Jamur
Jamur
Dr ISKANDAR JAPARDI
Fakultas Kedokteran
Bagian Bedah
Umniversitas Sumatera Utara
I. PENDAHULUAN
1. Cryptococcus neofarmans
Cryptococcus neofarmans adalah jamur seperti ragi (yeast like fungus) yang
ada dimana-mana di seluruh dunia. Jamur ini menyebabkan penyakit jamur
sistemik yang disebut cryptococcosis, dahulu dikenal dengan nama Torula
histolitica. Jamur ini paling dikenal sebagai penyebab utama meningitis jamur
dan merupakan penyebab terbanyak morbiditas dan mortalitas pasien dengan
gangguan imunitas. Cryptococcus neofarmans dapat ditemukan pada kotoran
burung (terutama merpati), tanah, binatang juga pada kelompok manusia
(colonized human).
Gejalanya seperti meningitis klasik yang melibatkan meningitis secara difus.
Dengan adanya AIDS, insiden cryptococcal meningitis meningkat drastis. Di
Amerika, meningitis ini termasuk lima besar penyebab infeksi oportunistik
pada pasien AIDS.
a. Mikologi
Cryptococcus neofarmans merupakan yeast like fungus. Pada jaringan
yang terinfeksi organisme ini membentuk kapsul polisakarida yang
merupakan antigenpenting yang dapat mempengaruhi tubuh host. Kapsul
ini terdiri dari empat serotipe antigen yang telah dapat diisolasi yairu
A,B,C dan D. Berdasarkan antigen kapsul ini Cryptococcus neofarmans
dibagi menjadi dua subgroup, V.neofarmans var neofarmans (serotipe A
dan D) dan C.neofarmans var gatti (serotipe B dan C). Serotipe A
merupakan serotipe yang paling sering diisolasi dan yang terutama di
Amerika. Serotipe D biasanya ditemukan di Eropa, B dan C ditemukan di
daerah tropis dan subtropis. Pada pasien AIDS serotipe yang paling sering
ditemukan aialah serotipe B dan C.
Serotipe B dan C dapat pula menginfeksi manusia (non-
immunosupressant host) dan lebih banyak menginvasi parenkim otak
menyebabkan lesi massa yang disebut toruloma.
Isolasi jamur dapat dilakukan dengan membuat sediaan cairan
serebrospinal yang dicampur dengan tinta India kemudian diperiksa pada
mikroskop. Ukuran diameter yeast 4-6 µm dengan kapsul berukuran 1-30
µm. Jika pemeriksaan ini dilakukan dengan hati-hati maka dapat positif
pada lebih kurang setengah kasus meningitis cryptococcal, dan lebih tinggi
pada penderita AIDS. Perhitungan kwantitatif pasien meningitis daro 103-
107 count forming unit (CFU) perdarahan milimeter cairan serebrospinal.
c. Patologi
Ada tiga pola dasar infeksi jamur pada susunan saraf pusat yaitu,
meningitis kronis,vaskulitis daninvasi parenkimal.pada infeksi Cryptococcal
jaringan otak menunjukkan adanya meningitis kronis pada leptomeningen
bsal yang dapat menebal dan mengeras oleh reaksi jaringan penyokong
dandpt mengobstruksi aliran likuor dari foramen Luschka dan Magendi
sehingga terjadi hidrosefalus. Pada jaringan otak terdapat substansi
gelatinosa pada ruang subarakhnoid dan kista kecil didalam parenkim y
terletak terutama pada ganglia basilis pada distribusi arteri
lentikulostriata. Lesi parenkimal terdiri dari agregasi atau gliosis. Infiltrat
meningen terdiri dari sel-sel ingflamasi dan fibroblast yang bercampur
dengan Cryptococcus. Bentuk granuloma tidak sering ditemukan pada
beberapa kasus terlihat reaksi inflamasi kronis danreaksi granulomatosa
sama dengan yang terlihat pada M.tuberculosa dengan segala bentuk
komplikasinya.
Menurut Prockop,perubahan susunan saraf pusat termasuk infiltrasi
meningen oleh sel mononuklear dan organisma. Organisma ini dapat
tersebar pada parenkim otak dengan reaksi inflamasi yang minimal atau
d. Diagnosa
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan tambahan
seperti, laboratorium cairan serebrospinal. Gambaran cairan serebrospinal
infeksi Cryptococcus sama dengan meningitis tuberkulosa. Tekanan
biasanya meningkat terdapat peningkatan jumlah sel dari 10-500
sel/mm3. protein meningkat dan glukosa menurun biasanya sekitar 15-
35 mg. Diagnosa dapat dibuat dengan menemukan organisme ini dalam
cairan serebrospinal dengan pewarnaan tinta India, kultur dalam media
sabouraud dan berasarkan hasil inokulasi pada hewan percobaan. Jamur
ini juga dapat dikultur dari urine, darah, fases, sputum dan sum-sum
tulang. Pemeriksaan antigen Cryptococcus pada serum dan cairan
serebrospinal dapat menegakkan diagnosa, dapat dikultur dari urine,
darah, feses, sputum dan sum-sum tulang.
e. Terapi
Terapi dengan amphotericin B memperlihatkan hasil yang baik.
Amphotericin B diberikan tiap hari intravena dengan dosis 0,5
mg/kg,diberikan enam sampai sepuluh minggu, tergantung dari perbaikan
klinis danekmbalinya cairan serebrospinal kearah normal. Peneliti lain
memberikan amphotericin B dengan 5-flurocytosine 150 mg/kg perhari
(dalam 4 dosis). Kombinasi ini memberikan hasil yang lebih baik.
f. Prognosa
Pada pasien yang tidak diobati, biasanya fatal dalam beberapa bulan
tetapi kadang-kadang menetap sampai beberapa tahun dengan
rekuren,remisi dan eksaserbasi. Kadang-kadang jamur pada cairan
serebrospinal ditemukan selama tiga tahun atau lebih. Telah dipalorkan
beberapa kasus yang sembuh spontan.
3. Candidiasis (moniliasis)
Spesies candida merupakan suatu flora mikrobial yang normal terdpat dalam
tubuh manusia. Candidiasis kemungkinan merupakan infeksi jamur
oportunistik terbanyak. Infasi ke susunan saraf pusat sebenarnya sangat
jarang kecuali terjadi kerusakan sistem kekebalan tubuh host. Banyak faktor
yang menunjang terjadinya infeksi candida seperti terapi antibiotik spectrum
luas, luka bakar berat, nutrisi parental total, prematuritas, keganasan
pemasangan kateter, terapi kortikosteroid, neutropenia, operasi abdomen,
diabetes mellitus, dan penggunaan obat parenteral yang tidak semestinya
(parentral drug abuse)
Bentuk patologi infeksi susunan saraf pusat oleh candida berupa penyebaran
mikro abses intraparenkimal, granuloma nonkaseosa, abses besar, meningitis
dari ependimitis. Pada kebanyakan kasus diagnosis belum dapat ditegakkan
pada saat pasien masih hidup, kemungkinan oleh karena sukarnya
menemukan organisme pada cairan serebrospinal .
4. Aspergilosis
5. Coccodiodomycosis
Penyakit infeksi jamur ini banyak didaerah Barat Daya Amerika. Biasanya
hanya menyebabkan gejala influensa dengan infiltrat pada paru sebagai
pneumonia non bakterial. Keadaan ini dapat berlangsung progresif menjadi
diseminata termasuk infeksi pada meningen. Reaksi patologi dan gambaran
kliniknya pada meningen dan cairan serebrospinal sangat mirip dengan
meningitis tuberkulosa.
Terapi terdiri dari pemberian ampotericin B intravena. Ada juga yang
menganjurkan pemberian ampotericin B intratekal. Pemberian melalui lumbal
fungsi yaitu dengan campuran ampotericin B dalam glukosa 10%, pasien
dalam posisi kepala agak kebawah (head dowm position) ampotericin B
diberikan 3 kali seminggu selama 3 bulan, atau sampai sel pada cairan
serebrospinal kurang dari 10 mm3 dan complement fixing menghilang dari
cairan likuor.
6. Histoplasmosis
IV. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Adams RA. Principles of neurology. 4th ed. New York: McGraw Hill, 1989: 581-3
Bernett JE. Mycoses, in Principles and practice of infectious disease. 4th ed.
New York: Churchill, 1995: 2288-378
Girolami V. The Central Nervous system, in Robbhins. Pathologic basis of
disease. 5th ed. Philadelphia: WB Sounders, 1994: 1324-5
Perfect JR. Diagnosis and treatment of fungal meningitis, in infectious of central
nervous systems. New York: Raven Press, 1991: 729-37
Perfect JR. pathogenesis and pathophysiology of fungal infection of central
nervus system, in infections of the Central Nervous System. New
York: Raven Press, 1991: 693-700
Roos KL. Meningitis 100 maxims. New York: Arnold, 1995: 143-157
Swash M. Clinical neurology. London: Churchill, 1991: 917-8
Treseler CB. Fungal meningitis, in Merrit’s textbook of neurology. 9th ed.
Baltimore: A.Waverly,1995: 193-6