Sesudah ± 1400 sebelum Masehi pulau itu dijadikan koloni bangsa
Achaea (Yunani); sesudah ± 800 sebelum Masehi oleh bangsa Fenicia; ± 7 10—670
sebelum Masehi oleh bangsa Assyria, lalu menyusul suatu masa kebebasan dan
pertumbuhan kebudayaan. Ahmozes II menggabungkan Cyprus ± 560 sebelum Masehi
pada Mesir, dan dengan demikian 525 sebelum Masehi dikuasai oleh Parsi. Iskandar
Agung, 333 sebelum Masehi mengakhiri kekuasaan Parsi. Lalu berturut-turut Cyprus
diperintah bangsa Ptolemaca, Kerajaan Romawi dan Kerajaan Byzantium. Pada waktu
perang salib Cyprus jatuh ke tangan turunan Perancis Lusignan. 1374, diperintah
bangsa Genoa setelah itu bangsa Venesia; 1570, ditaklukkan bangsa Turki. 1878,
Inggenis memerintah pulau itu meskipun secara resmi tetap Turki; 1914, menyusul
penggabungan secara resmi: 1925, menjadi “koloni mahkota”. Dalam Perang Dunia II
merupakan pangkalan penting bagi Sekutu. Sesudah 1w di kalangan orang-orang
Yunani Cyprus muncul aliran nasionalis deras yang bertujuan enosis (Yun. =
penggabungan dengan ibu pertiwi). Lebih-lebih sejak 1954 aliran itu meluap menjadi
aksi-aksi teror yang dilancarkan oleh tentara bawah tanah, FOKA, di bawah pimpinan
kolonel Yunani, Grivas. 1959, disetujui bersama oleh Britania Raya, Yunani dan Turki
bahwa Britania Raya tetap memiliki pangkalan militen di pulau itu; bahwa ketiga
negara tersebut akan menjamin kemerdekaan Cyprus; bahwa kepentingan-
kepentingan orang Turki sebagai masyarakat terkecil harus dipelihara; enosis tidak
diperbolehkan. 1960, Uskup Agung Makanios yang ortodoks menjadi pnesiden pertama
Republik Cyprus; Fadil KucUk, orang Turki, menjadi wakil presiden. Kompromi itu tidak
memberikan kepuasan sepenuhnya kepada siapa pun. 1963, insiden-insiden antara
bangsa Yunani dan Turki di
Cyprus merupakan corak suatu perang saudara. 1964, dimintakan campur tangan
Dewan Keamanan PBB, yang kemudian berhasil mengembalikan keseimbangan yang
rumit. Makarios terpilih kembali 1968 dan 1973. KUcuk digantikan 1973 oleh R.
Denktasy. Ketegangan-ketegangan meningkat sejak 1970. 15 Juli 1974 perebutan
kekuasaan oleh sejumlah perwira Yunani yang diselundupkan ke dalam angkatan
perang Cyprus. Makarios menyingkir. 20 Juli bangsa Turki melakukan pendaratan dan
mengambil alih 40% dan pulau itu. Feb 1975 Dcnktasy mengumumkan suatu negara
federal Turki-Cyprus.
Cyrenaica. Provinsi terbarat Republik Libia, bertapal batas dengan Mesir, Afrika Utara.
Kota tenpenting dan pelabuhan utama di kawasan ini adalah Benghasi. Agak menjorok
ke Laut Tengah, sejajar dengan pesisir terdapat Pegunungan Jabel el Akhbar dengan
puncak tertinggi 876 m. Dikembangkan menjadi wilayah pertanian; salah satu cara
untuk mengairi wilayah pertanian di situ dengan membor sumber-sumber air tawar
dengan pompa-pompa hidrolik sampai kedalaman 750 m di wilayah padang pasir.
Produksi pertanian: kurma, gandum, sayur-mayur, zaitun, jeruk. Kurma diekspor
melalui pelabuhan Benghasi.
Reply With Quote

#2

Post: 4,459
Dipi76
Mod Provided
Answers: 33
Kirim Donasi Untuk Mensupport, atau ada Permintaan/Wish List
Pribadi ke Member ini :

Melalui SMS dari Handphone Anda (Contoh Penggunaan SMS


Bintang?)
Ketik Bintang<spasi>Dipi76<spasi>Komentar/Wish List Anda.
Kirim ke 3477
Contoh Ketik : Bintang Dipi76 Saya suka lagu buatan anda, teruslah
berkarya by anto
Dari Telkomsel (Simpati, AS), XL, Flexy dan Fren Rp1.000/SMS +
PPN
Dari Indosat (IM3, Mentari) Rp2.000/SMS + PPN
SMS Bintang Yang Sudah Didapat Member ini : 15

Bls: [Budaya] Negara Cyprus

Siprus merupakan nama sebuah pulau di Laut Mediterania Timur. Negara ini terkena]
sejak zaman kuno karena kekayaan mineral, anggur, dan keindahan alamnya. Siprus
terdiri atas pegunungan tinggi, lembah yang subur, dan pantai yang luas. Negara
yang terletak di Asia Tengah ini berada sekitar 40 mil (65 km) di selatan Turki, 60 mil
(100 km) sebelah barat Suriah, dan 480 mil (770 km) di tenggara Yunani. Ini adalah
pulau terbesar ketiga Mediterania setelah Sisilia dan Sardinia. Secara umum, luasnya
tidak lebih besar dari Jakarta. Bahkan, pada sensus 2006, penduduknya hanya
746.000 jiwa.

Orang-orang Siprus mewakili dua kelompok etnis utama Yunani dan Turki. Siprus
Yunani yang berjumlah empat per lima penduduk, berasal dari campuran penduduk
asli dan imigran dari Peloponnese yang terjajah sekitar 1200 SM.

Pemukim berasimilasi sampai abad ke-16. Sekitar seperlimanya adalah Siprus Turki,
keturunan para prajurit tentara Ottoman yang menaklukkan pulau itu pada 1571 dan
imigran dari Anatolia yang dibawa oleh pemerintahan sultan. Sejak 1974, tambahan
imigran dari Turki telah dibawa untuk bekerja di tanah kosong. Mereka meningkatkan
total angkatan kerja.

Saat ini, kata siprus tidak selalu digambarkan sebagai Siprus. Kata ini lebih sering
digunakan bersama-sama dengan awalan Yunani atau Turki, sebagai pengakuan dari
dua kelompok etnis besar di Siprus. Siprus Yunani adalah komunitas Ortodoks Yunani
yang berbahasa Yunani, sedangkan Siprus Turki adalah komunitas Muslim yang
berbahasa Turki.

Ketika Siprus merdeka dari Inggris pada 1960, Konstitusi Republik mendefinisikan
Siprus Turki dan Siprus Yunani sebagai dua kelompok etnis yang terpisah. Pada saat
itu, para anggota dari kedua kelompok masih menghuni desa-desa dan kota, namun
sudah saling berbaur.

Pada kebanyakan kasus, keduanya hidup bersama dalam damai dan merayakan
perayaan hari besar juga secara bersama-sama. Sayangnya, peristiwa 1974
memisahkan Pulau Siprus Turki dan Siprus Yunani. Kedua kelompok masyarakat itu
tidak lagi hidup berdampingan selama lebih dari 30 tahun.

Agama Islam masuk ke Siprus sekitar tahun 649 Masehi, pada saat pemerintahan
Islam di Madinah dipimpin oleh Khalifah Usman bin Affan. Kendati masuk ke negara
tersebut lebih awal, sampai tahun 1974, kebanyakan pemeluk agama Islam berasal
dari orang-orang Siprus Turki. Jumlahnya mencapai 18 persen dari total penduduk.
Namun, saat ini jumlahnya mencapai 264.172 Muslim atau sekitar 10 persen dari total
penduduk. Sebagian besar tinggal di bagian utara.

Penduduk Siprus Turki mayoritas menganut ajaran Islam Suni. Berbeda dengan
kebanyakan pemeluk Muslim Suni lainnya, Muslim Siprus sangat kental dalam
pengaruh tasawuf, baik dalam kebudayaan maupun spiritualnya. Aliran tasawuf yang
berkembang adalah Naqsabandi Haqqani yang dipimpin oleh Nazim Al-Qubrusi dari
Larnaca.

Pada masa pemerintahan Ottoman (Turki Usmani) pada tahun 1572-1878, sebagian
besar umat Islam menetap di Siprus Turki. Selama abad ke-17, pemeluk Islam
tumbuh pesat. Sebagian merupakan imigran Turki, lainnya adalah orang keturunan
Yunani yang memeluk Islam.

Beberapa peninggalan Islam ada di Siprus termasuk di dalamnya Masjid Arabahmet di


Nikosia (dibangun pada abad ke-16 ), Masjid Hala Sultan

Tekke atau Umm Masjid Haram Larnaca (dibangun pada abad ke-18), Masjid Lala
Mustafa Pasha, Selimiye Masjid, dan Masjid Haydarpasha.

Kisah perebutan wilayah

Siprus merupakan semenanjung wilayah Islam yang dibebaskan oleh kaum Muslim
pada masa Khalifah Harun Ar-Rasyid dari Dinasti Abbasiyah setelah sebelumnya
dikuasai oleh pemerintahan Islam pada masa Usman bin Affan tahun 28 Hijriah.

Ketika terjadi Perang Salib, Inggris datang ke negeri ini pada 1191 M dan menduduki
Siprus selama Perang Salib. Kaum Muslim kemudian membebaskannya kembali dari
cengkeraman Inggris.

Inggris paham akan nilai strategis Siprus. Bahkan, mereka menjadikannya sebagai
pangkalan titik tolak menyerang negeri-negeri Islam. Karena itu, Inggris mengelabui
Daulah Usmaniyah pada 1878, dengan dalih menghadapi Rusia, sehingga bisa
menyewa pangkalan di Siprus. Inggris mendeklarasikan kependudukannya atas Siprus
pada Perang Dunia I tahun 1914.

Inggris mulai mendorong etnis Yunani Nasrani agar bermigrasi ke Siprus demi
mengubahnya menjadi semenanjung yang mayoritasnya non-Muslim. Inggris
membuat undang-undang yang berkaitan dengan masalah kependudukan, artinya
bebas dari kaum Muslim etnis Turki. Tujuannya untuk melemahkan eksistensi dan
kekuatan Turki di sana. Caranya dengan menetapkan syarat bahwa siapa saja yang
berkewarganegaraan Turki dilarang menjadi warga negara Siprus yang dikuasai
Inggris dan mereka tidak boleh tinggal di Siprus.

Sementara itu, Inggris memberi kemungkinan kepada orang Siprus etnis Yunani
untuk memerintah semenanjung dan mengontrol nasib kaum Muslim. Karena itu,
jumlah pemeluk Nasrani xii Siprus yang berasal dari luar makin meningkat,
sedangkan jumlah penduduk asli yang Muslim makin berkurang. Inggris
mengokohkan eksistensinya di Siprus dengan membangun dua pangkalan militer di
sana.

Pascakudeta dan intervensi Turki, secara militer, di Siprus pada 1974, semenanjung
terbagi menjadi dua bagian. Etnis Turki, di utara semenanjung pada 1983,
mendeklarasikan Republik Turki Siprus Utara (The Turkish Republic of Northern
Cyprus) dan berada di bawah kontrol negara Turki yang luasnya 37 persen dari luas
Kepulauan Siprus.

Wilayah ini oleh Turki diakui sebagai wilayah independen. Bagian selatan tetap berada
di bawah kontrol etnis Siprus keturunan Yunani, yakni Republik Siprus yang meliputi
59 persen luas Kepulauan Siprus dan masuk sebagai anggota Uni Eropa.

Karenanya, hingga kini. Siprus tetap terbagi menjadi dua wilayah Siprus Yunani dan
Siprus Turki. Bahkan, dalam budaya pun Siprus terbagi menjadi Turki di bagian utara
dan Yunani di selatan negara ini.

Sampai sekarang, agama Siprus Yunani masih kebanyakan milik otosefalus Gereja
Ortodoks Siprus (78 persen), sedangkan Siprus Turki merupakan Muslim (18 persen).
Agama-agama lain terwakili di pulau tersebut, termasuk Maronit dan Apostolics
Armenia (empat persen).

Sama halnya di Turki, gaya dan penampilan masyarakat Siprus Turki sudah sangat
Eropa. Namun, banyak juga perempuan yang mengenakan jilbab, walaupun tidak
sebanyak di Turki.
http://www.indonesiaindonesia.com/f/89764-budaya-negara-cyprus/

B U D I M U LY A N A ’ S
WEBLOG
S h a r i n g , F e e d b a c k a n d C o m m e n t
« FAKTA PENTING TENTANG KRISIS PALESTINA
AKSI MILITER TURKI DI UTARA IRAK »

Sejarah Mengenai Suriah dan Lebanon


Suriah merupakan bagian dari kumpulan tanah Bulan Sabit Subur. Sejak zaman kuno
hingga berada pada kekuasaan Turki Ustmaniyah, Suriah merupakan istilah geografis untuk
seluruh daerah meliputi Suriah, Lebanon, Yordania, Palestina dan Israel sekarang yang
dahulu dikenal dengan nama wilayah Syam.
Suriah pernah menjadi wilayah kekuasaan berbagai bangsa, mulai dari berada dibawah
kekuasaan bangsa Funisia sebagai nenek moyang mereka, lalu dibawah kekuasaan bangsa
Mesir pada tahun 1600 SM, bangsa Aramea pada 1200 SM yang pada saat itu menamai
wilayah kekuasaannya “Suriah” berasal dari kata Syriac dialek Aramea serta mendirikan kota
Damaskus sebagai pusat kegiatan dan tempat tinggal masyarakatnya. Abad ke-6 SM, Suriah
menjadi bagian kekuasaan kekaisaran Persia. Selanjutnya pada abad ke-4 SM, Suriah menjadi
bagian kekuasaan Imperium Iskandar yang Agung yang berhasil menghancurkan
kekuataan Persia dan membuka jalan bagi penaklukan Suriah dibawah Imperium Romawi.
Terpecahnya Imperium Romawi pada abad ke-4 sesudah Masehi menjadikan Suriah berada
dibawah kekuasaan Imperium Bizantium yang berpusat di Konstantinopel.
Pada tahun 634-634 M, kaum Muslim Arab berhasil menaklukan Suriah dan
memberikan ciri peninggalan yang begitu kuat hingga saat ini yaitu bahasa Arab dan agama
Islam. Tahun 661 M, Suriah menjadi pusat berkembangnya Islam karena Damaskus menjadi
ibukota kekuasaan Bani Umaiyah. Selanjutnya tahun 1516, Suriah ditaklukkan olehImperium
Turki Ustmani yang pada saat itu dalam perjalanan menyerang Mesir. (Oslon, 2002:248)
Akhir abad ke-18, banyak daerah-daerah di Suriah dikuasai oleh para pasha (panglima
perang) setempat. Kemunduran Imperium Turki memberikan peluang bagi masuknya
kekuasan Eropa di Suriah.
Kekalahan Turki dalam perang dunia I, menyebabkan Turki harus menyerahkan
sebagian wilayah kekuasaannya berada dibawah pengawasan Liga Bangsa-Bangsa. (Khoury,
2004:429)
Prancis mendapatkan hak atas Levant (istilah untuk wilayah Suriah dan Lebanon)
dibawah pengawasan Liga Bangsa-Bangsa berdasarkan keputusan Konferensi San Remo
yang Akta mandatnya ditanda tangani di London pada 24 Juli 1922. Alasan Prancis
mendapatkan hak atas Levantsendiri didasarkan kepada hubungan sejarah yang panjang
antara Prancis dengan penguasa Suriah jauh sebelum terjadinya perang salib. Pada saat itu
Prancis menerima Kapitulasi Sultan mengenai izin didirikannya kantor dagang dan konsulat
Prancis di Suriah. Hubungan baik tersebut dilanjutkan oleh Henri IV, Richelieau dan Louis
XIV. Pada 1740, Prancis memperbarui kapitulasi dengan tambahan reverensi khusus
atas Levant mengenai tempat-tempat suci di Palestina dan hak istimewa Prancis tersebut
dikukuhkan melalui perjanjian pribadi Napoleon dengan Sultan yang berkuasa atas wilayah
Suriah pada 1802. Kondisi tersebut selanjutnya mengukuhkan hubungan yang sangat akrab
antara Prancis dengan umat Katolik Maronit. (Lenczowski, 1993:198)
Tumbuhnya nasionalisme Arab di Suriah menjadi kekecewaan tersendiri bagi Prancis
karena tidak sesuai dengan misi budaya yang diusungnya di Levant, selain itu masyarakat
Suriah pada saat itu lebih setuju berada dibawah mandat Inggris atau Amerika dari pada
Prancis. Melihat kondisi tersebut, Prancis selanjutnya menyerang Damaskus dan mengusir
Emir Faisal sebagai pemimpin tentarapadang pasir yang nasionalis yang memiliki kekuasaan
atas daerah pedalaman Suriah pada saat itu. (Khoury, 2004:429-431)
Setelah berhasil menguasai Suriah secara utuh, Prancis mulai melaksanakan
politik divide et imperadengan memecah belah wilayah Suriah menjadi empat bagian yaitu
Lebanon Raya, negara Damaskus meliputi Jabal Druze, Aleppo termasuk
sanjaqAlexandretta dan wilayah Lattakia atau wilayah Alawi. Pengawasan
atas Levant sendiri dilakukan oleh Komisaris Tinggi Prancis.
Dari keempat wilayah yang dibentuknya, Prancis relatif berhasil di Lebanon dan
Lattakia. PendudukLebanon yang mayoritas beragama Kristen lebih menikmati status
terpisahnya dan lebih berharap mendapat perlindungan dari Prancis. Pada tahun 1925, Dewan
Perwakilan Lebanon bentukan Prancis membuat rancangan undang-undang yang disahkan
menjadi undang-undang dasar oleh komisaris tinggi pada Mei 1926 dan mensahkan system
negara parlementer mengikuti pola barat. Dalam pasal 30 konstitusinya menyebutkan
mengenai hubungan republic yang bergantung pada Prancis. Konstitusi tersebut
diamandemen oleh pemerintah Lebanonpada 1927 dan 1929.
Tahun 1931, Lebanon mengalami krisis ekonomi yang mengakibatkan terjadinya
peningkatan angka pengangguran. Hal tersebut memaksa komisaris tinggi Prancis menghapus
konstitusi dan membentuk pemerintahan sementara untuk membenahi keadaan kas negara.
Krisis tersebut juga membuat Prancis mengubah Lebanon menjadi negara korporatif
semiotoriter, selanjutnya komisaris tinggi yang baru, Count de Martel memberlakukan
konstitusi baru Lebanon pada 2 Januari 1934 yang isinya tidak menyatakan agama resmi
negara, menjamin perwakilan profesi, membatasi wewenang parlemen, memperkuat
kekuasaan eksekutif dan menjaga keuntungan negara dari pembelanjaan yang tidak
bertanggung jawab.
Selanjutnya secara bertahap tradisi baru dibentuk yaitu Presiden harus orang Katolik
Maronit dan perdana menterinya orang Muslim Sunni tujuannya agar ada keseimbangan
diantara dua kelompok mayoritas Lebanon. Pemberlakuan Millet atau zakat disesuaikan
dengan kebijakan agama masing-masing. Kekuatan politik di Lebanon terbagi diantara
pemimpin agama dan partai politik dan terdapat kelompok bersama dengan Prancis. Pada
perkembangan selanjutnya muncul kelompok yang menentang dan menuntut dihapuskannya
pemerintahan mandat. (Lenczowski, 1993:199)
Pada 9 September 1936 enam tokoh nasionalis dan moderat dari Suriah berangkat ke
Prancis untuk membuat perjanjian dengan pihak pemerintah Prancis yang pada saat itu
diwakili oleh Menteri Luar Negeri Prancis, Vienot. Isi perjanjian yang berhasil disepakati dan
ditandatangani pihak Prancis dan Suriah yang pada saat itu diwakili oleh Hasyim Bey Al
Atassi adalah:
(a) Upaya Suriah untuk merdeka dalam waktu tiga tahun dan meminta
Prancis untuk mendukung masuknya Suriah dalam keanggotaan
Liga Bangsa-Bangsa
(b) Prancis dan suriah mengadakan aliansi militer
(c) Hak Prancis untuk menggunakan dua pangkalan udara Suriah (d) Izin atas angkatan darat
Prancis untuk berada di daerah Alawi dan Druze
selama lima tahun termasuk pengakuan atas distrik-distrik tersebut
kedalam wilayah Suriah
(e) Instruktur militer Prancis diakui sebagai penasihat militer Suriah
(f) Prancis harus memasok senjata dan perlengkapan militer bagi Suriah
(g) Apabila terjadi perang, Suriah dan Prancis harus bekerjasama
melindungi dan memasok pangkalan udara Prancis serta
menyediakan komunikasi dan transit.
Dalam surat-surat lampiran lainnya, Suriah juga setuju untuk merekrut para penasihat
dan ahli teknik dari Prancis, membentuk system hukum khusus bagi perlindungan orang
asing dan duta besar Prancis diistimewakan dari para perwakilan diplomatik lainnya.
Ketetapan selanjutnya adalah: (1) Meskipun Suriah berhak atas Lattakia dan Jabal Druze,
otonomi wilayah tersebut tetap di jamin; (2) Biro khusus didirikan bagi sekolah asing,
lembaga amal dan misi arkeologi; (3) Perjanjian dibuat guna merundingkan perkembangan
universitas yang ada; (4) Suriah berjanji akan menghormati hak-hak resmi dan kekayaan
pribadi milik bangsa Prancis; (5) Persetujuan dibidang moneter; (6) Perjanjian keuangan.
(Lenczowski, 1993:201)
Perjanjian yang sama juga dibuat dan disahkan Prancis dengan Lebanon, yang ditanda
tangani oleh Komisaris Tinggi Count de Martel dan Emile Adde di Beirut 13 November
1936, isinya sendiri merupakan duplikat perjanjian dengan Suriah kecuali masalah ketentuan
teritorial dan minoritas sehingga tidak ada batasan bagi tentara Prancis dalam hal
penempatannya.
Optimisme para kaum nasionalis di Suriah danLebanon kembali suram karena pertama
Prancis menolak meratifikasi perjanjian. Perubahan peta politik Prancis dan masalah
keamanan nasional yang terancam menjadi faktor pendukung hal tersebut. Saat itu Prancis
khawatir mendapat serangan dari Jerman dan Italia sehingga Prancis tidak mau kehilangan
pangkalan militernya di Mediterania Timur. Keduanya adalah karena Suriah tetap
memperjuangkan upaya persatuan dan kesatuan bangsanya.
Penolakan Prancis untuk meratifikasi perjanjian yang dibuat tahun 1936 mempengaruhi
situasi politik di Suriah dan Lebanon pada saat itu, tetapi karena kuatnya pengaruh Prancis
dikedua wilayah tersebut kalangan politisi dari kedua belah pihak masih menunjukkan
loyalitasnya terhadap Prancis sehingga menjelang pecahnya perang dunia II kekuatan
pangkalan militer Prancis di Mediterania Timur masih kuat. Dipihak lain pihak para
masyarakat Arab saat itu justru sangat membenci Prancis dan sekutunya, hal tersebut dilatar
belakangi oleh pengkhianatan Prancis terhadap bangsa Arab menyusul berakhirnya perang
dunia I, dukungan terhadap Turki dalam masalah sanjaq Alexandretta, tidak diratifikasinya
perjanjian dengan Suriah dan Lebanon, serta pengakuan terhadap keberadaan zionisme di
Palestina.
Pada 8 Juni 1941, pasukan Inggris dibawah pimpinan Jenderal Sir Henry Haitland
Wilson menyerang Suriah melalui Palestina, transyordania dan Irak, tetapi unsur-unsur
Prancis bebas menyertai penyerangan tersebut, keadaan tersebut dikarenakan pada saat itu
Suriah termasuk juga Lebanon berada dibawah kekuasaan Vichy dan pejabat Prancis yang
anti-Inggris dan menolak Komite Prancis Bebas bentukan Jenderal de Gaulle . Sehari setelah
invasi, panglima Prancis, Jenderal Catroux menyatakan bahwa pemerintah Prancis Bebas
akan mengakhiri mandatnya atas Suriah dan Lebanon. Dengan demikian keduanya akan
merdeka dan akan merundingkan hubungan timbal balik dengan Prancis. Pada saat yang
sama Inggris pun setuju dengan pernyataan Prancis tersebut. Selanjutnya Jenderal de Gaulle
menunjuk jenderal Catroux sebagai “Delegasi Jenderal dan Berkuasa Penuh Prancis Bebas di
Levant”, menggantikan jabatan komisaris tinggi pada 24 Juni 1941. Dalam upaya tersebut
Prancis menyertakan Inggris didalamnya, namun konsep mengenai kemerdekaan Suriah
dan Lebanon antara Inggris dan Prancis ternyata berbeda sehingga Jenderal de Gaulle
melakukan penangguhan. Situasi tersebut dimanfaatkan oleh pihak Prancis untuk kembali
memperkuat posisi istimewanya atas Suriah dan Lebanon. Perbedaan antara Prancis dan
Inggris selanjutnya tidak dapat disembunyikan sehingga menimbulkan kecurigaan keduanya
dalam masalah penyelesaian Levant.
Pada 28 September 1941, Jenderal Catroux memproklamasikan kemerdekaan Suriah,
yang isi naskahnya adalah:

1. Suriah berhak menjadi negara merdeka dan


berdaulat;

2. Suriah berkuasa menunjuk perwakilan


diplomatiknya;

3. Suriah berhak menyusun angkatan perangnya;

4. Suriah bersedia membantu Prancis selama


perang;

5. Segala syarat terdahulu dengan perjanjian


Prancis-Suriah yang baru yang menjamin
kemerdekaan Suriah.
Tindakan tersebut juga diikuti dengan proklamasi kemerdekaan bagi Lebanon pada 26
November 1941. Isi naskahnya hampir sama dengan isi naskah proklamasi Suriah. Untuk
pelaksanaanya Jenderal Catroux mengangkat Seikh Taj ad-din sebagai presiden Suriah dan
Alfred Naccache sebagai presidenLebanon.
Menaggapi hal tersebut, Inggris mengakui kemerdekaan kedua negara tersebut
secara de jure, dan mengangkat Jenderal Spear sebagai duta besar pertama untuk kedua
negara tersebut. Negara-negara Arab lainnya justru merasa ragu dengan kejadian tersebut,
dilain pihak Amerika tidak langsung mengakui kemerdekaan kedua negara baru tersebut
tetapi bersikap menunggu proses berakhirnya mandat secara resmi dan tercapainya
keepakatan resmi bilateral Prancis dengan Suriah dan Lebanon. (Lenczowski, 1993:203-205)
Di lain pihak, Prancis ternyata masih belum siap untuk mengalihkan fungsi
pemerintahan secara langsung kepada kedua negara tersebut. Ditundanya penyusunan
konstitusi dan penunjukkan presiden oleh pihak Prancis menimbulkan pertentangn baru
dalam masyarakat, terutama dari para kelompok nasionalis dan kelompok sayap-kiri; sosialis
dan komunis. Akibat kondisi tersebut, pemerintah Prancis akhirnya memutuskan
memberlakukan kembali konstitusi lama yang pernah dibuat pada Maret 1943 dan
mengupayakan diselenggarakannya pemilihan umum sesegera mungkin. Meski demikian
kemerdekaan secara sempurna ternyata belum dirasakan oleh kedua negara tersebut karena
pengawasan Prancis yang masih ketat terhadap kelangsungan pemerintahan keduanya.
Delegasi Jenderal masih memiliki hak untuk mengeluarkan dekrit guna membubarkan
parlemen dan menghapuskan konstitusi dengan alasan sesuai mandat Liga Bangsa-Bangsa.
Prancis juga masih menguasai tata tertib pemerintahan dalam negeri, politik luar negeri,
pertahanan dan sensor atas jurnalistik. Lebih jauh lagi agen intel Prancis Services
Speciaux masih banyak berkeliaran di kedua negara tersebut.
Banyaknya para kaum nasionalis yang berada di kursi parlemen di kedua negara
tersebut memancing untuk bereaksi atas kondisi tersebut. Parlemen Lebanon, pada 8
November 1943 mengajukan sebuah resolusi untuk menghapuskan segala kekuasaan Prancis
dari konstitusinya yang mengakibatkan ditahannya presiden republik dan seluruh anggota
kabinet dilanjutkan penunjukkan Emile Edde sebagai kepala negara pemerintahan Lebanon
oleh delegasi Jenderal Prancis baru, Helleu. Keadaan tersebut memancing gelombang
demonstrasi anti Prancis di Lebanon serta tekanan dari Inggris. Inggris melalui Jenderal de
Gaulle memanggil Helleu dan mengirim kembali Catroux, tetapi pada akhirnya para
pemimpinLebanon ditangkap dan dipecat dari jabatannya.
Krisis yang sama juga terjadi di Suriah, pada 24 Januari 1944, presiden republik dan
para anggota parlemen menyatakan untuk menghapus pasal 116 konstitusinya yang berkaitan
dengan wewenang prancis. Akan tetapi tindakan tersebut tidak sampai menimbulkan
gelombang revolusi seperti di Lebanon. Hal tersebut dikarenakan disepakatinya perjanjian
oleh Komite Pembebasan Nasional.
Tanggal 22 desember 1943 terjadi peralihan kekuasaan delegasi Jenderal kepada
pemerintahan setempat. Proses peralihannya sendiri berlangsung pada tahun 1944,
tetapi Troupes Speciales tetap menjadi daerah khusus yang dikontrol oleh Prancis. Setelah itu
Prancis menuntut kespakatan dengan Suriah dan Lebanon mengenai: (1) Keselamatan
lembaga kebudayaan Prancis, (2) Pengakuan atas hak-hak ekonominya, dan (3) Pengakuan
atas kepentingan strateginya. Perundingan mengenai hal tersebut rencananya akan
dilaksanakan pada 19 Mei 1945, namun empat hari sebelum hal tersebut terwujud pasukan
baru Prancis mendarat di Beirut yang memancing kembali demonstrasi di kedua negara,
Suriah dan Lebanon. Suriah dan Lebanonmengambil tindakan dengan melakukan pemutusan
hubungan dengan Delegasi Jenderal Prancis, Jenderal Beynet.
Keadaan tersebut membuat Inggris turun untuk membela suriah dan Lebanon. Akhir
Mei 1945 Perdana Menteri Churchill mengimbau Jenderal de Gaulle agar menarik
pasukannya dari Levant dan Prancis menurut namun perundingan perjanjian tidak pernah
diperbarui. Tumbuhnya kepercayaan diri akibat dukungan Inggris membuat suriah dan
Lebanon menyerukan deklarasi bersama guna mengusir semua warga negara Prancis dari
Levant dan mengalihkanTroupes Speciales kedalam kendali nasional mereka pada 21 Juni
1945, selanjutnya Prancis menyetujui keputusan tersebut secara resmi pada 7 Juli 1945.
Mulai saat itu status kemerdekaan kedua negara mendapatkan pengakuan internasional secara
eksplisit melalui sejumlah tindakan diplomatik. (Lenczowski, 1993:206-207)

Masukan ini dipos pada Februari 19, 2008 6:06 am dan disimpan padaTimur Tengah dengan

kaitan (tags) funisia, inggris, lebanon, prancis,sejarah, suriah, syam, turki. Anda dapat mengikuti

semua aliran responsRSS 2.0 dari masukan ini Anda dapat memberikan tanggapan,

atautrackback dari situs anda.

Like
Be the first to like this post.

melalui surel.

Beritahu saya tulisan-tulisan baru melalui surel.


Bottom of Form
Blog pada WordPress.com. Theme: Black-LetterHead by Ulysses Ronquillo.

http://hbmulyana.wordpress.com/2008/02/19/sejarah-mengenai-suriah-dan-
lebanon/

http://www.laardi.co.cc/2010/07/sejarah-mengenai-suriah-dan-lebanon.html

Peta Baru Politik Timur Tengah


By editor | Published: November 25, 2008
KRISIS Teluk yang berlanjut dengan meletusnya perang telah mengubah peta politik
Timur Tengah. Setahun sudah lewat konflik mencekam di Teluk Persia akibat serbuan Irak ke
Kuwait 2 Agustus dini hari. Perubahan itu tidak hanya dialami oleh hubungan
antarnegara Timur Tengah, namun juga hubungan antara AS dengan Uni Soviet, serta
hubungan keduanya dengan negara-negara di Timur Tengah.
Pola hubungan itu di satu sisi memperkuat koalisi beberapa negara, tetapi di sisi lain justru
memperlemahnya. Pola yang sedang berubah ini juga mengakibatkan hilangnya sejumlah isu
peka dan memunculkan isu lainnya. Namun demikian isu sentral mengenai nasib bangsa
Palestina tetap menjadi agenda utama negara-negara Arab dalam manuver politiknya.
Sepanjang sejarah modern, isu Palestina telah menjadi alat pemersatu dan namun juga
pemecah belah bangsa Arab.
Persatuan bangsa Arab tampak sekali tatkala dari berbagai negara bergabung dalam satu
front yang menyerang Israel dalam Perang Oktober 1973. Tadinya serbuan spektakuler ini
ditujukan untuk menaklukan Israel dan mengembalikan hak-hak bangsa Palestina, namun di
tengah pertempuran yang menunjukan bangsa Arab akan menang, AS turun tangan. Saat
itulah titik balik terjadi yang merugikan front
persatuan Arab.
Tampaknya AS dan bangsa Yahudi belajar banyak dari kasus yang hampir melenyapkan
Israel di peta Timur Tengah. Keduanya, terutama AS, menjalin hubungan lebih erat dengan
sejumlah negara moderat di Timur Tengah, khususnya Arab Saudi. Kedua negara memang
sudah lama menjalin persahabatan, khususnya karena hubungan minyak sejak tahun 1930-an.
Persahabatan juga dibina lewat Mesir, salah satu negara
terkemuka di dunia Arab.
Lewat dua pijakan ini AS mendapat kebebasan di dunia Arab meskipun tetap bisa
mempertahankan persahabatannya dengan negara musuh Arab, yakni Israel. Jelaslah AS bisa
menjalin hubungan ini dengan baik. Lewat kelonggaran itu AS bisa menetralisasi kekuatan
anti-AS yang muncul di beberapa negara Arab, bahkan bisa menundukkannya. Peluang itu
pula yang digunakan untuk membujuk negara-negara Arab dan Israel duduk bersama dalam
konferensi perdamaian Timur Tengah.

Peta lama
Sekurang-kurangnya ada tiga front dalam peta politik Timur Tengah. Pertama, koalisi
negara-negara Teluk pimpinan Arab Saudi. Dalam koalisi ini tergabung Arab Saudi, Qatar,
Bahrain, Oman, Emirat Arab dan Kuwait. Mereka menyebut diri Dewan Kerja sama Teluk
(GCC = Gulf Countries Council). Negara-negara kecil keemiran di Teluk ini
dari segi wilayah tidak begitu luas, namun dari segi kekayaan melebihi negara-negara di
sekitarnya.
Kedua, koalisi antara Irak, Yaman, Yordania dan Mesir. Koalisi ini semula sangat kuat
namun mendapat cobaan sangat berat dengan manuver politik Mesir di bawah Presiden
Anwar Sadat tahun 1979. Akibat manuver itu Mesir dikucilkan negara-negara Arab lainnya
karena dianggap mengkhianati kesepakatan negara-negara Arab mengenai Palestina dan
Israel. Bahkan lebih tragis lagi, manuver itu langsung atau tidak langsung membawa maut
bagi Sadat. Ia dibunuh tentaranya sendiri saat berlangsungnya suatu parade militer.
Namun Mesir yang memang karena luasnya wilayah, padatnya populasi dan pengaruh
intelektualnya, kembali muncul sebagai salah satu negara leading di Timteng. Dalam Liga
Arab, kewibawaan Mesir tampaknya kembali pulih. Pesan Presiden Hosni Mubarak dalam
mendorong pembentukan pasukan multinasional Arab ketika krisis Teluk, mendapat
sambutan cukup luas. Ini memperlihatkan bahwa jejak masa lalu, ketika Mesir sempat
tersisih, tidak lagi tampak. Mesir kembali ke penampilan puncak dalam peta politik Timur
Tengah.
Daya kohesi koalisi ini memperoleh puncaknya awal tahun 1980-an. Presiden Irak
Saddam Hussein, Raja Hussein dari Yordania, Presiden Mubarak dan Presiden Yaman,
sangat kompak. Secara tak langsung koalisi ini mendapat perimbangan dari GCC yang
memadukan kekuatan ekonomi dengan politik.
Ketiga, koalisi negara-negara Magribi seperti Tunisia, Sudan, Marokko, Aljazair dan
Libya. Memang ada kontroversi apakah negara-negara Afrika ini wajar dimasukkan dalam
kancah politik Timur Tengah. Namun identitas Arab yang melekat di negara-negara ini
menyebabkan pemisahan itu kurang relevan.
Salah satu perbedaannya bahwa isu Palestina maupun isu-isu Arab lainnya tidak terlalu
ketat mempengaruhi percaturan politik dalam negeri. Bahwa isu itu tidak terlalu melekat di
negara-negara ini banyak dipengaruhi faktor geografis semata-mata. Jauhnya wilayah ini dari
pusat pergolakan menyebabkan gemanya tidak terlalu besar. Hanya patut diberi catatan,
negara itu mengidentifikasikan diri sebagai negara Arab. Bila dilacak di masa lalu pada
jaman keemasan Islam, maka kultur negara itu dapat dipahami bila disebut “Arab”.
Ada satu negara yang tidak dapat dipisahkan dari medan politik Timur Tengah namun
bukan termasuk rumpun bangsa Arab adalah Republik Islam Iran. Semula AS menaruh
kepercayaan kepada Iran di bawah pimpinan Shah Reza Pahlevi, namun skenario yang
diinginkan AS itu berantakan dengan pecahnya revolusi di Iran.
AS semula ingin Teheran berperan sebagai polisi Timur Tengah sesuai dengan
kepentingannya. Rencana itu kini sulit dialihkan ke negara lain. Kecewanya AS dengan
rencana itu menyebabkan Washington mendorong negara-negara Arab menyokong Irak
dalam perang melawan Iran. Ijin bebas kepada Irak mempersenjatai diri melawan Iran telah
menjadi bumerang bagi AS. Delapan tahun masa perang melawan Iran telah memberi
peluang untuk memiliki persenjataan modern lewat Barat.
Tiga koalisi Arab ini bergabung dalam forum yang lebih besar,yakni Liga Arab.
Persaingan dalam liga ini pun bukan hal yang ringan. Untuk memperoleh pengaruh dalam
liga, setiap kelompok maupun negara secara individual mencari dukungan terhadap peranan
masing-masing. Seperti diungkapkan sebuah sumber di Arab Saudi, “Di Liga
Arab ini banyak crazy leaders.”

Koalisi baru
Jalan ke arah pembentukan koalisi ini sudah terjadi melalui Perang Teluk. Koalisi pertama
jelas akan lebih kuat dibandingkan sebelumnya. Keenam negara itu meningkat
kekompakannya. Kekompakan itu tidak hanya dalam soal-soal politik, namun lebih dalam
bentuk kebersamaan.
Hampir semuanya berbentuk monarki atau monarki republik, semuanya memiliki
kekayaan minyak, jumlah penduduknya tidak besar dan kekuatan militer tak begitu kuat.
Nasib yang sama diantara keenam negara Teluk ini jelas akan mempertebal kerbersamaan
mereka.Kebersamaan sudah tampak di awal pembentukan GCC, terlihat dari banyakya
pertemuan dan kerja sama.
Apalagi kasus Kuwait yang diduduki Irak dengan klaim sejarah, akan mempertajam daya
pengawasan mereka terhadap potensi ancaman dari luar. Sebenarnya ancaman terhadap
Kuwait dari Irak sudah terjadi beberapa kali, ancaman itu sekarang lebih besar karena
didukung persenjataan lengkap.
Mesir memasuki koalisi ini meskipun tidak bergabung ke dalam GCC. Ini karena semata-
mata soal geografis. Namun nama Mesir diantara keenam negara itu akan diingat selalu,
khususnya saat penyelesaian isu Kuwait. Nama seperti Marokko, Pakistan, Banglades dan
Suriah juga tidak akan hilang begitu saja dalam format politik baru nanti.
Ada hal yang unik sebenarnya berkaitan dengan Suriah. Negeri
itu memang tidak dapat disangkal lagi pemimpinnya, Hafez Assad, tokoh yang bersaingan
secara pribadi dengan Saddam. Suriah juga tidak begitu dekat dengan beberapa negara Teluk,
namum berkat soal Kuwait ini kehadirannya sangat terasa.
Nama Suriah kembali disebut disamping Mesir dalam pengaturan keamanan di Teluk.
Fenomena ini memperlihatkan akses Suriah memasuki pentas politik Arab semakin besar. Di
sisi lain kecurigaan terhadap Suriah sebagai eksponen pengekspor gerakan teroris, berkurang.
Suriah memanfaatkan dengan baik momentun terjadinya Perang Teluk. Ketika sedang
hangat-hangatnya krisis, Suriah menggempur posisi Jederal Michel Aoun di Lebanon. Assad
juga mengukuhkan kehadirannya di Lebanon dengan mendukung pemerintah yang berkuasa.
Lewat tangan Suriah inilah, milisi bersenjata setiap faksi yang menguasai Beirut dipaksa
ditarik mundur. Suara Suriah menerima gagasan untuk berunding dengan Israel adalah salah
satu ciri format baru politik di Timur Tengah.
Kolisi kedua tentu saja pecah karena Mesir sulit diajak duduk dengan Irak saat ini. Tetapi
di pihak lain, Irak, Yordania dan Yaman akan semakin kuat pula daya lekatnya. Nasib di
Perang Teluk memperjelas posisi mereka. Selama ini Yordania dengan jelas memihak Irak,
sedangkan Yaman tidak begitu tampak. Akan tetapi banyak pihak menilai Yaman adalah
negara pro-Irak.
Koalisi ketiga tidak begitu jelas. Kebanyakan menjaga jarak dengan situasi di Timur
Tengah. Libya sama sekali tidak banyak manuvernya menangani soal Teluk kecuali
mengecam Irak dan pada saat bersamaan mengecam kehadiran pasukan AS dan Barat.
Perubahan pola hubungan ini tergantung dari banyak perkembangan di Teluk yang akan
terus berjalan. Setidaknya daya ikat dan longgar antarsejumlah negara yang bertahan kurang
dari satu dekade. Dengan kata lain pengucilan Irak dan eksponennya mungkin akan berangsur
hilang dalam sepuluh tahun mendatang, kecuali ada insiden yang mengubah secara drastis
misalnya perang baru.
Namun, seperti diungkapkan seorang diplomat Indonesia di Mesir, dunia Arab kadang-
kadang pecah, kadang-kadang bersatu. Dengan demikian tidak perlu heran ada perpecahan
seperti sekarang karena akan kembali kepada kestabilan semula. Setiap negara Arab pada
dasarnya berkeinginan bersatu lagi seperti sediakala.
Keinginan itu tidak selalu terwujud karena adanya faktor luar yang ikut mempengaruhi
jalannya percaturan politik Timur Tengah. Dapat disebutkan disini faktor itu antara lain
negara-negara besar seperti AS, Inggris, Uni Soviet dan Israel. (Asep Setiawan)
Sumber: Kompas 6/8/91
http://theglobalpolitics.com/?p=26

Sejarah Iran
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Belum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari

Sejarah Iran
Kekaisaran Persia (Iran)
• Peradaban Proto-Elam (3200–2700 SM)
• Peradaban Jiroft (3000–l.k. abad ke-5 SM)
• Dinasti Elam (2700–539 SM)
• Kerajaan Mannai (abad ke-10–l.k. abad ke-7 SM)
• Kekaisaran Media (728–550 SM)
• Kekaisaran Akhemeniyah (648–330 SM)
• Kekaisaran Seleukus (330–150 SM)
• Kekaisaran Parthia (250 SM– 226 M)
• Kekaisaran Sassania (226–650)
• Penaklukan Islam (637–651)
• Kekhalifahan Umayyah (661–750)
• Kekhalifahan Abbasiyah (750–1258)
• Dinasti Tahiriyah (821–873)
• Dinasti Alawiyah (864–928)
• Dinasti Saffariyah (861–1003)
• Dinasti Samaniyah (875–999)
• Dinasti Ziyariyah (928–1043)
• Dinasti Buwayhiyah (934–1055)
• Dinasti Ghaznavi (963–1187)
• Kesultanan Seljuk Raya (1037–1187)
• Kekaisaran Khwarezmia (1077–1231)
• Dinasti Ilkhanat (1256–1353)
• Dinasti Muzaffariyah (1314–1393)
• Dinasti Chupaniyah (1337–1357)
• Dinasti Jalayiriyah (1339–1432)
• Dinasti Timuriyah (1370–1506)
• Turkoman Qara Qoyunlu (1407–1468)
• Turkoman Aq Qoyunlu (1378–1508)
• Dinasti Safawiyah (1501–1722/1736)
• Dinasti Pashtun Hotaki (1722–1736)
• Dinasti Afshariyah (1736–1802)
• Dinasti Zand (1750–1794)
• Dinasti Qajar (1781–1925)
• Dinasti Pahlevi (1925–1979)
• Revolusi Iran (1979)
• Pemerintahan Sementara (1979–1980)
• Republik Islam Iran (1980–sekarang)
Kotak ini: lihat • bicara • sunting

Sejarah awal Iran meliputi negara Iran dan juga negara-negara tetangganya yang mempunyai
persamaan dalam kebudayaan dan bahasa. Ketika itu, negara-negara ini diperintah oleh
kekaisaran-kekaisaran seperti Media dan Akhemenid. Sassania adalah kekaisaran Persia
terakhir sebelum kedatangan Islam. Kemudian Persia bergabung menjadi sebagian khilafah
Islam awal. Sejarah Iran khusus pula dimulai dengan dinasti Zand pada abad ke-16.

Daftar isi
[sembunyikan]
• 1 Kekaisaran Persia
• 2 Kedatangan Islam
• 3 Zaman Pertengahan
• 4 Zaman Modern
• 5 Perang Dunia
• 6 Revolusi Islam
• 7 Perang Iran-Irak
• 8 Rujukan

[sunting] Kekaisaran Persia


• Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kekaisaran Persia

Kekaisaran Achaemenid di puncak kejayaannya


Pemerintahan lama Iran dikenal sebagai Kekaisaran Persia hingga 1935 di mana Shah Reza
mengumumkan nama setempat Persia yaitu Iran. Nama Persia ini diambil dari kata Yunani:
Persis. Orang Persia pun menamakan peradaban mereka Iran atau Iranshahr sejak zaman
Sassania.
Nama Persia ini sebenarnya diambil dari kata Fars atau Pars (dalam Bahasa Persia).
Menuruti bahasa Yunani, negara-negara Eropa menamakan Iran sebagai Persia. Ini karena
tanah Iran dan negara-negara sekitarnya adalah panggung peradaban dan kekaisaran-
kekaisaran lama Persia. Nama Iran mulai digunakan pada tahun 1935 saat Shah Reza Pahlavi,
raja Iran meminta agar masyarakat internasional menggunakan istilah Iran. Istilah ini berarti
Bumi Arya.
Kekaisaran Persia terdiri dari beberapa dinasti dimulai dengan Dinasti Akhemenid yang
merupakan kekaisaran Persia awal. Pemerintahan ini didirikan oleh Cyrus Agung di mana ia
berjaya menyatukan pemerintahan kecil dan suku-suku di tanah Iran. Sassania adalah
kekaisaran Persia terakhir sebelum kedatangan Islam. Persia kemudian ditaklukkan oleh
bangsa Arab diikuti dengan Turki (Tentara Seljuk), Mongol, Inggris dan Rusia. Di balik
penaklukan ini, etnis Persia berhasil mempertahankan kebudayaan, bahasa dan jati diri
mereka.
[sunting] Kedatangan Islam
Setelah kekalahan Sassania ke tangan pasukan Islam, Persia kemudian diperintah oleh
khilafah Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah. Semasa pemerintahan Abbasiyah, orang Persia
memainkan peranan penting dalam menyumbang kegemilangan Islam.
Setelah pemerintahan Abbasiyah, Persia mulai mencapai kemerdekaan mereka dengan
mendirikan sebuah pemerintahan dimulai dengan Thahiriyah dan disusul dengan Saffariyah,
Ziyariyah dan Samaniyah. Pemerintahan-pemerintahan ini mulai menaklukkan kembali
wilayah-wilayah Persia dari tangan Abbasiyah. Pada zaman Buwaihidah, Persia berhasil
menaklukkan semua wilayah mereka dan juga kota Baghdad dan memenjarakan khalifah
Abbasiyah. Pemerintah Buwayhidah mulai memakai kembali gelar Shah yang merupakan
warisan Sassania.[1]
[sunting] Zaman Pertengahan
Dinasti-dinasti yang memerintah Persia selepas ini adalah keturunan bangsa Turki dari Asia
Tengah. Pada mulanya, mereka ini hanyalah tentara budak pada zaman Abbasiyah. Namun
begitu, mereka menguasai administrasi khilafah Abbasiyah menyusul kelemahan khalifahnya.
Setelah kejatuhan Abbasiyah, pemerintahan-pemerintahan kecil mulai naik di seluruh Iran.
Antara lain yang utama ialah Thahiriyah dari Khorasan (820-872), Saffariyah di Sistan (867-
903), dan Samaniyah di Bukhara (875-1005). Pada 962, seorang pegawai pasukan budak
Samaniyah, Aluptigin, menaklukkan Ghazna dan mendirikan pemerintahan Ghaznawiyah.
Persia kemudian diserang dan ditaklukkan oleh pasukan Turki Utsmani yaitu tentara Seljuk
Oghuz dari Amu Darya. Pimpinan mereka Tughril Beg kemudian dianugerahi sebuah jubah,
hadiah dan juga gelar Raja di Timur. Ketika Iran di bawah pemerintahan Shah Malik
(pengganti Tughril) (1072–1092), Iran menyaksikan penyuburan kembali kebudayaan dan
kegemilangan sains mereka dan ini merupakan jasa raja muda Shah Malik yaitu Nizam al
Mulk. Pada zaman ini juga, sebuah observatorium dibangun di mana Omar Khayyám,
seorang ahli astrologi membuat eksperimen kalender baru. Selain itu, sekolah-sekolah agama
turut dibangun di kota-kota utama. Abu Hamid Ghazali, seorang pakar teologi Islam, dan
juga beberapa cendekiawan Islam di Baghdad turut dijemput meneruskan penyelidikan
mereka di Iran.
Setelah kematian Shah Malik, Iran terpecah kembali pada pemerintahan-pemerintahan kecil.
Pada masa inilah Genghis Khan dari Mongolia memasuki Persia dan memusnahkan kota-
kotanya. Sebelum matinya, tentera Mongol telah menaklukkan Azarbaijan dan memusnahkan
kota itu.
Penaklukan ini menyebabkan kehancuran yang besar bagi rakyat Iran. Sistem irigasi
dimusnahkan menyebabkan beberapa permukiman terpaksa diubah. Mereka terpaksa mencari
wahah sebagai sumber air. Sebagian besar penduduk Iran, terutama elaki dibunuh dan
populasi Iran jatuh mendadak. Pemerintah Mongol hanya berbuat sedikit untuk memperbaiki
Iran. Cucu Genghis, Hulagu Khan, menaklukkan Baghdad pada tahun 1258 dan membunuh
khalifah terakhir Abbasiyah. Merajalelanya Hulagu Khan di TimTeng dijepit oleh tentara
Mamluk (dari Mesir) di Palestina. Hulagu Khan kemudian kembali ke Iran dan menetap di
Azerbaijan hingga kematiannya.
Pemerintah Mongol selepas ini, Ghazan Khan (1295-1304) dan juga wazirnya Rashid ad Din
memulihkan kembali ekonomi Iran. Cukai untuk pekerja diturunkan, pertanian digalakkan,
membangun kembali sisten irigasi dan memperbaiki keselamatan jalur perdagangan.
Hasilnya, perdagangan meningkat dengan pantas dan barang dari India dan China dapat
dibawa masuk ke Iran dengan senang. Ghazan kemudian diganti oleh kemenakannya Abu
Said dan selepas meninggalnya Abu Said, Iran sekali lagi terpecah pada beberapa
pemerintahan kecil seperti Salghuriyah, Muzaffariyah, Inju, dan Jalayiridah.
Peninggalan tentara Mongolia di bawah pimpinan Timur Lenk, seorang Mongol bangsa
Turki, kemudian masuk dan menaklukkan Persia. Ia menaklukkan Transoxiana dan menjadi
sultan di sana. Tidak seperti Genghis Khan, serangan Timur Lenk tejadi pelan-pelan dan
tidak membawa banyak kerusakan. Ini karena tentaranya tidak sebesar tentera Genghis Khan.
Namun begitu, Isfahan dan Shiraz tetap mengalami kehancuran parah. Selepas kematiannya,
kesultanan ini terpecah belah tetapi kelompok-kelompok Mongolia yaitu Uzbek dan
Bayundur Turkmen masih memerintah kawasan Iran hinggal bangkitnya kesultanan Safavid.
[sunting] Zaman Modern

Persia pada tahun 1808.


Pada zaman Safavid (1502-1736), kebudayaan Persia mulai berkembang kembali terutama
pada zaman Shah Abbas I. Sebagian sejarawan berpendapat bahawa negara Iran modern
didirikan oleh Kesultanan Safavid. Banyak kebudayaan Iran pada hari ini berasal dari zaman
pemerintahan Safavid termasuk pengenalan aliran Syiah di Iran.
Selepas era Safavid, Iran kemudian diperintah oleh Wangsa Zand, Qajar dan akhirnya
Pahlavi. Pada kurun ke-17, negara-negara Eropa mulai menjelajahi Iran dan menapakkan
pengaruh mereka di sana. Akibatnya Iran mulai kehilangan beberapa wilayahnya kepada
negara-negara ini menyusul beberapa perjanjian perdamaian seperti perjanjian Turkmanchai
dan perjanjian Gulistan.
Pada lewat abad ke-19, Iran memasuki sebuah era baru ketika terjadinya Revolusi Konstitusi
Iran, yang merupakan sebuah revolusi yang memperkenalkan sistem monarki konstitusional.
Tetapi Shah Iran atau raja Iran masih berjaya mempertahankan kekuasaan mereka. Sebuah
parlemen yang dinamai Majles didirikan pada 7 Oktober 1906.
Penemuan minyak mentah di wilayah Khuzestan menarik minat Inggris dan Rusia untuk
meluaskan pengaruh mereka di Iran. Kedua adidaya ini bersaing untuk memonopoli minyak
Iran dan akhirnya memecah belah Iran. Disebabkan kelemahan pemerintahan Iran saat itu
(pemerintahan Qajar,) menangani kuasa-kuasa ini, maka terjadilah pemberontakan oleh Reza
Pahlavi yang mana ia berhasil menobatkan dirinya sendiri menjadi Shah Iran yang baru dan
mendirikan Dinasti Pahlavi.
[sunting] Perang Dunia
Ketika Perang Dunia I, Iran berada di bawah pengaruh Inggris dan Rusia walaupun kebijakan
pemerintahannya netral. Pada 1919, Inggris mencoba menjadikan Iran sebagai negeri
naungan mereka tetapi rencana macet saat Shah Reza menggulingkan Pemerintahan Qajar
dan mendirikan Dinasti Pahlavi. Shah Reza Pahlavi memerintah Iran selama 16 tahun dan
memulai proses pemodernan Iran serta mendirikan pemerintahan sekular baru.
Sejak penemuan minyak, Iran menjadi sumber cadangan minyak utama bagi negara-negara
Sekutu. Ketika Perang Dunia II, tentara Sekutu meminta agar Shah Reza menghalau keluar
teknisi Jerman tetapi permintaan ini ditolak. Maka, tentara Sekutu melancarkan serangan atas
Iran dan menyingkirkan Shah Reza dan melantik puteranya Shah Mohammad Reza menjadi
pengganti Shah Iran. Namun begitu, Shah Mohammad hanyalah boneka Inggris dalam
administrasi Iran dan pemerintahannya bersifat otokratis dan dibenci rakyat Iran.
[sunting] Revolusi Islam
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Revolusi Islam
Setelah berbulan lamanya protes dilancarkan terhadap pemerintahan tangan besi Shah
Mohammad, pada 16 Januari 1979 ia terpaksa melarikan diri ke Mesir sekaligus mengakhiri
dinasti Pahlavi. Selepas itu, Iran terlibat dalam kancah domestik yang menyaksikan
persengketaan di antara pendukung revolusi Iran dan pendukung kerajaan sementara warisan
Shah Mohammad yang dikepalai Dr. Shapour Bakhtiar. Pada saat kembalinya Ayatollah
Khomeini, pencetus revolusi Iran, ia melantik Mehdi Bazargan sebagai perdana menteri baru
Iran. Ini menyebabkan Iran terbagi dua, pemerintahan revolusi dan pemerintahan sementara.
Namun begitu, pemerintahan sementara Iran kalah dalam persaingan merebut kuasa saat
pihak militer Iran menyatakan netral. Setelah itu, jajak pendapat dibuat untuk mendirikan
sebuah pemerintahan baru. Keputusannya, 98% rakyat Iran menyokong gagasan ini dan
akhirnya terbentuklah Republik Islam Iran
[sunting] Perang Iran-Irak
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Perang Iran-Irak
Pada 22 September 1980, Irak memasuki Iran untuk menaklukkan wilayah-wilayah yang
dituntut Irak. Pada mulanya, tentera Irak berhasil mara ke wilayah-wilayah Iran tetapi mereka
kemudiannya dijepit oleh tentara Iran dan akhirnya perang ini menjadi Perang Perlumpuhan
di mana kedua belah pihak mencoba melumpuhkan lawannya dengan serangan berkelanjutan
tanpa henti. Iran walau bagaimanapun berhasil menaklukkan kembali wilayah-wilayah
mereka. Peperangan ini berkelanjutan hingga 20 Agustus 1988 saat tawanan perang terakhir
berhasil dibawa pulang kemali pada tahun 2003.
Peperangan ini menyaksikan penggunaan senjata kimia oleh tentara Irak yang menyebabkan
ramai tentara dan penduduk awam Iran terkorban. Jumlah korbannya diperkirakan setengah
hingga satu juta dan menjadikan Iran korban senjata kimia kedua terbesar dalam sejarah
manusia (setelah Jepang).
[sunting] Rujukan
http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Iran

Anda mungkin juga menyukai