Keuangan
Daerah
Disusun Oleh:
Tim Penyusun Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik
Selaku pimpinan STAN saya sangat bangga dengan kegiatan ini dan
peningkatan yang telah dicapai khususnya dalam hal pengembangan Sumber
Daya Manusia (SDM) aparatur negara, namun tidak cukup sampai di sini, kita
harus dapat mencapai kinerja yang lebih baik di masa mendatang.
Daftar
Isi
Daftar Isi....................................................................................................... i
Daftar Istilah................................................................................................. iii
Daftar
Istilah
1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas
dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan
dengan peraturan daerah.
3. Belanja Daerah
adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai
kekayaan bersih.
5. Dana Cadangan
adalah dana yang disisihkan guna mendanai kegiatan yang memerlukan
dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu tahun anggaran.
9. Entitas akuntansi
adalah unit pemerintahan pengguna anggaran/pengguna barang dan oleh
karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan
keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan.
13. Kinerja
adalah keluaran/hasil dari kegiatan/program yang akan atau telah dicapai
sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas
yang terukur.
Bab 1
Pelaporan
Keuangan
Setelah mempelajari bab ini, diharapkan pembaca dapat:
• Memperoleh pemahaman mengenai perlunya akuntabilitas dan
transparansi dalam pengelolaan keuangan daerah.
• Memperoleh pemahaman mengenai tujuan, asumsi dasar, dan prinsip-
prinsip pelaporan keuangan daerah.
• Memperoleh pemahaman mengenai karakteristik kualitatif dan
kelompok pengguna laporan keuangan daerah.
A. Pengantar
Laporan Pertanggungjawaban
Pelaksanaan Peringatan HUT Kemerdekaan RI Ke-X
Rp
A Penerimaan:
1. Iuran Warga* 900.000
2. Sumbangan dari RW 250.000
1.150.000
B Pengeluaran:
1. Pelaksanaan Lomba Anak-anak* 150.000
2. Pelaksanaan Pertandingan OlahRaga* 200.000
3. Pembelian Hadiah Lomba dan Pertandingan* 650.000
4. Penyelenggaraan Malam Puncak* 500.000
1.500.000
C Defisit (= A - B) (350.000)
Sejalan dengan jiwa yang terkandung dalam cerita kecil di atas, maka
secara garis besar modul ini akan diawali dengan pembahasan mengenai hal-
hal yang berkaitan dengan laporan apa saja yang harus disajikan dan disampaikan
oleh Pemerintah Daerah (sebagai wujud dari pertanggungjawaban atas realisasi
pengelolaan anggarannya), kemudian dilanjutkan dengan pembahasan mengenai
seluk-beluk analisis laporan keuangan Pemerintah Daerah.
Akuntabilitas
Dari sudut pandang pengendalian tindakan pada pencapaian tujuan,
akuntabilitas mengandung arti kewajiban untuk menyajikan dan melaporkan
segala tindak-tanduk dan kegiatan seseorang atau lembaga, terutama di bidang
administrasi keuangan, kepada pihak yang lebih tinggi atau atasannya (LAN
dan BPKP, 2000). Dalam konteks pemerintahan, akuntabilitas mempunyai arti
pertanggungjawaban, yang merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan
pemerintahan yang baik.
Transparansi
Dalam hubungannya dengan akuntabilitas keuangan, transparansi
mengandung arti penyajian laporan keuangan yang terbuka, terutama mengenai
informasi penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran uang oleh pengelola
keuangan daerah.
Entitas Pelaporan
Unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi
yang berkewajiban menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa
laporan keuangan disebut sebagai Entitas Pelaporan. Jadi, laporan keuangan
yang disajikan oleh Entitas Pelaporan merupakan gabungan dari laporan
keuangan beberapa Entitas Akuntansi.
.........................., ………........................
Menteri/Pimpinan Lembaga/Gubernur/
Bupati/Walikota/Kepala Satuan Kerja
Perangkat Daerah ……....,
(............................................................)
(a) Akuntabilitas
Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan
kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan secara periodik.
(b) Manajemen
Membantu para pengguna untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan
suatu entitas pelaporan dalam periode pelaporan, sehingga memudahkan
fungsi perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas seluruh aset,
kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah untuk kepentingan masyarakat.
(c) Transparansi
Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat
berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui
secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah
dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan
ketaatannya pada peraturan perundang-undangan.
Kemandirian Entitas
Asumsi kemandirian entitas, baik entitas pelaporan maupun akuntansi,
berarti bahwa setiap unit organisasi dianggap sebagai unit yang mandiri dan
mempunyai kewajiban untuk menyajikan laporan keuangan sehingga tidak
terjadi kekacauan antar unit instansi pemerintah dalam pelaporan keuangan.
Salah satu indikasi terpenuhinya asumsi ini adalah adanya kewenangan entitas
untuk menyusun anggaran dan melaksanakannya dengan tanggung jawab
penuh. Entitas bertanggung jawab atas pengelolaan aset dan sumber daya
di luar neraca untuk kepentingan yurisdiksi tugas pokoknya, termasuk atas
kehilangan atau kerusakan aset dan sumber daya dimaksud, utang-piutang
yang terjadi akibat putusan entitas, serta terlaksana tidaknya program yang
telah ditetapkan.
Kesinambungan Entitas
Laporan keuangan disusun dengan asumsi bahwa entitas pelaporan
akan berlanjut keberadaannya. Dengan demikian, pemerintah diasumsikan tidak
bermaksud melakukan likuidasi atas entitas pelaporan dalam jangka pendek.
Relevan
Laporan keuangan bisa dikatakan relevan apabila informasi yang
termuat di dalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna dengan
membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu atau masa kini, dan
memprediksi masa depan, serta menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi
mereka di masa lalu. Dengan demikian, informasi laporan keuangan yang
relevan dapat dihubungkan dengan maksud penggunaannya.
Andal
Informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang
menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara jujur,
serta dapat diverifikasi. Informasi mungkin relevan, tetapi jika hakikat atau
penyajiannya tidak dapat diandalkan maka penggunaan informasi tersebut
secara potensial dapat menyesatkan.
Dapat Dibandingkan
Informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih berguna
jika dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya atau
laporan keuangan entitas pelaporan lain pada umumnya.
Dapat Dipahami
Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dipahami
oleh pengguna dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang disesuaikan
dengan batas pemahaman para pengguna. Untuk itu, pengguna diasumsikan
memiliki pengetahuan yang memadai atas kegiatan dan lingkungan operasi
entitas pelaporan, serta adanya kemauan pengguna untuk mempelajari
informasi yang dimaksud.
Nilai Historis
Aset dicatat sebesar pengeluaran kas dan setara kas yang dibayar
atau sebesar nilai wajar dari imbalan (consideration) untuk memperoleh aset
tersebut pada saat perolehan. Kewajiban dicatat sebesar jumlah kas dan
setara kas yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban di
masa yang akan datang dalam pelaksanaan kegiatan pemerintah.
Realisasi
Bagi pemerintah, pendapatan yang tersedia yang telah diotorisasikan
melalui anggaran pemerintah selama suatu tahun fiskal akan digunakan untuk
membayar hutang dan belanja dalam periode tersebut.
Periodisitas
Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan entitas pelaporan perlu
dibagi menjadi periode-periode pelaporan sehingga kinerja entitas dapat di
ukur dan posisi sumber daya yang dimilikinya dapat ditentukan. Periode utama
yang digunakan adalah tahunan. Namun, periode bulanan, triwulanan, dan
semesteran juga dianjurkan.
Konsistensi
Perlakuan akuntansi yang sama diterapkan pada kejadian yang serupa
dari periode ke periode oleh suatu entitas pelaporan (prinsip konsistensi
internal). Hal ini tidak berarti bahwa tidak boleh terjadi perubahan dari satu
metode akuntansi ke metode akuntansi yang lain.
Pengungkapan Lengkap
Laporan keuangan menyajikan secara lengkap informasi yang dibutuh-
kan oleh pengguna. Informasi yang dibutuhkan oleh pengguna laporan keuangan
dapat ditempatkan pada halaman depan laporan keuangan atau pada Catatan
atas Laporan Keuangan.
Penyajian Wajar
Laporan keuangan menyajikan dengan wajar Laporan Realisasi
Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan.
Basis Akuntansi
Selain prinsip-prinsip pelaporan keuangan tersebut di atas, terdapat
satu hal penting yang harus diperhatikan dalam pelaporan keuangan, yaitu
masalah penggunaan basis akuntansi.
Basis akrual untuk Neraca berarti bahwa aset, kewajiban, dan ekuitas
dana diakui dan dicatat pada saat terjadinya transaksi, atau pada saat kejadian
I. Rangkuman
Bab 2
Sekilas Pengelolaan
Keuangan Daerah
Setelah mempelajari bab ini, diharapkan pembaca dapat:
• Memperoleh pemahaman mengenai ruang lingkup keuangan daerah.
• Memperoleh pemahaman mengenai azas umum pengelolaan keuangan
daerah.
• Memperoleh pemahaman mengenai hirarki perangkat daerah pada
pemerintahan daerah yang terkait dalam pengelolaan keuangan daerah.
Tertib
Secara tertib adalah bahwa keuangan daerah dikelola secara tepat waktu dan
tepat guna yang didukung dengan bukti-bukti administrasi yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Taat Peraturan
Taat pada peraturan perundang-undangan adalah bahwa pengelolaan keuangan
daerah harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Efektif
Efektif merupakan pencapaian hasil program dengan target yang telah
ditetapkan, yaitu dengan cara membandingkan keluaran dengan hasil.
Efisien
Efisien merupakan pencapaian keluaran yang maksimum dengan masukan
tertentu atau penggunaan masukan terendah untuk mencapai keluaran
tertentu.
Ekonomis
Ekonomis merupakan pemerolehan masukan dengan kualitas dan kuantitas
tertentu pada tingkat harga yang terendah.
Transparan
Transparan merupakan prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat
untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-Iuasnya tentang
keuangan daerah.
Bertanggung jawab
Bertanggung jawab merupakan perwujudan kewajiban seseorang untuk
mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan
pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian
tujuan yang telah ditetapkan.
Keadilan
Keadilan adalah keseimbangan distribusi kewenangan dan pendanaannya
dan/atau keseimbangan distribusi hak dan kewajiban berdasarkan pertimbangan
yang obyektif.
Kepatutan
Kepatutan adalah tindakan atau suatu sikap yang dilakukan dengan wajar
dan proporsional.
Manfaat
Manfaat untuk masyarakat adalah bahwa keuangan daerah diutamakan untuk
pemenuhan kebutuhan masyarakat.
D. Rangkuman
Bab 3
Laporan
Pertanggungjawaban
Pelaksanaan APBD
Setelah mempelajari bab ini, diharapkan pembaca dapat:
• Memperoleh pemahaman mengenai bentuk laporan pertanggung-
jawaban pemerintah daerah atas pengelolaan keuangan daerah.
• Memperoleh pemahaman mengenai proses penyusunan laporan
pertanggungjawaban pemerintah daerah.
• Memperoleh pemahaman mengenai proses persetujuan laporan
keuangan daerah oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Pendapatan
(a) Pendapatan (basis kas) adalah penerimaan oleh Bendahara Umum Negara/
Bendahara Umum Daerah atau oleh entitas pemerintah lainnya yang
menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang ber-
sangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali
oleh pemerintah.
(b) Pendapatan (basis akrual) adalah hak pemerintah yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih.
(c) Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan
dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana
bagi hasil.
(d) Unsur Pendapatan Daerah terdiri dari:
• Pendapatan Asli Daerah:
- Pajak Daerah,
- Retribusi Daerah,
- Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan,
- Lain-lain PAD yang Sah.
• Pendapatan Transfer/Dana Perimbangan:
- Dana Bagi Hasil,
- Dana Alokasi Umum, dan
- Dana Alokasi Khusus.
• Lain-lain Pendapatan yang Sah:
- Dana Darurat,
- Hibah
Belanja
(a) Belanja (basis kas) adalah semua pengeluaran oleh Bendahara Umum
Negara/Bendahara Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar
dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh
pembayarannya kembali oleh pemerintah.
(b) Belanja (basis akrual) adalah kewajiban pemerintah yang diakui sebagai
pengurang nilai kekayaan bersih.
(c) Unsur Belanja Daerah terdiri dari:
• Belanja Operasi:
- Belanja Pegawai
- Belanja Barang
- Bunga
- Subsidi
- Hibah
- Bantuan Sosial
• Belanja Modal:
- Belanja Tanah
- Belanja Peralatan dan Mesin
- Belanja Gedung dan Bangunan
- Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan
- Belanja Aset Tetap Lainnya
- Belanja Aset Lainnya
• Belanja Tak Terduga
Pembiayaan
(a) Pembiayaan (basis kas) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar
kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada
tahun anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya,
yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk
menutup defisit atau memanfaatkan surplus anggaran.
(b) Unsur Pembiayaan Daerah terdiri dari:
• Penerimaan Pembiayaan:
- Penggunaan SiLPA
- Pencairan Dana Cadangan
- Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
- Penerimaan Pinjaman
- Penerimaan Pembayaran Piutang
• Pengeluaran Pembiayaan:
- Pembentukan Dana Cadangan
- Penyertaan Modal Pemerintah Daerah
- Pembayaran Pokok Pinjaman
- Pemberian Pinjaman
1 PENDAPATAN
2 PENDAPATAN ASLI DAERAH
3 Pendapatan Pajak Daerah xxx xxx xx xxx
4 Pendapatan Retribusi Daerah xxx xxx xx xxx
5 Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan xxx xxx xx xxx
6 Lain-lain PAD yang sah xxx xxx xx xxx
7 Jumlah Pendapatan Asli Daerah (3 s/d 6) xxxx xxxx xx xxxx
8
9 PENDAPATAN TRANSFER
10 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - DANA PERIMBANGAN
11 Dana Bagi Hasil Pajak xxx xxx xx xxx
12 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam xxx xxx xx xxx
13 Dana Alokasi Umum xxx xxx xx xxx
14 Dana Alokasi Khusus xxx xxx xx xxx
15 Jumlah Pendapatan Transfer Dana Perimbangan (11 s/d 14) xxxx xxxx xx xxxx
16
17 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT – LAINNYA
18 Dana Otonomi Khusus xxx xxx xx xxx
19 Dana Penyesuaian xxx xxx xx xxx
20 Jumlah Pendapatan Transfer Lainnya (18 s/d 19) xxxx xxxx xx xxxx
21 Total Pendapatan Transfer (15 + 20) xxxx xxxx xx xxxx
22
23 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
24 Pendapatan Hibah xxx xxx xx xxx
25 Pendapatan Dana Darurat xxx xxx xx xxx
26 Pendapatan Lainnya xxx xxx xx xxx
27 Jumlah Pendapatan Lain-lain yang Sah (24 s/d 26) xxx xxx xx xxx
28 JUMLAH PENDAPATAN (7 + 21 + 27) xxxx xxxx xx xxxx
29 BELANJA
30 BELANJA OPERASI
31 Belanja Pegawai xxx xxx xx xxx
32 Belanja Barang xxx xxx xx xxx
33 Bunga xxx xxx xx xxx
52
53 TRANSFER
54 TRANSFER/BAGI HASIL PENDAPATAN KE KABUPATEN/KOTA
55 Bagi Hasil Pajak ke Kabupaten/Kota xxx xxx xx xxx
56 Bagi Hasil Retribusi ke Kabupaten/Kota xxx xxx xx xxx
57 Bagi Hasil Pendapatan Lainnya ke Kabupaten/Kota xxx xxx xx xxx
58 Jumlah Transfer Bagi Hasil Pendapatan ke Kab./Kota (55 s/d 57) xxxx xxxx xx xxxx
59 JUMLAH BELANJA DAN TRANSFER (51 + 58) xxxx xxxx xx xxxx
60 SURPLUS/DEFISIT (28 - 59) xxx xxx xx xxx
61
62 PEMBIAYAAN
63
64 PENERIMAAN PEMBIAYAAN
1 PENDAPATAN
2 PENDAPATAN ASLI DAERAH
3 Pendapatan Pajak Daerah xxx xxx xx xxx
4 Pendapatan Retribusi Daerah xxx xxx xx xxx
5 Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan xxx xxx xx xxx
6 Lain-lain PAD yang sah xxx xxx xx xxx
7 Jumlah Pendapatan Asli Daerah (3 s/d 6) xxxx xxxx xx xxxx
8
9 PENDAPATAN TRANSFER
10 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - DANA PERIMBANGAN
11 Dana Bagi Hasil Pajak xxx xxx xx xxx
12 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam xxx xxx xx xxx
13 Dana Alokasi Umum xxx xxx xx xxx
14 Dana Alokasi Khusus xxx xxx xx xxx
15 Jumlah Pendapatan Transfer Dana Perimbangan (11 s/d 14) xxxx xxxx xx xxxx
16
17 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT – LAINNYA
18 Dana Otonomi Khusus xxx xxx xx xxx
19 Dana Penyesuaian xxx xxx xx xxx
20 Jumlah Pendapatan Transfer Lainnya (18 s/d 19) xxxx xxxx xx xxxx
21
22 TRANSFER PEMERINTAH PROVINSI
23 Pendapatan Bagi Hasil Pajak xxx xxx xx xxx
24 Pendapatan Bagi Hasil Lainnya xxx xxx xx xxx
25 Jumlah Transfer Pemerintah Provinsi (23 s/d 24) xxxx xxxx xx xxxx
26 Total Pendapatan Transfer (15 + 20 + 25) xxxx xxxx xx xxxx
27
28 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
29 Pendapatan Hibah xxx xxx xx xxx
30 Pendapatan Dana Darurat xxx xxx xx xxx
31 Pendapatan Lainnya xxx xxx xx xxx
32 Jumlah Lain-lain Pendapatan yang Sah (29 s/d 31) xxx xxx xx xxx
33 JUMLAH PENDAPATAN (7 + 26 + 32) xxx xxxx xx xxxx
34
35 BELANJA
36 BELANJA OPERASI
37 Belanja Pegawai xxx xxx xx xxx
38 Belanja Barang xxx xxx xx xxx
39 Bunga xxx xxx xx xxx
40 Subsidi xxx xxx xx xxx
41 Hibah xxx xxx xx xxx
42 Bantuan Sosial xxx xxx xx xxx
43 Jumlah Belanja Operasi (37 s/d 42) xxxx xxxx xx xxxx
44
45 BELANJA MODAL
46 Belanja Tanah xxx xxx xx xxx
47 Belanja Peralatan dan Mesin xxx xxx xx xxx
48 Belanja Gedung dan Bangunan xxx xxx xx xxx
49 Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan xxx xxx xx xxx
50 Belanja Aset Tetap Lainnya xxx xxx xx xxx
51 Belanja Aset Lainnya xxx xxx xx xxx
52 Jumlah Belanja Modal (46 s/d 51) xxxx xxxx xx xxxx
53
54 BELANJA TAK TERDUGA
55 Belanja Tak Terduga xxx xxx xx xxx
56 Jumlah Belanja Tak Terduga (55 s/d 55) xxxx xxxx xx xxxx
57 Jumlah Belanja (43 + 52 + 56) xxxx xxxx xx xxxx
58
59 TRANSFER
60 TRANSFER/BAGI HASIL KE DESA
61 Bagi Hasil Pajak xxx xxx xx xxx
62 Bagi Hasil Retribusi xxx xxx xx xxx
63 Bagi Hasil Pendapatan Lainnya xxx xxx xx xxx
64 Jumlah Transfer Bagi Hasil ke Desa (61 s/d 63) xxxx xxxx xx xxxx
65 JUMLAH BELANJA DAN TRANSFER (57+ 64) xxxx xxxx xx xxxx
66 SURPLUS/DEFISIT (33 - 65) xxxx xxxx xx xxxx
67
68 PEMBIAYAAN
69
70 PENERIMAAN PEMBIAYAAN
71 Penggunaan SiLPA xxx xxx xx xxx
72 Pencairan Dana Cadangan xxx xxx xx xxx
73 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan xxx xxx xx xxx
74 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat xxx xxx xx xxx
75 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx
76 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank xxx xxx xx xxx
77 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank xxx xxx xx xxx
78 Pinjaman Dalam Negeri – Obligasi xxx xxx xx xxx
79 Pinjaman Dalam Negeri – Lainnya xxx xxx xx xxx
80 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx
81 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx
82 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx
83 Jumlah Penerimaan (71 s/d 82) xxxx xxxx xx xxxx
84
85 PENGELUARAN PEMBIAYAAN
86 Pembentukan Dana Cadangan xxx xxx xx xxx
87 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah xxx xxx xx xxx
88 Pembayaran Pokok Pinjaman DN - Pemerintah Pusat xxx xxx xx xxx
89 Pembayaran Pokok Pinjaman DN - Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx
90 Pembayaran Pokok Pinjaman DN - Lembaga Keuangan Bank xxx xxx xx xxx
91 Pembayaran Pokok Pinjaman DN - Lembaga Keuangan Bukan Bank xxx xxx xx xxx
92 Pembayaran Pokok Pinjaman DN – Obligasi xxx xxx xx xxx
93 Pembayaran Pokok Pinjaman DN – Lainnya xxx xxx xx xxx
94 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx
95 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx
96 Pemberian Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx
97 Jumlah Pengeluaran (86 s/d 97) xxx xxx xx xxx
98 PEMBIAYAAN NETO (83 - 97) xxxx xxxx xx xxxx
99
100 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (66-98) xxxx xxxx xx xxx x
C. Neraca
1. Aset
Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh
pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat
ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik
oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan
uang, termasuk sumber daya non-keuangan yang diperlukan untuk
penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber daya yang dipelihara
karena alasan sejarah dan budaya.
Manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aset adalah potensi
aset tersebut untuk memberikan sumbangan, baik langsung maupun tidak
langsung, bagi kegiatan operasional pemerintah, berupa aliran pendapatan
atau penghematan belanja bagi pemerintah.
a. Aset Lancar
Suatu aset diklasifikasikan sebagai aset lancar jika diharapkan segera
untuk dapat direalisasikan atau dimiliki untuk dipakai atau dijual dalam
waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan. Aset yang tidak
dapat dimasukkan dalam kriteria tersebut diklasifikasikan sebagai
aset non-lancar. Aset lancar meliputi kas dan setara kas, investasi
jangka pendek, piutang, dan persediaan.
b. Aset Non-Lancar
Aset non-lancar mencakup aset yang bersifat jangka panjang, dan aset
tak berwujud yang digunakan baik langsung maupun tidak langsung
untuk kegiatan pemerintah atau yang digunakan masyarakat umum.
Aset non-lancar diklasifikasikan menjadi investasi jangka panjang, aset
tetap, dana cadangan, dan aset lainnya.
2. Kewajiban
Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang
penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi
pemerintah.
3. Ekuitas Dana
Ekuitas Dana adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih
antara aset dan kewajiban pemerintah.
1 ASET
2
3 ASET LANCAR
4 Kas di Kas Daerah xxx xxx
5 Kas di Bendahara Pengeluaran xxx xxx
6 Kas di Bendahara Penerimaan xxx xxx
7 Investasi Jangka Pendek xxx xxx
8 Piutang Pajak xxx xxx
9 Piutang Retribusi xxx xxx
10 Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx
11 Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx
12 Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Pusat xxx xxx
3 Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx
14 Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran xxx xxx
15 Bagian lancar Tuntutan Ganti Rugi xxx xxx
16 Piutang Lainnya xxx xxx
17 Persediaan xxx xxx
18 Jumlah Aset Lancar (4 s/d 17) xxx xxx
19
20 INVESTASI JANGKA PANJANG
21 Investasi Non-permanen xxx xxx
22 Pinjaman Kepada Perusahaan Negara xxx xxx
23 Pinjaman Kepada Perusahaan Daerah xxx xxx
24 Pinjaman Kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx
25 Investasi dalam Surat Utang Negara xxx xxx
26 Investasi dalam Proyek Pembangunan xxx xxx
27 Investasi Non-permanen Lainnya xxx xxx
28 Jumlah Investasi Non-permanen (22 s/d 27) xxx xxx
29 Investasi Permanen
30 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah xxx xxx
31 Investasi Permanen Lainnya xxx xxx
32 Jumlah Investasi Permanen (30 s/d 31) xxx xxx
33 Jumlah Investasi Jangka Panjang (28 + 32) xxx xxx
34
35 ASET TETAP
1 ASET
2
3 ASET LANCAR
4 Kas di Bendahara Pengeluaran xxx xxx
5 Kas di Bendahara Penerimaan xxx xxx
6 Piutang xxx xxx
7 Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran xxx xxx
8 Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi xxx xxx
9 Persediaan xxx xxx
10 Jumlah Aset Lancar (4 s/d 9) xxx xxx
11
12 ASET TETAP xxx xxx
13 Tanah xxx xxx
14 Peralatan dan Mesin xxx xxx
15 Gedung dan Bangunan xxx xxx
16 Jalan, Irigasi, dan Jaringan xxx xxx
17 Aset Tetap Lainnya xxx xxx
18 Konstruksi Dalam Pengerjaan xxx xxx
19 Jumlah Aset Tetap (13 s/d 18) xxx xxx
20
21 ASET LAINNYA
22 Tagihan Penjualan Angsuran xxx xxx
23 Tuntutan Ganti Rugi xxx xxx
24 Kemitraan dengan Pihak Ketiga xxx xxx
25 Aset Tak Berwujud xxx xxx
26 Aset Lain-Lain xxx xxx
27 Jumlah Aset Lainnya (22 s/d 26) xxx xxx
28
29 JUMLAH ASET (10+19+27) xxxx xxxx
30
31 KEWAJIBAN
32
33 KEWAJIBAN JANGKA PENDEK xxx xxx
1 ASET
2
3 ASET LANCAR
4 Kas di Kas Daerah xxx xxx
5 Kas di Bendahara Pengeluaran xxx xxx
6 Kas di Bendahara Penerimaan xxx xxx
7 Piutang Pajak xxx xxx
8 Piutang Retribusi xxx xxx
9 Investasi Jangka Pendek xxx xxx
10 Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx
11 Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx
12 Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Pusat xxx xxx
13 Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx
14 Bagian Lancar Tuntutan Perbendaharaan xxx xxx
15 Jumlah Aset Lancar (4 s/d 14) xxx xxx
16
17 INVESTASI JANGKA PANJANG
18 Investasi Non-permanen
19 Pinjaman Kepada Perusahaan Negara xxx xxx
20 Pinjaman Kepada Perusahaan Daerah xxx xxx
21 Pinjaman Kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx
22 Investasi dalam Surat Utang Negara xxx xxx
23 Investasi dalam Proyek Pembangunan xxx xxx
24 Investasi Non-permanen Lainnya xxx xxx
25 Jumlah Investasi Non-permanen (19 s/d 24) xxx xxx
26 Investasi Permanen
27 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah xxx xxx
28 Investasi Permanen Lainnya xxx xxx
29 Jumlah Investasi Permanen (27 s/d 28) xxx xxx
30 Jumlah Investasi Jangka Panjang (25 + 29) xxx xxx
31
32 DANA CADANGAN
33 Dana Cadangan xxx
Unsur yang dicakup dalam Laporan Arus Kas terdiri dari penerimaan
dan pengeluaran kas, yang masing-masing didefinisikan sebagai berikut:
(a) Penerimaan kas adalah semua aliran kas yang masuk ke Bendahara Umum
Daerah.
(b) Pengeluaran kas adalah semua aliran kas yang keluar dari Bendahara Umum
Daerah.
Dari beberapa hal yang perlu diungkapkan dalam Catatan atas Laporan
Keuangan, adalah yang terakhir yang perlu kita bahas karena hal tersebut
relevan dengan pokok bahasan dalam modul ini. Pengungkapan atas komponen
laporan keuangan adalah sebagai berikut.
2. Belanja
- Penjelasan (dengan menyebut nilai nominal dan prosentase) atas selisih
lebih/kurang antara realisasi dengan anggaran belanja.
- Penjelasan (dengan menyebut nilai nominal dan prosentase) atas selisih
antara belanja periode ini dengan belanja periode yang lalu.
- Penjelasan atas masing-masing jenis belanja.
3. Transfer
- Penjelasan (dengan menyebut nilai nominal dan prosentase) atas selisih
lebih/kurang antara realisasi dengan anggaran transfer.
- Penjelasan (dengan menyebut nilai nominal dan prosentase) atas selisih
antara transfer periode ini dengan transfer periode yang lalu.
- Penjelasan atas masing-masing jenis transfer.
4. Pembiayaan
- Penjelasan (dengan menyebut nilai nominal dan prosentase) atas selisih
lebih/kurang antara realisasi dengan anggaran pembiayaan.
- Penjelasan (dengan menyebut nilai nominal dan prosentase) atas selisih
antara pembiayaan periode ini dengan pembiayaan periode yang lalu.
- Penjelasan atas masing-masing jenis pembiayaan.
Neraca
1. Aset Lancar
Menjelaskan perkiraan-perkiraan yang terdapat pada pos aset lancar,
seperti Kas di Bendahara Pengeluaran, Kas di Bendahara Penerimaan,
dan Piutang.
3. Aset Tetap
Untuk seluruh perkiraan yang ada dalam kelompok aset tetap, diungkapkan
dasar pembukuannya. Diungkapkan pula (apabila ada) perbedaan pencatatan
perolehan aset tetap yang terjadi antara unit keuangan dengan unit yang
mengelola/mencatat aset tetap. Daftar aset tetap juga disertakan sebagai
lampiran laporan keuangan.
4. Aset Lainnya
Menjelaskan perkiraan-perkiraan yang terdapat pada pos aset lainnya,
seperti Tagihan Penjualan Angsuran, Tuntutan Ganti Rugi, dan Kemitraan
dengan Pihak Ketiga.
F. Rangkuman
Bab 4
Konsep Analisis
Laporan Keuangan
Setelah mempelajari bab ini, diharapkan pembaca dapat:
• Memperoleh pemahaman mengenai perbedaan analisis laporan
keuangan sektor bisnis dan sektor pemerintahan.
• Memperoleh pemahaman mengenai teknik-teknik yang digunakan
dalam analisis laporan keuangan pemerintah daerah.
A. Pendahuluan
laporan, yang dapat digunakan untuk prediksi, rating, dan lain sebagainya.
• Dapat menilai perkembangan dan pencapaian yang diperoleh oleh suatu
entitas serta membuat proyeksi keuangan di masa mendatang.
• Dapat mengevaluasi kondisi keuangan entitas masa lalu, saat ini, dan
perkiraan di masa yang akan datang.
• Dapat mengetahui komposisi struktur keuangan entitas, sehingga dapat
memahami situasi dan kondisi keuangan yang dialami oleh suatu entitas.
D. Rangkuman
Bab 5
Analisis Laporan
Keuangan Pemerintah
Setelah mempelajari bab ini, diharapkan pembaca dapat:
• Memperoleh pemahaman mengenai perbedaan analisis laporan
keuangan sektor bisnis dan sektor pemerintahan.
• Memperoleh pemahaman mengenai teknik-teknik yang digunakan
dalam analisis laporan keuangan pemerintah daerah.
Sudah kita bahas pada bab sebelumnya, bahwa akurasi hasil analisis
laporan keuangan sangat tergantung pada akurasi dan validitas angka-angka
yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah daerah tersebut. Selain
itu, pada analisis laporan keuangan itu sendiri terdapat keterbatasan yang
inheren, antara lain sebagai berikut.
Pada sub bab terakhir ini, yang sekaligus merupakan sub topik terakhir
dari bagian kedua (Dasar-dasar Analisis Laporan Keuangan), akan dikemuka-
kan teknik-teknik yang akan digunakan dalam pembahasan Analisis Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah pada bagian ketiga, yang merupakan bagian
terakhir dari modul ini.
D. Rangkuman
Bab 6
Analisis
Hubungan
Setelah mempelajari bab ini, diharapkan pembaca dapat:
• Memperoleh pemahaman mengenai hubungan antar pos pada Laporan
Realisasi APBD.
• Memperoleh pemahaman mengenai hubungan antar pos pada Neraca.
• Memperoleh pemahaman mengenai hubungan antar pos laporan
keuangan pada Realisasi APBD dan Neraca.
• Memperoleh pemahaman mengenai hubungan antar pos laporan
keuangan pada Arus Kas, Realisasi APBD dan Neraca.
A. Pendahuluan
PENDAPATAN
Pendapatan Asli Daerah xxx
Dana Penimbangan xxx
Lain-Lain Pendapatan yang Sah xxx
Total Pendapatan : (1) xxx
BELANJA
Belanja Operasi xxx
Belanja Modal xxx
Belanja Tak Terduga xxx
Total Belanja : (2) xxx
Surplus (Defisit) : (3) = (1) – (2) xxx
PEMBIAYAAN
Penerimaan Pembiayaan : (4) xxx
Pengeluaran Pembiayaan : (5) xxx
Pembiayaan Neto : (6) = (4) – (5) xxx
Ilustrasi:
Pendapatan 60.710
Belanja 69.800
Defisit (9.090)
Pembiayaan:
Penerimaan Pembiayaan* 9.590
Pengeluaran Pembiayaan (500)
Pembiayaan Neto 9.090
Ilustrasi:
Pendapatan 60.710
Belanja 59.800
Surpus 910
Pembiayaan:
Penerimaan Pembiayaan 3.000
Pengeluaran Pembiayaan (3.500)
Pembiayaan Neto (500)
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran 410
(a) Bila jumlah pembiayaan neto positif lebih besar daripada jumlah defisit,
maka selisihnya menjadi SiLPA.
Ilustrasi:
Pendapatan 60.710
Belanja 69.800
Defisit (9.090)
Pembiayaan:
Penerimaan Pembiayaan 10.590
Pengeluaran Pembiayaan (500)
Pembiayaan Neto 10.090
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran 1.000
Ilustrasi:
Pendapatan 60.710
Belanja 59.800
Surplus 910
Pembiayaan:
Penerimaan Pembiayaan 10.590
Pengeluaran (500)
Pembiayaan Neto 10.090
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran 11.000
(c) Bila terjadi pembiayaan neto negatif tetapi surplusnya lebih besar.
Ilustrasi:
Pendapatan 60.710
Belanja 59.800
Surplus 910
Pembiayaan:
Penerimaan Pembiayaan 3.000
Pengeluaran Pembiayaan (3.500)
Pembiayaan Neto (500)
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran 410
C. Neraca
Bila tidak ada informasi mengenai posisi aset, kewajiban dan ekuitas
dana seperti yang dilaporkan dalam neraca, maka akan mengakibatkan, antara
lain, hal-hal sebagai berikut:
NERACA
Pemerintah Daerah “Y”
Per 31 Desember 200X
ASET KEWAJIBAN
Kewajiban Jangka Pendek xxx
Aset Lancar xxx Kewajiban Jangka Panjang xxx
Investasi Jangka Panjang xxx Total Kewajiban xxx
1). Total aset harus sama dengan total kewajiban dan ekuitas dana. Bila tidak,
dapat dipastikan masih ada kesalahan dalam penyusunan neraca tersebut.
3). Jumlah Ekuitas Dana Lancar harus sama dengan jumlah aset lancar di-
kurangi kewajiban jangka pendek.
4). Jumlah SiLPA di dalam ekuitas dana lancar adalah jumlah total kas dikurangi
Utang Perhitungan Fihak Ketiga (potongan taspen, askes, PPh dan PPn).
Ilustrasi: Data aset dan kewajiban Pemda ‘P’ untuk menyusun Neraca
per 31 Desember 200X adalah sebagai berikut:
ASET
Aset Lancar Rp 2.130
Investasi Jangka Panjang Rp 2.450
Aset Tetap Rp 8.620
Dana Cadangan Rp 560
Aset Lainnya Rp 75
Total Aset Rp13.835
KEWAJIBAN
Kewajiban Jangka Pendek Rp 500
Kewajiban Jangka Panjang Rp 2.500
Total Kewajiban Rp 3.000
NERACA
Pemerintah Daerah “P”
Per 31 Desember 200X
ASET Rp KEWAJIBAN Rp
1) Bila ada belanja modal dalam laporan realisasi APBD, maka jumlah aset
tetap di dalam neraca harus bertambah dengan jumlah yang sama.
5) SiLPA pada kelompok ekuitas dana lancar di neraca harus sama dengan
jumlah SiLPA (akhir tahun) di laporan realisasi APBD. SiLPA di neraca
diperoleh dengan perhitungan: jumlah total kas dikurangi kewajiban pada
PFK (potongan taspen, askes, dan PPh dan PPn yang belum disetor).
1) Saldo kas pada akhir tahun dalam Laporan Arus Kas harus sama dengan
jumlah kas pada akhir tahun di Neraca (per 31 Desember 200X).
2) Apakah jumlah arus kas masuk dari aktivitas operasi sudah benar?. Untuk
mengujinya dapat dibandingkan dengan jumlah pendapatan daerah dalam
laporan realisasi anggaran dengan rumus sebagai berikut :
Perhatikan:
(a) Arus kas masuk dari aktivitas operasi yang berasal dari Lain-lain PAD
tidak termasuk pendapatan dari penjualan aset daerah yang tidak
dipisahkan. Alasannya, penjualan aset tersebut dalam laporan arus kas
dilaporkan dalam arus kas masuk dari aktivitas investasi aset non
keuangan.
(b) Laporan arus kas hanya melaporkan transaksi kas baik pendapatan,
belanja maupun pembiayaan. Sebagai contoh, pendapatan berupa
hibah dalam bentuk barang tidak akan dilaporkan dalam laporan arus
kas, tetapi dalam laporan realisasi APBD hibah tersebut tentu akan
dilaporkan, meski dalam bentuk barang.
3) Jumlah arus kas keluar dari aktivitas operasi sama dengan jumlah total
belanja dalam Laporan Realisasi Anggaran tetapi tidak termasuk belanja
modal.
4) Jumlah arus kas masuk dari aktivitas investasi aset non-keuangan sama
dengan jumlah pendapatan dari penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan
yang dilaporkan dalam Laporan Realisasi Anggaran sebagai kelompok
Lain-lain PAD (perhatikan penjelasan pada angka 2 huruf (a) di atas)
5) Jumlah arus kas keluar dari aktivitas investasi aset non-keuangan sama
dengan jumlah belanja modal di laporan realisasi anggaran.
6) Jumlah arus kas masuk dari aktivitas pembiayaan tidak akan sama dengan
jumlah penerimaan pembiayaan dalam laporan realisasi anggaran, sebab
SiLPA tahun anggaran sebelumnya tidak dianggap sebagai komponen
arus kas masuk dari aktivitas pembiayaan.
7) Jumlah arus kas keluar dari aktivitas pembiayaan harus sama dengan
jumlah pengeluaran pembiayaan dalam laporan realisasi anggaran.
PENDAPATAN
Pendapatan Asli Daerah
(termasuk penjualan aset daerah yang dipisahkan
sebesar Rp 10) 10.450
Dana Perimbangan 50.000
Lain-Lain Pendapatan yang Sah 260
Total Pendapatan : (1) 60.710
BELANJA
Belanja Operasi 40.200
Belanja Modal 24.100
Belanja Tak Terduga 5.500
Total Belanja : (2) 69.800
Surplus (Defisit) : (3) = (1) – (2) (9.090)
PEMBIAYAAN
Penerimaan Pembiayaan : (4)
(termasuk SiLPA tahun sebelumnya Rp 15.200) 21.400
Pengeluaran Pembiayaan (5) (5.200)
Pembiayaan neto : (6) = (4) – (5) 16.200
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA): (7) = (3) + (6) 7.110
• Data mengenai jumlah potongan PFK (Taspen, Askes, dan PPh 21) adalah
sebagai berikut:
7) Arus kas masuk dari aktivitas non-anggaran = jumlah potongan PFK tahun
berjalan
Arus kas masuk dari aktivitas non-anggaran = Rp 4.800
8) Arus kas keluar dari aktivitas non-anggaran = jumlah potongan PFK yang
disetor selama tahun berjalan
Arus kas keluar dari aktivitas non-anggaran = Rp 4.820
Rp
SiLPA = Jumlah kas akhir tahun – Jumlah Kewajiban PFK akhir tahun
Berdasarkan data mengenai posisi kas dan utang PFK di atas, SiLPA dalam
neraca dapat dihitung:
F. Rangkuman
2) Jumlah arus kas masuk dari aktivitas operasi dapat sama dengan jumlah
pendapatan daerah dikurangi penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan
(dalam laporan realisasi anggaran)
3) Jumlah arus kas keluar dari aktivitas operasi sama dengan jumlah total
belanja (dalam laporan realisasi anggaran) tetapi tidak termasuk belanja
modal.
4) Jumlah arus kas masuk dari aktivitas investasi aset non-keuangan sama
dengan jumlah pendapatan dari penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan
(dalam laporan realisasi anggaran).
5) Jumlah arus kas keluar dari aktivitas investasi aset non-keuangan sama
dengan jumlah belanja modal di laporan realisasi anggaran.
6) Jumlah arus kas keluar dari aktivitas pembiayaan harus sama dengan
jumlah pengeluaran pembiayaan dalam laporan realisasi anggaran.
Bab 7
Analisis
Perbandingan
Setelah mempelajari bab ini, diharapkan pembaca dapat:
• Memperoleh pemahaman mengenai keunggulan dan kelemahan
analisis perbandingan.
• Memperoleh pemahaman mengenai jenis-jenis analisis perbandingan
pada laporan keuangan daerah.
• Memperoleh pemahaman dan memiliki kemampuan untuk melakukan
analisis perbandingan pada laporan keuangan daerah.
B. Jenis-jenis Perbandingan
Efektifitas PAD
Perbandingan ini digunakan untuk mengukur kemampuan pemerintah
daerah dalam merealisasikan PAD yang direncanakan dibandingkan dengan
target yang ditetapkan (berdasarkan potensi riil daerah). Kemampuan daerah
Efisiensi PAD
Perhitungan ini menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya
yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan (PAD) dengan realisasi
pendapatan yang diterima. Suatu pemerintah daerah dikatakan efisien dalam
melakukan pemungutan PAD, jika hasil perhitungannya kurang dari 1 atau
lebih kecil dari 100%. Semakin kecil hasil perhitungannya, berarti kinerja
pemerintah daerah semakin baik.
Keserasian Belanja
Rasio keserasian ini digunakan untuk mengukur keserasian belanja
yang direalisasikan oleh pemda. Contoh, rasio total belanja tidak langsung
terhadap total belanja langsung, rasio biaya pemungutan pajak dengan
pendapatan pajak.
Likuiditas
Perhitungan likuiditas digunakan untuk mengukur kemampuan
pemerintah daerah dalam membayar utang (kewajiban) jangka pendeknya.
Rasio ini bisa diukur dengan rasio lancar dan rasio kas.
Solvabilitas
Perhitungan solvabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan
pemerintah daerah dalam membayar semua utangnya yang akan jatuh tempo.
Rasio ini bisa diukur dengan rasio utang terhadap aktiva atau rasio utang
terhadap ekuitas dana.
Leverage
Perhitungan leverage digunakan untuk mengukur perbandingan
antara ekuitas dana (kekayaan bersih pemerintah daerah) dengan total utang.
Kemandirian
Perbandingan ini digunakan untuk mengukur tingkat kemandirian
pemerintah daerah dalam hal pendanaan aktivitasnya. Rasio ini dapat diukur
dengan membandingkan jumlah PAD terhadap jumlah DAU ditambah jumlah
pinjaman (selain utang PFK dan utang pajak PPn/PPh). Di samping itu, tingkat
kemandirian dapat juga dibaca sebagai indikator tingkat partisipasi masyarakat
lokal terhadap pembangunan daerah, indikator perkembangan ekonomi daerah
dan kesejahteraan masyarakatnya.
1. Realisasi vs Anggaran
Berdasarkan data di atas dapat digambarkan perhitungan realisasi anggaran
sebagai berikut:
Realisasi Pendapatan
Semua pos PAD melampaui targetnya masing-masing, kecuali pos bagian
laba dari BUMD, meskipun pelampauannya sangat kecil. Harus dicermati
bahwa target pendapatan T.A. 2007 (setelah perubahan anggaran) idealnya
harus lebih besar atau paling tidak sama dengan realisasi pendapatan T.A.
2006. Untuk itu, agar mendapat gambaran yang lebih baik, seyogyanya
realisasi pendapatan tahun berjalan dibandingkan dengan tahun sebelumnya,
misalnya realisasi pajak daerah TA 2007 dibandingkan dengan realisasi
pajak daerah TA 2006.
Realisasi Belanja
Realisasi belanja tidak diperkenankan melebihi plafonnya. Analisis rasio
realisasi belanja di atas menunjukkan angka tertinggi 100%, hal ini menunjuk-
kan ketaatan pada peraturan. Sementara rata-rata tingkat penyerapan
adalah lebih dari 90%, hal ini menunjukkan tingkat penyerapan dana yang
optimal.
Surplus (defisit)
Pemda yang mengalami defisit belum tentu kinerjanya lebih buruk dari pemda
yang surplus, karena mungkin saja pemda yang defisit tersebut mempunyai
anggaran belanja kegiatan yang jauh lebih besar dibanding dengan pemda
yang surplus. Surplus (defisit) hakikatnya bukan merupakan anggaran, tetapi
perhitungan yang menunjukan selisih dari anggaran pendapatan dan anggaran
belanja. Dengan demikian, tidak ada larangan atau bukan hal yang salah
bila realisasi defisit melebihi 100% dari yang direncanakan (misal karena
Realisasi Pembiayaan
Anggaran pengeluaran pembiayaan sifatnya seperti belanja di mana jumlah
yang dianggarkan merupakan pagu yang tidak boleh dilewati. Sedangkan
anggaran penerimaan pembiayaan sifatnya seperti pendapatan di mana
jumlah yang dianggarkan adalah target yang boleh dilampaui, sepanjang
tidak ada peraturan khusus yang melarangnya.
b. Rasio komparatif baik untuk pos pendapatan dan pos belanja secara umum
di atas 100%. Hal ini menunjukkan kondisi yang normal, terlebih lagi belanja
yang cenderung naik setiap tahunnya.
PAD
Pajak Daerah 20.210 21.568 1.358 6,72 106,72
Retribusi Daerah 12.560 13.145 585 4,66 104,66
Dst….
3. Keserasian
Berdasarkan Pemendagri 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah, belanja dibagi ke dalam dua kelompok: belanja tidak
langsung dan belanja langsung. Belanja tidak langsung adalah belanja
yang tidak terkait langsung dengan adanya program dan kegiatan.
Sedangkan belanja langsung adalah belanja yang terkait secara langsung
dengan adanya program dan kegiatan.
Data berikut ini diambil dari Neraca Pemerintah Daerah “Suka2” untuk
memberikan ilustrasi perhitungan rasio likuiditas, solvabilitas, leverage, dan
kemandirian.
1. Likuiditas
Rasio likuiditas mengukur kemampuan pemda untuk membayar utang
(kewajiban) jangka pendeknya. Rasio ini bisa diukur dengan rasio lancar
dan rasio kas (terhadap utang jk. Pendek). Pos persediaan pada neraca
pemda umumnya bukan persediaan barang dagang yang ditujukan untuk
dijual tetapi untuk digunakan dalam operasi pemerintah atau diserahkan
kepada masyarakat. Oleh karena itu, dalam perhitungan rasio lancar
sebaiknya pos persediaan tidak diperhitungkan.
Rasio lancar ini menunjukkan perbandingan antara aktiva lancar (di luar
persediaan) dengan utang jangka pendek yang besarnya adalah 10,53:1.
Hal ini berarti untuk setiap Rp 1 utang, pemda mempunyai Rp 10,35 aktiva
yang sangat lancar. Kondisi ini menunjukkan bahwa kondisi keuangan
pemda sangat likuid.
2. Solvabilitas
Rasio solvabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan pemda untuk
membayar semua utangnya yang akan jatuh tempo. Rasio ini bisa diukur
dengan rasio aktiva terhadap utang atau rasio ekuitas dana terhadap utang.
aktiva dengan total utang yang besarnya adalah 51,46 : 1. Hal ini berarti
untuk setiap Rp 1 utang, pemda mempunyai Rp 51,46 aset. Kondisi ini
menunjukkan bahwa kondisi keuangan pemda masih sangat solvable.
3. Leverage
Rasio leverage digunakan untuk mengukur perbandingan antara ekuitas
dana (kekayaan bersih pemda) dengan total utang. Rasio leverage selama
ini hanya digunakan di sektor perusahaan untuk mengukur komposisi sumber
pembiayaan yang berasal dari kreditor dan investor. Di pemerintah daerah,
rasio ini mungkin belum (tidak) merupakan rasio yang penting sebab tingkat
utang daerah yang masih relatif kecil dan syarat penarikan pinjaman daerah
menggunakan DSCR dan rasio maksimum pinjaman.
4. Kemandirian
Rasio kemandirian digunakan untuk mengukur tingkat kemandirian pemda
dalam hal pendanaan aktivitasnya. Rasio ini dapat diukur dengan membanding-
kan jumlah PAD terhadap jumlah DAU ditambah jumlah pinjaman (selain
utang PFK dan utang pajak PPn/PPh).
Dana alokasi umum merupakan dana yang berasal dari APBN yang
ditransfer ke pemda dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Dana
alokasi umum masih merupakan sumber pembiayaan yang utama (andalan)
bagi pemda-pemda pada umumnya. Dengan demikian, dapat dikatakan
bila perbandingan sumber pembiayaan dari PAD terhadap DAU semakin
besar, berarti hal ini menunjukkan tingkat kemandirian yang semakin
meningkat pula. Bila pinjaman jumlahnya dianggap material, maka untuk
mengukur kemandirian unsur pinjaman tersebut harus diperhitungkan,
akan tetapi sebaiknya mengeluarkan utang PFK dan utang pajak pusat
sebab kedua jenis utang tersebut tidak dimaksudkan untuk menambah
sumber pendanaan pemda.
Rasio kemandirian =
Realisasi PAD : {DAU + (Utang – Utang PFK – Utang pajak pusat)}
Rasio kemandirian = 38.603 : {275.500 + (12.890 – 1.550 – 2.340)}
Rasio kemandirian = 38.603 : 284.500 = 13,57%
E. Rangkuman
Bab 8
Analisis
Kecenderungan
Setelah mempelajari bab ini, diharapkan pembaca dapat:
• Memperoleh pemahaman mengenai pengertian analisis kecenderungan
beserta sifat-sifatnya.
• Memperoleh pemahaman dan memiliki kemampuan untuk melakukan
analisis kecenderungan dengan menggunakan tahun dasar, bergerak,
dan menggunakan diagram pencar.
Jenis Belanja Th. 2001 Th. 2002 Th. 2003 Th. 2004 Th. 2005
Belanja tahun n
----------------------------------- X 100%
Belanja tahun 2001
2001 200
2002 220 10% Kenaikan dari th. 2001
2003 245 11,36% Kenaikan dari th. 2002
2004 260 6,12% Kenaikan dari th. 2003
2005 270 3,85% Kenaikan dari th. 2004
Rata-rata kenaikan per tahun 7,83% Kenaikan dari th. 2005
Teknik analisis ini pada dasarnya sama dengan teknik analisis rasio
komparatif hanya di sini melibatkan data beberapa tahun agar diperoleh rata-
rata kenaikan per tahunnya. Selanjutnya, rata-rata kenaikan per tahun tersebut
dapat digunakan untuk mengestimasi kenaikan yang normal untuk tahun
berikutnya.
Berikut ini disajikan data tentang hasil pajak daerah suatu pemda
selama 10 tahun terakhir dan langkah-langkah bagaimana menentukan garis
kecenderungannya.
1996 14.750
1997 12.245
1998 10.320
1999 11.145
2000 23.730
2001 23.766
2002 18.165
2003 26.680
2004 28.465
2005 37.062
40.000
30.000
20.000
10.000
96 97 98 99 00 01 02 03 04 05
itu, metode ini tidak dapat memberikan alasan yang kuat secara ilmiah untuk
digunakan sebagai alat analisis.
X Y X-X Y-Y X2 y2 xy
(ribuan) (jutaan) x y
xiyi
= -------------------------------
√ xi2 √ yi2
55.350 55.350
= ----------------------------------- = -------------- = 0,95
370 x 9.269.800 58.548
xiyi 55.350
b = --------- = ------------- = 150
2 370
xi
F. Rangkuman
Daftar
Pustaka
Bastian, Indra. 2001. Akuntansi Sektor Publik di Indonesia. Yogyakarta:
Penerbit BPFE Yogyakarta.
LAN dan BPKP, 2000. Akuntabilitas dan Good Governance. Jakarta: Lembaga
Administrasi Negara