Anda di halaman 1dari 8

Bencana Merapi

http://www.tempointeraktif.com/hg/jogja/2010/11/03/brk,20101103-289059,id.html

Bendera Partai di Lokasi Pengungsian


Diturunkan
Rabu, 03 November 2010 | 06:00 WIB
TEMPO Interaktif, Sleman - Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Sleman, Daerah
Istimewa Yogyakarta, menurunkan bendera partai, spanduk, dan baliho partai politik
serta produk komersial yang terpasang di lokasi pengungsian kemarin.

"Kesannya, lokasi pengungsian dimanfaatkan untuk kampanye dan iklan," kata Kepala
Seksi Operasional Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Sleman, Setiharno, kemarin.

Dia mengatakan, spanduk, baliho, dan bendera partai tersebut diturunkan karena tidak
memiliki izin.

Menurut Setiharno, saat ini sudah 300 atribut yang dicopot di Wukirsari, Glagaharjo,
Kepuharjo, Umbulharjo, dan Hargobinangun. Dia mengatakan keberadaan atribut-atribut
itu melanggar Peraturan Daerah No. 14 Tahun 2003 yang mengatur tentang pemasangan
spanduk, reklame, atau umbul-umbul.

"Semua atribut yang dicopot kami simpan di Posko Utama Penanggulangan Bencana di
Pakem, sewaktu-waktu bisa diambil pemilik," kata dia.

Sehari sebelumnya, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku


Buwono X kecewa atas bertebarannya spanduk dan umbul-umbul di jalan-jalan menuju
kawasan bencana Merapi dan di sekitar barak pengungsi. Menurut Sultan, para donatur
tersebut berdatangan hanya lantaran ingin menunjukkan diri telah membantu dengan
mengeksposnya di media massa.

"Orang membantu harus ikhlas, jangan jadikan penderitaan orang menjadi alat. Saya
minta donatur hanya mengibarkan satu bendera yang sama, Merah Putih," kata Sultan.

Berbeda dengan Kabupaten Sleman, Kabupaten Klaten justru tak akan menurunkan
bendera partai dan atribut komersial di sekitar lokasi pengungsian korban Merapi. Bupati
Klaten, Sunarna, mengatakan keberadaan bendera partai politik dan atribut iklan produk
itu tak mengganggu. "Tak ada keluhan mengenai keberadaan bendera partai dan spanduk
iklan," kata dia kemarin.

Menurut dia, pihaknya akan membiarkan keberadaan spanduk dan bendera tersebut
selama pihak pemasang memberikan bantuan kepada pengungsi.

Dari pantauan Tempo, sejumlah partai politik juga mendirikan tenda di posko
pengungsian dan memasang bendera di depan tenda. Sejumlah perusahaan komersial juga
memasang tenda disertai umbul-umbul.

http://www.primaironline.com/berita/sosial/spanduk-umbul-umbul-penuhi-posko-
pengungsi

Spanduk & umbul-umbul penuhi posko pengungsi


Yudi Rahmat

Jakarta - Sungguh sangat luar biasa kepedulian terhadap bencana letusan Gunung
Merapi. Selain bantuan makanan dan obat-obatan, spanduk produk juga bertebaran.

Pantaun primaironline.com, Kamis (28/10), di tiap posko bantuan, spanduk dan umbul-
umbul bertebaran. Mulai dari organisasi, instansi, media massa, hingga perusahaan
telekomunikasi dan swasta lainnya.

Seperti Jalan Kaliurang, Sleman, Yogyakarta, puluhan sepanduk produk provider seluler
hingga produk makanan dan minuman bertebaran.

Pemandangan tersebut terlihat dan suasana disetiap posko-posko evakuasi pengungsi dan
bak ada even besar, berlomba melakukan promosi secara tidak langsung.

http://antarajawabarat.com/lihat/berita/28386/spanduk-selimut-stres-di-tengah-amukan-
merapi

SPANDUK, SELIMUT, STRES DI


TENGAH AMUKAN MERAPI
Kamis, 04 Nov 2010 16:20:04| BRAGA25 | Dibaca 145 kali
Oleh Achmad Zaenal M
Klaten, ANTARA - Ketika memasuki kawasan penampungan pengungsi warga lereng
Gunung Merapi di tiga kabupaten Provinsi Jawa Tengah, seperti tidak ada beda dengan
memasuki lokasi pameran.

Sepanjang jalan mulai dari Kantor Pemerintah Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah,
menuju lokasi pengungsian di Kecamatan Selo, misalnya, sejumlah spanduk operator
telepon seluler sudah menyambut.
Suasana memasuki kawasan keramaian kian terasa saat berada di lokasi pengungsiana.
Puluhan spanduk, baliho, dan umbul-umbul berjajar dan dipajang di tempat strategis
untuk mencuri perhatian khalayak dan media yang selama 10 hari terakhir tercurah dalam
bencana Merapi.

Namun, tampaknya itu belum cukup. Sejumlah tenda penampungan pengungsi juga
ditempel logo dan nama produk, mulai dari produk makanan kecil, operator telepon
seluler, hingga produk jasa asuransi kesehatan.

Perusahaan-perusahaan itu memang memberi bantuan kepada korban amukan Gunung


Merapi. Namun, pemasangan atribut promosi seperti itu seolah lebih menegaskan
kebenaran pemeo asing yang menyebut "tidak ada makan siang yang gratis".

Sejak Merapi meletus pada 26 Oktober, lokasi pengungsian menjadi objek yang banyak
dikunjungi beragam lapisan masyarakat, mulai rakyat biasa hingga Presiden.

Efek sebaran berpromosi di lokasi pengungsian juga sangat luas, sebab setiap saat
mendapat publikasi intens oleh media, terutama televisi.

Begitu banyaknya atribut iklan di sana, menimbulkan bahwa daerah itu kawasan
pameran, jauh dari kesan prihatin menghadapi ancaman serius letusan Merapi.

Cara promosi berlebihan di lokasi bencana itulah yang membuat Gubernur Yogyakarta
tidak bisa menyembunyikan kegusarannya dan minta aparatnya menurunkan umbul-
umbul dari lokasi bencana.

Sultan Hamengku Buwono X itu menyatakan prihatin di tengah masih banyaknya


kekurangan selimut hangat untuk puluhan ribu pengungsi, perusahaan malah foya-foya
menggunakan puluhan ribu meter untuk umbul-umbul dan spanduk.

"Saya di sini setiap malam sangat kedinginan karena saya tak punya selimut," kata
Muljinem (60), warga Dusun Ngablak yang "hijrah" di penampungan pengungsi di
Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali.

Saking tak kuat menahan dingin karena Muljinem divonis dokter mengidap alergi hawa
dingin, Rabu (3/11) dini hari nenek berperawakan kurus itu nekat pulang ke rumahnya di
Dusun Ngablak yang berada di daerah rawan bencana. Dusun itu hanya berjarak kurang
dari empat kilometer dari puncak Merapi.

"Saya tidak bisa tidur di dalam tenda pengungsian. Sangat dingin karena tanpa selimut
dan dinding bawah tenda juga mudah diterobos hawa dingin dari luar," kata Muljinem
dalam bahasa Jawa halus.

Penderitaan yang dialami Muljinem tentu juga dirasakan ribuan pengungsi lainnya,
namun tidak banyak yang memiliki nyali seperti Muljinem yang nekat pulang ke rumah
pada malam hari hanya untuk tidur.
Panik
Penderitaan warga di kaki dan lereng Merapi tentu bertambah berat setelah salah satu
gunung teraktif di dunia itu pada Rabu (3/11) siang meletus kembali dengan keras yang
menyebabkan hujan lebat abu dan pasir.

Ribuan orang yang terjebak dalam hujan abu dan pasir itu dipaksa mengisap partikel
yang disemburkan Merapi.

Ratusan penduduk harus mendapatkan perawatan akibat terserang sesak napas. Klinik
darurat RSUD dr. Moewardi Solo yang membuka pelayanan di lokasi pengungsian
Kaputran Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, sepanjang Rabu sore hingga larut
malam terus dibanjiri korban letusan Merapi dengan keluhan utama sesak napas.

"Baru hari ini kami kewalahan melayani para pengungsi. Hari yang memaksa kami harus
bekerja keras karena harus melayani korban tanpa henti," kata paramedis di Klinik
darurat RSUD dr. Moewardi.

Ribuan warga di kaki dan lereng Merapi di Jawa Tengah hingga Rabu tengah malam
masih berjuang untuk mendapatkan tempat berteduh di lokasi pengungsian yang terasa
kian sesak setelah letusan sore itu.

Puluhan tenda yang ada di Lapangan Kaputran sudah tidak mampu lagi menampung
ribuan pengungsi yang terus berdatangan semenjak Merapi meletus dan mengeluarkan
material vulkanik dalam jumlah sangat besar.

Sartoyo (53), warga Dusun Kaliwuluh yang berada di pengungsian Kaputran


mengatakan, tidak pernah ada hujan abu dan pasir sebesar seperti sekarang ini.

Itulah yang membuat ribuan pengungsi pada Rabu sore panik luar biasa, mencari tempat
aman.

Sementara itu, sejumlah pengungsi lainnya sudah berhari-hari mengalami kejenuhan


karena tidak tahan lagi hidup di pengungsian.
Mereka mengalami stres karena belum ada tanda-tanda amukan Merapi akan mereda,
bahkan letusan Rabu lalu malah membuat kondisi Merapi kian tidak menentu.

Alih-alih pengungsi bisa kembali ke rumah, Badan Vulkanologi malah mengeluarkan


keputusan memperluas daerah aman hingga 15 kilometer. Sebelumnya, 10 km dari
Puncak Merapi.

"Saya stres karena setiap hari menjalani hidup di pengungsian. Saya ingin segera bisa
kembali ke rumah," kata Kasmadi (33), di pengungsian Kaputran, Klaten.

Puluhan ribu warga yang berada di pengungsian tentu memiliki harapan sama dengan
Kasmadi, namun saat ini Merapi sepertinya memperlihatkan gelagat yang berbeda
dengan letusan tahun-tahun lalu.

"Saya minta para pengungsi bersabar," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika
mengunjungi pengungsi di Kemalang, Klaten, Rabu pagi, beberapa jam sebelum Merapi
meletus kembali. *
(A030/s018)

http://www.antaranews.com/berita/1288851191/spanduk-selimut-stres-di-tengah-
amukan-merapi

Spanduk, Selimut, Stres di Tengah


Amukan Merapi
Kamis, 4 November 2010 13:13 WIB | Artikel | Pumpunan | Dibaca 1609 kali

Klaten (ANTARA News) - Ketika memasuki kawasan penampungan pengungsi warga


lereng Gunung Merapi di tiga kabupaten Provinsi Jawa Tengah, sepertinya tidak ada beda
dengan memasuki lokasi pameran.

Sepanjang jalan mulai dari Kantor Pemerintah Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah,
menuju lokasi pengungsian di Kecamatan Selo, misalnya, sejumlah spanduk operator
telepon seluler sudah menyambut.

Suasana memasuki kawasan keramaian kian terasa saat berada di lokasi pengungsiana.
Puluhan spanduk, baliho, dan umbul-umbul berjajar dan dipajang di tempat strategis
untuk mencuri perhatian khalayak dan media yang selama 10 hari terakhir ini tercurah
dalam bencana Merapi, juga tsunami Mentawai.

Namun, tampaknya itu belum cukup. Sejumlah tenda penampungan pengungsi juga
ditempel logo dan nama produk, mulai dari produk makanan kecil, operator telepon
seluler, hinggan produk jasa asuransi kesehatan.

Memang benar, perusahaan-perusahaan itu memberi bantuan kepada korban amukan


Gunung Merapi. Namun, pemasangan atribut promosi seperti itu seolah lebih
menegaskan kebenaran pemeo bahwa tidak ada makan siang yang gratis.

Sejak Merapi meletus pada 26 Oktober 2010, lokasi pengungsian memang menjadi objek
yang banyak dikunjungi beragam lapisan masyarakat, mulai rakyat biasa hingga Presiden.

Efek sebaran berpromosi di lokasi pengungsian juga sangat luas, sebab setiap saat
mendapat publikasi intens oleh media, terutama televisi.
Barang kali kalau jumlah atribut iklan itu masih dalam batas wajar, itu bisa ditoleramsi,
tapi jumlahnya agaknya sudah sangat banyak sehingga menimbulkan kesan saat ini
sedang ada hajatan, ada pesta, bukan tengah prihatin menghadapi ancaman seriius letusan
Merapi.

Cara promosi berlebihan di lokasi bencana itulah yang membuat Raja Yogyakarta geram
sehingga minta aparatnya menurunkan umbul-umbul dari lokasi bencana.

Sultan Hamengku Buwono X itu prihatin di tengah masih banyaknya kekurangan selimut
hangat untuk puluhan ribu pengungsi, perusahaan malah foya-foya menggunakan
puluhan ribu meter untuk umbul-umbul dan spanduk.

"Saya di sini setiap malam sangat kedinginan karena saya tak punya selimut," keluh
Muljinem (60), warga Dusun Ngablak yang "hijrah" di penampungan pengungsi di
Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali.

Saking tak kuat menahan dingin karena Muljinem divonis dokter mengidap alergi hawa
dingin, Rabu (3/11) dini hari nenek berperawakan kurus itu nekat pulang ke rumahnya di
Dusun Ngablak yang berada di daerah rawan bencana karena dusun ini hanya berjarak
kurang dari empat kilometer dari puncak Merapi.

"Saya tidak bisa tidur di dalam tenda pengungsian. Sangat dingin karena tanpa selimut
dan dinding bawah tenda juga mudah diterobos hawa dingin dari luar," kata Muljinem
dalam bahasa Jawa halus.

Penderitaan yang dialami Muljinem tentu juga dirasakan ribuan pengungsi lainnya,
namun tidak banyak yang memiliki nyali seperti Muljinem yang nekat pulang ke rumah
pada malam hari hanya untuk tidur!

Panik

Penderitaan warga di kaki dan lereng Merapi tentu bertambah berat setelah salah satu
gunung teraktif di dunia ini Rabu (3/11) pukul 15.20 WIB meletus kembali dengan keras
yang menyebabkan hujan lebat abu dan pasir.

Ribuan orang yang terjebak dalam hujan abu dan pasir itu dipaksa mengisap partikel
material yang disemburkan Merapi.

Ratusan penduduk harus mendapatkan perawatan akibat terserang sesak napas. Klinik
darurat RSUD dr. Moewardi Solo yang membuka pelayanan di lokasi pengungsian
Kaputran Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, sepanjang Rabu sore hingga larut
malam terus dibanjiri korban letusan Merapi dengan keluhan utama sesak napas.

"Baru hari ini kami kewalahan melayani para pengungsi. Hari yang memaksa kami harus
bekerja keras karena harus melayani korban tanpa henti," kata paramedis di Klinik
darurat RSUD dr. Moewardi.

Ribuan warga di kaki dan lereng Merapi di Jawa Tengah hingga Rabu tengah malam
masih berjuang untuk mendapatkan tempat berteduh di lokasi pengungsian yang terasa
kian sesak setelah letusan sore itu.

Puluhan tenda yang ada di Lapangan Kaputran sudah tidak mampu lagi menampung
ribuan pengungsi yang terus berdatangan semenjak Merapi meletus dan mengeluarkan
material vulkanik dalam jumlah sangat besar.

Sartoyo (53), warga Dusun Kaliwuluh yang berada di pengungsian Kaputran


mengatakan, tidak pernah ada hujan abu dan pasir sebesar seperti sekarang ini. Itulah
yang membuat ribuan pada Rabu sore panik luar biasa, mencari tempat aman.

Sementara itu, sejumlah pengungsi lainnya yang sudah berhari-hari mengalami kejenuhan
karena tidak tahan lagi hidup di pengungsian. Mereka mengalami stres karena sampai
saat ini belum ada tanda-tanda amukan Merapi akan mereda, bahkan letusan Rabu lalu
malah membuat kondisi Merapi kian tidak menentu.

Alih-alih pengungsi bisa kembali ke rumah, Badan Vulkanologi malah mengeluarkan


keputusan memperluas daerah aman hingga 15 kilometer, sebelumnya 10 km dari Puncak
Merapi.

"Saya stres karena setiap hari menjalani hidup di pengungsian. Saya ingin segera bisa
kembali ke rumah," kata Kasmadi (33), di pengungsian Kaputran, Klaten.

Puluhan ribu warga yang berada di pengungsian tentu memiliki harapan sama dengan
Kasmadi, namun saat ini Merapi sepertinya memperlihatkan gelagat yang berbeda
dengan letusan tahun-tahun lalu.

"Saya minta para pengungsi bersabar," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika
mengunjungi pengungsi di Kemalang, Klaten, Rabu pagi, beberapa jam sebelum Merapi
meletus kembali.
(ANT/P003)

COPYRIGHT © 2010

http://www.sinarharapan.co.id/berita/content/read/ratusan-atribut-parpol-di-lokasi-
pengungsian-merapi-dicopot/

Selasa 02. of November 2010 15:06


Ratusan Atribut Parpol di Lokasi
Pengungsian Merapi Dicopot

Sleman - Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Sleman, Selasa (2/11) siang
mencopot paksa ratusan atribut, bendera partai politik, perusahaan, organisasi dan
instansi yang banyak di pasang di sekitar area barak pengungsian bencana Gunung
Merapi.

Hal itu dikatakan Kepala Seksi Operasional Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten
Sleman, Setiharno, Selasa (2/11) sore ini."Sampai dengan sore ini sekitar 300 spanduk
dan bendera yang sudah kami copot, selain tidak ada izin pemasangan bendera dan atribut
tersebut juga hanya untuk kepentingan komersial dan kampanye politik," katanya.
Menurutnya, pemasangan bendera dan atribut tersebut melanggar Perda No.14 tahun
2003 yang mengatur tentang pemasangan spanduk/reklame/umbul-umbul di Kabupaten
Sleman. "Seluruh hasil sitaan tersebut kami amankan di Posko Utama. Pihak yang merasa
kehilangan barangnya bisa mengambilnya di sana," katanya.
Ia mengatakan, pencopotan bendera dan atribut ini juga sebagai tindak lanjut dari
pernyataan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono
X yang merasa kecewa melihat bertebarannnya spanduk dan umbul-umbul di jalan
menuju kawasan bencana Gunung Merapi dan di sekitar barak pengungsian."Ya mungkin
kami diingatkan oleh Sultan, dan hari ini (Selasa,2/11) langsung kami tindak lanjuti,"
katanya.
Sedangkan terkait banyaknya yang membangun posko sendiri, tanpa koordinasi dengan
tim penanggulangan bencana Sleman dan setelah dicek di dalam posko tidak ditemukan
ada apa-apa, pihaknya belum akan melakukan penindakan."Sepanjang mereka tidak
mengganggu aktivitas, mungkin masih akan kami biarkan. Kami akan lihat lagi,"
katanya.
Ia mengatakan, petugas Satpol PP hari ini baru bisa mencabuti spanduk yang dipasang di
Wukirsari, Glagaharjo, Kepuharjo, Umbulharjo dan Hargobinangun. "Besok (Rabu,3/11)
operasi penertiban akan kami teruskan ," katanya.(ant/nor)

Anda mungkin juga menyukai