Anda di halaman 1dari 6

Enzim a-amilase digunakan dalam industri hidrolisis pati, bir, roti, dan deterjen.

Dalam
industri hidrolisis pati, enzim digunakan untuk mencairkan pati yang tergelatinasi. Enzim
tersebut berfungsi menurunkan viskositas pati dan menghidrolisis menjadi maltodekstrin.
Enzim a-amilase (1,4-a-glukanohidrolase) merupakan endoglukanase yang menghidrolisis
ikatan internal a-l,4 glikosidik. Sebelum digunakan a-amilase termostabiI, enzim amilase dari
B.sllbtilis dan B. amyloliquefaciens yang digunakan hams ditambahkan sebelum dan sesudah
tahap gelatinasi pada suhu tinggi. Dengan ditemukan a-amilase dari B. Licheniformis maka
tahap ini dapat dieliminasi. Enzim a-amiloglukosidase (1,4-a-D-glukan glukohidrolase atau
glukoamilase) dari cendawan digunakan dalam produksi sirup glukosa yang setara dengan
dekstrosa sebesar 95 sampai 97%. Enzim tersebut memiliki aktivitas exoacting yaitu
melepaskan glukosa dad ujung pereduksi maltodekstrin. Bila diinginkan diperoleh sirup
glukosa yang setara dengan dektrosa lebih dari 98% perIu ditambahkan pululanase dari
Klebsiella aerogenes. Enzim ini ternyata tidak stabiI karen a secara cepat dapat kehilangan
aktivitas pad a pH 4.5 dan suhu 60°C (Thomas & Kenealy 1986). Enzim a-amilase dari
cendawan termostabil Aspergillus niger dan A. oryzae digunakan untuk produksi sirup
maltosa. Enzim cendawan tersebut berbeda dari enzim a-amilase bakteri, yaitu produk
utamanya adalah maltosa, disamping itu juga menghasilkan dekstrin dan glukosa dalam
jumlah terbatas. Berdasarkan alasan ekonomi, a-amilase cendawan sering digunakan
bersamaan dengan amiloglukosidase untuk menghasilkan sirup campuran yang setara dengan
dekstran sebesar 60%. Sirup campuran yang dihasilkan dapat digunakan sebagai substrat
murah dalam industri bir dan fermentasi. Enzim isomerase digunakan untuk mengubah
glukosa menjadi fruktosa dalam industri sirup jagung berkadar fruktosa tinggi. Fruktosa yang
merupakan isomer D-glukosa adalah pemanis alami yang paling manis. Untuk tujuan
isomerisasi ini digunakan enzim xilosa isomerase. Dalam industri modern, penggunaan xilosa
isomerase dilakukan dalam reaktor fixed-bed dalam bentuk terimobilisasi. Xilosa isomerase
yang sering digunakan berasal dari B. coagulans,Streptomyces albus, Arthrobacter spp., dan
Actinoplanes missouriellsis. Dua enzim karbohidrase penting lainnya yang digunakan dalam
industri ialah pektinase dan laktase. Pektinase digunakan untuk menjernihkan jus buah.
Laktase digunakan pada industri keju untuk memecah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa
(Thomas & Kenealy 1986). Enzim proteolitik memiliki peranan kira-kira dua pertiga dari
total pasar industri berbasis enzim. Dari total protease yang digunakan dalam industri, 25% di
antaranya merupakan protease alkalin termostabil yang digunakan dalam industri deterjen.
Dari uraian tersebut terlihat betapa enzim termostabil sangat berpotensi untuk diaplikasikan
dalam industri modern yang berbasis enzim. Meskipun kemajuan yang dicapai dalam aplikasi
enzim telah sangat luas selama dekade terakhir ini, namun pengetahuan tentang fisiologi,
metabolisme, enzimologi, dan genetika dari mikrob penghasil enzim masih terbatas. Oleh
karena itu, penelitian mendalam tentang sifat-sifat molekuler enzim dan gen-gennya untuk
dapat memahami bagaimana mereka menjalankan fungsinya pada suhu tinggi, bahkan pad a
suhu di atas 100·e masih diperlukan.
ENZIM PADA INDUSTRI BIR
Pembuatan bir (bahasa Inggris: brewing, dibaca; bruwing) adalah proses yang menghasilkan
minuman beralkohol melalui fermentasi. Metode ini digunakan dalam produksi bir, sake, dan
anggur. Brewing memiliki sejarah yang panjang, dan bukti arkeologi menunjukkan bahwa
teknik ini telah digunakan di Mesir kuno. Berbagai resep bir ditemukan dalam tulisan-tulisan
Sumeria. Tempat pembuatan bir dinamakan brewery (bahasa Inggris) atau brauerei (bahasa
Jerman). Teknologi pembuatan bir mengalami perubahan yang cukup besar dari abad ke
abad, dan bahkan dewasa ini setiap pembuat punya caranya sendiri. Tetapi, secara umum,
hampir semua bir mengandung empat bahan dasar: barli, hop, air dan ragi. Seluruh proses
pembuatan bir dapat dibagi menjadi empat tahap: pembuatan malt, pengolahan wort,
fermentasi dan pematangan. Pembuatan malt Semua bir dibuat dari malt. Malt ini, tergantung
kebiasaan, dibuat dari bulir jelai, gandum, atau kadang gandum hitam. Selama tahap ini, barli
disortir, ditimbang, dan dibersihkan. Setelah itu, barli direndam dlm air dengan tujuan supaya
barli itu berkecambah. Prosesnya memakan waktu antara lima sampai tujuh hari pada suhu
sekitar 14oC. Hasilnya adalah malt hijau, yang dipindahkan ke oven khusus untuk
dikeringkan di kiln. Proses perkecambahan menghasilkan beberapa enzim, terutama α-
amilase dan β-amilase, yang akan digunakan untuk mengubah pati dalam bulir menjadi gula.
Kadar air dalam malt hijau itu diturunkan hingga antara 2% sampai 5% agar berhenti
berkecambah. Setelah dikeringkan, kecambah dibuang dari butiran malt, lalu malt itu
digiling. Kemudian, tahap berikutnya bisa dimulai. Pengolahan wort Malt yang telah digiling
dicampur dengan air untuk menghasilkan adonan, yang kemudian dipanaskan perlahan-lahan
dalam sebuah proses yang dinamai mashing. Mashing biasanya memakan waktu 1 sampai 2
jam. Pada suhu tertentu, enzim-enzimnya mulai mengubah sarinya menjadi gula sederhana.
Tetapi ini berlangsung lebih dari empat jam dan menghasilkan wort yang kemudian disaring
sampai bersih. Berikutnya adalah proses pendidihan, yang menghentikan kegiatan enzim.
Selama pendidihan, hop ditambahkan ke dalam wort untuk menghasilkan rasa pahit bir yang
khas. Setelah kira-kira dua jam dididihkan, wort didinginkan sampai suhu tertentu.
Fermentasi Barangkali inilah tahap terpenting dalam proses pembuatan bir. Dengan bantuan
ragi, gula sederhana dalam wort diubah menjadi alkohol dan karbon dioksida. Lama
fermentasi yang berlangsung tidak lebih dari seminggu, dan suhu proses itu bergantung pada
jenis bir misalnya ale (bir keras) atau lager (bir ringan) yang dihasilkan. Bir mentah itu
kemudian dipindahkan ke dalam tangki-tangki di ruang penyimpanan bawah tanah untuk
dimatangkan. Pematangan Selama tahap ini, terbentuklah rasa serta aroma bir yang khas dan
juga gelembung-gelembung dari karbon dioksida. Bir mengalami pematangan selama suatu
periode dari tiga minggu sampai beberapa bulan, bergantung pada jenis bir. Akhirnya, bir
yang telah jadi itu dikemas dalam gentong atau botol dan siap dikirim ke tempat tujuan akhir.

PRODUKSI HIGH FRUCTOSE CORN SYRUP (HFS)


SECARA ENZIMATIS
PRODUKSI “HIGH FRUCTOSE CORN SYRUP (HFCS – 42%)
Pembuatan HFCS (High Fructose Corn Syrup) dapat dilakukan dengan tersediaanya substrat pati
jagung dan enzim isomerase yang mampu merubah glukosa menjadi fruktosa. Kini telah
berkembang penggunaan “immobilized enzymes”, suatu enzim yang dikurung dalam sejenis
kapsul, sehingga substrat dan produknya saja yang dapat masuk ke luar, sedang enzimnya tidak
ke luar (immobilize) dari kapsulnya. Dengan demikian penggunaannya dapat berulang-ulang,
sampai mengalami stadium “fatigue”.
Salah satu produk HFCS (yang pertama diproduksi) mengandung 71 persen padatan terlarut,
dengan susunan 42 persen fruktosa, 52 persen dekstrosa (glukosa) dan 6 persen gula-gula lain.

Karena kandungan dektrosanya, suhu penyimpanan sebaiknya dilakukan pada 80 – 90 0F, untuk
mencegah terjadinya kristalisasi glukosa. Skema produksi HFCS terlihat pada Gambar 1.
Untuk per ton pati diperlukan enzym liquifaction (amylase sebanyak 1.15 kg, enzim sacharifikasi
0.85 kg, enzim isomerase 0.70 kg, filter aw 5.54, “active carbon” 6.00 kg. NaCI 10.9 kg dan HCI
56.20 kg. Untuk perhitungan tahun 1983 biaya bahan tambah tersebut meliputi Rp. 80.000,- per
ton HFCS.
a. Likuifikasi
kanji pati jagung (40 – 45%) dimasukkan ke dalam pompa dengan dicampur enzim amilase dan
cofaktor. PH diatur sampai sekitar 6.8 sebelum ditambah dengan enzim. Dan kemudian
dinjeksikan uap air panas sehingga mencapai suhu reaksi enzim yaitu 104 0C. Dengan tekanan
uap, mampu sekaligus mengocok sehingga mempercepat reaksi.

Penambahan enzim dilakukan dan produk dibiarkan pada suhu 93 0C selama 60 menit sehingga
proses likuifikasi berlangsung lengkap. Pada tahap tersebut seluruhpati telah dirubah sehingga
mencapai dekstrose-eqivalen (DE) sekitar 15 – 20.
b. Sacharifikasi

Campuran didinginkan sehingga mencapai 600C, suhu yang optimal untuk proses sacharifikasi.
Karena reaksinya exotherm maka ada kecenderungan proses menyebabkan bertambahnya suhu,
karena itu harus diturunkan dan dikendalikan. Pengendalian suhu sangat penting pada tahap
sacharifikasi. Produk akhir mencapai DE 95 – 98.
Whitaker (1972) mengatakan dalam kurun waktu 50 tahun mendatang, khususnya dalam
penelitian daging, perkembangan teknologi enzim akan mengarah ke masalah pemanfaatan enzim
selama pemeraman daging (kaskas) sehingga dapat dicapai sesingkat mungkin. Dengan teknologi
enzim yang maju misalnya dengan pengendalian enzim dalam daging, digabung dengan
penambahan enzim yang spesifik akan dapat mencernakan polimer-polimer yang bertanggung
jawab terhadap keempukan daging berbagai enzim daging tersebut, enzim kolagenase akan
banyak berperan, diharapkan daging yang memenuhi mutu yang dikehendaki tanpa mengalami
proses pemeraman. Dengan demikian cara tersebut akan sangat lebih ekonomis dibanding harus
menunggu proses pemeraman yang lamanya 2 – 3 minggu atau lebih.
Pada hakekatnya yang menyebabkan kekerasan daging itu bukan jumlahnya kolagen tetapi mutu
atau jenis kolagen yang menentukan kekerasan daging. Enzim spesifik tersebut (kolagenase)
diperlukan untuk mencegah pemeraman dan terjadinya penuaan.
Enzim kolagenase tersebut dapat diperoleh dari mikroba khususnya yang diisolasi dari kulit yang
telah disamak C. histolyticum, yang memiliki keaktifan enam kali lebih aktif dari kolagenase
ternak.
Bahkan enzim kolagenase tersebut telah berkembang penggunaannya untuk mencegah proses
penuaan pada manusia sehingga dapat lebih awet muda. Usaha-usaha mencari enzim anti
crosslink tersebut akan berkembang maju di masa depan. Bjorksten (1977) dalam mencari jenis
enzim tersebut telah menemukan dan mengisolasi Ca-activated (“micro-protease”) dari B. ceresu,
yang istimewa dari enzim tersebut adalah ukurannya yang sangat kecil, dengan demikian
memungkinkan memasuki dan menembus serat-serat kolagen. Enzim-enzim yang mampu
memecah ikatan C-N akan besar perannya dalam memecahkan cross-link.
Enzim yang mampu menghambat bahkan menyetop terjadinya senescen = kelayuan dan penuaan
pada buah khususnya memantapkan kemudaan, kelayuan dan kerenyahan produk hortikultura
akan terus mendapat perhatian khususnya enzim yang berasal dari mikroba.
c. Refining sirup dekstrosa
Proses refining dimulai dengan proses filtrasi. Filtrasi dilakukan secara vakum yang mampu
menjaring protein, serat atau padatan lain dengan cara sirup ampas dikeringkan untuk kemudian
dibuat pellet untuk makanan ternak.
Sirup yang telah disaring tersebut dipompakan ke dalam kolom karbon aktif dan ion exchange
dalam bentuk seri untuk lebih memurnikan sirup. Kolom karbon aktif biasanya terdiri dari dua
buah kolom yang mampu menampung aliran sirup dnegan “retention time” 400 jam, yang
diperlengkapi dengan alat distributor yang menjamin distribusi sehomogen mungkin.
Setelah melalui karbon aktif, sirup tersebut dialirkan dalam tangki-tangki “ion exchange” dan
kemudian disaring lagi untuk memisahkan adanya karbon yang terikut dalam sirup.
Fungsi “ion-exchange” ialah untuk menghilangkan zat-zat mineral dalam sirup dan residu protein
atau zat-zat warna yang mungkin lolos dari kolom karbon aktif.
Tahap berikutnya adalah pengentalan kembali dengan dilakukan evaporator.
d. Isomerisasi
Glukosa dan fruktosa adalah merupakan isomer satu dengan yang lainnya, artinya memilih berat
molekul dan susunan atom yang sama tetapi dengan struktur konfigurasi yang berbeda.
Glukosa dapat dirubah strukturnya menjadi fruktosa atau sebaliknya, fruktosa dapat dirubah
menjadi glukosa dengan pertolongan enzim yang sama yaitu glukosa-isomerase. Proses
perubahan tersebut disebut “enzymatic glucose-isomerization”.
Karena enzim tersebut “reversible” artinya dapat mengkatalis ke aksi bolak-balik maka produk
akhir selalu merupakan campuran dari biak glukosa maupun fruktosa. Relatif komposisi
campuran dari kedua jenis gula tersbut dapat bervariasi tergantung kondisi reaksi, suhu dan
keasaman dimana proses isomerasi berlangsung. High Fructose yang diproduksi mengandung
fruktosa 42 persen, 50 persen glukosa dan 8 persen oligomerasi (gula lain).
Sirup kental dengan kadar padatan 45 persen dimasukkan ke dalam isomerasi selama 15 menit
untuk mengatur pH 8.0 dan penambahan Mg sulfat sebagai promts, sirup dipompakan ke dalam
kolom-kolom isomerasi. Sebelum proses dimulai, suhu kasar dan suhu tepat (60 0C) diatur secara
cermat, dilakukan di aerasi dalam kolom sehingga mencapai kevakuman 254 mm Hg dan enzim
gluko isomerasenya telah pula disiapkan. Adanya oksigen terlarut dapat memblokir reaksi
isomerasi.
Dalam industri yang berskala besar proses isomerasi dilakukan pada sembilan kolom reaktor
(fixed bed, densiflow) dan beberapa “immobilized enzym” kolom reaktor. Enzim dalam kolom
secara cepat berubah secara isomerisasi, glukose menjadi fruktosa.
Kadar sirup glukosa harus diatur selalu tetap yaitu antara 42.5 – 43 persen agar “flowrate”nya
konstan.
e. Refining HFS
“High Fructose Syrup” yang diperoleh kemudian ditampung dalam tangki penampung dan
kemudian dialirkan ke dalam filter, karbon aktif dan “ion-exchange” kolom seperti yang
digunakan dalam proses pemurnian sirup glukosa.
Karbon aktif mengambil senyawa berwarna yang terjadi selama proses isomerasi dan “ion-
exchange” mengambil garam anorganik yang digunakan dalam proses isomerasi sehingga kadar
abu dapat ditekan menjadi serendah mungkin.
Sirup HFS yang diperoleh disaring lagi, dipanaskan pada suhu di bawah diskolom HFS untuk
meningkatkan kekentalan sirup sehingga mencapai kadar padatan terlarut 71 persen, disaring
lagi baru ditampung ke dalam tangki-tangki penyimpanan. 4

Anda mungkin juga menyukai