Anda di halaman 1dari 13

1.

Pengertian Organisasi Internasional


Organisasi internasional adalah suatu wadah yang didirikan melalui perjanjian
anternegara, mempunyai organ – organ bersama, tidak mempunyai wewenang atas warga
negara dan daerah negara – negara anggota, kecuali dan sejauh wewenang ini secara khusus
diserahkan oleh negara – negara itu kepada salah satu organisasi atau badan internasional
berdasarkan perjanjian.
Organisasi internasional merupakan organisasi yang melaksanakan kehendak negara –
negara anggota pendiri melalui bermacam – macam ikatan dengan sasaran tertentu. Pada
umumnya, organisasi internasional melakukan kerjasama atau koordinasi antarnegara.

2. Macam – macam Organisasi Internasional

2.1 Liga Bangsa – bangsa


Organisasi ini didirikan oleh Konferensi Perdamaian, solidaritas antar bangsa yang
demokratis, dan mencegah terulang kembalinya perang saudara internasional (Perang Dunia
I). LBB beranggotakan 54 negara dengan tujuan utama memelihara perdamaian dunia.
Namun, LBB tak dapat mencegah agresi Jepang terhadap Manchuria, penaklukan Ethopia
oleh Italia, dan Jerman terhadap Polandia yang menandai Perang Dunia II pada awal
September 1939.

2.2 Organisasi Buruh Internasional


Sasaran ILO adalah jaminan sosial, pekerja tetap, perpindahan tenaga kerja, dan
bantuan teknik bagi pembangunan ekonomi.
ILO meliputi elemen – elemen sebagai berikut:
1. Konferensi buruh sedunia yang diadakan setiap tahun di kantor pusat Jenewa untuk
menetapkan kebijakan umum organisasi yang dihadiri oleh perwakilan tenaga kerja,
pengusaha, dan 2 orang wakil pemerintah Negara anggota;
2. Badan eksekutif yang bertugas melaksanakan dan mengawasi kegiatan komite dan
komisi ILO;
3. Sekretariat

1
2.3 Gerakan Non Blok
Berdasarkan KTT tahun 1961 di Beograd, para anggota menyepakati prinsip – prinsip
dasar yang meliputi hal – hal sebagai berikut:
1. Mewujudkan perdamaian dunia berdasarkan prinsip – prinsip universal tentang
kesamaan kedaulatan, hak dan martabat, antara Negara – Negara di dunia;
2. Kemerdekaan nasional, kedaulatan, integritas wilayah, persamaan derajat, dan kebebasan
setiap warga Negara untuk melaksanakan pembangunan di bidang sosial, ekonomi, dan
politik;
3. Kemerdekaan dan hak untuk menentukan nasib sendiri bagi bangsa – bangsa yang masih
terjajah oleh bangsa lain;
4. Menghormati hak asasi manusia dan kemerdekaan yang fundamental;
5. Menentang imeprilisme, kolonialisme, neokolonialisme, perbedaan warna kulit termasuk
zionis dalam segala bentuk, serta menentang segala bentuk ekspansi, dominasi serta
pemusatan kekuatan;
6. Menolak pembagian dunia atas blok atau persekutuan militer yang saling bertentangan
satu sama lainnya, menarik semua kekuatan militer asing, dan mengakhiri pangkalan
asing;
7. Menghormati batas – batas wilayah internasional yang sah dan telah diakui serta
menghindari campur tangan atas urusan dalam negeri Negara – negara lain;
8. Menyelasaikan persengketaan secara damai;
9. Mewujudkan suatu tata cara ekonomi dunia baru;
10. Memajukan kerjasama internasional berdasarkan asas persamaan derajat.

2.4 OKI (Organization Of Islamic Conference)


Tujuan didirikannya Oki adalah :
1. Memajukan solidaritas Islam di antara Negara-negara anggota;
2. Mengkoordinasi kerjasama antara Negara-negara anggota dalam bidang ekonomi, sosial,
budaya, ilmu pengetahuan, dan bidang kegiatan lainnya.
3. Berupaya menghapus pemisah rasial dan diskriminasi serta menghilangkan kolonialisme
dalam segala bentuk.
4. Mendukung setiap upaya dalam menciptakan perdamaian dan keamanan dunia.
5. Mengkoordinasikan usaha-usaha untuk melindungi tempat tempat suci dan mendukung
setiap perjuagan Palestina untuk mendapatkan kembali hak hak mereka atas tanah
Palestina.

2
6. Memperkuat perjuangan umat Islam untuk melindungi martabat umat, independensi, dan
hak masing masing agama Islam.
7. Meciptakan suasana yang harmonis untuk meningkatkan kerja sam a dan pengertian
antar Negara angggota OKI dan Negara Negara lain.

2.5 APEC (Asia Pasific Economic Coorperation)


APEC adalah kerjasama ekonomi Negara Negara antar Asia Pasifik yang dibentuk
pada tahun 1989, di Canberra (Australia) yang dilatarbelakangi oleh beberapa factor sebagai
berikut :
1. Munculnya kelompok-kelompok perdagangan regional yang bersifat tertutup yang
cenderung membedakan Negara-negara Asia Pasifik, contohnya : North American Free
Trade Area (NAFTA), yaitu kerjasama ekonomi negara – negara Amerika Utara.
2. Adanya globalisasi yang berdampak luas termasuk ke kawasan Asia Pasifik yang
mendorong Negara-negara di kawasan Asia Pasifik menjadi ketergantungan.

3. Peranan Lembaga Peradilan Internasional


3.1 Peranan PBB
Sebagai institusi internasional terbesar, PBB bertugas menjaga stabilitas internasional
yang terwujud dalam tiga hal: peningkatan perdamaian; penciptaan perdamaian; dan
pemeliharaan perdamaian. Kenyataannya, tugas itu kerap menghadapi hambatan yang justru
datang dari anggotanya sendiri.
Dalam kasus yang berkait dengan negara yang memiliki power relatif lemah, peran
PBB terlihat amat menonjol dan kuat. Tetapi dalam menghadapi aksi negara kuat, PBB justru
sebaliknya, terlihat lemah tidak berdaya.
Ini terjadi karena dalam hubungan internasional, pembangunan dan pelaksanaan suatu
hukum, kaidah, dan tata aturan berbagai kesepakatan lembaga internasional, selalu
mengalami aneka hambatan dan ketidak-efektivan karena terhadang batasan kedaulatan
setiap negara atau tidak adanya lembaga internasional otoritatif yang berkompeten dalam
pengaturan sistem internasional. Segala norma dan institusi internasional seolah mandul tidak
berdampak serius terhadap para defector, terutama negara-negara yang memiliki power relatif
besar.
Hukum internasional dan berbagai norma organisasi internasional banyak ditaati,
tetapi negara-negara besar dapat melanggarnya jika mereka mau tanpa ada sanksi berarti dari

3
negara-negara lain atau PBB sekalipun. Dengan nada mengejek, Stalin menganalogkan PBB
seperti Paus, tidak memiliki pasukan militer sendiri serta perindustrian untuk menghasilkan
berbagai komoditas yang dapat digunakan guna mengubah kebijakan eksternal maupun
internal suatu negara.
PBB tidak memiliki simpanan khromium untuk menyuap AS agar ikut
memberlakukan sanksi penuh di Rhodesia (kini Zimbabwe)! PBB tidak memiliki sumber
minyak yang dapat menjamin suplai tetap ke AS untuk membuatnya tidak mengintervensi
atau standar ganda dalam perpolitikan di Timur Tengah. PBB sepenuhnya tergantung negara-
negara anggota dalam hal dana operasional sehingga sehebat apapun wewenang yang
dimilikinya, ia tidak akan leluasa menjalankannya.
Ini terjadi karena PBB bukan pemerintahan dunia yang memiliki kedaulatan di atas
kedaulatan tiap negara dan hak pelaksanaan koersif atas anggota-anggotanya yang melanggar
peraturan yang telah diterapkan. PBB bukan sistem politik yang mampu bertindak sendiri
atau menguasai sistem internasional. Efektivitasnya ditentukan oleh kualitas politik dunia dan
rasa kebersamaan anggotanya.
Celakanya, benturan kepentingan antar-anggota PBB yang memiliki power kuat kerap
terjadi sehingga banyak kebijakan yang gagal karena diveto salah satu anggota tetap Dewan
Keamanan, atau tidak begitu efektif karena beberapa negara kuat enggan mendukung, kendati
tidak menolaknya. Tidak bisa dipungkiri, realitas politik internasional kerap ditentukan oleh
negara-negara besar.
Adalah sebuah kelemahan utama di mana sebuah lembaga internasional menerapkan
sanksi, sementara pelaksanaannya didesentralisasikan kepada negara-negara anggotanya
karena notabene lembaga itu sendiri tidak mampu menjalankan keputusannya sendiri.
Ketiadaan sistem yang dapat memaksa semua negara anggota untuk secara kolektif
patuh terhadap berbagai keputusan PBB menjadikan negara-negara besar lebih suka bertindak
individual atau sepihak demi menjaga kepentingan ekonomi dan politiknya tanpa rintangan
dari siapa pun. Dan tindakan itu sah karena status dan hak prerogatif mereka dijamin dalam
PBB.
Dengan berbagai kelemahan itu, bisakah jaminan PBB diandalkan guna menciptakan
dan memelihara perdamaian internasional?
Tentu ada banyak kelemahan dan kegagalan PBB jika dibuat suatu draf tersendiri.
Sebaliknya, keberhasilan yang dilakukan untuk menciptakan dunia yang lebih baik pun
banyak. Potensi pemeliharaan perdamaian PBB tidak hanya ditentukan oleh penggunaan

4
negara-negara besar. Yang tidak kalah penting, negara-negara mengizinkan pihak ketiga ikut
berpartisipasi dan diplomasi.
Kedua, pragmatis. Bila tidak ada PBB, siapa lagi? Agar institusi internasional mampu
menciptakan tertib politik, diperlukan kerja sama negara-negara donatur besar untuk
menciptakan institusi yang mampu mengkoordinasikan aksi dan harapan-harapan
anggotanya.
Seperti pengendara mobil, demikian Jones menganalogikan, ia akan mengemudikan
mobilnya sesuai aturan lalu-lintas karena takut ditilang polisi (sanksi koersif), alasan
keselamatan (sanksi utilitarian) dan karena ingin ikut membina kehidupan sosial bersama
yang teratur sehingga jalanan tidak macet (sanksi normatif).
Demikian juga negara dalam sistem internasional. Setiap bentuk institusi internasional
memiliki aneka aturan dan sanksi yang bersifat normatif, utilitarian, maupun koersif. Negara-
negara tunduk pada aturan institusi lebih karena didasarkan pada sanksi yang bersifat
normatif dan utilitarian.Pada dasarnya sistem internasional bersifat resiprokal.

4. Sengketa Internasional
4.1 Sengketa Sipadan dan Ligitan
Sengketa Sipadan dan Ligitan adalah persengketaan Indonesia dan Malaysia atas
pemilikan terhadap kedua pulau yang berada di Selat Makassar yaitu pulau Sipadan (luas:
50.000 meter²) dengan koordinat / 4.1146833°LU 118.6287556°BT / dan pulau Ligitan
(luas: 18.000 meter²) dengan koordinat: / 4.15°LU 118.883°BT / . Sikap Indonesia semula
ingin membawa masalah ini melalui Dewan Tinggi ASEAN namun akhirnya sepakat untuk
menyelesaikan sengketa ini melalui jalur hukum Mahkamah Internasional.

4.1.1 Kronologi sengketa


Persengketaan antara Indonesia dengan Malaysia, mencuat pada tahun 1967 ketika
dalam pertemuan teknis hukum laut antara kedua negara, masing-masing negara ternyata
memasukkan pulau Sipadan dan pulau Ligitan ke dalam batas-batas wilayahnya. Kedua
negara lalu sepakat agar Sipadan dan Ligitan dinyatakan dalam keadaan status status quo
akan tetapi ternyata pengertian ini berbeda. Pihak Malaysia membangun resor parawisata
baru yang dikelola pihak swasta Malaysia karena Malaysia memahami status quo sebagai
tetap berada di bawah Malaysia sampai persengketaan selesai, sedangkan pihak Indonesia
mengartikan bahwa dalam status ini berarti status kedua pulau tadi tidak boleh

5
ditempati/diduduki sampai persoalan atas kepemilikan dua pulau ini selesai. Pada tahun 1969
pihak Malaysia secara sepihak memasukkan kedua pulau tersebut ke dalam peta nasionalnya.
Pada tahun 1976, Traktat Persahabatan dan Kerja Sama di Asia Tenggara atau TAC
(Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia) dalam KTT pertama ASEAN di pulau
Bali ini antara lain menyebutkan bahwa akan membentuk Dewan Tinggi ASEAN untuk
menyelesaikan perselisihan yang terjadi di antara sesama anggota ASEAN akan tetapi pihak
Malaysia menolak beralasan karena terlibat pula sengketa dengan Singapura untuk klaim
pulau Batu Puteh, sengketa kepemilikan Sabah dengan Filipina serta sengketa kepulauan
Spratley di Laut Cina Selatan dengan Brunei Darussalam, Filipina, Vietnam, Cina, dan
Taiwan. Pihak Malaysia pada tahun 1991 lalu menempatkan sepasukan polisi hutan (setara
Brimob) melakukan pengusiran semua warga negara Indonesia serta meminta pihak
Indonesia untuk mencabut klaim atas kedua pulau.
Sikap pihak Indonesia yang ingin membawa masalah ini melalui Dewan Tinggi
ASEAN dan selalu menolak membawa masalah ini ke ICJ kemudian melunak. Dalam
kunjungannya ke Kuala Lumpur pada tanggal 7 Oktober 1996, Presiden Soeharto akhirnya
menyetujui usulan PM Mahathir tersebut yang pernah diusulkan pula oleh Mensesneg
Moerdiono dan Wakil PM Anwar Ibrahim, dibuatkan kesepakatan "Final and Binding," pada
tanggal 31 Mei 1997, kedua negara menandatangani persetujuan tersebut. Indonesia
meratifikasi pada tanggal 29 Desember 1997 dengan Keppres Nomor 49 Tahun 1997
demikian pula Malaysia meratifikasi pada 19 November 1997, sementara pihak mengkaitkan
dengan kesehatan Presiden Soeharto dengan akan dipergunakan fasilitas kesehatan di
Malaysia.

4.1.2 Keputusan Mahkamah Internasional


Pada tahun 1998 masalah sengketa Sipadan dan Ligitan dibawa ke ICJ, kemudian
pada hari Selasa 17 Desember 2002 ICJ mengeluarkan keputusan tentang kasus sengketa
kedaulatan Pulau Sipadan-Ligatan antara Indonesia dengan Malaysia. Hasilnya, dalam voting
di lembaga itu, Malaysia dimenangkan oleh 16 hakim, sementara hanya 1 orang yang
berpihak kepada Indonesia. Dari 17 hakim itu, 15 merupakan hakim tetap dari MI, sementara
satu hakim merupakan pilihan Malaysia dan satu lagi dipilih oleh Indonesia. Kemenangan
Malaysia, oleh karena berdasarkan pertimbangan effectivity (tanpa memutuskan pada
pertanyaan dari perairan teritorial dan batas-batas maritim), yaitu pemerintah Inggris
(penjajah Malaysia) telah melakukan tindakan administratif secara nyata berupa penerbitan
ordonansi perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu

6
sejak tahun 1930, dan operasi mercusuar sejak 1960-an. Sementara itu, kegiatan pariwisata
yang dilakukan Malaysia tidak menjadi pertimbangan, serta penolakan berdasarkan chain of
title (rangkaian kepemilikan dari Sultan Sulu) akan tetapi gagal dalam menentukan batas di
perbatasan laut antara Malaysia dan Indonesia di selat Makassar.

4.2 Sengketa Teluk Benggala


4.2.1 Latar Belakang Masalah
Teluk Benggala ialah sebuah teluk yang terletak di bagian timur laut Lautan Hindia.
Teluk ini terletak di barat Semenanjung Malaya dan barat India. Teluk ini terlihat seperti
segitiga. Ini disebut Teluk Benggala karena di utaranya ada negara bagian India Benggala
Barat dan negara Bangladesh. Teluk Benggala kaya akan sumber daya alam ( minyak dan
cadangan gas) sehingga banyak negara yang ingin memilikinya untuk mengeksplorasi dan
mengekploitasinya (menguasai). Dengan kata lain, eksplorasi dan eksploitas sumberdaya
alam masih merupakan motivasi utama negosiasi batas maritim ini. Dalam kurun waktu 5
tahun ini, India dan Myanmar (dikenal juga dengan Birma) secara ekstensif melakukan
eksplorasi dan eksploitasi migas di Teluk Bengal yang merupakan teluk tempat beberapa
negara mengklaim wilayah maritim termasuk Bangladesh, India dan Myanmar. Oleh sebab
itu muncullah sengketa batas laut maritim antara Myanmar dan Bangladesh. Mereka saling
mengklaim bahwa Teluk Benggala merupakan wilayahnya.

4.2.2 Alur Sengketa dan Upaya-upaya Penyelesaian Sengketa Laut


antara Myanmar dan Bangladesh
Sengketa batas maritim berkepanjangan yang telah berusia sekitar 21 tahun antara
Bangladesh dan Myanmar akhirnya dirundingkan kembali. Pertemuan-pertemuan terus
dilakukan untuk menyelesaikan sengketa tersebut.
 Pertemuan dua hari tersebut berlangsung di Dhaka, ibukota Bangladesh selama dua hari
tanggal 1-2 April 2008. Meski bisa dikatakan sebagai kemajuan dalam hubungan kedua
negara dalam usaha menetapkan batas maritim, pertemua tersebut berakhir tanpa hasil.
Kedua negara yang bersengketa di Teluk Bengal tidak berhasil menyatukan pandangan
sehingga tidak bisa menyepakati garis batas tunggal seperti yang diinginkan. Teluk
Bengal merupakan salah satu lokasi di muka bumi yang dipenuhi sengketa maritim
karena sangat banyak negara yang memliki kepentingan hak berdaulat di wilayah
tersebut. Sementara itu, India dan Myanmar telah menyepakati batas maritim dengan
menggunakan metode garis ekuidistan yang memungkinkan kedua negara melakukan

7
eksplorasi dan ekploitasi sumber daya di Teluk Benggala dengan lebih luas secara legal.
Mengingat berakhirnya perundingan antara Bangladesh dan Myanmar yang tanpa
keputusan, negosiasi akan dilanjutkan sekitar bulan Juni 2008 di Yangon, ibukota
Myanmar.
 Pada tanggal 3 November 2008, Bangladesh akan mengirimkan tim diplomatik ke
Myanmar untuk berusaha memecahkan sengketa perbatasan, pada saat kapal-kapal kedua
pihak berhadapan di lepas pantai perairan yang disengketakan di Teluk Bengali.
Sengketa tersebut tidak akan menimbulkan konfrontasi antara dua negara tetangga yang
bersahabat, dan harus dipecahkan secepat mungkin melalui diplomasi. Pada hari minggu
Bangladesh mengirimkan satu kapal patroli ke daerah yang disengketakan setelah kapal-
kapal dari Myanmar mulai mengebor minyak dan gas. Tim yang dipimpin oleh
Sekretaris Luar Negeri Touhid Hossain akan mengunjungi Yangon Rabu, kata
Chowdhury. Pertemuan lain dijadwalkan untuk menetapkan garis batas laut yang akan
diselenggarakan di Dhaka, 16-17 November 2008. Myanmar menghentikan kegiatan
pengeboran, namun kapal-kapalnya dan tim pengebor masih berada di daerah tersebut.
Bangladesh pada tahun lalu mengatakan, bahwa beberapa blok lepas pantai yang telah
dieksplorasi oleh Myanmar bekerjasama dengan India adalah perairannya. Bangladesh
dan Myanmar menandatangani perjanjian pada bulan lalu untuk mempercepat
penyelesaian semua masalah kedua negara, termasuk sengketa pengungsi di Bangladesh.
 Pada tanggal 8 November 2008, Bangladesh menyatakan akan menarik kapal-kapal
perang yang dikirim ke Teluk Benggala apabila Myanmar, tetangganya, memberikan
jaminan akan menghentikan eksplorasi di satu zona maritim yang disengketakan.
Menteri Luar Negeri Bangladesh Iftekhar Ahmed Cowdhury mengemukakan kepada
AFP, pemerintahnya meminta kepada Pemerintah Myanmar untuk mencabut izin
terhadap perusahaan Korea Selatan, Daewoo, yang kini tengah menangani pekerjaan
eksplorasi di zona maritim itu. Ia mengatakan telah berbicara dengan Korea Selatan dan
China tentang sengketa dengan Myanmar, yang dimulai lima hari lalu, ketika negara itu
mengizinkan perusahaan Korea Selatan untuk memulai pengeboran itu. “Kami telah
mendapat jaminan dari Pemerintah Korea Selatan dan Daewoo bahwa perusahaan itu
akan memenuhi permintaan Bangladesh untuk menghentikan pekerjaan itu,” kata
Chowdhury. Myanmar, yang menemukan cadangan besar gas alam di Teluk Benggala,
menegaskan bahwa kegiatan eksplorasinya adalah sah. Sedangkan Chowdhury
mengatakan, perundingan-perundingan masalah perbatasan maritim di antara kedua
negara akan diselenggarakan 16-17 November di Dhaka. “Kami tidak percaya dengan

8
semua itu dan kami tetap mempertahankan kehadiran kami di wilayah itu sampai kami
mendapat satu jaminan dari Myanmar. Kami akan melakukan segala tindakan untuk
mempertahankan kedaulatan dan wilayah kami,” katanya. Surat kabar The Daily Naya
yang berbahasa Bangladesh, Jumat (7/11), memberitakan, walaupun Myanmar telah
menarik dua kapal dari Teluk Benggala, negara itu telah mengirim sejumlah besar tentara
ke perbatasan dengan Bangladesh. Kedua negara telah menyelenggarakan serangkaian
pertemuan dalam tahun-tahun belakangan yang bertujuan menyelesaikan masalah
perbatasan maritim mereka. Ketegangan muncul ketika Myanmar mengirim kapal-kapal
perang untuk mendukung kegiatan pengeboran Daewoo sekitar 50 km selatan Pulau
Saint Martin, Bangladesh. Bangladesh pun segera mengirim empat kapal perang ke
daerah itu serta beberapa personel angkatan bersenjata untuk siaga menghadapi berbagai
ancaman yang terjadi.
 Pada tanggal 12 November 2008, Pejabat Birma dan Bangladesh hari ini mengadakan
pertemuan di New Delhi untuk membahas sengketa territorial di kawasan Teluk
Benggala yang kaya minyak dan gas alam. Kata pernyataan kementerian LN Bangladesh,
pertemuan berlangsung ramah dan kedua pihak sama-sama ingin menyelesaikan
sengketa itu secara damai. Pernyataan itu menambahkan, pertemuan antara menteri LN
Bangladesh Iftikar Choudury dan Menlu Birma U Nyan Win berlangsung di sela-sela
konperensi para menteri LN. Keduanya sepakat melanjutkan kontak-kontak tingkat
tinggi dan perundingan tentang hak eksplorasi minyak dan gas alam itu akan dilanjutkan
pada tingkat perdana menteri di New Delhi. Tidak disebutkan kapan pertemuan itu akan
diadakan. Ketegangan meningkat belakangan ini setelah Birma mulai mengadakan
eksplorasi minyak dan gas alam di kawasan Teluk Benggala yang masih
dipersengketakan. Kata Birma, kawasan explorasi itu terletak dalam zone ekonomi
eksklusif, tapi Bangladesh mengatakan kedua negara harus sepakat dulu tentang garis
perbatasan yang pasti sebelum mengadakan eksplorasi.
 Pada tanggal 16 Desember 2009, the International Tribunal for the Law of the Sea-
ITLOS (selanjutnya disebut Tribunal) mengumumkan bahwa baru saja menerima berkas
sengketa batas maritim antar negara untuk diselesaikan. Sengketa tersebut melibatkan
dua negara bertetangga di perairan Teluk Bengal, yaitu Banglades dan Myanmar. Di luar
itu, perlu dicatat bahwa Banglades juga sedang mempersiapkan pengajuan sengketa batas
maritimnya dengan India ke Mahkamah Internasional.

Ada beberapa hal menarik yang bisa dicermati dari sengketa-sengketa ini :

9
1. Kasus antara Bangladesh dan Myanmar menjadi kasus delimitasi batas maritim pertama
yang ditangani oleh Tribunal. Sebelumnya Tribunal telah menerima dan menyelesaikan
15 kasus di bidang hukum laut internasional. Sebagai latar belakang, Tribunal dibentuk
sebagai bagian dari tindak lanjut lahirnya Konvensi Hukum Laut Internasional
(UNCLOS 1982) yang mana Tribunal memiliki kompetensi untuk menyelesaikan
berbagai sengketa terkait hukum laut internasional.
2. Myanmar menjadi negara anggota ASEAN pertama yang sepakat dan memilih untuk
menyelesaikan sengketa batas maritimnya melalui jalur mahkamah internasional.
Sebagai catatan, beberapa negara ASEAN pernah bersengketa di mahkamah
Internasional terkait masalah kelautan dan kedaulatan, namun tidak pernah terkait batas
maritim. Sebagai contoh adalah Malaysia dan Singapura yang pernah bersengketa di
Tribunal tentang reklamasi pantai Singapura dan di Mahkamah terkait kedaulatan
beberapa karang dan elevasi surut di Selat Singapura.
3. Ketiga, sengketa antara Banglades, India dan Myanmar pada dasarnya bermula dari
usaha kedua negara untuk menguasai sebagian perairan di Teluk Bengal yang sangat
kaya dengan cadangan minyak dan gas. Kedua negara telah menetapkan beberapa zona
blok konsesi migas di perairan yang mereka klaim, yang tentunya tidak diakui oleh pihak
lainnya. Lebih jauh lagi, juga dalam rangka mengamankan cadangan gas dan minyak di
perairan tersebut, para pihak juga melakukannya melalui forum internasional. Sebagai
contoh adalah India telah menyampaikan hak berdaulatnya terhadap wilayah dasar laut
(landas kontinen) di luar 200 mil laut dari garis pangkal kepada PBB. Hal ini tentunya
menuai keberatan dari Banglades yang langsung menyampaikan keberatannya kepada
PBB. Myanmar juga telah menyampaikan hal yang sama atas landas kontinen ke PBB
yang juga telah menuai keberatan dari Banglades. Banglades sendiri pada saat ini sedang
mempersiapkan pengajuannya kepada PBB dengan melakukan survey dasar laut di Teluk
Bengal dengan dana sampai dengan 11,77 juta dollar Amerika. Banglades berencana
menyampaikan pengajuannya ke PBB pada tahun 2011 yang kemungkinan juga akan
diprotes oleh India dan Myanmar bila sengketa belum terselesaikan.
4. Keempat, dari sisi konfigurasi geografis Teluk Bengal, hal ini mengingatkan para
praktisi dan pengamat masalah batas maritim terhadap sengketa batas yang terjadi pada
1969 antara Jerman, Belanda dan Denmark. Kasus ini lebih terkenal disebut sebagai
North Sea Case. Dalam kasus tersebut, para pihak meminta mahkamah untuk
memutuskan apakah prinsip penarikan garis batas melalui metode sama jarak mutlak
harus dilakukan. Jerman yang posisi geografisnya terjepit di antara Belanda dan

10
Denmark melihat bahwa prinsip tersebut sangat tidak menguntungkan baginya. Hal ini
karena apabila prinsip tersebut diberlakukan, maka wilayah perairan Jerman akan sangat
sempit dan tertutup tanpa akses ke laut bebas oleh perairan Belanda dan Denmark. Pada
keputusannya, mahkamah merestui pendapat Jerman dan menyatakan bahwa metode
sama jarak tidak mutlak dilakukan. Keputusan ini menjadi tonggak lahirnya prinsip
solusi yang adil atau equitable solution di dalam hukum delimitasi batas laut
internasional. Terlepas bahwa setiap wilayah maritim memiliki karakteristik yang
berbeda, posisi geografis Bangladesh yang terjepit diantara India dan Myanmar tentunya
hampir sama dengan apa yang dihadapi Jerman pada 1969. Hal ini pula yang memberi
gambaran secara teknis rumitnya perundingan antara Banglades dengan India dan
Myanmar. Mencari solusi yang adil tentunya jauh lebih sulit daripada menentukan garis
tengah sebagai batas karena definisi dan standar adil tentunya berbeda bagi para pihak
yang terlibat. Hal ini yang menjadi tantangan berat bagi Tribunal. Akan sangat menarik
melihat bagaimana Tribunal mengaplikasikan equitable solution pada kasus ini.
5. Kelima, Myanmar dan Banglades telah melakukan perundingan bilateral untuk
menetapkan batas diantara mereka selama lebih kurang 35 tahun. Hal ini menjadi salah
satu bukti bahwa perundingan batas maritim antar negara adakalanya dapat memakan
waktu yang cukup lama dan belum tentu menghasilkan garis batas yang diterima para
pihak. Sangat mungkin satu-satunya kesepakatan yang dicapai adalah kesepakatan untuk
mencari penyelesaian melalui pihak ketiga, termasuk melalui Tribunal atau mahkamah
internasional lainnya. Yang perlu digaris bawahi adalah keputusan untuk menyelesaikan
sengketa batas maritim melalui jalur pihak ketiga, seperti apa yang dilakukan Banglades
dan Myanmar, seyogyanya tidak dilihat sebagai rusaknya hubungan persahabatan antara
para pihak yang bersengketa. Hal ini haruslah dilihat sebagai salah satu cara
penyelesaian sengketa dengan cara-cara damai sebagaimana yang diamanatkan oleh
Piagam PBB demi menjaga perdamaian antara para pihak secara khusus dan dunia secara
umum. Kita hanya bisa berharap sengketa tersebut berakhir dengan damai sehingga
terwujud kedamaian dunia.

4.2.3 Analisis Sengketa Myanmar dan Bangladesh


Analisis Sengketa Myanmar dan Bangladesh termasuk sengketa wilayah, terutama
wilayah laut. Upaya penyelesaian sengketa tersebut dengan cara damai yaitu penyelesaian
secara diplomatik. Penyelesaian secara diplomatik yang dipilih adalah negosiasi dan
konsiliasi. Pertama sengketa diselesaikan dengan upaya negosiasi. Negosiasi adalah

11
perundingan yang diadakan secara langsung antara para pihak dengan tujuan untuk mencari
penyelesaian melalui dialog tanpa melibatkan pihak ketiga.
Segi positif negosiasi :
 Para pihak sendiri yang melakukan perundingan secara langsung dengan pihak lain yang
bersengketa.
 Para pihak memiliki kebebasan untuk menentukan bagaimana penyelesaian secara
negosiasi ini dilakukan menurut kesepakatan mereka.
 Para pihak mengawasi atau memantau secara langsung prosedur penyelesaiannya.
Tiga hal tersebut yang ingin dicapai untuk menyelesaikan sengketa. Ketiga hal
tersebut ternyata tidak dapat dicapai. Upaya penyelesaian dengan negosiasi tidak
menyelesaikan sengketa. Upaya kedua yang dilakukan yaitu dengan konsiliasi. Konsiliasi
adalah penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga (konsiliator) yang tidak berpihak
atau netral dan keterlibatannya karena diminta oleh para pihak. Myanmar dan Bangladesh
menunjuk The International Tribunal for the Law of the Sea-ITLOS (selanjutnya disebut
Tribunal) sebagai konsiliator. The International Tribunal for the Law of the Sea-ITLOS
(selanjutnya disebut Tribunal) diharapkan mampu menyelesaikan sengketa Teluk Benggala
antara Myanmar dan Bangladesh. Sengketa Teluk Benggala antara Myanmar dan Bangladesh
sudah berlangsung bertahun-tahun (lebih dari 2 tahun) sehingga penyelesaian sengketa ini
sangat diharapkan oleh semua negara, khususnya negara yang bersengketa.

DAFTAR PUSTAKA

12
http://marioopratama.blogspot.com/2011/03/sebab-sebab-terjadinya-sengketa.html

http://marioopratama.blogspot.com/2011/03/lembaga-peradilan-internasional.html

13

Anda mungkin juga menyukai