Anda di halaman 1dari 9

C JENIS IMUNITAS

Ada 2 jenis klasifikasi imunitas, yaitu :


a. Kekebalan aktif
Kekebalan aktif adalah keekbalan yang di buat sendiri oleh tubuh untuk menolak terhadap suatu
panyakit tertentu dimdnd prosesnya lambat tetapi dapat bertahan lama. Kekabalan aktif dapat
terjadi apabila terjadi stimulus “ system imunitas” yang menghasilkan antibody dan kekebalan
seluler dan bertahan lebih lama disbanding kekebalan pasif. (Depkes, 2000)
Kekebalan aktif ada 2 macam: 
a) Naturally Acquired (kekebalan yang di dapat secara alami)
Misalnya pada terkena difteri /poliomyelitis dengan proses anak terkena infeksi kemudian terjadi
silent abortive, sembuh selanjutnya kebal terhadap penyakit tersebut. Hal ini karena paparan
penyakit terhadapsistem kekebalan (sel limfosit) tersebut akan beredar dalam darah darah dan
apabila suatu ketika terpapar lagi dengan antigen yang sam, sel limfosit akan memeproduksi
antibody untuk mengenbalikan kekuatan imunitas terhadap penyakit tersebut.
b) Kekebalan aktif buatan
Merupakan keekbalan yang di buat tubuh setelah pemberian vaksin. Dikenal dengan imunisasi
dasar dan booster. Misalnya pemberian vaksin (cacar dan polio) yang kumannya masih hidup,
tetapi sudah dilemahkan (virus, kolera, tipus, pertusis, toksoid (toksis))

b. Kekebalan pasif
Imunisasi pasif merupakan pemberian suntikan atau antibody/immunoglobulin kepada resipien,
dimaksudkan untuk pengobatan atau pencegahan terhadap infeksi. Transfer imunitas
memberikan proteksi segera terhadap pathogen, akan tetapi bersifat sementara selama antibody
masih aktif di dalam tubuh resipien. Pada bayi baru lahir imunitas didapat dari transfer
transplasental immunoglobulin B dari ibu. Kadar tergantung umur kehamilan dan spesifik
terhadap infeksi lokal.
a) Kekebalan pasif yang diturunkan (Congenital immunity)
Yaitu kekebalan pada bayi , karena mendapatkan zat anti yang diturunkan dari ibunya, ketika ia
masih berada di dalam kandungan. Antibodi dari darah ibu, melalui placenta, masuk kedalam
darah si ibu.
Macam dan jumlah zat anti yang didapatkannya tergantung pada macam dan jumlah zat anti
yang dimiliki ibunya.
Macam kekebalan yang diturunkan antara lain: terhadap tetanus, diptheri, pertussis, typhus.
Kekebalan ini biasanya berlangsung sampai umur 3-5 bulan, karena zat anti ini makin lama
makin berkurang, sedang ia sendiri tidak membuatnya.

b) Kekebalan pasif yang disengaja (Artificially induced passive immunity)


Yaitu kekebalan yang diperoleh seseorang karena orang itu diberi zat anti dari luar.
Pemberian zat anti dapat berupa pengobatan (therapeutika) maupun sebagai usaha pencegahan
(propilactic).
Misalnya: seorang yang luka karena menginjak paku, karena ia takut menderita tetanus ia
disuntik ATS (Anti Tetanus Serum), sebagai usaha pencegahan.

Indikasi imunisasi pasif secara umum


a) Defisiensi sintesis antibody akibat defek B-limfosit bawaan maupun didapat.
b) Rentan terhadap suatu penyakit terpapar atau kemungkinan terpapar ( missal anak dengan
leukemia terpapar varisela atau campak) atau tidak cukup waktu untuk memperoleh proteksi
dengan vaksinasi (keadaan terpapar campak, rabies, hepatitis B)
c) Sebagai pengobatan membantu menekan dampak toksin (missal keracunan atau luka bakar,
difteria, tetanus) atau menekan proses inflamasi yang terjadi (Penyakit kawasaki)

Beberapa prinsip dasar penggunaan imunisasi pasif


a) Kemampuan antibody untuk segara bereaksi, secara umum efikasi tergantung lamanya
terpapar atau diberikan sebagai profilaksis.
b) Faktor yang mempengaruhi metabolisme antibody/waktu paruh yang terbatas.
c) Variasi efektivitas berbagai jenis gama globulin.
d) Pengaruh supresi respons imu, pemberian antibody spesifik akan menghambat terbentuknys
sntibodi.
Pilihan penggunaan dipengaruhi aleh jenis yang tersedia, jenis antibodi yang diinginkan, cara
pemberian, dan waktu pemberian.

D RESPON IMUN 
a. Primer
Adalah respon imun yang terjadi pada pajanan pertama kalinya dengan antigen. Antibody yang
terbentuk dari respon imun primer kebanyakan adalah IgM dengan titer yang lebih rendah di
banding dengan respon imun sekunder, demikian pula afinitasnya.
b. Sekunder
Antubody yang terbentuk terutama adalah IgG dengsn titer dan afinitas lebih tinggi dari pada
respon imun primer karena sel memori yang terbentuk pada respon imun primer akan cepat
mengalami transformasi blast, proliferasi dan diferensiasi menjadi sel plasma yang menghasilkan
antibody. Respon imun sekunder diterapkan dengan memberikan vakasin berulang.

E KEBERHASILAN IMUNISASI 
Tergantung dari:
a Status imun penjamu
Kekebalan vaksinasi memerlukan maturasi imunologik. Pada bayi neonatus fungsi makrofag
masih kurang, fungsi sel T (T Supresor) relative lebih menonjol dibandingkan dengan bayi atau
anak karena fungsi imun masa intra uterin lebih di tekankan pada toleransi dan hal ini dapat
terlihat pada saat bayi baru lahir. Pembentukan antibody spesifik terhadap antigen tertentu masih
kurang di bandingkan anak. Maka bila imunitas diberikan sebelum bayi berumur 2 bulan jangan
lupa memberikan imunisasai ulangan. Status imun mempengaruhi pula hasil imunisasi. Individu
yang mendapat obat imunosupresan, menderita defisiensi imun sekunder seperti penyakit
keganasan. Demikian pula individu yang menderita penyakit sian gstemikseperti campak,
tuberculosis akan mempengaruhi keberhasilan imunitas. Keadaan gizi buruk akan menurunkan
fungsi sel system imun seperti makrofag dan limfosit. Imunitas seluler menurun dan imunitas
humoral spesifitasnya rendah. Meskipun kadar globulin normal atau tinggi, immunoglobulin
yang terbentuk tidak dapat mengikat antigen dengan baik karena terdapat kekurangan asam
amino yang dibutuhkan untuk sintesis antibody. Kadar komplemen juga berjurang dan mobilisasi
makrofag berkurang, akibatnya respon terhadap vaksin atau toksoid berkurang.

b Genetik penjamu
Interaksi sel imun di pengaruhi oleh variabilitas genetic. Secara genetic respon imun manusia
dapat dibagi atas respon baik, cukup dan rendah terhadap antigen tertentu, maka tidak heran bila
kita menemukan keberhasilan vaksin yang tidak 100%.

c Kualitas dan Kuantitas vaksin


Vaksin adalah mikroorganisme atau toksoid yang di ubah sedemikian rupa sehingga patogenitas
atau toksisitasnya hilang tetapi masih tetap mengandung sifat antigenitas. Faktor kualitas dan
kuantitas vaksin seperti pemberian, dosis, frekuensi pemberian dan jenis vaksin.
a) Cara pemberian vaksin
Akan mempengaruhi respon yang timbul. Misalnya vaksin polio oral akan menimbulkan
imunitas lokal disamping sistemik, sedangkan vaksin polio parenteral akan memberikan imunitas
sistemik saja.
b) Dosis vaksin
Terlalu tinggi atau terlalu rendah juga mempengaruhi respon imun yang terjadi. Dosis terlalu
tinggi akan menghambat respon imun yang diharapkan, sedang dosis yang terlalu rendah tidak
merangsang sel-sel imunokompeten.
c) Frekuensi pemberian
Juga mempengaruhi respon imun yang terjadi. Sebagimana telah kita ketahui, respon imun
sekunder menimbulksn sel efektor aktif lebih cepat, lebih tinggi produksinya, dan afinitasnya
lebih tinggi. Disamping frekuensi, jarak pemberianpun akan mempengaruhi respon imun yang
terjadi. Bila pemberian vaksin berikutnya diberikan pada saat kadar antibody spesifik yang masih
tingggi, maka antigen yang masuk segera dinetralkan oleh antibody spesifik yangi masih tinggi
sehingga tidak sempat merangsang sel imunokompeten. Bahkan dapat terjadi apa yang
dinamakan reaksi Arthus, yaitu bengkak kemerahan di daerah suntikan antigen akibat
pembentukan kompleks antigen-antibodi lokal sehingga terjadi peradangan lokal. Karena itu
pemberian ulang (booster) sebaiknya mengikuti apa yang dianjurkan sesuai dengan hasil uji
klinis.

d) Jenis vaksin
Vaksin hidup akan menimbulkan respon imun lebih baik dibandingkan vaksin mati atau yang
inaktivasi (killer atau anactivatid) atau bagian (komponen) dari mikroorganisme. Rangsangan sel
Tc memori membutuhkan suatu sel yang terinfeksi, karena itu di butuhkan vaksin hidup.

F MACAM IMUN
Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I)
DepKes (2000) menetapkan bahwa ada tujuh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi:
1. Tuberkulosis:
Penyakit Tuberkulosis: adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis), sebagian besar kuman TB menyerang Paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya.
Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu taha terhadap asam pada pewarnaan,
Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan
sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan
lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat Dormant, tertidur lama selama beberapa tahun.
Sumber penularana adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita
menyebarkan kuman keudara dalam bentuk Droplet (percikan Dahak). Droplet yang
mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat
terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk
kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru
kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe,saluran napas, atau
penyebaran langsung kebagian-nagian tubuh lainnya.
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari
parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut.
Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap
tidak menular.
Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan
lamanya menghirup udara tersebut. Imunisasi yang dapat mencegah penyakit ini adalah BCG.

2. Difteri
Penyakit infeksi ini disebabkan oleh Corynebakterium dhyptheriae tipe gravis , milis dan
intermedius, yang menular melalaui oercikan ludah yang tercemar. Anak ang terkena difteri akan
menunjukkan gejala ringan sampai berat. Kematian dapat terjadi apabila gagal jantung dan
obstruksi jalan nafas yang tidak bias dihindarkan. Difteri dapt menjadi endemic pada linhkungan
masyarakat yang social ekonominya rendah karena banyak difteri kulit yang diderita anak-anak
dan menukar dengan cepat. Imunisasi ang diberikan untuk mencegah penyakit ini adalah DPT
pada anak dibawah satu tahun (imunisasi dasar) dan DT pada anak kelas 1 dan VI SD (booster)

3. Pertusis
Penyakit ini disebabkan oleh Bordetella pertusis denagn penularan melalui droplet. Bahaya dari
pertusis adalah batuk pilek, kemudian pada hari ke 10 batuk bertambah berat dan sering kali
disertai muntah. Imunisasi DPT adalah salah satu cara untuk pencegahan ang dilakukan karena
kekebalan ibu tidak bersifat protektif, (DepKes, 2000)

4. Tetanus
Penyakit infeksi ini disebabkan oleh Mycrobacterium tetani yang berbentuk spora masuk
kedalam luka terbuka, berkembang biak secara anaerobic, dan membentuk toksin. Tetanus yang
khas terjadi pada usia anak adalah tetanus neonatorum. Tetanus neonatorum dapat menimbulkan
kematian karena terjadi kejang, sionosis dan henti napas. Gejala awal dengan mult mecucu dan
bayi tidak mau menyusu. Kekebalan pada penyakit ini hanya diperoleh dengan imunisasi atau
vaksin lengkap. Imunisasi ang diberikan tidak hanya DPT pada anakn tetapi juga TT pada calon
pengantin (TT caten), TT pada ibu hamil yang diberikan saat antenatal care (ANC), dan DT pada
saat anak sekolah dasar kelas I dan VI.

5. Poliomielitis
Penyebab infeksi ini adalh virus polio tipe 1, 2 dan 3, yang menyerang myelin atau serabut otot.
Gejala awal tidak jelas, dapat timbul gejala ringan dan infeksi pernafasan atas (ISPA), kemudian
timbul gejala paralis yang bersifat flaksid yang mengenai sekelompok serabut otot sehingga
timbul kelumpuhan. Kelumpuhan dapat terjadi pada anggota badan, saluran napas dan otot
menelan. Penularan penyakit ini adalah melalui droplet atau fekal, dan reservoirnya adalah
manusia yang menderita polio. Pencegahan ini dapat dilakukan dengan imunisasi dengan
menggunakan vaksinasi polio, bahkan dapat eradikasi dengan cakupan polio 100%.

6. Campak
Penyakit infeksi ini adalah virus morbilli yang menular melalui droplet. Gejala awal ditunjukkan
dengan adanya kemerahan yang mulai timbul pada bagian telinga, dahi dan menjalar kewajah
dan anggota badan. Selain itu, timbul gejala seperti flu disertai mata berair dan kemerahan
(konjungtivitis). Setelah 3-4 hari, kemerahan mulai hilang dan berubah menjadi kehitaman yang
akan tampak bertambah dalam 1-2 minggu dan apabila sembuh , kulit akan tampak seperti
bersisik. Imunisasi diberikan pada anak usi 9 bulan dengan rasional kekebalan dari ibu terhadap
penyakit campak berangsur akan hilang sampai usia 9 bulan.

7. Hepatitis B
Penyakai infeksi ini disebabkan oleh virus hepatitis tipe B menyerang kelompok resiko secara
vertical yaitu bayi dan ibu pengidap, sedangkan secara horizontal tenaga medis dan paramedic,
pecandu narkotika pasien hemodialisis, pekerja laboratorium, pemakai jasa atau petugas
akupuntur.. Gejala yang dapat muncul tidak khas, seperti anoreksia, mual dan kadang-kadang
ikterik. Sejak tahu 1992 vaksin hepatitis B menjadi bagian dari program di Indonesia walaupun
belum merata di semua propinsi dapat menjalankannya karena harga vaksin yang cukup mahal
sehingga dilakukan secara bertahap. Imunisasi hepatitis B diberikan pada bayi 0-11 bulan dengan
maksud untuk memutus rantai penularan dari ibu ke bayi.

I CARA KERJA DAN EFEK SAMPING

a. Vaksinasi BCG
BacilleCalmette-Guerin adalah vaksin hidup yang dibuat dari Mycobacterium bovis yang dibiak
berulang selama 1-3 tahun sehingga didapat basil yang tidak virulen tetapi masih mempunyai
imunogenitas.
Vaksin BCG tidak mencegah infeksi tuberculosis tetapi mengurangi risiko tuberculosis berat
seperti meningitistuberkulosa dan tuberculosis milier. Efek proteksi timbul 8-12 minggu setelah
penyuntikan. Efek proteksi bervariasi antara 0-80° %. Hal ini mungkin karena vaksin yang
dipakai, lingkungan dengan Mycobacterium atipik atau faktor pejamu (umur, keadaan gizi, dll)
Vaksin BCG diberikan secara intradermal 0,10 ml untuk anak, 0,05 ml untuk bayi baru lahir.
BCG sebaiknya diberikan pada deltoid kanan, sehingga bila terjadi limfadenitis (aksila)lebih
mudah terdeteksi. BCG sebaiknya diberikan pada umur < 2 bulan. BCG sebaiknya diberikan
pada anak dengan uji Mantoux (tuberculin) negative.
Efek samping dari pemberian vaksin BCG :
• Pada tempat penyuntikan terjadi ulkus yang lama sembuh. Hal ini terutama bila terjadi suntikan
tidak tepat intrakutan, melainkan subkutan
• pembengkakan kelenjar regional, yang lambat laun dapat pecah dan kemudian terbentuk fistel
dan ulkus.
• Infeksi sekunder dari ulkus
Kontraindikasi BCG :
1. reaksi uji tuberculin > 5 mm
2. sedang menderita infeksi HIV atau dengan resiko tinggi infeksi, imunokompromais akibat
pengobatan kortikosteroid, obat imuno-supresi, mendapat pengobatan radiasi, penyakit
keganasan yang mengenai sumsum tulang atau system limfe.
3. anak menderita gizi buruk
4. sedang menderita demam tinggi
5. menderita infeksi kulit yang luas
6. pernah sakit tuberculosis
7. kehamilan
Rekomendasi
BCG diberikan pada bayi < 2 bulan
Pada bayi yang kontak erat dengan penderita TB dengan BTA(+3) sebaiknya diberikan INH
profilaksis dulu, kalau kontaknya sudah tenang dapat diberi BCG.
BCG jangan diberikan pada bayi atau anak dengan imunodefisiensi, misalnya HIV, gizi buruk
dan lain-lain.

b. Hepatitis B
Penularan pada umumnya terjadi melalui :
• Inokulasi parenteral, melalui alat-alat kedokteran, darah, ataupun jaringan .
• hubungan seksual
• dari ibu kepada bayinya, pada umumnya terjadi pada proses kelahiran, dapat pula melalui
transplasental, atatu pad masa postnatal melalui ASI
• penularan horizontal antar anak, walaupun sangat jarang.
Cara kerja melalui imunisasi pasif dan imunisasi aktif.
Imunisasi pasif
Imunisasi pasif dilakukan dengan pemberian immunoglobulin. Diberikan baik sebelum
terjadinya paparan (preexposure) maupun setelah terjadinya paparan (postexposure). Dapat
dilakukan dengan memberikan IG/ISG ( Immune Serum Globulin) atau HBIG (Hepatitis B
Immune Globulin)
Indikasi utama pemberian imunisasi pasif ini ialah,
a. Paparan dengan darah yang ternyata mengandung HbsAg, baik melalui kulit maupun mukosa.
b. Paparan seksual dengan mengidapHbsAg (+)
c. Paparan perinatal, ibu HbsAg(+). Imunusasi pasif harus diberikan sebelum 48 jam.
Dosis. 
Pada kecelakaan jarum suntik: 0,06 ml/kg, dosis maksimal 5 ml, intramuskuler, harus diberikan
dalam jangka waktu 24 jam, diulang 1 bulan kemudian.
• Paparan seksual: dosis tunggal 0,06 ml/kg, intramuskuler, harus diberikan dalam jangka waktu
2 minggu, dengan dosis maks 5 ml
• Paparan perinatal: 0,5 ml intramuscular

Imunisasi aktif
Imunisasi aktif dapat diberikan dengan pemberian partikel HbsAg yang tidak infeksius. Dikenal
dengan 3 jenis vaksin hepatitis B yaitu,
• Vaksin yang berasal dari plasma
• Vaksin yang dibuat dengan tehnik rekombinan (rekayasa genetic)
• Vaksin polipeptida
Reaksi KIPI
Efek smping pada umumnya ringan, berupa nyeri, bengkak, panas mual, nyeri sendi maupun
otot, walaupun demikian pernah pula dilaporkan adanya anafilaksis, sindrom Guillain-Barre,
walaupun tidak jelas terbukti hubungan dengannya dengan imunisasi hepatitis B.
Kontra Indikasi
Sampai saat ini belum dipastikan adanya kontraindikasi absolute terhadap pemberian imunisasi
hepatitis B, kecuali pada ibu hamil.

c. Difteria, Pertusis, Tetanus (DPT)


• Difteri, untuk imunisasi ini dipakai alum precipitated formol toxoid yang diberikan
penyuntikan secara subkutan.
• Pertusis (whooping cough, tussis quinta, batuk rejan), untuk imunisasi yang dipakai adalah
alum prepitated vaccine(killed) secara subkutan.
• Efek samping pertusis yaitu demam ringan, dapat terjadi komplikasi ensefalitis(sangat jarang
terjadi) anak menderita hiperpireksia, status konvulsio dan penurunan kesadaran.
• Tetanus, untuk imunisasi dipakai alum precipitated formol toksoid yang disuntikan melalui
subkutan. 
• Pemberian pada ibu hamil 3 kali dalam 3 bulan terakhir. 

d. Poliomyelitis
Vaksin polio ada 2 jenis yaitu 
a. Vaksin virus polio oral (oral polio vaccine = OPV)
• Vaksin virus polio hidup oral yang dibuat oleh PT Biofarma Bandung berisi virus polio tipe
1,2,3 adalah suku Sabin yang masih hidup tetapi sudah dilemahkan (attenuated). Vaksin ini
dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa.
• Ketika masuk melalui oral maka vaksin ini akan menempatkan diri di usus dan memacu
pembentukan antibody baik dalam darah maupun dalam epitel usus, yang menghasilkan
pertahanan lokal terhadap virus polio liar yang dating masuk kemudian. 
b. Vaksin polio inactivated (inactived poliomyelitis vaccine = IPV)
• Vaksin polio inactived yang dibuat oleh Aventis Pasteur berisi tipe 1,2,3 dibiakkan pada sel-sel
VERO ginjal kera dan dibuat tidak aktif dengan formaldehid.
• Pemberian dengan dosis 0,5 ml dengan suntikan subkutan dengan 3 kali berturut-turut dengan
jarak 2 bulan antara masing-masing dosis akan memeberikan imunitas jangka panjang terhadap 3
macam tipe virus polio
• Imunitas mucosal yang ditimbulkan oleh IPV lebih rendah dibandingkan dengan yang
ditimbulkan oleh OPV
Kejadian ikutan pasca imunisasi 
Setelah vaksinasi sebagian resipien dapat mengalami gejala pusing, diare ringan, dan sakit pada
otot.

Kontra indikasi
• Penyakit akut atau demam (temp.>38,5°C ),imunisasi harus ditunda.
• Muntah atau diare, imunisasi ditunda
• Sedang dalam pengobatan kortikosteroid atau imunosupresi oral maupun suntikan juga
pengobatan radiasi umum (termasuk kontak pasien)
• Keganasan(untuk pasien dan kontak) yang berhubungan dengan system
retikuloendotelial( seperti limfoma, leukemia, dan penyakit Hodgkin) dan anak dengan
mekanisme imunologik yang terganggu.

Anda mungkin juga menyukai