PENDAHULUAN
Sebagai seorang dokter yang akan berkerja dalam masyarakat akan mendapat pasien
dengan berbagai masalah. Termasuk juga dokter akan berhadapan dengan kasus-kasus
yang berhubungan dengan tindakan pidana seperti kasus kecelakaan lalu lintas, kasus
pembunuhan, kasus tenggelam dan lain sebagainya. Maka peranan dokter umum untuk
membantu penyidik sangat diperlukan.
Sebagai dokter sudah kewajiban kita untuk memberi bantuan kepada penyidik
seperti yang tertulis dalam KUHAP pasal 133 ayat 1 yang berbunyi “ Dalam hal
penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan
ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang
mnegajukan permitaan keterangan ahli pada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan
atas ahli lainnya .“ Oleh karena itu dokter harus membantuk penyelidikan mengenai
tindakan yang dianggap tindak pidana.
Seorang dokter umum tugas yang diemban untuk mambantu penyidik adalah
membuat Visum et repertum atas mayat ataupun atas orang hidup yang mengalami
tindakan pidana. Visum et Repertum (VER) ini sangat penting untuk mambantu
menemukan fakta-fakta dibalik kasus-kasus pidana. VER juga diakui secara hukum
sebagai alat bukti yang sah dalam peradilan. Oleh sebab itu sudah seharusnya seorang
dokter umum mengetahui pembuatan VER ini.
Dokter umum juga berkewajiban menjadoi saksi ahli dalam peradilan. Sebagai saksi
ahli seorang doketer harus bisa secara objektif mengungkapkan fakta-fakta yang dia
temukan dan menggunakan keahliannya untuk memeriksa korban. Saksi ahli juga
merupakan bukti yang sah dalam peradilan sehingga sangat perlu dihadirkan dalam
peradilan.
1.2.Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Menurut Jaiing P. Modi pula, ilmu kedokteran forensik adalah cabang ilmu
kedokteran yang menggunakan prinsip-prinsip dan pengetahuan kedokteran untuk
membantu proses hukum, baik sipil maupun kriminal.
Terdapat juga pendapat dari sesepuh ahli bidang forensik dari Indonesia,
Tjokronegoro (1952) mendefinisikan bahawa ilmu kedokteran kehakiman ialah ilmu
yang mempergunakan ilmu kedokteran kehakiman dan yang di pakai dalam
menyelesaikan perkara kehakiman.
b. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian
atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu malakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan.
Di dalam memberikan pelayanan medis, dokter harus mempunyai
standar minimal yang harus di kuasainya, apabila dalam memberikan
pelayanan medis kepada pasien dirasa tidak dapat atau tidakan mampu
melaksanakannya sesuai dengan kemampuan yang di miliki, maka seorang
dokter wajib merujuk ke dokter lain yang lebih mampu untuk menangani
tindakan medis apa yang sesuai dengan kondisi pasien saat itu demi
terselamatkanya kondisi dan kesehatan pasien.
c. Melakukan pertolongan darurat atas dasar peri kemanusiaan, kecuali bila dia
yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya. Di dalam
mengemban tugas, seorang dokter dituntut untuk dapat mengamalkan
kewajiban menolong pasien, bila dipandang membutuhkan pertolongan, ini
tidak hanya di lakukan dokter didalam rumah sakit atau instansi di mana ia
bekerja tetapi juga dilakukan di luar dari jam kerja yang telah ditentukan tanpa
membedakan pasien yang akan di tanganinya.
2.3 Saksi
2.3.1 Saksi
Yaitu orang yang memberikan kesaksian sesuai dengan fakta yang dilihat atau
dirasakannya.
Saksi terampil (skilled witness) termasuk dalam kelompok saksi ahli, di mana
orang tersebut mempunyai pengetahuan khusus mengenai masalah teknis, tetapi
biasanya mempunyai pengetahuan khusus mengenai masalah teknis, tetapi biasanya
mempunyai pengetahuan dasar tentang kasus yang sedang diperiksa.
Petugas medis bias berperan sebagai saksi biasa maupun saksi ahli. Jika
mencakup kesaksian untuk menjelaskan dan memberikan pernyataan berupa fakta-fakta
seperti jumlah luka, ukuran luka, posisi luka, maka seorang dokter berperan sebagai
saksi biasa, karena apa yang dinyatakannya juga bisa dinyatakan oleh orang biasa. Jika
dia lebih jauh menyimpulkan dan menyatakan pendapat tentang sebab kematian, maka
dokter itu berperan sebagai saksi ahli. Sebagai saksi ahli, yang dibutuhkan hakim dari
seorang dokter adalah kesimpulannya. Karena itu sangat penting untuk mempunyai
alasan yang tepat dan berhati-hati dalam mengambil kesimpulan.
Bagi para saksi yang tergolong tidak netral, pihak penuntut boleh
menanyakan mengenai tuduhan utama setelah mendapatkan persetujuan hakim.
Hakim berhak mengajukan pertanyaan apa saja kepada para saksi, dalam
setiap tahapan pemeriksaan tersebut diatas.
Beberapa petunjuk penting bagi dokter ketika memberikan kesaksian dalam
sidang pengadilan.
1. Mengungkapkan kebenaran
2. Usahakan berbicara lambat, jelas dan tegas agar dapat didengar oleh semua
pihak.
5. Usahakan jawaban yang singkat, jika mungkin jawab dengan ‘Ya’ atau
‘Tidak’.
8. Jika diperlihatkan suatu buku atau paragraf untuk dibaca, lalu ditanya apakah
dokter setuju dengan pernyataan yang ditulis oleh pengarang, sebaiknya
dokter juga membaca bagian atas dan bawah dari paragraf yang ditunjukkan
dan jika perlu memnadingkannya.
11. Jangan sampai kehilangan kendali emosi walaupun pertanyaan yang diajukan
menyinggung harga diri anda. Bila pertanyaan yang diajukan sangat keras,
mintalah kepada sidang pengadilan agar pengacara menarik pertanyaan
tersebut. Jangan menjawab dengan sinis.
Bantuan dokter kepada kalangan hukum yang paling sering dan sangat
diperlukan adalah pemeriksaan korban untuk pembuatan visum et repertum (VeR) atau
lebih sering disingkat ‘visum’ saja. Melalui jalur inilah umumnya terjalin hubungan
antara pihak yang membuat dan memberi bantuan dengan pihak yang meminta dan
menggunakan bantuan. Visum adalah jamak (plural) dari visa, yang berarti dilihat dan
repertum adalah jamak dari repere yang berarti ditemukan atau didapati, sehinggan
terjemahan langsung dari VeR adalah ‘yang dilihat dan ditemukan’.
Walaupun istilah ini berasasla dari bahasa Latin namun sudah dipakai sejak
zaman Hindia Belanda dan sudah demikian menyatu dalam bahasa Indonesia dalam
kehidupan sehari-hari. Jangankan kalangan hukum dan kesehatan, masyarakat sendiri
pun akan segera menyadari bahwa visum pasti berkaitan dengan surat yang dikeluarkan
dokter untuk kepentingan polisi dan pengadilan. Di Belanda sendiri istilah ini tidak
dipakai.
Ada usaha untuk mengganti istilah VeR ini ke bahasa Indonesia seperti yang
terlihat dalam KUHAP, dimana digunakan istilah ‘keterangan’ dan keterangan ahli’
untuk pengganti visum. Namun usaha demikian tidak banyak berguna karena sampai
saat ini ternyata istilah visum tetap saja dipakai oleh semua kalangan.
Dari rumah sakit pemerintah maupun swasta sampai ke puskesmas, setiap bulan
ada ratusan pemeriksaan yang harus dilakukan dokter untuk membuat visum yang
diminta oleh penyidik. Yang paling banyak adalah visum untuk luka karena perkelahian,
penganiayaan dan kecelakaan lalu lintas, selanjutnya visum untuk pelanggaran
kesusilaan atau perkosaan, kemudian diikuti visum jenazah. Visum yang lain seperti
visum psikiatri, visum untuk korban keracunan, atau penentuan keraguan siapa bapak
seorang anak (disputed paternity), biarpun tidak banyak namun merupakan pelayanan
yang dapat dilakukan dokter juga.
2.4.2 Pengertian
Seperti telah diungkapkan sebelumnya, visum adalah istilah asaing, namun sudah
menyatu dalam bahasa Indonesia sehingga orang awam sekalipun biasanya mengetahui
bahwa visum berkaitan dengan surat yang dikeluarkan dokter untuk polisi dan
pengadilan.
Pasal 1: Visa reperta seorang dokter, yang dibuat baik atas sumpah jabatan yang
diucapkan pada waktu menyelesaikan pelajaran di Negeri Belanda ataupun di Indonesia,
merupakan alat bukti yang sah dalam perkara-perkara pidana, selama visa reperta
tersebut berisikan keterangan mengenai hal-hal yang dilihat dan ditemui oleh dokter
pada benda yang diperiksa.
Pasal 2:
1) Pada dokter yang tidak pernah mengucapakan sumpah jabatan baik di Negeri
Belanda ataupun di Indonesia, sebagai dalam pasal 1 di atas, dapat mengucapkan
sumpah sebagai berikut:
“Saya bersumpah (berjanji), bahwa saya sebagai dokter akan membuat
pernyataan-pernyataan atau keterangan-keterangan tertulis yang diperlukan
untuk kepentingan peradilan dengan sebenar-benarnya menurut pengetahuan
saya yang sebaik-baiknya. Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang
melimpahkan kekuatan lahir dan batin”.
2. VeR mempunyai daya bukti yang syah/alat bukti yang syah dalam perkara
pidana.
3. VeR berisi laporan tertulis tentang apa yang dilihat, ditemukan pada benda-
benda/korban yang diperiksa.
Dalam KUHAP kedudukan atau nilai VeR adalah salah satu alat bukti yang syah.
a. Keterangan Saksi
b. Keterangan Ahli
c. Surat
d. Petunjuk
e. Keterangan Terdakwa
Yang dimaksud dengan keterangan ahli dijelaskan dalam KUHAP pasal 186.
KUHAP pasal 186 : Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli menyatakan di sidang
pengadilan.
Sedangkan laporan atas hasil pemeriksaan dokter yang selama ini disebut VeR
digolongkan ke dalam alat bukti “surat” dan ini dijelaskan dalam pasal 187.
KUHAP pasal 187 : Surat sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf (c),
dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah:
a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi dibuat oleh pejabat umum yang
berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang
kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya dan tegas
tentang keterangan itu.
d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat
pembuktian yang lain.
Terlihat bahwa keterangan pada (c) mirip dengan pengertian yang terdapat pada
Staatsblad 1937 No. 350 tentang VeR.
Yang termasuk visum orang hidup adalah visum yang diberikan untuk
korban luka-luka karena kekerasan, keracunan, perkosaan, psikiatri dan lain-lain.
Berdasarkan waktu pemberiannya visum untuk orang hidup dapat dibedakan
atas:
b. Visum sementara. Visum yang diberikan pada korban yang masih dalam
perawatan. Biasanya visum sementara ini diperlukan penyidik untuk menentukan
kenis kekerasan, sehingga dapat menahan tersangka atau sebagai petunjuk dalam
menginterogasi tersangka. Dalam visum sementara ini belum ditulis kesimpulan.
c. Visum lanjutan. Visum ini diberikan setelah korban sembuh atau meninggal dan
merupakan lanjutan dari visum sementara yang telah diberikan sebelumnya.
Dalam visum ini dokter telah membuat kesimpulan. Visum lanjutan tidak perlu
dibuat oleh dokter yang membuat visum sementara, tetapi oleh dokter yang
terakhir merawat penderita.
2. Visum Jenazah.
Jenis visum ini sering menimbulkan permasalahan antara penyidik, dokter dan
masyarakat terutama dalam visum pemeriksaan luar dan dalam (autopsy).
Masalah di sini adalah adanya hambatan daru keluarga korban bila visum harus
dibuat melalui bedah mayat. Untuk mencari jalan keluar dari permasalahan di
atas, telah beberapa kali diselenggarakan seminar dan temu ilmiah yang
melibatkan semua pihak yang berkaitan dengan visum jenazah, tetapi sampai saat
ini belum ditemukan penyelesaiannya yang memuaskan.
Dalam KUHAP pasal 134 terlihat bahwa pemeriksaan mayat untuk
kepentingan peradilan dapat dilakukan melalui pemeriksaan luar ‘saja’ dan hanya
‘bila perlu’ dilakukan pemeriksaan bedah mayat.
KUHAP 134 : dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian
bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan
terlebih dahulu kepada keluarga korban. Dalam hal keluarga korban keberatan,
penyidik wajib menerangkan dengan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan
perlunya dilakukan pembedahan tersebut.
Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau
pihak yang perlu diberi tahu tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat 3 undang-undang ini.
Yang menentukan apakah mayat harus di autopsi atau hanya pemeriksaan luar
saja adalah penyidik.
‘ dalam hal mati ruda paksa (mati tergagah), atau mati yang mendatangkan syak,
sedemikian juga dalam hal luka parah, percobaan nmeracuni dan maker lain akan
membinasakan nyawa orang, hendaklah pegawai penuntut umum membawa serta
1 atau 2 orang dokter yang akan member laporan tentang sebab-sebab kematian
atau perlukaan dan tentang mayat itu atau badan orang yang dilukai dan di mana
perlu menjalankan pemeriksaan mayatnya, atau membuat visum menurut
keadaan luka pasien pada saat permintaan visum datang.
Pasal 3.
Dengan visum et repertum atas mayat, berarti mayat harus dibedah. Sama sekali tidak
dibenarkan mengajukan permintaan visum atas mayat berdasarkan pemeriksaan luar
saja.
Pasal 6.
Bila ada keluarga korban/mayat keberatan jika diadakan bedah mayat, maka adalah
kewajiban petugas Polisi cq pemeriksa untuk secara persuasif memberikan penjelasan
tentang perlunya dan pentingnya autopsy untuk kepentingan penyidikan. Kalau perlu
bahkan ditegakkannya pasal 222 KUHP.
Walaupun Instruksi Kapolri tahun 1975 menyatakan untuk visum jenazah harus
dilakukan melalui pemeriksaan luar dan dalam, namun setelah diundangkannya KUHAP
penyidik mempunyai wewenang untuk menentukan hanya dilakukan pemeriksaan luar
saja dan bila sangat diperlukan baru bedah mayat dilakukan.
Konsep visum yang digunakan selama ini merupakan karya pakar bidang kedokteran
kehakiman yaitu Prof Muller, Prof. Mas Sutejo Mertodidjojo dan Prof. Sutomo Tjokro
negoro sejak puluhan tahun yang lalu (Nyowito Hamdani, Ilmu Kedokteran Kehakiman,
edisi Kedua, 1992).
Konsep visum ini disusun dalam kerangka dasar yang terdiri dari:
1. Pro-Yustitia
2. Pendahuluan
3. Pemeriksaan
4. Kesimpulan
5. Penutup
1. Pro-Yustitia
Menyadari bahwa semua surat baru sah di pengadilan bila dibuat di atas kertas
materai dan hal ini akan menyulitkan bagi dokter bila setiap visum yang dibuatnya harus
memakai kertas materai. Berpedoman kepada Peraturan Pos, maka bila dokter menulis
Pro-Yustitia di bagian atas visum, maka itu sudah dianggap sama dengan kertas materai.
Penulisan kata Pro-Yustitia pada bagian atas dari visum lebih diartikan agar
pembuat maupun pemakai visum dari semula menyadari bahwa laporan itu adalah demi
keadilan (Pro-Yustitia). Hal ini sering terabaikan oleh pembuat maupun pemakai tentang
arti sebenarnya kata Pro-Yustitia ini. Bila dokter sejak semula memahami bahwa laporan
yang dibuatnya tersebut adalah sebagai partisipasinya secara tidak langsung dalam
menegakkan hukum dan keadilan, maka saat mulai memeriksa korban ia telah
menyadari bantuan yang diberikan akan dipakai sebagai salah satu alat bukti yang sah
dalam menegakkan hukum dan keadilan. Oleh karena itu biarpun Pro-Yustitia hanya
kata-kata biasa, tetapi kalau dokter menyadari arti dan makna yang terkandung di
dalamnya, maka kata-kata ataua tulisan ini menjadi sangat penting artinya.
2. Pendahuluan
Bagian pendahuluan berisi tentang siapa yang memeriksa, siapa yang diperiksa,
saat pemeriksaan (tanggal, hari dan jam), dimana diperiksa, mengapa diperiksa dan atas
permintaan siapa visum itu dibuat. Data diri korban diisi sesuai dengan yang tercantum
dalam permintaan visum.
3. Pemeriksaan
Bagian terpenting dari visum sebetulnya terletak pada bagian ini, karena apa
yang dilihat dan ditemukan dokter sebagai terjemahan dari visum et repertum itu
terdapat pada bagian ini. Pada bagian ini dokter melaporkan hasil pemeriksaannya
secara objektif. Biasanya pada bagian ini dokter menuliskan luka, cedera dan kelainan
pada tubuh korban seperti apa adanya, misalnya didapati suatu luka, dokter menuliskan
dalam visum suatu luka berbentuk panjang, dengan pangjang 10cm, lebar luka 2cm dan
dalam luka 4 cm, pinggir luka rata, jaringan dalam luka terputus tanpa menyebutkan
jenis luka. Menurut penulis cara penulisan ini lebih baik langsung disebut sebuah luka
sayat dengan rincian seperti di atas. Demikian juga dengan luka robek, luka tembak dan
lain-lain.
4. Kesimpulan
Untuk pemakai visum, ini adalh bagian yang penting, karena diharapkan dokter
dapat menyimpulkan kelainan yang terjadi pada korban menurut keahliannya. Pada
korban luka perlu penjelasan tentang jenis kekerasan, hubungan sebab-akibat dari
kelainan, tentang derajat kualifikasi luka, berapa lama korban dirawat dan bagaimana
harapan kesembuhan.
Pada kebanyakan visum yang dibuat dokter, bagian kesimpulan ini perlu
mendapat perhatian agar visum lebih berdaya guna dan lebih informatif.
5. Penutup
Bagian ini mengingatkan pembuat dan pemakai visum bahwa laporan tersebut
dibuat sejujur-jujurnya dan mengingat sumpah.
Lampiran Foto
BAB 3
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA