Anda di halaman 1dari 7

c  c 

      

Setiap ganti angkutan umum kalo berangkat kuliah, gue selalu liat gerobak yang isi barang
dagangannya berupa peyek²sejenis kerupuk yang biasanya berisi berbagai jenis kacang mulai
dari kacang tanah, kacang hijau, kacang kedelai, bahkan serangga sejenis belalang atau kecoa. Di
gerobak itu tertulis,

PEYEK JOGJA

IMOGIRI+MBANTUL Rp. 5000

Baca bagian ³Jogja´-nya itu selalu membuat gue teringat akan hutang cerita gue di blog tentang
perjalanan ke Jogja ± Semarang liburan bulan Januari kemarin. Jogja. Kota yang sering
membayang-bayangi gue di saat gue mulai sumpek lagi dengan kehidupan di Jakarta dan Depok.
Kota yang selalu gue rindukan akan ketenangan dan keteraturannya. ° , betapa muak gue
menjadi 
 

Sulit melupakan Jogja, tentu gue juga tidak akan lupa tentang betapa dahsyatnya kereta ekonomi
yang kami tumpangi dalam perjalanan ke sana beberapa waktu lalu. Ingat, seperti yang gue
katakan di postingan sebelumnya, ini adalah perjalanan dengan biaya seminim mungkin. Jadi
sangat tidak mungkin gue dan teman-teman yang lain berencana meraih Jogja dengan pesawat
atau kereta kelas eksekutif. Saat kami memutuskan untuk menggunakan kereta kelas ekonomi,
alasannya cuma satu, murah. Beda harga tiket kelas ekonomi cukup jauh dengan kelas bisnis. Ya,
kami rela melakukan apapun agar bisa meminimalisir budget untuk sebuah perjalanan. Mungkin
untuk perjalanan selanjutnya, kami akan terus menggunakan kereta kelas ekonomi selama
perjalanan itu masih termasuk dalam kategori     

Sebelumnya kita survey dengan cari cerita sana sini soal kereta ekonomi. Ada yang bilang siap-
siap barang lo udah nggak ada pas udah nyampe. Ya, tingkat keamanannya sangat diragukan.
Banyak copet katanya. Ada yang bilang penuh banget ampe banyak yang berdiri. Jadi kalo mau
naek kereta ekonomi keluar kota harus stand by di stasiun setidaknya 2 jam sebelum
keberangkatan. Biar dapet tempat duduk katanya. Ada yang bilang kursinya agak keras, makanya
harga tiketnya beda jauh sama bisnis. Ada juga yang bilang biasa-biasa aja.

Yah apapun kata orang tentang kereta ekonomi, kami tetap memutuskan untuk berangkat²dan
pulang²dengan menggunakan kereta tersebut. Dua hari sebelum berangkat, tiket KA Progo
seharga 36ribu yang berangkat dari stasiun Senen dengan tujuan stasiun Lempuyangan,
Jogjakarta sudah dibeli. Kereta dijadwalkan berangkat pukul 9 malam. Sedikit meragukan
sebetulnya, karena di tiket tersebut tertera nomor tempat duduk yang akan kami duduki selama
perjalanan nanti. Waktu keberangkatan dan kedatangan kereta di tempat tujuan juga tertera
dengan jelas. Hei, ini kereta ekonomi kan? Kenapa kesannya begitu eksklusif?

Dc  

Sekedar berjaga-jaga, kami sudah stand by di stasiun Senen dari jam setengah 8 malam.

Pukul sembilan malam akhirnya tiba. Tapi kereta tidak kunjung datang. Sungguh konyol apabila
pada waktu malam seperti itu kami pulang ke rumah masing-masing dan perjalanan dibatalkan
karena kereta tidak kunjung datang dan pembelian tiket 2 hari yang lalu adalah penipuan belaka.

Tetapi KA Progo itu datang setelah 30 menit berlalu dari pukul 9 malam.

Dengan semangat kami menempati tempat duduk yang tertera di tiket. Gue pikir kondisi bagian
dalam kereta bakal seburuk kereta ekonomi dalam kota. Gue juga sempet berpikir kalo kereta
yang akan gue gunakan nanti bakalan ramai seperti musim mudik lebaran yang sering gue liat di
televisi atau seramai kereta ekonomi Jakarta Kota ± Depok di jam 6 sore pada hari kerja. Sempet
mikir juga kalo gue bakalan duduk bertetangga sama ayam yang mau di bawa ke kampung.

Tapi ternyata tidak seburuk itu. Pembagian tempat duduk menjadi tiga orang di satu sisi dan dua
orang di sisi sebelahnya. Kursinya pun terbilang layak untuk diduduki. Hanya saja tidak
seempuk kereta kelas bisnis apalagi eksekutif. Tidak bisa diputar ke sisi lain. Antara satu
penumpang dengan penumpang lainnya duduk saling berhadapan. Bahkan dengkul saling
bersentuhan karena jarak kursi yang begitu rapat. Jadi jangan berharap ada pijakan untuk
meletakkan kaki seperti di kereta kelas eksekutif. Apalagi bantal , selimut, dan mesin pendingin.
Udara mengalir alami dari jendela yang harus menggunakan kekuatan ekstra untuk membukanya
dan akal pikiran agar membuatnya tetap terbuka. Ditambah lagi dengan asap rokok yang
diproduksi penumpang lain dalam satu gerbong yang sama. Tidak ada smoking area dan no
smoking area. Ya maklum, namanya juga kereta kelas ekonomi.

Dengan keadaaan kereta ekonomi yang jauh berbeda dengan ekspektasi sebelumnya²yang
ternyata masih jauh lebih baik²jadi gue pikir ya ternyata memang biasa aja.
Tetapi pikiran bahwa kereta yang gue tumpangi terasa ³biasa aja´ ternyata tidak bertahan lama.
Baru melewati 3 jam dari 10 jam perjalanan dan masih di sekitar Jawa Barat, pantat gue terasa
puanaaaaas bukan main. Sungguh, benar-benar panas. Berbagai macam posisi duduk sudah
dicoba. Duduk normal. Kaki    sebelah²seperti hanya abang-abang yang suka
nongkrong di warteg. Kedua kaki naik semua hingga menyerupai posisi jongkok. Kedua kaki
dinaikan ke bangku depan sambil diluruskan. Bahu sender kanan-kiri. Jongkok. Tetap tidak ada
posisi yang mempan mengobati rasa sakit dan panas di pantat. Mungkin posisi kayang sambil
jalan jauh lebih baik ketimbang gue harus duduk di kursi itu selama 10 jam sampai stasiun
Lempuyangan. Ya Allah« kapan sampe Jogjanyaaaa? Pantat gue keburu groak dimakan kursi.

Oke sekarang gue mengerti kenapa harga tiket kereta kelas ekonomi, bisnis, dan eksekutif
bedanya sangat jauh. Kunci kenyamanan perjalanan Anda terletak pada kursi yang digunakan
saudara-saudara.

 

Penderitaan kami ternyata tidak cukup sampai kejamnya kursi kelas ekonomi.

Di awal perjalanan, beberapa pedagang menjajakan barang dagangannya dari satu gerbong ke
gerbong lain. Gue pikir cuma di awal perjalanan aja. Ternyata, pedagang tersebut tidak berhenti
menjajakan barang dagangannya sampai stasiun tujuan. Dan semakin malam jumlahnya semakin
banyak«semakin banyak.. dan semakin keras suaranya. Itu adalah faktor lain yang membuat
kami sangat sulit untuk bisa beristirahat dengan nyenyak selain bermasalah dengan kursi yang
kejam itu.

Walaupun jam 2 pagi mereka terus bekerja tanpa henti dari satu gerbong ke gerbong lain. Seperti
tidak ada perasaan lelah untuk berjalan dan berteriak. Tidak jarang juga gue melihat pedagang
perempuan dan laki-laki yang sudah tua. Di suatu malam, gue sempet melihat ada seorang
perempuan²mungkin sudah berusia 40-an²yang juga turut menjajakan dagangannya. Raut
wajahnya memperlihatkan bahwa wanita tersebut sangat lelah dan sudah tidak sanggup lagi
berjualan. Lantas dia tersungkur duduk di jalanan gerbong kereta dan langsung tertidur sambil
bersandar di kursi yang kami duduki.

Mungkin kalo gue nggak menggunakan kereta kelas ekonomi dan bertemu orang-orang seperti
itu, gue nggak akan pernah bersyukur bahwa kehidupan gue masih jauh lebih baik daripada
mereka. Gue tidak perlu mengadu nasib di sebuah kereta kelas ekonomi butut sambil menjajakan
barang dagangan semalam suntuk tanpa duduk dan istirahat. Terkadang memang kita harus
melihat ke bawah Kawan, sungguh tidak baik terus menerus memanjakan mata dengan
gemerlapnya kehidupan di kota-kota besar.

 



Ada satu hal yang sangaaat gue rindukan dari kereta ini. Di suatu pagi sekitar jam 4, kereta
sempat singgah di kota Purwokerto. Pada waktu yang bersamaan itu pula gue baru bisa tidur
dengan nyenyak. Tidak lama setelah kereta kembali melanjutkan perjalanan, terdengar suatu
suara sangat menggangu yang menyanyikan lagu sambil mengeluarkan satu kata aneh berulang-
ulanng. Satu kata yang belum pernah gue dengar sebelumnya

(          

Kata-kata itu sukses mengganggu tidur gue yang baru saja lelap. Langsung gue cari sumber
bunyi tersebut. Setelah tengok sana-sini, gue akhirnya menemukan bahwa itu adalah suara tiga
orang waria yang sedang ngamen dari satu kursi ke kursi lainnya. Rasanya pengen teriak, " EH
BENCONG BERISIK LO!". Tapi gue takut di mutilasi. Kesel tapi lucu juga ngeliatnya. Dari
belakang terlihat cantik. Tapi dari depan«UWOW! Cendol dulu gan untuk yang satu ini!

Sulit untuk menjabarkan mengapa gue bisa sangat rindu akan tiga waria     itu. Rasakan
dulu sensasinya secara langsung, baru Anda akan mengerti mengapa gue merindukan mereka.
Belakangan gue menafsirkan kata ³ewer´ itu sebagai modifikasi dari kata ³sawer´.

Yaaa begitulah suka-duka naik kereta kelas teri. Kalo gue nggak naek kereta ekonomi ini, gue
nggak akan pernah berkenalan dengan kursi yang sukses bikin pantat gue groak. Gue nggak akan
pernah tau ekstrimnya kehidupan para pedagang di kereta butut itu. Gue nggak akan pernah
bertemu dengan tiga waria    di waktu subuh yang selalu bikin kangen. Gue nggak akan
pernah bertemu orang yang minta duit ke penumpang atas µjasa¶-nya menyemprot pengharum
ruangan di setiap sudut gerbong kereta. Gue nggak akan pernah melihat seorang penumpang
yang tidur di bawah kolong kursi beralaskan koran. Dan gue nggak akan pernah merasakan satu
tempat duduk dengan germo yang tetap µbekerja¶ walaupun sedang dalam perjalanan.

Sungguh kami sangat menikmati setiap menit dari perjalanan menggunakan kereta kelas
µistimewa¶ tersebut dengan segala kekurangannya.

|
  c   

ali kedua ini saya melakukan perjalanan sekitar 10 jam kearah

K barat, tepat Jakarta si kota megapolitan itu, dan lagi-lagi


menggunalan kereta Progo yang berangkat dari Stasiun
Lempuyangan-Yogyakarta, pada pukul 16.45 WIB. Kereta yang
super ekonomis dan cocok dikantong ini  
  ,
menawarkan fasilitas yang asik namun minimalis, tapi tak apa lahh,
namanya juga kereta ekonomi,   lho.. hehehe

Perjalanan dengan kursi berhadapan satu sama lain memang sudah apa
adanya, kebetulan saya dapat kursi yang berisi 2 orang lagi, karena saya
melakukan perjalanan ini bersama teman saya, ya otomatis tiketnya 
(bersebelahan), jadi kali ini punya teman ngobrol sampai tiba di Jakarta,
yahh karena perjalanan sebelumnya cuma sendiri, dan mendapati teman
duduk yang menyuguhkan reportoar serba diam tanpa asap, jadi kali ini bisa
dikatan lebih nyaman dari perjalanan sebelumnya.

Sore mulai redup, nahh saatnya si kereta harus jalan. ³Jakartaaaaa«.


Hehehee´ berucap dalam hati dengan penuh senyuman, ketemu pacar lagi..
:D. Tidak jauh berbeda dengan perjalan sebelumnya, sampai daerah Wates-
Kulon Progo, lagi-lagi dihampiri si ewer-ewer ceprott, yaa mungkin penikmat
kereta ekonomi yang melintasi jalur selatan sudah tidak asing dengan
nyanyian yang selalu diimbuhi ewer-ewer tadi,dan dengan rela saya
merogoh kantong, biar ga lama-lama dihadapan muka tu mbak-mbak pria.
Heheheee«

Gelap mulai datang, dan penjaja minuman dan makanan mulai naik dalam
kereta. Waww.. seruu bosss! Semua berlomba mencari pembeli, ³Kua..kua..
mijon dingin«´ ujar salah satu penjual. Saat itu saya berangkat hari kamis,
jadi sampai Jakartanya Jumat pagi, namanya juga menjelang akhir pekan
jadi kereta sangat penuh sesak dengan penumpang, dan penjual juga yang
makin mondar mandir, nambah-nambahin ruwet. Tapi jujur, memang asik
naik kereta ekonomi, semua ada di situ, mau mbah-mbah, bapak-bapak,
anak-anak, sampai cewek berpaha mulus pun juga ada coy! Hahahhaa

Menarik dan hampir ga bosen, naik kereta yang bernama KA.Progo itu, yahh
pertama cukup was-was pertama kali naik kereta ekonomi, karena dulu
sering denger kalau naik kereta ekonomi tu ngeri, banyak copet, trus barang
bawaan bisa ilang kapan aja, tapi buktinya ya aman-aman aja kok, asalkan
tetap waspada, lha wong saya pernah dapet cerita temen kakak saya naik
yang eksekutif aja laptop bisa raib, brarti kan kuncinya waspada dan jangan
lupa berdoa bukan??? Hihihiihiii
Aneka ragam, itu kata yang paling tepat buat si kereta oranye ini!

Gimana engga, orang-orang kumplit didalemnya, jaim tu hampir ga ada,


sama tetangga kursi bisa pada tawar-tawaran makan, dan apakah anda
menjumpai hal tersebut di kereta Eksekutif? Bahkan kereta bisnis yang 11-
12 sama kereta ekonomi tetep aja udah pada jaim satu sama lain. Jadi
interaksi sosial masih sangat ketara banget disitu, situasi akrab, nyaman
(dalam arti ga canggung buat ngajak ngobrol satu sama lain), dan toleransi
satu sama lain juga keiatan banget, walaupun muka agak sengak pas
dilangkahi ma penjual kopi (penumpang yang lesehan dibawah). Bagi yang
ga terbiasa naik kereta ekonomi, dijamin ga bakal ngrasa nyaman, seperti
kawan seperjalanan saya, yang dikit-dikit bilang ³wahh sepeure kakean
mandek!´ karena memang begitu, hampir setasiun besar yang dilewati pasti
berhenti, tapi tak apalah namanya juga kelas ekonomi.

Sadar ga sadar yaa.. kereta ekonomi merupakan cerminan Indonesia. Coba


pikir, buang sampah sembarangan di dalam kereta, dalam kehiduan kita
sering juga kan kayak gitu kan? Got pada mampet dan sampai banjir juga
gara-gara buang sampah sembarangan. Indonesia banget kan?

Orang yang bermacam-macam suku, strata sosial, berbagai jabatan juga


ada di kereta ekonomi, Indonesia banget, punya beraneka ragam jenis
penduduknya.

Bebas rokok sana sini di dalem kereta, yaa saya juga suka kereta ekonomi
gara-gara itu juga sihhh.. hehehe, tapi toleransi masih kental banget, ketika
di depan ada anak kecil atau mbok-mbok yang bisa bengek kalau diasepi
terus, trima nahan ngrokok aja, atau ngrokok di pintu kereta biar asep ga
nyebar ke mana-mana.

Dan banyak lagi yang Indonesia banget di kereta Ekonomi, kalau penasaran
harap coba sendiri, kalau takut bisa ajak saya..

Ä    Hhehheeee

Sekedar berbagi info aja ya, tauk penulisnya novel      
?

Yaaa, bapak Ahmad Tohari itu pasti milih kereta ekonomi kalau lagi
bepergian naik kereta, karena apa?

Karena dia senang di dalam kereta ekonomi masih ada sebuah ³kehidupan
bermasyarakat´ yang nyaman buat beliau. Sama buat cari inspirasi kali
yaa«
Seperti cerpen yang pernah beliau tulis yang berlatar di dalam kereta dan
area stasiun, yang berjudul ð    .

Ayoo berekonomi ria, dan sepertinya kata ekonomi lain kali jangan di
identikkan sebagai kelas bawah, murahan, kotor, dan lain-lain.

Karena banyak sudut pandang lain yang lebih indah dan perlu dicetak tebal.

-Salam budaya-
|

Anda mungkin juga menyukai