Anda di halaman 1dari 5

PEGAWAI NEGERI MASUK PENJARA KARENA KAWIN LAGI

KASUS POSISI:
• Taiso bin Abd. Halik (Suami), PNS Departemen Kesehatan Kab. Kolaka,
pada tahun 1968 telah menikah secara Islam dengan perempuan :
Hanatia Samiri (Istri), bukti Kutipan Surat Nikah No. 228/tahun 1968;
• Pernikahan meereka menghasilkan 6 orang anak kandung, terdiri dari 5
laki-laki dan seorang perempuan;
• Tahun 1998, sering terjadi pertengkaran antara Taiso dan Hanatia;
• Pertengkaran memuncak, sehingga suami memutuskan untuk bercerai
melalui PA Kolaka;
• PA Kolaka mengabulkan gugatan suami Taiso, menjatuhkan talak satu
kepada istrinya Hanatia;
• Putusan ini dimohon banding oleh Istri dan PT Agama Kendari SULTRA
dalam pitusannya menguatkan Putusan PA Kolaka tersebut. Dan istri,
tetap menolak dan mengajukan pemeriksaan kasasi ke MA;
• Selama proses di MA, Suami yang merasa sudah bercerai dengan Istri
berniat mengawini janda Hj. Siti Aisyah;
• Dengan membawa turunan Putusan PA Kolaka, dan Putusan PTA
Kendari yang isinya mengabulkan gugatan Taiso, maka Taiso dan Hj. Siti
Aisyah dinikahi oleh Imam Desa Tenondo H. Nurdin, dengan 2 saksi M.
Latinggiri (Kakak Siti Aisyah), dan Hamdan Saputra; tanpa dihadiri
pegawai KUA, tanpa ada Surat Nikah.
• Hanatia setelah mendengar perkawinan Suami dan Siti Aisyah, membuat
Hanatia melaporkan suaminya Taiso kepada Kepolisisan setempat;
• Kepolisian menerima pengaduan istri Hanatia tersebut, kemudian
menangkap dan menahan Taiso dengan sangkaan melakukan Tindak
Pidana Pasal 279 (1) ke-1 KUHP dan menyidik perkaranya dengan
memeriksa pelapor dan para saksi;
• Berita Acara dari Kepolisian berlanjut ke Kejaksaan dan perkara terdalwa
Taiso lalu dilimpahkan ke PN Kolaka disertai dengan “Surat Dakwaan“
dari Jaksa Penuntut Umum, yang pada pokoknya isinya sebagai berikut:
Dirumah Iman Desa Tinondo, H. Nurdin pada Desember 1998 terdakwa
telah menikah dengan Hj. Siti Aisyah (Ny. Babolo) padahal terdakwa
mengetahui bahwa perkawinannya dengan Hanatia Samiri yang dilakukan
pada 1 Juli 1968, belum putus (belum bercerai) sehingga menjadi
penghalang yang sah dari perkawinannya dengan perempuan Hj. Siti
Aisyah. Diatur dan diancam dengan pidana dalam Pasal 279 ayat 1 ke-1
KUHP.

PENGADILAN NEGERI:
• Majelis hakim yang mengadili perkara ini, telah mendengar keterangan
para saksi dan terdakwa serta bukti surat, maka JPU mengajukan
tuntutan hukum (requisitor) yang menuntut Terdakwa Taiso dinyatakan
terbukti dengan sah melakukan Tindak Pidana Pasal 279 ayat 1 ke-1
KUHP dan kepada terdakwa Taiso hendaknya dijatuhi pidana penjara
selama 7 (tujuh) bulan;
• Penasehat Hukum dalam pledooinya, mohon agar PN menyatakan
terdakwa tidak terbukti bersalah dan hendaknya dibebaskan;
• Majelis Hakim PN dalam putusannya memberikan pertimbangan hukum
yang inti pokoknya adalah sebagai berikut:
- walaupun PA dan PT Agama Kendari telah mengabulkan gugatan
Penggugat Taiso untuk menceraikan istrinya Hanatia Samiri, namun
putusan tersebut belum ada putusan kasasi dari MA RI, sehingga
putusan PA dan PTAgama belum berkekuatan hukum tetap. Dengan
demikian, antara terdakwa Taiso dan Hanatia Samiri secara hukum
masih terikat hubungan suami-istri;
- terdakwa Taiso yang ingin kawin lagi dengan Siti Aisyah, sesuai
dengan Pasal 5 ayat 1 sub a UU No. 1 Tahun 1974, maka terdakwa
Taiso tersebut harus memperoleh izin terlebih dahulu dari Hanatia.
Dengan demikian, terdakwa Taiso sebagai seorang PNS untuk kawin
lagi harus mendapat izin dari atasannya langsung, Kepala KANDEP
KESEHATAN KAB. Kolaka sesuai dengan PP No. 10 Tahun 1983 jo.
PP No. 45 Tahun 1990 dan Surat Edaran BAKN No. 08/SE/1983;
- terbukti bahwa kedua izin (dari Istri pertama, dan atasannya langsung)
tidak pernah diminta oleh terdakwa Tasio, sehingga hal tersebut
menjadi halangan yang sah bagi terdakwa Taiso untuk kawin lagi
dengan perempuan lain;
- dari fakta persidangan diatas, maka Majelis Hakim PN berpendapat
bahwa semua unsur Tiundak Pidana Pasal 279 ayat 1 ke 1 KUHP,
terbukti dengan sah dan meyakinkan, sehingga terdakwa dapat
dipersalahkan melakukan tindak pidana yang didakwakan JPU
tersebut;
- Setelah memperhatikan hal-hal yang memberatkan dan yang
meringankan, Majelis Hakim memberi putrusan sebagai berikut:
MENGADILI:
- Menyatakan Terdakwa Taiso bin Abd. Halik, terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana: “Melaksanakan
Perkawinan, sedangkan Perkawinan yang sudah ada menjadi
halangan yang sah baginya unyuk kawin lagi“;
- Menghukum terdakwa dengan Pidana Penjara selama 4 (empat)
bulan;
- Menetapkan bahwa penahanan yang telah dijalani terdakwa
dikurangkan sepenuhnya dari pidana yang dijatuhkan;
- Memerintahkan terdakwa ditahan;
- Dst ... dst ... dst.

PENGADILAN TINGGI
• Terdakwa Taiso menolak putusan PN diatas dan melalui kuasa
hukumnya mengajukan banding ke PT Kendari;
• Majelis Pengadilan Tinggi saetelah memeriksa perkara ini memberikan
putusan : Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Kolaka No.
10/Pid.B/2000/PN.KLK dan selanjutnya:
MENGADLILI SENDIRI:
- menyatakan terdakwa Taiso bin Abd. Halik tidak terbuktiu secara sah
dan meyakinkan melakukan tindak pidana yang didakwakan oleh JPU;
- membebaskan terdakwa dari Dakwaan JPU tersebut;
- Memlihkan hak terdakwa dalam kemamopuan dan harkat dan
maertabatnya;
- Dst ... dst ... dst.
• Adapun pertimbangan Majelis PT pada pokoknya adalah sebagai berikut:
- yang dimaksud dengan perkawinan yang sudah ada menjadi halangan
yang sah akan kawin lagi (PAsal 279 KUHP) diartikan ia sedang/masih
terikat dalam suatu perkawinan, secara mutlak dilarang untuk kawin
lagi baik oleh uu maupun agama yang mengatur perkawinan tersebut
tanpa adanya klausula lain;
- hal tersebut tidak dapat diterapkan kepada Pria yang beragama
Isdlam, karena baginya larangan untuk kawin lagi itu, barulah berlaki
apabila ia terikat dalam 4 Perkawinan yang sah;
- meskipun telah berlaku UU No. 1 Tahun 1974 yang berasaskan
monogami tetapi hal ini tidak lah mutlak menghalangi pria untuk kawin
lagi, meskipun sudah ada perkawinan sebelumnya, karena menurut
Pasal 3 ayat 2 UU No. 1 Tahun 1974 memperbolehkan suami
beristrikan lebih dari seorang dengan izin dari Pengadilan;
- terdakwa terbukti telah kawin lagi tanpa memperoleh izin dari istri
pertama (Pasal 40 jo. 45 PP No. 9 Tahun 1975 jo. UU No.1 Tahun
1974 dan tanpa izin dari atasan langsung Pasal 4 ayat 1 PP No. 45
Tahun 1990 jo. PP No. 10 Tahun 1983. Sanksinya ditentukan dalam
Pasal 45 ayat 1 hufuf a PP No. 9 TTahun 1975.
Hal ini tidak didakwakan kepada Terdakwa;
- Terdakwa didakwakan “tunggal“ pasal 279 ayat 1 ke 1 kuhp) dan
berdasarkan pertimbangan diatas, dakwaan tidak terbukti dengan sah
dan meyakinkan, sehingga terdakwa harus dibebaskan;
- Sedangkan ketentuan pasal 40 jo. 45 ayat 1 PP No. 9 Tahun 1975 jo.
Pasal 4 ayat 1 dan Pasal 5 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974, ternyata tidak
didakwakan oleh JPU;
- Atas dasar yuridis diatas, maka majelis Hakim PT memberikan
putusan : Terdakwa dibebaskan dari dakwaan JPU.

MAHKAMAH AGUNG
• JPU menolak Putusan PT tersebut dan mengajukan pemeriksaan kasasi
dengan mengemukakan beberapa keberatan kasasi dalam memori
kasasinya;
• Majelis MA setelah memeriksa perkara kasasi ini didalam putusannya
manilai bahwa putusan Judex Facti Pengadilan Tinggi salah menerapkan
hukum, sehingga putusannya harus dibatalkan dan selanjutnya Majelis
MA akan mengadili sendiri perkara ini, dengan mempertimbangkan hukum
yang intisarinya sebagai berikut:
- JPU dapat membuktikan bahwa “putusan PT bukan merupakan
putusan bebas murni sehingga kasasi dapat diterima oleh MA”;
- Menurut Pasal 5 ayat 1 sub a UU No. 1 Tahun 1974 ditentukan untuk
kawin lagi, seorang suami harus mendapat izin dari istrinya. Dalam
perkara ini terdakwa tidak mendapat izin dari istrinya (Hanatia Samiri);
- Menurut PP No. 10 Tahun 1983 jo. PP No. 45 Tahun 1990 dan Surat
Edaran BAKN No. 08/SE/1983 ditentukan bahwa seorang “PNS” harus
mendapat izin dari atasannya untuk kawin lagi. Terdakwa tidak
memperoleh izin dari Kepala Kantor Dep. KEsehatan Kab. Kolaka;
- Selanjutnya Majelis MA dalam mengadili perkara ini mengambil alih
putusan Pengadilan Negeri yang telah benar mempertimbangkan
sehinga dijadikan sebagai pendapat MA sendiri;
- Dengan pertimbangan tersebut diatas, maka Majelis MA memberi
putusan yang amarnya pada pokoknya sebagai berikut:
MENGADILI:
- menerima permohonan kasasi dari JPU pada Kejaksaaan Negeri
Kolaka;
- membatalkan putusan PT Kendari No. 20/Pid/2000/PT.Sultra yang
membatalkan putusan PN Kolaka No. 10/Pid.B/1999.
MENGADILI SENDIRI:
1. menyatakan terdakwa : Taiso bin Abdul Halik terbukti dengan sah dan
meykinkan bersalah melakukan tindak pidana: “Melaksanakan
Perkawinan, sedangkan Perkawinan yangsudah ada menjadi
halangan yang sah baginya untuk kawin lagi”;
2. menghukum terdakwa dengan Pidana penjara selama 4 (empat)
bulan;
3. menetapkan penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan
sepenuhnya dari pidana yang dijatuhkan kepadanya;
4. memerintahkan terdakwa ditahan;
5. dst ... dst ... dst.
CATATAN :
Abstrak Hikum yang dapat diangkat dari putusan MA yang mengambil alih
petimbangan hukum dan amar putusan PN yang dinilai sudah benar
adalah sebagai berikut:
- Putusan PA dan PT Agama telah mengabulkan gugatan seorang
suami (Penggugat) untuk menceraikan (mentalak) istrinya (Tergugat);
Oleh karena Tergugat mengajukan upaya hukum kasasi atas putusan
Judex Facti tersebut, dan masih belum ada putusan dari MA, maka
putusan PA dan PTAgama a’quo masih belum berkekuatan hukum
tetap, sehingga Penggugat dan Tergugat dalam gugatan tersebut,
secara yuridis, masih terikat dalam hubungan sebagai suami-istri sah;
- Tanpa menunggu terbitnya Putusan Kasasi MA, Penggugat (suami)
kemudian kawin lagi dengan perempuan lain (Siti Aisyah) padahal ia,
suami masih terikat dalam perkawinannya dengan istrinya Hanatia
(Tergugat) maka perbuatan suami tersebut mmemenuhi unsur tindak
pidana ex Pasal 279 ayat 1 ke-1 KUHP: “Melakukan Perkawinan,
sedangkan perkawinannya yang sudah ada menjadi halangan yang
sah baginya untuk kawin lagi“
- Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman penjara 4 bulan kepada
terdakwa (suami) dan diperintahkan untuk ditahan.

===============

Putusan Pengadilan Negeri Kolaka No. 10/Pid.B/1999/PN.KLK, tanggal 11 April


1999;
Putusan Pengadilan Tinggi SULTRA di Kendari No. 20/PID/2000/PT.SULTRA;
Putusan Mahkamah Agung RI No. 1311.K/Pid/2000, tanggal 10 Oktober 2002.

Anda mungkin juga menyukai