Anda di halaman 1dari 12

Studi Dampak Timbal balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

Penggunaan Citra
Untuk Memantau Perubahan Dan
Kerusakan Kawasan Pantai

Interpretasi Citra Lansat untuk Memprediksi Tingkat Kerusakan Kawasan Pantai halaman - 32
Studi Dampak Timbal balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

PENGGUNAAN CITRA
UNTUK MEMANTAU PERUBAHAN DAN
KERUSAKAN KAWASAN PANTAI

Oleh:
DR. Ris Riadika Mastra
Pusinfo Kelautan,
Dept. Kelautan dan Perikanan

ABSTRAK

Kawasan Pesisir merupakan daerah yang sangat rawan berubah akibat dari pengaruh
lingkungan, karena interaksi yang sangat kuat atas ekosistem baik di hulu maupun di laut. Tekanan
penduduk yang banyak bermukim di daerah pesisir yang secara sejarah menjadikan kawasan
pesisir sebagai titik tolak pembangunan kebudayaan manusia, menjadikan kawasan ini rentan atas
perubahan dan kerusakan, disamping yang diakibatan olehalam.
Dengan teknologi maju di bidang per“citra”an, baik teknologi foto udara maupun teknologi
pengideraan jauh dengan satelit (Landsat, SPOT, IKONOS dsb), perubahan dan kerusakan
kawasan pesisir dicoba untuk “dilihat”. Mengingat kepentingan dan luasan dari cakupan kawasan
pesisir yang sangat beragam, penggunaan citra untuk memantau perubahan dan kerusakan
kawasan pesisir harus disesuaikan dengan dengan tujuan tersebut, daerah yang mencakup areal
yang sangat luas mungkin dipergunakan cakupan citra yang luas juga demikian sebaliknya
disamping faktor biaya yang terpakai untuk pengadaan citra tersebut.
Dibawah ini penggunaan citra baik foto udara, citra IKONOS, SPOT maupun Landsat
diaplikasikan untuk memantau perubahan dan kerusakan kawasan pesisir.

1. PENDAHULUAN

Wilayah pesisir di Indonesia memiliki potensi pembangunan yang cukup besar karena
didukung oleh adanya ekosistem dengan produktivitas hayati tinggi seperti terumbu karang, hutan
bakau (mangrove), estuaria, padang lamun dan lain sebagainya. Sumber daya hayati di kawasan
ini mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Selain itu wilayah pesisir juga memberikan jasa-jasa
lingkungan yang cukup tinggi nilai ekonomisnya.
Dalam satu dekade belakangan ini, laju pemanfaatan sumber daya pesisir mulai intensif
untuk memenuhi kebutuhan penduduk dan kebutuhan lahan pesisir untuk permukiman mereka.
Hampir semua kota besar di Indonesia berada di wilayah. pesisir, yang berfungsi menjadi lokasi
permukiman, perdagangan, perhubungan, pengembangan industri dan berbagai sektor lainnya.
Banyak pembangunan sektoral, regional, swasta dan masyarakat mengambil tempat di kawasan
pesisir, seperti reklamasi pantai baik untuk sektor perikanan, pariwisata, maupun pengerukan
Interpretasi Citra Lansat untuk Memprediksi Tingkat Kerusakan Kawasan Pantai halaman - 33
Studi Dampak Timbal balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
untuk pertambangan lepas pantai, dan pembangunan untuk menunjangn sarana perhubungan.
Pertumbuhan populasi penduduk di wilayah pesisir meningkat pesat yang disertai dengan
berkembangnya kebutuhan akan sumber daya pesisir sehingga menimbulkan tekanan terhadap
fungsi ekosistem pesisir. Diperkirakan 60% dari populas'i penduduk, dan 80% dari lokasi 'industri
berada di wilayah pesisir.
Berkembangnya berbagai kepentingan tersebut membuat wilayah pesisir menyangga
beban lingkungan yang berat akibat pemanfaatan yang tak terkendali, tidak teratur, serta tidak
mempertimbangkan penggunaan teknologi yang ramah lingkungan. Hal ini diperberat oleh
kenyataan bahwa wilayah pesisir rentan terhadap perubahan lingkungan dan bencana alam
karena pengaruh besar dari daratan dan lautan seperti tsunami, kenaikan paras muka air laut dan
lain-lain. Pencemaran, erosi, sedimentasi, penyumbatan muara, gempuran gelombang, intrusi air
laut, adalah beberapa kejadian umum yang selalu dialami di wilayah pesisir Indonesia. Kejadian-
kejadian tersebut dapat menimbulkan kerusakan ekosistem pesisir yang di kawasan-kawasan
tertentu sudah sampai pada tingkat yang mengancam kapasitas berkelanjutan dari ekosistem
pesisir dan lautan di masa-masa mendatang.
Dengan adanya teknologi inderaja yang meliput permukaan bumi dengan berbagai skala
dan ketelitian, diharapkan perubahan dan kerusakan yang terjadi dapt ‘dilihat’ secara cepat dan
tepat. Banyak metoda yang dapat dipergunakan dalam ‘melihat’ perubahan dan kerusakan
tersebut yang umumnya berupa “Land Cover Change Detection”, perubahan liputan lahan yang
mungkin akibat kerusakan oleh alam maupun oleh manusia, peruhan lahan untuk pembangunan
dan sebagainya. Penggunaan citra untuk ‘melihat’ kondisi kawasan pesisir yang

Gambar 1, Perubahan unsur dipantai (A,B,C dan D) akibat aktifitas manusia dan alam

2. PERTAHANAN PANTAI

Untuk mempertahankan keadaan pesisir agar tidak rusak, kesehatan populasi mangrove
dan terumbu karang adalah indikator pertama. Jika kerusakan mangrove akibat over eksploitasi
oleh manusia, maka kahancuran ekosistem pantai sudah dapat dipastikan dengan berjalannya
waktu, untuk itu perlu dikenal kedua komponen tersebur agar dapat diprioritaskan pelestariannya
sesuai dengan rencana tata ruang yang ada.

Interpretasi Citra Lansat untuk Memprediksi Tingkat Kerusakan Kawasan Pantai halaman - 34
Studi Dampak Timbal balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

Mangrove

Hutan mangrove merupakan ekosistem yang paling produktif dan merupakan sumber hara
untuk perikanan pantai. Hutan ini menyokong kehidupan sejumiah besar spesies binatang dengan
menyediakan tempat berbiak, berpijah dan makan. Spesies tersebut meliputi berbagai jenis
burung, ikan, kerang dan krustasea seperti udang, kepiting. Hutan bakau juga berfungsi sebagai
pelindung pantai dan penstabilisasi dan berperan sebagai penyangga pencegah erosi yang
disebabkan oleh arus, gelombang dan angin. Mereka juga memainkan peranan penting sebagai
pengendaii banjir dan pemelihara permukaan air di bawah tanah.
Perakaran yang kokoh dari mangrove (khususnya Rhizopora Sp) memiliki kemampuan
untuk meredam pengaruh gelombang, menahan lumpur dan melindungi pantai dari erosi,
gelombang pasang dan badai. Hutan mangrove juga merupakan daerah asuhan (nursery ground)
dan tempat pemijahan (spawning ground) beberapa hewan perairan seperti udang, ikan dan
kerang-kerangan. Berbagai manfaat barang dan jasa, baik secara langsung maupun tidak
langsung dapat diperoleh dari hutan mangrove, seperti kayu bakar/arang, bahan bangunan,
perlengkapan penangkapan ikan, pupuk, bahan baku kertas, bahan makanan, obat-obatan,
minuman, peralatan rumah tangga, bahan baku tekstil dan kulit, madu, lilin dan tempat rekreasi.
Terdapat 3 (tiga) parameter ekologi yang menentukan kelangsungan hidup dan
pertumbuhan mangrove, yaitu suplai air tawar dan salinitas, pasokan nutrien, dan stabilitas
substrat.

Terumbu Karang

Terumbu karang merupakan ekosistem yang khas terdapat di daerah tropis, meskipun
pada beberapa belahan dunia non-tropis juga kita jumpai adanya terumbu karang. Terumbu
karang terbentuk dari endapan-endapan masif terutama kalsium karbonat yang dihasilkan oleh
organisms karang (filum Snedaria, klas Anthozoa,, ordo Madreporaria dan Scleractinia), alga
berkapur dan organisme-organisme lain yang mengeluarkan kaisium karbonat (Nybakken, 1988).
Terdapat dua kelompok karang, yaitu karang hermatifik dan karang ahermatifik.
Perbedaan kedua kelompok karang ini adalah terletak pada kemampuan karang hermatifik di
dalam menghasilkan terumbu dalam volume yang lebih besar karena adanya sel-sel tumbuhan
yang bersimbiosis di dalam jaringan karang hermatiflk. Karang hermatifik hanya dapat kita jumpai
di daerah tropis, sedangkan karang ahermatifik tersebar di seturuh dunia.
Terdapat empat macam tipe struktur terumbu karang yang umum dijumpai di Indonesia,,
yaitu terumbu karang tepi (fringing reef), terumbu karang penghalang (barrier reef),, terumbu
karang cincin atau atoll serta terumbu karang takat (patch reefs atau platform reefs). Terumbu
karang tepi merupakan tipe yang paling umum.

Interpretasi Citra Lansat untuk Memprediksi Tingkat Kerusakan Kawasan Pantai halaman - 35
Studi Dampak Timbal balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

3. FAKTOR PENYEBAB KERUSAKAN EKOSISTIM PESISIR

Dilihat dari penyebabnya, kerusakan ekosistem pesisir dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Kerusakan karena faktor alam. Contoh-contoh penyebab kerusakan ekosistem pesisir
karena faktor alam adalah gempa, tsunami, badai, banjir, el-Nino, pemanasan global,
predator.
b. Kerusakan akibat aktivitas manusia atau antropogenik. Contoh-contoh penyebab kerusakan
akibat aktivitas manusia adalah penggunaan alat-alat penangkapan ikan yang
membahayakan (dinamit/bahan peledak, racun/tubalpotas), penambangan karang dan pasir,
reklamasi, limbah pertanian, sedimentasi sebagai akibat di daerah hulu karena penebangan
dan penggundulan hutan, limbah sisa buangan baik dari aktivitas rumah tangga maupun
industri yang ada di daerah daratan, pembuangan jangkar perahu nelayan, konversi
mangrove untuk peruntukan lain seperti pembukaan tambak garam, ikan, maupun udang,
penebangan mangrove untuk kayu bakar, bahan bangunan dan bahan baku kertas.

Kerusakan terumbu karang umumnya disebabkan oleh kegiatan-kegiatan perikanan yang


bersifat destruktif, yaitu penggunaan bahan-bahan peledak, bahan beracun sianida, dan juga
aktivitas penambangan karang untuk bahan bangunan. pembuangan jangkar perahu, dan
sedimentasi tanah akibat meningkatnya erosi dari lahan atas. Kegiatan perikanan destruktif ini
tidak hanya dilakukan oleh nelayan tradisional, tetapi juga oleh nelayan-nelayan modern dan juga
nelayan asing yang melakukan kegiatan pencurian ikan di perairan nusantara.
Hal yang sama juga terjadi pada ekosistem hutan mangrove. Penyebab penurunan luasan
mangrove tersebut adalah karena adanya peningkatan kegiatan yang mengkonversi hutan
mangrove menjadi peruntukan lain seperti pembukaan tambak, pengembangan kawasan industri
dan permukiman di kawasan pesisir serta penebangan hutan mangrove untuk kebutuhan kayu
bakar, arang dan bahan bangunan.

4. CITRA INDERAJA

Melihat kondisi awal dari keadaan pesisir atau tepatnya ekosisitem pesisir, maka perlu
dicari suatu cara untuk memantau dan melihat perubahan lingkungan pesisir yang diakibatkan oleh
hal-hal yang telah disebutkan diatas. Citra inderaja (=penginderaan jarak jauh) adalah suatu
alternatif yang baik dipergunakan selain survei langsung ke lokasi.
Citra Inderaja adalah rekaman permukaan bumi dari jarak tertentu yang dapat
diinterpretasikan untuk mengetahui jenis unsurnya (dengan menerapkan 8 kunci interpretasi)
dengan tanpa menyentuh langsung objectnya. Jadi yang termasuk citra disini adalah : rekaman
foto udara (B/W maupun Color), citra SPOT-Perancis, Citra IKONOS, Citra Landsat-USA atau citra
Radar, dsb.

Interpretasi Citra Lansat untuk Memprediksi Tingkat Kerusakan Kawasan Pantai halaman - 36
Studi Dampak Timbal balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
Didalam makalah ini kombinasi penggunaan citra dari berbagai hasil rekamam
dipergunakan untuk melihat hasil perubahan tutupan yang dapat direkam minimal dengan selang
waktu yang berbeda (multi temporal images) dan dengan menerapkan metoda RGB untuk melihat
ketepatan lokasi unsur yang berubah tersebut.
Tetapi dengan adanya citra IKONOS yang mempunyai resolusi sampai dengan 1 meter,
maka dengan cara visualpun sebenarnya sudah dapat diketahui perubahan tersebut, tapi untuk
mengetahui secara tepat unsur mana yang berubah kembali metoda R-G-B dipergunakan, gambar
3, dan 4 menyajikan contoh penerapan metoda tersebut.
Dari rekaman suatu citra (foto udara, citra satelit) dapat dilihat keadaan tutupan pada saat
citra direkam. Sedangkan untuk melihat perubahan, kerusakan liputan lahan/ kondisisi pantai,
pesisir, terumbu karang, mangrove dsb; maka perlu di pergunakan minimum dua citra yang
berlainan saat perekamannya. Hal ini dimaksud agar dapat dilihat apakah citra yang terdahulu
berbeda dengan citra yang sekarang. Jika terjadi perbedaan, maka hal tersebut dikatakan
perubahan tutupan (liputan lahan untuk didarat). Sedangkan perbedaan tutupan tersebut apakah
akibat pembangunan, bencana alam ataupun kerusakan, hal ini hanya dapat dibuktikan jika
dilaksakan survei lapangan (groud check).
Jika diinginkan suatu hasil statistik prihal seberapa luasan dari perubahan/ kerusakan dari
tutupan tersebut, maka perlu dipergunakan metoda kombinasi band dengan memberikan ciri warna
yang diambil dari sifat warna primer untuk cahaya yaitu Red, Blue dan Green (lihat gambar 2) , jika
citranya hanya dua waktu maka dipergunakan hanya dua warna pilihan tersebut (Red~Blue atau
Red~Green atau Green~Blue). Jika Red~Green yang dipilih, citra pertama merah dan citra kedua
hijau, maka akan terjadi pergeseran warna dari Merah (red) ~ Yellow (kuning) ~ Green (hijau),
artinya semua citra dengan warna merah adalah unsur yang hanya ada di citra pertama sedang
warna hijau menyatakan unsur yang hanya terdapat di citra kedua dan warna kuning menyatakan
tidak berubah keduanya.

Gambar 2, Warna Primer dan warna secunder dari system RGB

Hasil perubahan liputan lahan tersebut baru dapat dilihat apakah terjadi kerusakan,
pembangunan, dan berapa tingkat kerusakannya. Untuk melihat hal-hal tersebut diatas

Interpretasi Citra Lansat untuk Memprediksi Tingkat Kerusakan Kawasan Pantai halaman - 37
Studi Dampak Timbal balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

Gambar 3. Aplikasi RG untuk melihat areal yang berubah (tanda panah)

Gambar 4. Perubahan tutupan lahan akibat reklamasi pantai (Muarabaru Jakarta) dan aplikasi RG untuk
melihat perubahan secara detail.

Perusakan Terumbu Karang

Seperti telah dijelaskan diatas kerusakan terumbu karang umumnya disebabkan oleh
kegiatan-kegiatan perikanan yang bersifat destruktif, yaitu penggunaan bahan-bahan peledak,
bahan beracun sianida, dan juga aktivitas penambangan karang untuk bahan bangunan.
pembuangan jangkar perahu, dan sedimentasi tanah akibat meningkatnya erosi dari lahan atas.
Disamping itu juga masalah pencemaran berpengaruh sekali atas kerusakan terumbu karang hal
ini dapat dilihat contoh dari daerah karang di pulau seribu,

Interpretasi Citra Lansat untuk Memprediksi Tingkat Kerusakan Kawasan Pantai halaman - 38
Studi Dampak Timbal balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
Dari sekian banyak penyebab kerusakan lingkungan laut dan pesisir terumbu karang
khususnya, pencemaran merupakan faktor yang paling penting. Hal ini disebabkan karena
pencemaran tidak saja dapat merusak atau mematikan komponen biotik (hayati) perairan, tetapi
dapat pula membahayakan kesehatan atau bahkan mematikan manusia yang memanfaatkan biota
atau perairan yang tercemar
Seperti kita sudah ketahui bahwa faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya pencemaran laut
yang dapat merusak terumbu karang adalah:
1. Erosi dan sedimentasi, sebab utamanya adatah adanya penggundulan hutan di daerah
hulu, penambangan pasir di sungai-sungai dan laut. erosi pantai, pengembangan daerah
pantai tanpa mengindahkan kaidah dinamika pantai.
2. Aktivitas pertanian, misainya penggunaan pestisida.
3. Limbah kota. misainya hasil buangan penduduk, perkantoran dan lain-lain.
4. Minyak. akibat pemeliharaan bangunan, anjungan minyak, dan pencucian kapal di laut,,
serta akibat kecelakaan kapal tanker.
5. Pengoperasian PLTU, air buangan menyebabkan temperatur perairan menjadi tinggi.
6. Buangan hasil industri. Pencemaran oleh industri ini dapat disebabkan oleh beberapa
faktor seperti :
a. Perencanaan kawasan industri yang tidak teratur.
b. Berbaurnya permukiman dan kawasan indutri akibat perencanaan tata kota yang
kurang baik.
c. Tidak tersedianya fasilitas pengolah limbah pada kawasan industri.

Beberapa contoh dari perubahan kerusakan terumbu karang akibat aktivitas manusia di
daerah kep. Seribu, seperti p. Pari (akibat pengambilan karang dan peruntukan areal pantai
menjadi tempat penanaman rumput laut), p. Harapan, P Besar di Flores (akibat tsunami) dan
contoh pergerakan arus dan limbah minyak yang terlihat di selat Madura. Di Surabaya, dan di selat
Madura kondisi perairan lautnya juga mengalami pencemaran. Ini sesuai dari hasil penelitian oleh
Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) Surabaya.

Gambar 5. P.Pari, sebelum boom rumput laut dan di sebelah kanan setelah ditanami rumput laut, daerah
yang berwarna terang adalah daerah terumbu karang yang rusak (’86-’96)

Interpretasi Citra Lansat untuk Memprediksi Tingkat Kerusakan Kawasan Pantai halaman - 39
Studi Dampak Timbal balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

Gambar 6, P Besar di Flores, sebelum dan setelah Tsunami, kerusakan tidak terlalu nyata, karena kurangnya
intervensi manusia(’94-‘2000)

Gambar 7. Arus dan polutan (sedimen, minyak) di daerah selat Madura, dengan TM (’94) dan SPOT (’92)

Gambar 8. Perkembangan perubahan / perusakan P. Harapan (kep. Seribu) akibat tekanan penduduk,
karang pada gambar di sebelah kiri terlihat masih baik dan yang paling kanan banyak sedimen akibat aktivitas
penduduk. (’89-’96-dan ’89)

Dengan membandingkan citra-citra yang multi temporal maka kita dapat melihat dengan baik
perubahan / kerusakan dari lingkungan pesisir dan pantai apalagi jika citra tersebut diolah dengan

Interpretasi Citra Lansat untuk Memprediksi Tingkat Kerusakan Kawasan Pantai halaman - 40
Studi Dampak Timbal balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
metoda Green_Blue atau kombinasi yang lainnya. Ini jelas sangat membantu untuk mengetahui
“perjalanan” perubahan / kerusakan yang terjadi.

Tumpahan Minyak
Perairan Indonesia merupakan jalur transportasi yang strategis yang menghubungkan
negara-negara dari benua Asia maupun Eropa yang akan menuju ke Asia Tenggara maupun
Australia ataupun sebaliknya serta terietak diantara negara-negara produsen minyak di bagian
barat dan negara-negara konsumen di bagian timur. Untuk mendeteksi tumpahan minyak, citra
inderaja sangat baik menampilkan nuansa yang berbeda antara minyak dan air laut. Citra indraja
aktif (radar), pada gambar 9. dan citra indraja pasif (TM, SPOT dsb) keduanya dapat memberikan
gambar yang baik prihal tumpuahan miyak tersebut.
Dengan mengetahui areal tumpahan yang “terlihat” pada citra, tentu dapat diprediksi arah
dan cakupan kerusakan yang ditimbulkan, sehingga jika ke arah pantai penyebarannya maka
tingkat kerusakannyapun dapat diketahui dengan baik.

Interpretasi Citra Lansat untuk Memprediksi Tingkat Kerusakan Kawasan Pantai halaman - 41
Studi Dampak Timbal balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

Dari seluruh perairan Indonesia, wilayah yang rentan terhadap pencemaran yang
diakibatkan oleh tumpahan minyak adalah Setat Malaka, Selat Makasar, Pelabuhan, dan jalur-jalur
laut atau selat yang diialui oleh tangker. Sebagai contoh, Selat Malaka dilalui oleh sekitar 200
hingga 300 kapal pengangkut migas perbulannya, termasuk diantaranya supertanker dan 90
tanker dan 30 tanker gas alam cair.
Dengan bantuan citra radar SAR, tumpahan ini sering lebih terdeteksi didaerah pantai
karena adanya aktivitas biologis yang lebih aktiv terutama pada musim panas atau daerah panas
terutama jika adanya arus bawah air yang memcampur tumpahan dengan aktivitas biologis pantai,
dan ini terlihat dari gambar 9 – (tanda panah putih), dimana bentukan alur terang-gelap saling
melingkar membentuk pola yang manis.

Gambar 9. Tumpahan Minyak terdeteksi dengan citra SAR

Kesimpulan
Dari beberapa uraian diatas maka dapat dikatakan bahwa citra inderaja secara baik dapat
memberikan informasi prihal perubahan tutupan “lahan”, dengan mempergunakan citra yang multi
temporal. Tetapi untuk mengetahui kerusakan, terutama untuk tingkat kerusakannya, citra hanya
dapat memberikan indikasi dan detailnya harus dibarengi dengan survei lapangan.
Makin besar resolusi citra yang dipergunakan, makin baik detailnya terlihat dan makin
banyak interval waktu perekaman citra juga makin teliti melihat setiap perubahan yang terjadi tetapi
makin mahal harga yang harus dibayar untuk perolehan citra tersebut.
Penggunaan metoda kombinasi warna untuk melihat dengan tepat perubahan/ kerusakan
yang terjadi, dapat membantu ketepatan lokasi perubahan/ kerusakan tersebut.
Dengan mengetahui hal-hal penyebab kerusakan ekosistem pantai dan pesisir maka dapat
diambil tindakan awal untuk mengurangi tingkat kerrusakan yang lebih parah.

Interpretasi Citra Lansat untuk Memprediksi Tingkat Kerusakan Kawasan Pantai halaman - 42
Studi Dampak Timbal balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

Daftar Pustaka

Alpers, W. and 1. Hennings, 1984. A theory of the imaging mechanism of underwater topography
by real and synthetic aperture radar. Journal of Geophysical Research 89: 10,529-
10,546.

Alpers', W., 1985. Theory of radar imaging of internal waves. Nature. 314: 245-247.

Alpers, W. and P.E. La Violette, 1992. Tide-generated nonlinear internal wave packets in the Strait
of Gibraltar observed by the synthetic aperture radar aboard the ERS-1 satellite.

DKP (Departemen Kelautan dan Perikanan), 2001, Bahan Rapat Kerja Menteri Kelautan dan
Perikanan dengan Komisi VIII DPR-RI, 13 Maret 2001
Riadika Mastra, 1999, Aplikasi SAR untuk Marin, Majalah Ilmiah GLOBE Vol 1, no. 2
Desember 1999


Interpretasi Citra Lansat untuk Memprediksi Tingkat Kerusakan Kawasan Pantai halaman - 43

Anda mungkin juga menyukai