Anda di halaman 1dari 2

HUJAN ASAM

Hujan asam adalah suatu masalah lingkungan yang serius yang benar-benar difikirkan
oleh manusia. Ini merupakan masalah umum yang secara berangsur-angsur
mempengaruhi kehidupan manusia. Istilah Hujan asam pertama kali diperkenalkan oleh
Angus Smith ketika ia menulis tentang polusi industri di Inggris (Anonim, 2001). Tetapi
istilah hujan asam tidaklah tepat, yang benar adalah deposisi asam.

Deposisi asam ada dua jenis, yaitu deposisi kering dan deposisi basah. Deposisi kering
ialah peristiwa kerkenanya benda dan mahluk hidup oleh asam yang ada dalam udara. Ini
dapat terjadi pada daerah perkotaan karena pencemaran udara akibat kendaraan maupun
asap pabrik. Selain itu deposisi kering juga dapat terjadi di daerah perbukitan yang
terkena angin yang membawa udara yang mengandung asam. Biasanya deposisi jenis ini
terjadi dekat dari sumber pencemaran.

Deposisi basah ialah turunnya asam dalam bentuk hujan. Hal ini terjadi apabila asap di
dalam udara larut di dalam butir-butir air di awan. Jika turun hujan dari awan tadi, maka
air hujan yang turun bersifat asam. Deposisi asam dapat pula terjadi karena hujan turun
melalui udara yang mengandung asam sehingga asam itu terlarut ke dalam air hujan dan
turun ke bumi. Asam itu tercuci atau wash out. Deposisi jenis ini dapat terjadi sangat jauh
dari sumber pencemaran.

Hujan secara alami bersifat asam karena Karbon Dioksida (CO2) di udara yang larut
dengan air hujan memiliki bentuk sebagai asam lemah. Jenis asam dalam hujan ini sangat
bermanfaat karena membantu melarutkan mineral dalam tanah yang dibutuhkan oleh
tumbuhan dan binatang.

Hujan pada dasarnya memiliki tingkat keasaman berkisar pH 5, apabila hujan


terkontaminasi dengan karbon dioksida dan gas klorine yang bereaksi serta bercampur di
atmosphere sehingga tingkat keasaman lebih rendah dari pH 5, disebut dengan hujan
asam.

Pada dasarnya Hujan asam disebabkan oleh 2 polutan udara, Sulfur Dioxide (SO2) dan
nitrogen oxides (NOx) yang keduanya dihasilkan melalui pembakaran. Akan tetapi
sekitar 50% SO2 yang ada di atmosfer diseluruh dunia terjadi secara alami, misalnya dari
letusan gunung berapi maupun kebakaran hutan secara alami. Sedangkan 50% lainnya
berasal dari kegiatan manusia, misalnya akibat pembakaran BBF, peleburan logam dan
pembangkit listrik. Minyak bumi mengadung belerang antara 0,1% sampai 3% dan
batubara 0,4% sampai 5%. Waktu BBF di bakar, belerang tersebut beroksidasi menjadi
belerang dioksida (SO2) dan lepas di udara. Oksida belerang itu selanjutnya berubah
menjadi asam sulfat (Soemarwoto O, 1992).

Kadar SO2 tertinggi terdapat pada pusat industri di Eropa, Amerika Utara dan Asia
Timur. Di Eropa Barat, 90% SO2 adalah antrofogenik. Di Inggris, 2/3 SO2 berasal dari
pembangkit listrik batu bara, di Jerman 50% dan di Kanada 63% (Anonim, 2005).
Menurut Soemarwoto O (1992), 50% nitrogen oxides terdapat di atmosfer secara alami,
dan 50% lagi juga terbentuk akibat kegiatan manusia, terutama akibat pembakaran BBF.
Pembakaran BBF mengoksidasi 5-50% nitrogen dalam batubara , 40-50% nitrogen dalam
minyak berat dan 100% nitrogen dalam mkinyak ringan dan gas. Makin tinggi suhu
pembakaran, makin banyak Nox yang terbentuk.

Selain itu NOx juga berasal dari aktifitas jasad renik yang menggunakan senyawa organik
yang mengandung N. Oksida N merupakan hasil samping aktifitas jasad renik itu. Di
dalam tanah pupuk N yang tidak terserap tumbuhan juga mengalami kimi-fisik dan
biologik sehingga menghasilkan N. Karena itu semakin banyak menggunakan pupuk N,
makin tinggi pula produksi oksida tersebut.

Senyawa SO2 dan NOx ini akan terkumpul di udara dan akan melakukan perjalanan
ribuan kilometer di atsmosfer, disaat mereka bercampur dengan uap air akan membentuk
zat asam sulphuric dan nitric. Disaat terjadinya curah hujan, kabut yang membawa
partikel ini terjadilah hujam asam. Hujan asam juga dapat terbentuk melalui proses kimia
dimana gas sulphur dioxide atau sulphur dan nitrogen mengendap pada logam serta
mengering bersama debu atau partikel lainnya (Anonim. 2005).

Anda mungkin juga menyukai