Anda di halaman 1dari 4

c  c  

Aborsi atau keguguran kandungan merupakan suatu isu yang kontroversial. Pertimbangan
pelaksanaan aborsi harus dilihat dari aspek etika dan profesionalisme kedokteran, hukum yang
berlaku, serta agama. Pelaksanaan aborsi harus melalui pertimbangan berbagai pihak yang
terlibat serta kompeten.

Aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi secara prematur dari uterusņembrio, atau fetus yang
belum dapat hidup. (Dorland, 2002). Dengan kata lain, aborsi adalah berhentinya kehamilan
sebelum usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin.

Ada dua macam aborsi, yaitu aborsi spontan dimana aborsi terjadi secara alami, tanpa intervensi
tindakan medis (aborsi spontanea), dan aborsi yang direncanakan melalui tindakan medis dengan
obat-obatan, tindakan bedah, atau tindakan lain yang menyebabkan pendarahan lewat vagina
(aborsi provokatus). (Fauzi, et.al., 2002)

Kasus

Seorang siswi kelas I SMP berumur 13 tahun, hamil 1 bulan akibat perkosaan. Akibatnya korban
mengalami depresi. Orangtua ingin agar janin diaborsi, kemudian berkonsultasi ke dokter.
Dokter setelah mengadakan pertimbangan dengan tim ahli (dokter, ahli agama dan psikiater)
memutuskan setuju untuk melakukan aborsi. Namun, walaupun tim ahli telah setuju, orang tua
masih bingung karena menurutnya agama dan hukum melarang aborsi.

Dalam laporan ini, penulis mencoba menganalisis tindakan aborsi dari segala aspek yang terkait
sehingga dapat dicapai kesimpulan yang tepat tentang pertimbangan pelaksanaan aborsi. Penulis
dapat belajar untuk mengetahui penerapan etika dan profesionalisme kedokteran, aspek
medikolegal dan agama dalam kasus tersebut.


  

Dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) tertulis : ³Setiap dokter senantiasa
mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani.´ Namun dalam sumpah dokter,
terdapat pernyataan: ³Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan.´
Dalam pernyataan ini, yang dimaksud makhluk insani masih belum dapat ditentukan dengan
jelas dan pasti, mulai kapan awal kehidupan ditentukan, sehingga menimbulkan pertentangan.
Karena itu Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) masih mengadakan perundingan
tentang lafal sumpah dokter Indonesia melalui hasil referendum dari anggota IDI untuk memilih
apakah kata ³mulai dari saat pembuahan´ hendak dihilangkan atau diubah. (MKEK, 2002).

Sikap etis profesional berarti bekerja sesuai standar, melaksanakan advokasi, menjamin
keselamatan pasien, menghormati terhadap hak-hak pasien. Kriteria perilaku profesional antara
lain mencakup bertindak sesuai keahlian dan didukung oleh keterampilan, bermoral tinggi,
memegang teguh etika profesi, serta menyadari ketentuan hukum yang membatasi gerak.
(Wahyuningsih, et. al., 2005).
Seluruh peraturan tentang kegiatan yang terkait dengan perihal kesehatan termasuk dalam hukum
kesehatan. Dalam KUHP, pasal 346 hingga pasal 350 mengatur batasan-batasan aborsi. Namun
dalam KUHP, kesengajaan aborsi sangat tidak dibenarkan. (KUHP, 2008)

Dalam UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan pasal 15, dinyatakan bahwa dalam upaya
menyelamatkan Ibu dan atau janinnya dapat dilakukan tindakan tertentu. Namun, tindakan
tertentu ini belum dijelaskan lebih detil, seperti apa dan kriteria tertentu dalam pelaksanaan
tindakan medis yang dimaksud. (UU Kesehatan, 1992)

Secara umum, agama apapun melarang aborsi. Dalam agama Islam, umumnya hukum-hukum
yang ada melarang aborsi. Firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Isra : 31 : ³Dan janganlah kamu
membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rizki kepada
mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa besar.´. Hadis
riwayat Imam Al-Bukhari juga menyatakan : ³Seseorang dari kamu ditempatkan penciptaannya
di dalam perut ibunya dalam selama empat puluh hari, kemudian menjadi µalaqah selama itu
pula (40 hari); kemudian menjadi mudhghah selama itu pula (40 hari); kemudian Allah
mengutus seorang malaikat lalu diperintahkan empat kalimat (hal), dan dikatakan kepadanya:
Tulislah amal, rizki dan ajalnya, serta celaka atau bahagia(nya); kemudian ditiupkan ruh
padanya.´. Dalam Islam, kaidah fiqih secara umum menyatakan : 1) ³Menghindarkan kerusakan
(hal-hal negatif) diutamakan dari pada mendatangkan kemaslahatan.´; 2) ³Keadaaan darurat
membolehkan hal-hal yang dilarang (diharamkan).´; dan 3) ³Hajat terkadang dapat menduduki
keadaan darurat.´ (MUI, 2005).

Depresi pada ibu hamil sedikit banyak mempengaruhi perkembangan janin, bahkan masih
berpengaruh dalam tahap perkembangan awal bayi setelah kelahiran. Peningkatan hormon stres
pada ibu juga mengakibatkan hal yang sama pada janin. Hal ini tidak membahayakan nyawa ibu,
hanya dapat mengakibatkan bayi lahir prematur dan berat badan dibawah normal. Selain itu,
respon bayi terhadap lingkungannya kurang peka bila dibandingkan dengan bayi dari ibu yang
tidak mengalami depresi. (Field, et.al., 2004)

Menurut etika kedokteran, setiap dokter harus menghormati setiap makhluk insani. Namun
karena masih terdapat pertentangan maksud pasal dan sumpah dokter yang berkaitan dengan
waktu dimulainya suatu awal kehidupan, maka dalam etika kedokteran, pelaksanaan aborsi
dalam kasus ini diserahkan kembali kepada hati nurani masing-masing dokter.

Dalam etika profesionalisme, apabila seorang dokter tidak memberanikan dirinya untuk
melaksanakan tindakan aborsi, maka dokter tersebut dapat merekomendasikan pelaksanaan
aborsi tersebut kepada dokter lain yang jelas kompeten di bidangnya, dengan tetap memantau
dan bertanggung jawab atas keselamatan dan perkembangan pasien selanjutnya.

Republik Indonesia yang berdasarkan hukum telah membuat hukum yang mengatur aborsi,
dalam KUHP dan UU Kesehatan. KUHP menyatakan segala macam bentuk aborsi dilarang,
bahkan dengan tujuan menyelamatkan nyawa Ibu. Sementara UU Kesehatan menyatakan
pembolehan aborsi apabila nyawa Ibu dapat terancam apabila kehamilan diteruskan lebih lanjut.
Dilihat dari sudut pandang agama, secara umum agama yang penulis anut (Islam) tidak
membolehkan pelaksanaan aborsi. Namun, fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan
antara lain, kehamilan akibat perkosaan dapat digugurkan, apabila usia kehamilan tidak lebih
dari 40 hari. Hal ini pun harus ditetapkan oleh tim yang berwenang yang terdiri dari keluarga
korban, dokter, dan polisi. Hal ini mungkin didasarkan pada pertimbangan bahwa depresi yang
diderita pasien akan mencapai tahapan yang lebih buruk, misalnya mengarah ke percobaan
bunuh diri, jika kehamilan diteruskan. Dibandingkan jika pasien bunuh diri (kemudian
membunuh diri sendiri dan janinņyang belum ditiupkan ruhnya), lebih baik jika aborsi
dilakasanakan, apabila memang dapat menjadi jalan pengobatan bagi pasien. Fatwa MUI ini jelas
bukan sekadar pertimbangan asal-asalan. Fatwa ini merupakan konsensus bersama sejumlah
besar cendekiawan muslim yang sudah mempretimbangkan matang-matang sebab dan akibatnya.

Depresi pada kehamilan memang mempengaruhi perkembangan janin dan perkembangan bayi
pada tahap-tahap awal kelahiran, namun tidak berpengaruh luas pada tumbuh kembang anak
selanjutnya. Masalah mungkin hanya berupa masalah psikologis, namun secara fisik ibu hamil
yang depresi tidak mempunyai dampak yang membahayakan selain bunuh diri apabila memang
tingkat depresinya sudah menngkhawatirkan.

 c 

Menurut etika dan profesionalisme kedokteran, serta agama, pelaksanaan aborsi pada kasus ini
dapat diperbolehkan, karena memenuhi syarat-syarat terntentu yang telah ditetapkan. Namun
menurut hukum hal ini masih rancu. Ada ketidakcocokan antara KUHP dengan UU Kesehatan,
padahal sebagai dokter ada aturan-aturan hukum tertentu yang wajib dipatuhi, sehingga penulis
berpendapat bahwa dalam kasus ini aborsi tidak dibenarkan dan tidak perlu dilakukan.

Dengan alasan medis tertentu yang berhubungan dengan keselamatan nyawa ibu, memang
tindakan aborsi diperbolehkan. Namun dalam kasus ini, depresi yang dimaksud diatas belum
dapat menjadi alasan kuat pengguguran janin tersebut, karena depresi tidak membahayakan
nyawa ibu. Aborsi yang dibenarkan secara hukum adalah apabila kehamilan mengancam jiwa
dan keselamatan ibu. Sehingga, dalam kasus ini pasien sebaiknya disarankan untuk meneruskan
kehamilannya. Depresi dan trauma psikologis selanjutnya dapat ditangani dengan terapi
psikologis.

 

    

Dorland. 2002. Kamus Kedokteran Edisi 29. Jakarta : EGC.

Fauzi, Ahmad. Lucianawaty, Mercy. Hanifah, Laily. Bernadette, Nur. 2002. Aborsi di Indonesia.
http://situs.kesrepro.info/gendervaw/jun/2002/utama03.htm, akses tanggal 15 oktober 2008,
17:34.
Field, Tiffany. Diego, Miguel. Dieter, John. Hernandez-Reif, Maria. Schanberg, Saul. Kuhn,
Cynthia. Yando, Regina. Bendell, Debra. 2004. Prenatal Depression Effects on The Fetus and
The Newborn. http://cat.inist.fr/?aModele=afficheN&cpsidt=15748144, akses tanggal 15
Oktober 2008, 17:08.

Majelis Kehormatan Etika Kedokteran. 2002. Kode Etik Kedokteran Indonesia. Jakarta : Majelis
Kehormatan Etika Kedokteran.

Majelis Ulama Indonesia. 2005. Fatwa MUI no.4 tahun 2005 Tentang Aborsi. Jakarta :
www.mui.or.id/mui_in/fatwa.php?id=101

Presiden RI. 1992. UU no. 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan.

Wahyuningsih, H.P. Hera, A.Y. 2005. Etika Profesi Kebidanan. Yogyakarta : Fitrayama.

Wikipedia. 2008. Aborsi. www.id.wikipedia.org

Wujoso, Hari. 2008. KUHP.

Anda mungkin juga menyukai