Anda di halaman 1dari 14

TUGAS UTS

EKONOMI POLITIK
Dosen: Dr. Bambang Widianto

PERATURAN MENTERI KEUANGAN


NOMOR 02/PMK.06/2008
TENTANG
PENILAIAN BARANG MILIK NEGARA

(PERAN PENILAIAN PROPERTI “BARANG MILIK NEGARA”


DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA)

Disusun Oleh:
Yuhendra, S.E
NPM: 09.E.007

MAGISTER EKONOMI PUBLIK


SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
JAKARTA
2010
1|Page

Yuhendra (09.E.007)
PERAN PENILAIAN PROPERTI “BARANG MILIK NEGARA”
DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

A. PENDAHULUAN
Sebelum melakukan penilaian properti secara profesional, selayaknya kita
mengetahui terlebih dahulu pengertian penilaian dan properti secara benar. Penilaian
adalah gabungan antara ilmu pengetahuan dan seni (science and art) dalam
mengestimasikan nilai suatu kepentingan yang terdapat dalam suatu properti bagi
tujuan tertentu dan pada waktu yang telah ditetapkan serta dengan
mempertimbangkan segala karakteristik yang ada pada properti tersebut termasuk
jenis-jenis investasi yang ada di pasaran. Sedangkan pengertian properti menurut
“common law” atau hukum Anglo Saxon dari Inggris disebutkan bahwa properti
artinya pemilikan atau hak untuk memiliki sesuatu benda, atau segala benda yang
dapat dimiliki. Artinya properti dapat dibedakan kepemilikannya atas benda-benda
bergerak (personal property) dan tanah serta bangunan permanen (real property).
Dalam personal property ada yang termasuk tangible (seperti peralatan,
perlengkapan mesin, kendaraan dan lain-lain) dan intangible asset (seperti surat-
surat berharga dan godwill/copyright/franchises, dan lain-lain). Sedangkan real
property adalah pengertian properti yang kita pahami selama ini yakni tanah dan
bangunan permanen serta pengembangan lainnya.
Dengan demikian penilaian properti adalah suatu proses perhitungan secara
matematika dan kajian karakteristik dalam memberikan suatu estimasi dan
pendapatan atas nilai ekonomis suatu properti baik berwujud maupun tidak
berwujud, berdasarkan hasil analisa terhadap fakta-fakta yang obyektif dan relevan
dengan menggunakan metode dan prinsip-prinsip penilaian yang berlaku. Penerapan
penilaian properti dalam menghadapi otonomi daerah ini mempunyai peran andil
yang cukup besar terutama dari segi manajemen aset properti daerah.
Secara umum, terdapat 3(tiga) cara pendekatan yang dipergunakan dalam proses
penilaian suatu properti, yaitu :
1. Pendekatan perbandingan data pasar
Pendekatan ini dilakukan dengan cara membandingkan objek yang dinilai
dengan objek yang nilai jualnya sudah diketahui.

2|Page

Yuhendra (09.E.007)
2. Pendekatan Biaya
Pendekatan ini dilakukan dengan cara memperkirakan biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk membuat atau mengadakan properti yang dinilai.
3. Pendekatan pendapatan
Pendekatan ini dilakukan dengan caramemproyeksikan seluruh pendapatan
properti tersebut dikurangi dengan biaya operasi.

Dalam ilmu properti sekarang ini berkembang suatu teori baru yang dikenal
dengan manajemen aset. Manajemen aset memiliki ruang lingkup utama untuk
mengontrol biaya pemanfaatan ataupun penggunaan aset dalam kaitan mendukung
operasionalisasi pemerintah daerah. Selain itu ada upaya pula untuk melakukan
inventarisasi aset-aset pemda yang tidak digunakan. Namun dalam perkembangan
ke depan, ruang lingkup manajemen aset lebih berkembang dengan memasukkan
aspek nilai aset, akuntabilitas pengelolaan aset, audit atas pemanfaatan tanah (land
audit), property survey dalam kaitan memonitor perkembangan pasar properti,
aplikasi sistem informasi dalam pengelolaan aset dan optimalisasi pemanfaatan
aset. Perkembangan yang terbaru, manajemen aset bertambah ruang lingkupnya
hingga mampu untuk memonitor kinerja operasionalisasi aset dan juga strategi
investasi untuk optimalisasi aset.
Perkembangan mengenai hal terakhir ini dalam konteks pengelolaan aset
oleh pemda di Indonesia kemungkinan besar masih belum sepenuhnya dipahami
oleh para pengelola daerah. Manajemen aset merupakan salah satu profesi atau
keahlian yang memang belum sepenuhnya berkembang dan populer di
masyarakat. Pengetahuan ini merupakan salah satu penerapan dari penilaian
properti. Manajemen aset dapat dibagi dalam 5 tahapan kerja :
1. Inventarisasi aset, terdiri dari dua aspek yaitu inventarisasi fisik dan
yuridis/legal. Aspek fisik terdiri dari bentuk, luas, lokasi, volume/jumlah, jenis,
alamat dan lain-lain. Sedangkan aspek yuridis adalah status penguasaan,
masalah legal yang dimiliki, batas akhir penguasaan dan lain-lain.
2. Legal audit, merupakan suatu ruang lingkup untuk mengidentifikasi dan
mencari solusi atas permasalahan legal mengenai prosedur penguasaan atau

3|Page

Yuhendra (09.E.007)
pengalihan aset seperti status hak penguasaan yang lemah, aset dikuasai pihak
lain, pemindahtanganan aset yang tidak termonitor dan lain-lain.
3. Penilai aset, suatu proses kerja untuk melakukan penilaian atas aset yang
dikuasai. Untuk ini pemda dapat melakukan outsourcing kepada konsultan
penilai yang profesional dan independen, namun pemda juga harus mempunyai
anggota penilai sendiri yang handal agar nilai yang dihasilkan nantinya dapat
dipahami dan akurat. Hasil nilai tersebut akan dapat dimanfatkan untuk
mengetahui nilai kekayaan maupun informasi untuk penetapan harga bagi aset
yang ingin dijual.
4. Optimalisasi aset bertujuan mengoptimalkan potensi fisik, lokasi nilai,
jumlah/volume, legal dan ekonomi yang dimiliki aset tersebut. Dalam hal ini,
aset-aset yang dikuasai pemda diidentifikasikan dan dikelompokkan atas aset
yang memiliki potensi dan tidak memiliki potensi berdasarkan sektor-sektor
unggulan dan mencari penyebab sektor yang tidak berpotensi. Sehingga
hasilnya dapat dibuat sasaran, strategi dan program untuk mengoptimalkan aset.
5. Pengawasan dan pengendalian, dalam pemanfaatan dan pengalihan aset
merupakan suatu permasalahan yang sering terjadi pada pemda saat ini. Suatu
sarana yang efektif dalam meningkatkan kinerja aspek ini adalah melalui sistem
informasi manajemen aset. Melalui sistem ini maka transparansi kerja dalam
pengelolaan aset sangat terjamin dan dapat diawasi dengan jelas, karena
keempat aspek di atas diakomodir dalam suatu sistem yang termonitor dengan
jelas seperti sistem arus keuangan yang terjadi di perbankan. sehingga
penanganan dan pertanggungjawaban dari tingkat pelaksana hingga pimpinan
mempunyai otorisasi yang jelas. Hal ini diharapkan

Megapa Kebijakan ini dianggap Penting?


Penilaian Properti saat ini memegang peran yang cukup signifikan dalam peradaban
bangsa yang sudah sedemikian maju. satu indikator dari suatu negara yang tergolong
maju adalah besarnya peran sektor jasa dalam struktur perekonomian. Semakin maju
suatu negara, semakin besar peran sektor jasanya. Sub sektor Jasa Penilai
merupakan salah satu sub sektor jasa yang dapat berperan penting dalam

4|Page

Yuhendra (09.E.007)
perekonomian nasional khususnya dalam usaha kebangkitan perekonomian nasional
menuju Indonesia baru sebagai negara maju.
Salah saru tujuan dari kebijakan ini adalah:
1) Inventarisasi, yang berfungsi untuk mengetahui dengan jelas kondisi dan nilai
aset/properti/harta kekayaan;
2) legal audit yang berfungsi untuk memberikan kepastian hukum sehubungan
dengan penguasaan asset; dan
3) Penilaian yang bertujuan untuk menetapkan potensi ekonomi dari asset tersebut;
4) Optimalisasi asset yang bertujuan untuk mengoptimalkan potensi fisik, lokasi,
nilai
5) Pengawasan dan pengendalian yang bertujuan untuk mencapai transparansi dan
akuntabilitas pemanfaatan atau pengelolaan nilai aset tersebut. Penilaian properti
sangat berperan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Berbagai peran
penilaian property yaitu Peran dalam penyelenggaraan pemerintah pusat dan
daerah, peran dalam perpajakan, dan peran yang berkaitan dengan perbankan.

B. MANFAAT KEBIJAKAN
1. Manfaat Kebijakan dalam Penyelenggaraan Pemerintah Pusat dan Daerah.
Dalam rangka menuju kepada kepemerintahan yang baik (good governence)
diperlukan pengelolaan kekayaan Negara yang diawali dengan Penilaian Barang
Milik Negara. Kegiatan penilaian yang diperlukan dalam rangka pengelolaan
kekayaan negara meliputi inventarisasi harta kekayaan negara, tukar guling,
lelang, dan jenis pengelolaan harta kekayaan negara yang lain yang harus
didasarkan atas kondisi terkini dari harta yang bersangkutan khususnya berkena-
an dengan nilai. Inventarisasi tersebut pada dasarnya merupakan kegiatan
pencatatan seluruh kekayaan negara termasuk pembukuan, penyusunan data
base, dan pelaporan yang dapat digunakan sebagai informasi dan bahan untuk
penyusunan dan pengadaan kekayaan negara maupun daerah. Inventarisasi harta
kekayaan negara selanjutnya dapat dikembangkan dan didayagunakan secara
maksimal dan dapat digunakan untuk menentukan fungsi apa yang paling sesuai
diambil manfaatnya dari harta tersebut. Penilaian properti dalam berbagai
perbuatan hukum berkenaan dengan hak atas tanah meliputi penentuan nilai

5|Page

Yuhendra (09.E.007)
agunan suatu hak atas tanah untuk pemberian hak tanggungan, penentuan nilai
properti untuk keperluan jual beli, dan penentuan nilai properti untuk keperluan
lelang. Di samping itu penilaian properti juga dapat digunakan sebagai dasar
penentuan jumlah atau besarnya ganti kerugian yang dapat diberikan kepada
masyarakat yang tanahnya terkena dampak pengambilalihan/perolehan tanah
untuk kegiatan/proyek pembangunan, baik yang dilakukan oleh Pemerintah
maupun pihak swasta.

2. Manfaat Kebijakan Dalam era otonomi daerah,


penilaian Barang Milik Negara mempunyai manfaat yang sangat besar. Manfaat
yang diperoleh dari penetapan nilai adalah bahwasannya daerah mempunyai data
base (pangkalan data) properti atau harta kekayaan daerah, yang dapat
digunakan:
1) sebagai dasar menyusun data awal neraca daerah;
2) sebagai landasan jika diperlukan penerbitan obligasi daerah (municiple
bonds);
3) sebagai landasan untuk optimalisasi harta kekayaan baik secara sendiri
maupun kerja sama dengan investor, dan
4) sebagai landasan penyusunan Sistem Informasi Aset Daerah.

Menurut Suharno (2002), penilaian aset (properti) secara tidak langsung dapat
digunakan untuk:
1) mengetahui modal dasar daerah dalam usaha privatisasi,
2) mengetahui nilai jaminan untuk memperoleh pinjaman,
3) mengetahui nilai penyertaan (saham) dalam melakukan suatu kerja sama
usaha dengan pihak swasta,
4) memberi informasi kemampuan nilai ekonomi properti di suatu daerah untuk
mengundang investor,
5) mengetahui nilai dalam rangka penerbitan obligasi daerah,
6) mengetahui nilai aset untuk kepentingan tukar guling (ruilslag),
7) mengetahui dasar nilai dalam pembebasan tanah, pembelian tanah dan lain-
lain.

6|Page

Yuhendra (09.E.007)
Dengan diberlakukannya undang-undang No. 22/1999 tentang Pemerintah Daerah
dan undang-undang No 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
terjadi perubahan yang sangat mendasar dalam sistem pengelolaan negara yang
selama ini bersifat sentralistik menjadi bersifat desentralistik, dengan implikasinya
peran pemerintah pusat akan semakin kecil. Sebaliknya peran pemerintah daerah
semakin besar dalam pembangunan daerah/ wilayahnya. Pemerintah daerah
dituntut memiliki kemandirian dalam membiayai sebagian besar anggaran
pembangunannya. Oleh karena itu pemerintah daerah harus dapat melakukan
optimalisasi sumber-sumber penerimaan daerahnya yang tercermin menurut UU
No.25/1999.
Salah satu sektor yang dapat diharapkan jadi pendapatan daerah terutama
perkotaan adalah melalui sektor properti. Potensi sektor properti di daerah ini
tidak hanya dalam hal pembangunan properti saja namun juga menyangkut
pengelolaan properti yang sudah termanfaatkan ataupun yang belum
termanfaatkan secara optimal. Banyak sumber yang dapat ditarik dari sektor
properti, baik yang termasuk dalam katagori sumber penerimaan konvensional
(seperti ; PBB, PP1, BPHTB dan lain-lain) maupun sumber penerimaan baru atau
non konversional (seperti : Development Impact Fees, Penerimaan akibat
perubahan Harga Dasar Tanah dan lain-lain). Secara tidak langsung,potensi
penerimaan asli daerah dari sektor properti ini dapat dilihat dari potensi pajak
yang dapat ditarik.
Namun dalam perkembangannya nanti untuk menghadapi otonomi daerah, pemda
tidak hanya mengoptimalkan pada potensi pajak dari sektor properti saja. Tetapi
juga harus mengetahui jumlah dan sejauh mana pemanfaatan aset properti yang
dimiliki pemda saat ini. Manajemen aset properti ini sangat penting diketahui
karena di samping sebagai penentuan aktiva tetap dalam faktor penambah dalam
total aset daerah juga dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sumber pendapatan.
Pemanfaatan aset properti hanya dapat dioptimalkan apabila penilaian terhadap
properti daerah secara keseluruhan sudah dipenuhi. Penilaian terhadap properti
tidak dapat dilakukan secara sembarangan tetapi haarus melalui perhitungan dan
analisis secara profesional dengan pertanggungjawaban nilai yang wajar dan

7|Page

Yuhendra (09.E.007)
marketable. Sehingga hasil yang diharapkan dari penilaian properti tersebut
mempunyai nilai yang akurat.

3. Manfaat Kebijakan dalam Perpajakan


Hal lain yang tidak kalah pentingnya dalam kaitannya dengan peran penilaian
properti adalah penentuan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Obyek pajak PBB adalah tanah (bumi)
dan bangunan, sedangkan penghitungan PBB adalah tarip tertentu dikalikan
dengan Nilai Jual Kena Pajak. Nilai Jual Kena Pajak dihitung berdasarkan Nilai
Jual Obyek Pajak (NJOP). Hal ini berarti bahwa besar kecilnya PBB tergantung
pada penilaian terhadap obyek pajak tersebut. Penentuan NJOP yang terlalu
rendah (undervalued) akan mengakibatkan penerimaan negara dalam bentuk PBB
kecil, sebaliknya NJOP yang terlalu tinggi (overvalued) akan memberatkan rakyat
karena akan terbebani PBB yang tidak semestinya. Dalam kaitannya dengan
penentuan BPHTB, dasar pengenaan pajak adalah nilai perolehan (harga transaksi
dalam hal jual beli; nilai pasar dalam hal tukar menukar, hibah, warisan,
penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, hadiah, dan lain-lain).
Dalam praktek yang ada, penentuan nilai tersebut tidak menunjukkan kondisi yang
sesungguhnya di pasar.

4. Manfaat Kebijakan Dalam Kegiatan Perbankan.


Dalam dunia perbankan secara umum dikenal 2 kategori penilai, yaitu penilai
intern dan independen. Penilai intern memiliki kewenangan dan bertugas untuk
melakukan pekerjaan penilaian. Penilai independen merupakan penilai eksternal
yang bebas ikatan yang pada saat ini atau di kemudian hari tidak memiliki
kepentingan finansial yang berhubungan dengan obyek property selain jasa
penilai. Fungsi utama kedua penilai tersebut pada prinsipnya adalah memberikan
opini secara tertulis mengenai nilai ekonomi jaminan/agunan pada saat tertentu.
Dengan semakin berkembangnya dunia perbankan maka penilaian tidak hanya
dilakukan terhadap agunan tetapi juga meliputi sebagian besar aset/properti baik
yang bersifat komersial atau non komersial, berujud (tangible) ataupun tidak
berujud intangible dan surat berharga.

8|Page

Yuhendra (09.E.007)
Penilaian properti secara tepat sangat diperlukan dalam dunia perbankan.
Kesalahan atau ketidakakuratan dalam menilai suatu properti akan mengakibatkan
beberapa masalah dalam rangka likuidasi/lelang maupun dalam penghitungan
penyisihan aktiva produktif. Dalam rangka likuidasi aset/agunan, terdapat suatu
kecenderungan nilai pasarnya lebih rendah dari harga pasar yang sebenarnya. Hal
ini dapat merugikan bank karena bank harus menjual/melepaskan aset tersebut
dengan harga yang relatif murah, sehingga tidak akan dapat menutupi kewajiban
yang ada. Dalam hal penghitungan penyisihan aktiva produktif, nilai agunan
diperhitungkan sebagai factor pengurang. Apabila nilai agunan terlalu tinggi,
penghitungan penyisihan aktiva produktif menjadi lebih rendah dari yang
seharusnya.

III. PIHAK YANG TERLIBAT DALAM PROSES PEMBENTUKAN


KEBIJAKAN
Di Indonesia, peraturan pertama yang mengatur tentang jasa penilaiai adalah SK
Menteri Perdagangan No. 161/KP/VI/1977 tentang Ketentuan Perjanjian Usaha
Penilaian. Kemudian disusul Keputusan Menteri Keuangan No. 57/KMK.017/1996
tentang Jasa Penilai dan Keppres No. 35 Tahun 1992 yang diantaranya berisi
pembentukan Dirjen Lembaga Keuangan yang salah satu bagiannya adalah
Direktorat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai, Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 02/PMK.06/2008 tentang Penilaian Barang Milik Negara. Sedangkan
Lembaga pemerintah yang mempunyai bidang penilaian adalah Direktorat PBB,
Direktorat BPHTB ( Sub Direktorat Penilaian ) dan Dirjen Piutang dan Lelang
Negara (DJPLN).
Beberapa Asosiasi jasa penilai yang telah ada di Indonesia, meliputi Masyarakat
Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) dan Gabungan Perusahaan Penilai Indonesia
(GAPPI). Sementara itu, profesi penilai telah diatur dalam Standar Penilaian
Indonesia (SPI) dan Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI). Selama ini pemerintah
belum mengatur profesi penilaian dalam suatu Undang-undang sehingga
eksistensinya kurang diakui oleh masyarakat maupun pihak luar atau asing.

9|Page

Yuhendra (09.E.007)
Sudah saatnya Indonesia mempunyai suatu organisasi profesi (penilai) yang
disegani serta mampu menjaga kualitas dan kredibilitas profesi tersebut. Dengan
kata lain diperlukan eksistensi jasa penilaian yang berbentuk Dewan Penilai
Indonesia yang profesional dan berkualitas maupun Lembaga Penilai Properti yang
obyektif, rasional dan fair (Sumardjono, 2002). Dewan tersebut nantinya bertujuan
untuk :
1. Melakukan pengawasan terhadap praktek penilaian di Indonesia.
2. Menjelaskan dan mempertegas tanggung jawab, tugas dan peranan penilai.
3. Melindungi kepentingan masyarakat berkaitan dengan praktek penilaian yang
dilakukan oleh para penilai lain.
4. Memasyarakatkan kode etik dan jasa penilai.
5. Mengembangkan profesi penilai Indonesia.

IV. PEMBAHASAN
Salah satu sisi penting penilaian, sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 2 tahun 2008 tentang Penilaian BMN, adalah bahwa penilaian
berfungsi untuk membantu penyajian neraca pemerintah pusat.
Pengelolaan aset negara dalam pengertian yang dimaksud PP No.6/2006 adalah tidak
sekedar administratif semata, tetapi lebih maju berfikir dalam menangani aset negara,
dengan bagaimana meningkatkan efisiensi, efektifitas dan menciptakan nilai tambah
dalam mengelola aset. Oleh karena itu, lingkup pengelolaan aset negara mencakup
perencanaan kebutuhan dan penganggaran; pengadaan; penggunaan; pemanfaatan;
pengamanan dan pemeliharaan; penilaian; penghapusan; pemindahtanganan;
penatausahaan; pembinaan, pengawasan, dan pengendalian. Proses tersebut
merupakan siklus logistik yang lebih terinci yang didasarkan pada pertimbangan
perlunya penyesuaian terhadap siklus perbendaharaan dalam konteks yang lebih luas
(keuangan negara).
Jauh sebelum PP No.6/2006 terbit, langkah-langkah awal penertiban pengelolaan
barang milik negara yang tersebar di kementerian / lembaga negara seluruh Indonesia
sebenarnya pernah dilakukan oleh Pemerintah. Medio 2003 Menteri Keuangan
meminta BPKP selaku auditor internal pemerintah untuk menginventarisir

10 | P a g e

Yuhendra (09.E.007)
optimalisasi penggunaan aset negara (aset tetap) di kementerian / lembaga negara
agar terpotret permasalahan yang dihadapi pemerintah (dhi. Kementerian / Lembaga
Negara) selama ini dalam mengelola aset negara yang baik dan bertanggung jawab.

Pembenahan tata kelola aset negara ke arah yang tertib dan akuntabel menjadi hal
yang substansial ditengah usaha pemerintah untuk meningkatkan citra pengelolaan
keuangan negara yang baik melalui LKPP yang wajar tanpa pengecualian
(unqualified opinion). Langkah-langkah strategis mewujudkan tata kelola aset negara
yang tertib dan akuntabel bukannya tidak dilakukan, bulan Agustus 2007 Pemerintah
telah menerbitkan Keppres No.17/2007 tentang Tim Penertiban Barang Milik Negara
sebagai payung hukum langkah-langkah penertiban aset negara pada kementerian /
lembaga negara.

Kondisi dimana belum terinventarisasinya BMN dengan baik sesuai peraturan yang
berlaku pada kementerian/ lembaga negara menjadi sasaran dalam penataan dan
penertiban BMN. Arahnya dari langkah-langkah penertiban BMN (inventarisasi dan
penilaian) tersebut adalah bagaimana pengelolaan aset negara di setiap pengguna
barang menjadi lebih akuntabel dan transparan, sehingga aset-aset negara mampu
dioptimalkan penggunaan dan pemanfaatannya untuk menunjang fungsi pelayanan
kepada masyarakat/ stake-holder. Koridor pengelolaan aset negara memberikan
acuan bahwa aset negara harus digunakan semaksimal mungkin mendukung
kelancaran tupoksi pelayanan, dan dimungkinkannya fungsi budgeter dalam
pemanfaatan aset untuk memberikan kontribusi penerimaan bagi negara. Disamping
itu, lebih lanjut seperti disinggung di atas, penanganan aset negara yang mengikuti
kaidah-kaidah tata kelola yang baik / good governance akan menjadi salah satu
modal dasar yang penting dalam penyusunan LKPP yang akuntabel.

Salah satu peran vital dari kegiatan penertiban BMN tersebut di atas, adalah
diharapkan mampu memberikan gambaran kondisi sekarang berapa besar nilai
seluruh aset negara, baik itu yang bersumber dari APBN maupun dari sumber
perolehan lainnya yang sah, serta disamping itu ketersediaan adanya database BMN
yang komprehensif dan akurat dapat segera terwujud. Dalam siklus logistik, tahap

11 | P a g e

Yuhendra (09.E.007)
pertama dari proses manajemen aset adalah perencanaan kebutuhan dan
penganggaran. Penyusunan rencana kebutuhan barang dilakukan dengan melihat
ketersediaan jumlah barang yang dimiliki dengan rencana kegiatan pelaksanaan
tupoksi dan sarana dan prasarana pendukungnya. Kedepan, database BMN akan
memainkan peran yang strategis dalam setiap pengambilan keputusan perencanaan
kebutuhan barang nasional oleh Pengelola Barang dan usulan alokasi
penganggarannya dalam APBN. Akan terjadi hubungan sinergis antara perencana
anggaran (DJA) dengan pengelola barang (DJKN) untuk duduk satu meja
merumuskan dan menentukan besaran rencana kebutuhan barang milik negara secara
nasional dalam tahun anggaran, sehingga anggaran belanja modal fisik tersebut dapat
lebih dipertanggungjawabkan dan benar-benar mencerminkan kebutuhan barang /aset
yang nyata sesuai kondisi di lapangan dan mampu menciptakan anggaran belanja
modal yang efektif, efisien, dan tepat sasaran. Tidak hanya bersifat incremental
semata. Proses perencanaan kebutuhan dan penganggaran yang baik dan terintegrasi
dengan sumber database BMN yang akurat dan reliable akan menjadi pintu awal
dalam penyempurnaan manajemen aset negara secara keseluruhan (siklus logistik).

Visi pengelolaan aset negara kedepan adalah menjadi the best state asset
management on the world. Tidak sekedar bersifat teknis administratif semata,
melainkan sudah bergeser ke arah bagaimana berpikir layaknya seorang manajer aset
yang harus mampu merumuskan kebutuhan barang milik negara secara nasional
dengan akurat dan pasti, serta meningkatkan faedah dan nilai dari aset negara
tersebut. Tantangan untuk mewujudkan visi tersebut tidaklah ringan, perlu kerja
keras dari semua pihak mengingat problematika di seputar pengelolaan aset negara
sekarang ini begitu kompleks. Oleh karena itu, pengelolaan aset negara harus
ditangani oleh SDM yang profesional dan handal, dan mengerti tata peraturan
perundangan yang mengatur aset negara.
Penertiban BMN pada kementerian / lembaga negara yang sekarang lagi berjalan
harus dijadikan momentum bersama untuk menginventarisir dan menata kembali aset
negara yang selama ini masih belum tertangani dengan baik agar pergunaaan dan
pemanfaatan aset negara sesuai dengan peruntukannya, serta mampu memberikan

12 | P a g e

Yuhendra (09.E.007)
manfaat yang sebesar-besarnya bagi negara dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat.

Di sinilah kita mendapati keterkaitan erat antara penilaian dengan Standar Akuntansi
Pemerintahan. Mencermati SAP, akan diperoleh gambaran tentang di mana saja
peran penilaian ini dibutuhkan.
1. Penilaian Persediaan.
Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang
dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-
barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka
pelayanan kepada masyarakat. Menurut Pernyataan Standar Akuntansi
Pemerintahan (PSAP) Nomor 05, ada 3 cara pengukuran terhadap akun ini, yaitu
berdasarkan harga perolehan (apabila diperoleh dengan pembelian), biaya
standar (diproduksi sendiri), dan nilai wajar (diperoleh dengan cara lainnya
seperti hibah atau rampasan). Dengan demikian, penilaian terhadap persediaan
dibutuhkan manakala persediaan tersebut diperoleh pemerintah tidak melalui
pembelian atau memproduksi sendiri, dalam rangka mendapatkan nilai wajarnya
(fair value). Termasuk di dalamnya adalah apabila persediaan itu ada karena
dikembangbiakkan seperti hewan dan tanaman.

2. Penilaian Investasi.
Investasi adalah aset yang dimaksudkan untuk memperoleh manfaat ekonomik
seperti bunga, dividen dan royalti, atau manfaat sosial, sehingga dapat
meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan kepada
masyarakat. Menurut PSAP Nomor 06, investasi pemerintah terbagi menjadi
investasi jangka pendek dan investasi jangka panjang. Investasi jangka panjang
sendiri terdiri dari investasi non permanen dan investasi permanen. Bentuk
investasi dapat bervariasi, seperti investasi dalam saham, obligasi, dan deposito.
Sebagaimana aset lainnya, investasi akan diukur sesuai dengan harga
perolehannya. Dalam hal merupakan investasi jangka pendek non-saham
(misalnya deposito), investasi tersebut diukur berdasarkan nilai nominalnya.
Namun demikian, penilaian terhadap akun ini diperlukan dalam beberapa

13 | P a g e

Yuhendra (09.E.007)
kondisi, yaitu apabila investasi diperoleh tanpa nilai perolehan atau ketika
investasi tersebut tidak mempunyai pasar aktif yang dapat membentuk nilai
pasarnya. Dalam keadaan yang terakhir ini, selain menggunakan nilai wajar,
pengukuran investasi dapat juga menggunakan nilai nominal atau nilai tercatat
(book value).

3. Penilaian Aset Tetap


Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12
bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh
masyarakat umum. Aset tetap ini menurut PSAP Nomor 07, terdiri atas tanah,
peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan, aset tetap
lainnya, dan konstruksi dalam pengerjaan (KDP). Dalam pengukurannya, prinsip
dasar yang dipakai adalah bahwa aset tetap dinilai dengan biaya perolehannya.
Namun, apabila ketentuan ini tidak dapat diberlakukan, nilai aset tetap akan
didasarkan pada nilai wajar saat perolehan. Dalam hal terakhir inilah, penilaian
terhadap jenis aset ini menjadi relevan.

V. KESIMPULAN
1) Penilaian properti sangat berperan dalam berbagai aspek kehidupan
masyarakat. Berbagai peran penilaian property yaitu Peran dalam
penyelenggaraan pemerintah pusat dan daerah, peran dalam perpajakan, dan
peran yang berkaitan dengan perbankan.
2) Salah satu sisi penting penilaian, sebagaimana tercantum dalam Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 2 tahun 2008 tentang Penilaian BMN, adalah
bahwa penilaian berfungsi untuk membantu penyajian neraca pemerintah
pusat.
3) Visi pengelolaan aset negara kedepan adalah menjadi the best state asset
management on the world. Tidak sekedar bersifat teknis administratif
semata, melainkan sudah bergeser ke arah bagaimana berpikir layaknya
seorang manajer aset yang harus mampu merumuskan kebutuhan barang
milik negara secara nasional dengan akurat dan pasti, serta meningkatkan
faedah dan nilai dari aset negara tersebut.

14 | P a g e

Yuhendra (09.E.007)

Anda mungkin juga menyukai