Anda di halaman 1dari 21

I.

Kebudayaan bali

Bali berasal dari kata “Bal” dalam bahasa Sansekerta berarti "Kekuatan", dan "Bali"
berarti "Pengorbanan" yang berarti supaya kita tidak melupakan kekuatan kita. Supaya kita selalu
siap untuk berkorban

1. Geografi

Pulau Bali adalah bagian dari Kepulauan Sunda Kecil sepanjang 153 km dan
selebar 112 km sekitar 3,2 km dari Pulau Jawa. Secara astronomis, Bali terletak di
8°25′23″ Lintang Selatan dan 115°14′55″ Bujur Timur yang membuatnya beriklim tropis
seperti bagian Indonesia yang lain.

Gunung Agung adalah titik tertinggi di Bali setinggi 3.148 m. Gunung berapi ini
terakhir meletus pada Maret 1963. Gunung Batur juga salah satu gunung yang ada di
Bali. Sekitar 30.000 tahun yang lalu, Gunung Batur meletus dan menghasilkan bencana
yang dahsyat di bumi. Berbeda dengan di bagian utara, bagian selatan Bali adalah dataran
rendah yang dialiri sungai-sungai.

Berdasarkan relief dan topografi, di tengah-tengah Pulau Bali terbentang pegunungan


yang memanjang dari barat ke timur dan di antara pegunungan tersebut terdapat gugusan
gunung berapi yaitu Gunung Batur dan Gunung Agung serta gunung yang tidak berapi,
yaitu Gunung Merbuk, Gunung Patas dan Gunung Seraya. Adanya pegunungan tersebut
menyebabkan Daerah Bali secara Geografis terbagi menjadi 2 (dua) bagian yang tidak
sama yaitu Bali Utara dengan dataran rendah yang sempit dan kurang landai dan Bali
Selatan dengan dataran rendah yang luas dan landai. Kemiringan lahan Pulau Bali terdiri
dari lahan datar (0-2%) seluas 122.652 ha, lahan bergelombang (2-15%) seluas 118.339
ha, lahan curam (15-40%) seluas 190.486 ha dan lahan sangat curam (>40%) seluas
132.189 ha. Provinsi Bali memiliki 4 (empat) buah danau yang berlokasi di daerah
pegunungan, yaitu Danau Beratan, Buyan, Tamblingan dan Danau Batur.
Ibu kota Bali adalah Denpasar. Tempat-tempat penting lainnya adalah Ubud sebagai
pusat seni terletak di Kabupaten Gianyar, sedangkan Kuta, Sanur, Seminyak, Jimbaran
dan Nusa Dua adalah beberapa tempat yang menjadi tujuan pariwisata, baik wisata pantai
maupun tempat peristirahatan.

Luas wilayah Provinsi Bali adalah 5.636,66 km2 atau 0,29% luas wilayah
Republik Indonesia. Secara administratif Provinsi Bali terbagi atas 9 kabupaten/kota, 55
kecamatan dan 701 desa/kelurahan.

2. Sejarah

Penghuni pertama pulau Bali diperkirakan datang pada 3000-2500 SM yang


bermigrasi dari Asia. Peninggalan peralatan batu dari masa tersebut ditemukan di desa
Cekik yang terletak di bagian barat pulau. Zaman prasejarah kemudian berakhir dengan
datangnya ajaran Hindu dan tulisan Sansekerta dari India pada 100 SM.

Kebudayaan Bali kemudian mendapat pengaruh kuat kebudayaan India yang


prosesnya semakin cepat setelah abad ke-1 Masehi. Nama Balidwipa (pulau Bali) mulai
ditemukan di berbagai prasasti, di antaranya Prasasti Blanjong yang dikeluarkan oleh Sri
Kesari Warmadewa pada 913 M dan menyebutkan kata Walidwipa. Diperkirakan sekitar
masa inilah sistem irigasi subak untuk penanaman padi mulai dikembangkan. Beberapa
tradisi keagamaan dan budaya juga mulai berkembang pada masa itu. Kerajaan Majapahit
(1293–1500 AD) yang beragama Hindu dan berpusat di pulau Jawa, pernah mendirikan
kerajaan bawahan di Bali sekitar tahun 1343 M. Saat itu hampir seluruh nusantara
beragama Hindu, namun seiring datangnya Islam berdirilah kerajaan-kerajaan Islam di
nusantara yang antara lain menyebabkan keruntuhan Majapahit. Banyak bangsawan,
pendeta, artis dan masyarakat Hindu lainnya yang ketika itu menyingkir dari Pulau Jawa
ke Bali.

Orang Eropa yang pertama kali menemukan Bali ialah Cornelis de Houtman dari
Belanda pada 1597, meskipun sebuah kapal Portugis sebelumnya pernah terdampar dekat
tanjung Bukit, Jimbaran, pada 1585. Belanda lewat VOC pun mulai melaksanakan
penjajahannya di tanah Bali, akan tetapi terus mendapat perlawanan sehingga sampai
akhir kekuasaannya posisi mereka di Bali tidaklah sekokoh posisi mereka di Jawa atau
Maluku. Bermula dari wilayah utara Bali, semenjak 1840-an kehadiran Belanda telah
menjadi permanen yang awalnya dilakukan dengan mengadu-domba berbagai penguasa
Bali yang saling tidak mempercayai satu sama lain. Belanda melakukan serangan besar
lewat laut dan darat terhadap daerah Sanur dan disusul dengan daerah Denpasar. Pihak
Bali yang kalah dalam jumlah maupun persenjataan tidak ingin mengalami malu karena
menyerah, sehingga menyebabkan terjadinya perang sampai mati atau puputan yang
melibatkan seluruh rakyat baik pria maupun wanita termasuk rajanya. Diperkirakan
sebanyak 4.000 orang tewas dalam peristiwa tersebut, meskipun Belanda telah
memerintahkan mereka untuk menyerah. Selanjutnya, para gubernur Belanda yang
memerintah hanya sedikit saja memberikan pengaruhnya di pulau ini, sehingga
pengendalian lokal terhadap agama dan budaya umumnya tidak berubah.

Jepang menduduki Bali selama Perang Dunia II dan saat itu seorang perwira
militer bernama I Gusti Ngurah Rai membentuk pasukan Bali 'pejuang kemerdekaan'.
Menyusul menyerahnya Jepang di Pasifik pada bulan Agustus 1945, Belanda segera
kembali ke Indonesia (termasuk Bali) untuk menegakkan kembali pemerintahan
kolonialnya layaknya keadaan sebelum perang. Hal ini ditentang oleh pasukan
perlawanan Bali yang saat itu menggunakan senjata Jepang.

Pada 20 November 1945, pecahlah pertempuran Puputan Margarana yang terjadi


di desa Marga, Kabupaten Tabanan, Bali tengah. Kolonel I Gusti Ngurah Rai yang
berusia 29 tahun, memimpin tentaranya dari wilayah timur Bali untuk melakukan
serangan sampai mati pada pasukan Belanda yang bersenjata lengkap. Seluruh anggota
batalion Bali tersebut tewas semuanya dan menjadikannya sebagai perlawanan militer
Bali yang terakhir.

Pada tahun 1946 Belanda menjadikan Bali sebagai salah satu dari 13 wilayah
bagian dari Negara Indonesia Timur yang baru diproklamasikan, yaitu sebagai salah satu
negara saingan bagi Republik Indonesia yang diproklamasikan dan dikepalai oleh
Sukarno dan Hatta. Bali kemudian juga dimasukkan ke dalam Republik Indonesia Serikat
ketika Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 29 Desember 1949. Tahun 1950,
secara resmi Bali meninggalkan perserikatannya dengan Belanda dan secara hukum
menjadi sebuah propinsi dari Republik Indonesia.

Letusan Gunung Agung yang terjadi di tahun 1963, sempat mengguncangkan


perekonomian rakyat dan menyebabkan banyak penduduk Bali bertransmigrasi ke
berbagai wilayah lain di Indonesia.

Tahun 1965, seiring dengan gagalnya kudeta oleh G30S terhadap pemerintah
nasional di Jakarta, di Bali dan banyak daerah lainnya terjadilah penumpasan terhadap
anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia. Di Bali, diperkirakan lebih dari
100.000 orang terbunuh atau hilang. Meskipun demikian, kejadian-kejadian di masa awal
Orde Baru tersebut sampai dengan saat ini belum berhasil diungkapkan secara hukum.[5]

Serangan teroris telah terjadi pada 12 Oktober 2002, berupa serangan Bom Bali
2002 di kawasan pariwisata Pantai Kuta, menyebabkan sebanyak 202 orang tewas dan
209 orang lainnya cedera. Serangan Bom Bali 2005 juga terjadi tiga tahun kemudian di
Kuta dan pantai Jimbaran. Kejadian-kejadian tersebut mendapat liputan internasional
yang luas karena sebagian besar korbannya adalah wisatawan asing dan menyebabkan
industri pariwisata Bali menghadapi tantangan berat beberapa tahun terakhir ini.

3. Unsur-unsur budaya

1. Bahasa

Bali sebagian besar menggunakan bahasa Bali dan bahasa Indonesia, sebagian
besar masyarakat Bali adalah bilingual atau bahkan trilingual. Bahasa Inggris
adalah bahasa ketiga dan bahasa asing utama bagi masyarakat Bali yang
dipengaruhi oleh kebutuhan industri pariwisata. Bahasa Bali di bagi menjadi 2
yaitu, bahasa Aga yaitu bahasa Bali yang pengucapannya lebih kasar, dan bahasa
Bali Mojopahit.yaitu bahasa yang pengucapannya lebih halus.

2. Pengetahuan

Banjar atau bisa disebut sebagai desa adalah suatu bentuk kesatuan-kesatuan
social yang didasarkan atas kesatuan wilayah. Kesatuan social tersebut diperkuat
oleh kesatuan adat dan upacara keagamaan. Banjar dikepalahi oleh klian banjar
yang bertugas sebagai menyangkut segala urusan dalam lapangan kehidupan
sosial dan keagamaan,tetapi sering kali juga harus memecahkan soal-soal yang
mencakup hukum adat tanah, dan hal-hal yang sifatnya administrasi
pemerintahan.

3. Teknologi

Masyarakat Bali telah mengenal dan berkembang system pengairan yaitu system
subak yang mengatur pengairan dan penanaman di sawah-sawah. Dan mereka
juga sudah mengenal arsitektur yang mengatur tata letak ruangan dan bangunan
yang menyerupai bangunan Feng Shui. Arsitektur merupakan ungkapan
perlambang komunikatif dan edukatif. Bali juga memiliki senjata tradisional yaitu
salah satunya keris. Selain untuk membela diri, menurut kepercayaan bila keris
pusaka direndam dalam air putih dapat menyembuhkan orang yang terkena
gigitan binatang berbisa.

4. Organisasi sosial

a. Perkawinan
Penarikan garis keturunan dalam masyarakat Bali adalah mengarah pada
patrilineal. System kasta sangat mempengaruhi proses berlangsungnya
suatu perkawinan, karena seorang wanita yang kastanya lebih tinggi kawin
dengan pria yang kastanya lebih rendah tidak dibenarkan karena terjadi
suatu penyimpangan, yaitu akan membuat malu keluarga dan menjatuhkan
gengsi seluruh kasta dari anak wanita.

Di beberapa daerah Bali ( tidak semua daerah ), berlaku pula adat


penyerahan mas kawin ( petuku luh), tetapi sekarang ini terutama diantara
keluarga orang-orang terpelajar, sudah menghilang.

b. Kekerabatan

Adat menetap diBali sesudah menikah mempengaruhi pergaulan


kekerabatan dalam suatu masyarakat. Ada macam 2 adat menetap yang
sering berlaku diBali yaitu adat virilokal adalah adat yang membenarkan
pengantin baru menetap disekitar pusat kediaman kaum kerabat suami,dan
adat neolokal adalah adat yang menentukan pengantin baru tinggal sendiri
ditempat kediaman yang baru. Di Bali ada 3 kelompok klen utama
(triwangsa) yaitu: Brahmana sebagai pemimpin upacara, Ksatria yaitu :
kelompok-klompok khusus seperti arya Kepakisan dan Jaba yaitu sebagai
pemimpin keagamaan.

c. Kemasyarakatan

Desa, suatu kesatuan hidup komunitas masyarakat bali mencakup pada 2


pengertian yaitu : desa adat dan desa dinas (administratif). Keduanya
merupakan suatu kesatuan wilayah dalam hubungannya dengan
keagamaan atau pun adat istiadat, sedangkan desa dinas adalah kesatuan
admistratif. Kegiatan desa adat terpusat pada bidang upacara adat dan
keagamaan, sedangkan desa dinas terpusat pada bidang administrasi,
pemerintahan dan pembangunan.
5. Mata pencaharian

Pada umumnya masyarakat bali bermata pencaharian mayoritas bercocok tanam,


pada dataran yang curah hujannya yang cukup baik, pertenakan terutama sapi dan
babi sebagai usaha penting dalam masyarakat pedesaan di Bali, baik perikanan
darat maupun laut yang merupakan mata pecaharian sambilan, kerajinan meliputi
kerajinan pembuatan benda anyaman, patung, kain, ukir-ukiran, percetakaan,
pabrik kopi, pabrik rokok, dll. Usaha dalam bidang ini untuk memberikan
lapangan pekerjaan pada penduduk. Karena banyak wisatawan yang mengunjungi
bali maka timbullah usaha perhotelan, travel, toko kerajinan tangan.

6. Religi

Agama yang di anut oleh sebagian orang Bali adalah agama Hindu sekitar 95%,
dari jumlah penduduk Bali, sedangkan sisanya 5% adalah penganut agama Islam,
Kristen, Katholik, Budha, dan Kong Hu Cu. Tujuan hidup ajaran Hindu adalah
untuk mencapai keseimbangan dan kedamaian hidup lahir dan batin.orang Hindu
percaya adanya 1 Tuhan dalam bentuk konsep Trimurti, yaitu wujud Brahmana
(sang pencipta), wujud Wisnu (sang pelindung dan pemelihara), serta wujud Siwa
(sang perusak). Tempat beribadah dibali disebut pura. Tempat-tempat pemujaan
leluhur disebut sangga. Kitab suci agama Hindu adalah weda yang berasal dari
India.
Orang yang meninggal dunia pada orang Hindu diadakan upacara Ngaben yang
dianggap sanggat penting untuk membebaskan arwah orang yang telah meninggal
dunia dari ikatan-ikatan duniawinya menuju surga. Ngaben itu sendiri adalah
upacara pembakaran mayat. Hari raya umat agama hindu adalah Nyepi yang
pelaksanaannya pada perayaan tahun baru saka pada tanggal 1 dari bulan 10
(kedasa), selain itu ada juga hari raya galungan, kuningan, saras wati, tumpek
landep, tumpek uduh, dan siwa ratri.
Pedoman dalam ajaran agama Hindu yakni : (1).tattwa (filsafat agama), (2). Etika
(susila), (3).Upacara (yadnya). Dibali ada 5 macam upacara (panca yadnya), yaitu
(1). Manusia Yadnya yaitu upacara masa kehamilan sampai masa dewasa. (2).
Pitra Yadnya yaitu upacara yang ditujukan kepada roh-roh leluhur. (3).Dewa
Yadnya yaitu upacara yang diadakan di pura / kuil keluarga.(4).Rsi yadnya
yaituupacara dalam rangka pelantikan seorang pendeta. (5). Bhuta yadnya yaitu
upacara untuk roh-roh halus disekitar manusia yang mengganggu manusia.

7. Kesenian

a. Musik

Musik tradisional Bali memiliki kesamaan dengan musik tradisional di


banyak daerah lainnya di Indonesia, misalnya dalam penggunaan gamelan
dan berbagai alat musik tabuh lainnya. Meskipun demikian, terdapat
kekhasan dalam teknik memainkan dan gubahannya, misalnya dalam
bentuk kecak, yaitu sebentuk nyanyian yang konon menirukan suara kera.
Demikian pula beragam gamelan yang dimainkan pun memiliki keunikan,
misalnya gamelan jegog, gamelan gong gede, gamelan gambang,
gamelan selunding dan gamelan Semar Pegulingan. Ada pula musik
Angklung dimainkan untuk upacara ngaben serta musik Bebonangan
dimainkan dalam berbagai upacara lainnya.

Terdapat bentuk modern dari musik tradisional Bali, misalnya Gamelan


Gong Kebyar yang merupakan musik tarian yang dikembangkan pada
masa penjajahan Belanda serta Joged Bumbung yang mulai populer di Bali
sejak era tahun 1950-an. Umumnya musik Bali merupakan kombinasi dari
berbagai alat musik perkusi metal (metalofon), gong dan perkusi kayu
(xilofon). Karena hubungan sosial, politik dan budaya, musik tradisional
Bali atau permainan gamelan gaya Bali memberikan pengaruh atau saling
memengaruhi daerah budaya di sekitarnya, misalnya pada musik
tradisional masyarakat Banyuwangi serta musik tradisional masyarakat
Lombok.

b. Tari

Seni tari Bali pada umumnya dapat dikatagorikan menjadi tiga kelompok,
yaitu wali atau seni tari pertunjukan sakral, bebali atau seni tari
pertunjukan untuk upacara dan juga untuk pengunjung dan balih-balihan
atau seni tari untuk hiburan pengunjung.[7]

Pakar seni tari Bali I Made Bandem[8] pada awal tahun 1980-an pernah
menggolongkan tari-tarian Bali tersebut; antara lain yang tergolong ke
dalam wali misalnya Berutuk, Sang Hyang Dedari, Rejang dan Baris
Gede, bebali antara lain ialah Gambuh, Topeng Pajegan dan Wayang
Wong, sedangkan balih-balihan antara lain ialah Legong, Parwa, Arja,
Prembon dan Joged serta berbagai koreografi tari modern lainnya.

Salah satu tarian yang sangat populer bagi para wisatawan ialah Tari
Kecak. Sekitar tahun 1930-an, Wayan Limbak bekerja sama dengan
pelukis Jerman Walter Spies menciptakan tari ini berdasarkan tradisi
Sanghyang dan bagian-bagian kisah Ramayana. Wayan Limbak
memopulerkan tari ini saat berkeliling dunia bersama rombongan penari
Bali-nya.

 Tarian wali

a) Sang Hyang Dedari


b) Sang Hyang Jaran
c) Tari Rejang
d) Tari Baris
e) Tari Janger

 Tarian bebali
a) Tari Topeng
b) Gambuh

 Tarian balih-balihan

a) Tari Legong
b) Arja
c) Joged Bumbung
d) Drama Gong
e) Barong
f) Tari Pendet
g) Tari Kecak
h) Calon Arang

8. Pakaian daerah

Pakaian daerah Bali sesungguhnya sangat bervariasi, meskipun secara selintas


kelihatannya sama. Masing-masing daerah di Bali mempunyai ciri khas simbolik
dan ornamen, berdasarkan kegiatan/upacara, jenis kelamin dan umur
penggunanya. Status sosial dan ekonomi seseorang dapat diketahui berdasarkan
corak busana dan ornamen perhiasan yang dipakainya.

Busana tradisional pria umumnya terdiri dari:

a) Udeng (ikat kepala)


b) Kain kampuh
c) Umpal (selendang pengikat)
d) Kain wastra (kemben)
e) Sabuk
f) Keris
g) Beragam ornamen perhiasan
Busana tradisional wanita umumnya terdiri dari:

a) Gelung (sanggul)
b) Sesenteng (kemben songket)
c) Kain wastra
d) Sabuk prada (stagen), membelit pinggul dan dada
e) Selendang songket bahu ke bawah
f) Kain tapih atau sinjang, di sebelah dalam
g) Beragam ornamen perhiasan

9. Makanan

a) Ayam betutu l) Lawar


b) Babi guling m) Nasi Bubuh
c) Bandot n) Nasi Tepeng
d) Be Kokak Mekuah o) Penyon
e) Be Pasih mesambel p) Sate Kablet
matah q) Sate Lilit
f) Bebek betutu r) Sate pentul
g) Berengkes s) Sate penyu
h) Grangasem t) Sate Tusuk
i) Jejeruk u) Timbungan
j) Jukut Urab v) Tum
k) Komoh w) Urutan Tabanan

10. Senjata

a) Keris c) Tiuk
b) Tombak d) Taji
e) Kandik m) Garot
f) Caluk n) Tulud
g) Arit o) Kis-Kis
h) Udud p) Anggapan
i) Gelewang q) Berang
j) Trisula r) Blakas
k) Panah s) Pengiris
l) Penampad

11. Rumah adat

Rumah Bali yang sesuai dengan aturan Asta Kosala Kosali (bagian Weda yang
mengatur tata letak ruangan dan bangunan, layaknya Feng Shui dalam Budaya
China)

Menurut filosofi masyarakat Bali, kedinamisan dalam hidup akan tercapai apabila
terwujudnya hubungan yang harmonis antara aspek pawongan, palemahan dan
parahyangan. Untuk itu pembangunan sebuah rumah harus meliputi aspek-aspek
tersebut atau yang biasa disebut Tri Hita Karana. Pawongan merupakan para
penghuni rumah. Palemahan berarti harus ada hubungan yang baik antara
penghuni rumah dan lingkungannya.

Pada umumnya bangunan atau arsitektur tradisional daerah Bali selalu dipenuhi
hiasan, berupa ukiran, peralatan serta pemberian warna. Ragam hias tersebut
mengandung arti tertentu sebagai ungkapan keindahan simbol-simbol dan
penyampaian komunikasi. Bentuk-bentuk ragam hias dari jenis fauna juga
berfungsi sebagai simbol-simbol ritual yang ditampilkan dalam patung.
II. Salah satu unsur kebudayaan bali yang berpengaruh terhadap kesehatan

Kandungan gizi dan keamanan pangan makanan tradisional “lawar” Bali

Lawar adalah sejenis lauk pauk yang dibuat dari campuran daging atau ikan dengan sayur
mayur dan bambu (Panji, 1985). Lawar ini sudah dikenal sejak lama oleh masyarakat Hindu di
Bali, karena disamping sebagai lauk pauk, lawar menjadi salah satu sarana dalam melaksanakan
upacara adat maupu keagamaan di Bali seperti upacara pernikahan, kematian dan upacara
ditempat-tempat suci (Pura).

1. Aspek sosial budaya

Bagi masyarakat Hindu di Bali makan lawar tidak hanya berfungsi gastronomic yaitu
lawar sebagai makanan tidak hanya untuk menghilangkan rasa lapar atau untuk
memenuhi kebutuhan perut besar (gaster) yang kosong, tetapi juga berfungsi social 2
antara lain berfungsi sebagai alat komunikasi, berfungsi relegius dan menunjukkan
identitas budaya.

Fungsi sebagai alat komunikasi, lawar bersama dengan jenis makanan lainnya seperti
nasi diberikan kepada orang lain dan tidak terbatas pada hanya keluarga dekat, tetapi
kepada semua orang yang dianggap telah memberikan bantuan baik moril maupun
material pada saat dilaksanakan suatu upacara tertentu. Lawar yang diberikan kepada
orang lain tersebut dikenal dengan nama jotan sebagai ungkapan rasa terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantunya. Disamping itu jotan juga berfungsi
sebagai tanda atau permakluman kepada orang lain bahwa orang yang mengirim lawar
tersebut sedang atau akan melaksanakan upacara tertentu misal upacara pernikahan
ada dikenal nasi rongan (beberapa unsurnya adalah lawar, sate dan nasi). Nasi rongan
ini biasanya diberikan oleh pihak keluarga mempelai laki-laki kepada keluarga
mempelai perempuan, kemudian nasi rongan tersebut oleh keluarga pihak mempelai
perempuan dibagi-bagi tanpa memperhatikan jumlah besar pembagiannya. Tiap bagian
nasi rongan tersebut selanjutnya diberikan kepada seluruh keluarga mempelai
perempuan yang maknanya adalah sebagai pemberitahuan bahwa akan dilaksanakan
upacara mepamit di keluarga perempuan.

Fungsi religius dari lawar sangat menonjol di daerah Bali yaitu lawar digunakan
sebagai salah satu sarana dalam membuat sesaji. Sesaji itu sendiri adalah simbol untuk
menyatakan rasa syukur, bhakti serta terima kasih kehadapan Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan kehidupan di dunia ini. Dalam kaitan dengan fungsi inilah
lawar tidak pernah absen dalam suatu upacara baik adat maupun keagamaan
khususnya agama Hindu di Bali.

Dari jenis makanan yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang, orang lain
dapat mengetahui dari budaya mana orang tersebut berasal. Masyarakat Hindu di Bali
sejak dulu sampai sekarang tetap membuat lawar dan menyukai lawar. Oleh karena itu
lawar dapat dipakai sebagai identitas budaya bagi masyarakat Hindu di Bali.

2. Aspek nutrisi dan khasiat

• Kandungan zat gisi lawar

Bahan penyusun lawar seperti daging, sayur, kelapa dan darah mempunyai
potensi sebagai zat gizi. Daging merupakan sumber protein hewani yang
penting, sedangkan sayuran yang dipakai seperti kacan panjang (Vigna
sinensis, L.), merupakan sumber protein nabati, vitamin dan mineral, pepaya
(Carica pepaya, L ) dan buah nangka (Artocarpus integra, L) merupakan
sumber vitamin dan mineral. Menyimak hasil analisis terhadap lawar yang
dijual di Kodya Denpasar dari 18 pedagang lawar sapi yang dilaporkan oleh
Yusa (1996) diketahui bahwa lawar sapi (lawar putih dan lawar merah)
mengandung protein berkisar antara 8,48 – 11,14 %, lemak 17,98 – 18,54 %
dan karbohidrat 3,94 – 6,61 % dengan kandungan air lawar yang cukup tinggi
yaitu sekitar 65,21 – 65,63 %. Disamping mengandung zat gizi utama seperti
tersebut di atas lawar juga mengandung vitamin B1, vitamin B2, vitamin C dan
mineral kalsium (Ca), besi (Fe) dan fosfor (P)

Tabel 1. Komposisi zat gizi lawar sapi (Yusa, 1996)

Kandungan zat gizi Jumlah


Lawar putih Lawar merah

Air (%) 65,21 65,63


Abu (%) 1,16 1,30
Protein (%) 8,48 11,44
Lemak (%) 18,54 17,98
Karbohidrat (%) 6,61 3,94
Vitamin B1 (mg/100 g) * 0,68 0,76
Vitamin B2 (mg/100 g)* 6,42 1,16
Vitamin C (mg/100 g) * 12,34 11,67
Kalsiu (Ca) (mg/100 g) * 79,95 81,50
Besi (Fe) (mg/100 g) * 19,25 24,70
Fosfor (P) (mg/100 g) * 464,61 444,23

Keterangan : *Berat kering.

Setelah dilakukan perhitungan lebih lanjut untuk setiap 50 g lawar (jumlah


lawar yang dikonsumsi setiap hari), nilai energi lawar putih sebesar 114 kkal
dan energi lawar merah sebesar 111 kkal. Ditinjau dari sumbangan energinya
maka lawar dapat menyumbangkan sebesar 3,5 % dari konsumsi energi wanita
setiap hari (konsumsi energi wanita setiap hari 2714 kkal).

Lebih lanjut berdasarkan hasil survai dan analisis yang dilaporkan oleh Suter,
et al., (1997 a) terhadap konsumen lawar dan pedagang lawar babi di tiga kota
di Bali yaitu Tabanan, Denpasar dan Gianyar ternyata sebanyak 80 % dari
konsumen lawar mengatakan jenis lawar yang paling banyak dibeli adalah
lawar babi dibanding dengan tiga jenis lawar lainnya yaitu lawar penyu, lawar
sapi dan lawar ayam. Kandungan zat gizi dari lawar babi yang dijual di kota
madya Denpasar, Gianyar dan Tabanan dapat dilihat pada Tabel 2.
Berdasarkan pada Tabel 2 tampak bahwa kandungan zat gizi lawar ternyata
sangat bervariasi antara pedagang di kota Denpasar, Gianyar dan Tabanan.

Kadar protein berkisar antara 1,14 – 5,74 %, lemak 3,69 – 13,87 % dan
karbohidrat 5,12 – 11,97 %. Perbedaan komposisi zat gizi dari lawar sangat
tergantung pada bahan bakunya, terutama jenis dan jumlah daging maupun
sayuran yang digunakan.

Tabel 2. Kandungan zat gizi lawar babi yang dijual di warung/rumah makan
(Suter, et al., 1997 a)

Komponen Tempat asal lawar


D1 D2 G1 G2 T1 T2
(%)
Protein 5,13 1,89 4,36 5,17 1,41 2,67
Lemak 3,69 6,48 9,25 13,87 4,92 7,36
Karbohidrat 11,92 8,49 5,12 11,97 10,18 10,32
Air 77,52 80,50 79,38 65,89 81,74 77,85
Abu 4,74 2,65 1,89 2,54 1,74 1,86

Keterangan : D = Denpasar, G = Gianyar, T = Tabanan.

Mengenai pengaruh jenis sayuran (buah nangka, kacang panjang dan campuran
buah nangka dan kacang panjang) sebagai bahan baku lawar terhadap
kandungan zat gizi lawar babi dapat dilihat pada Tabel 3. Lawar yang
menggunakan sayur kacang panjang secara nyata kadar proteinnya lebih tinggi
bila dibandingkan dengan lawar yang menggunakan buah nangka saja. Hal ini
disebabkan karena kandungan protein dari kacang panjang 2,7 % lebih tinggi
daripada kandungan protein buah nangka sebesar 2,0 %. Berdasarkan hasil
penelitian tersebut di atas maka penggunaan kacang panjang sebagai bahan
lawar lebih baik dibandingkan dengan nangka, bila dilihat dari kandungan
proteinnya.

Tabel 3. Komposisi zat gizi lawar babi yang dibuat dari berbagai jenis sayuran
(Suter, et al., 1997 b)

Jenis lawar Protein Lemak Karbohidrat Abu Air

(%) (%) (%) (%) (%)


Nangka 5,57 12,41 9,45 0,57 69,03
Kacang panjang 11,37 11,76 3,93 1,35 71,59
Nangka + 9,28 13,02 7,12 1,01 69,65
kacang panjang
(1:1)

Lawar nangka mengandung energi dan zat gizi untuk setiap 100 g adalah
sebagai berikut : energi 105,45 kkal, karbohidrat, 7,01 g, protein 2,09 g dan
lemak 7,67 g. (Suter, et al., 1999)

• Khasiat lawar

Khasiat makanan secara umum dimaksudkan adalah bagaimana hubungan atau


pengaruh makanan terhadap kesehatan manusia. Khasiat makanan terhadap
kesehatan manusia disebabkan karena kandungan senyawa-senyawa kimia
yang ada dalam bahan makanan atau senyawa kimia yang ada pada hasil
olahannya. Senyawa-senyawa kimia itu adalah zat gizi seperti karbohidrat,
lemak, protein, vitamin dan mineral dan senyawasenyawa non-gizi seperti serat
makanan, antioksidan, pigmen dan lain-lainnya.
Khasiat lawar bila dikaitkan dengan kandungan zat gizinya terutama
karbohidrat, protein dan lemak adalah memperlancar proses fisiologis dalam
tubuh karena zat gizi tersebut sebagai sumber energi. Kandungan senyawa non-
gizi pada lawar belum banyak diketahui. Berdasarkan bahan baku dan
khususnya bumbu yang digunakan pada pembuatan lawar seperti bawang
putih, bawang merah, cabai, lengkuas, jahe, kunir, lada dan lain-lainnya
mengandung senyawa-senyawa non-gizi, seperti minyak atsiri, anti oksidan
dan anti mikroba yang berfungsi meningkatkan citarasa lawar, mencegah
proses oksidasi dan menghambat atau membunuh mikroba sehingga lawar
dalam jangka waktu tertentu aman untuk dikonsumsi. Secara spesifik
bagaimana khasiat lawar yang disebabkan oleh senyawa non-gizi terhadap
penyakit tertentu, misalnya penyakit degeneratif (penyakit jantung
koroner/PJK, diabetes militus, hipertensi dan kanker) belum ada dilaporkan.
Masalah ini perlu mendapat perhatian oleh para peneliti pangan tradisional
daerah Bali dalam rangka pengembangan lawar menjadi pangan fungsional.

3. Aspek keamanan

Keamanan lawar terutama bila dilihat dari aspek mikrobiologisnya, sangat tergantung
pada sanitasi (kebersihan) dari bahan baku air yang digunakan, peralatan, cara
pengolahan, tempat dan lingkungan serta higiene (kesehatan) daging yang digunakan
dan kesehatan pengolah lawar sendiri. Pengolahan lawar khususnya yang dilakukan
secara kolektif oleh masyarakat pada saat upacara adat kurang memperhatikan
kebersihan dari bahah–bahan dan peralatan yang digunakan. Berbeda dengan
pengolahan lawar yang dilakukan oleh perorangan di tingkat rumah tangga (keluarga).
Masalah kebersihan telah mendapat perhatian yang lebih baik sesuai dengan
pengetahuan yang dimilikinya yang berkaitan dengan kesehatan.

Sebagai gambaran tentang keamanan lawar yang dijual Di Kodya Denpasar seperti
dilaporkan oleh Yusa (1996) bahwa lawar putih (tanpa penambahan darah segar)
dengan menggunakan daging sapi dan menggunakan air sumur, sebanyak 78 % contoh
lawar (ada 9 contoh lawar) kandungan total mikrobanya sebanyak 9,03 x 106 koloni/g
yaitu lebih tinggi dari kandungan total mikroba pangan segar sebanyak 106 koloni/g,
sedangkan lawar merah mengandung rata-rata 8,89 x 106 koloni/g. Disamping itu baik
lawar merah ataupun lawar putih ternyata tercemar oleh bakteri Escherichia coli.
Kondisi tersebut terjadi satu jam setelah lawar dicampur atau diolah. Hal yang sama
juga dilaporkan oleh Suter, et al., (1997 a) bahwa dari enam contoh lawar babi yang
dibeli di kota Gianyar, Tabanan dan Denpasar, ternyata sebanyak 66,67 % dari contoh
lawar total mikrobanya melebihi 106 koloni/g dan 50 % dari contoh lawar
terkontaminasi E.coli dan tidak ada terkontaminasi oleh Salmonella. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilaporkan oleh Arihantana (1993), ternyata E.coli yang ada pada
lawar bersumber dari daging mentah. Bahan lawar lainnya seperti kulit dan sayuran
yang digunakan ternyata mengandung E.coli, yang berasal dari talenan bekas
mencincang daging mentah.

Dari kasus-kasus atau laporan tersebut di atas diketahuilah bahwa lawar merupakan
jenis lauk pauk yang peka terhadap kerusakan oleh mikroba yaitu dalam waktu satu
jam setelah diolah bisa menjadi rusak/busuk.. Disamping itu dengan adanya E.coli
pada lawar maka lawar menjadi tidak aman untuk dikonsumsi karena E.coli tersebut
dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti diare.

Berdasarkan kenyataan tersebut di atas yaitu di satu sisi lawar telah menjadi budaya
dari masyarakat Bali yang sulit dihilangkan karena disamping mengandung zat gizi
yang cukup, lawar juga mempunyai fungsi sosial dan menjadi sarana dalam
upacaraupacara adat dan keagamaan. Disisi lainnya lawar sangat peka terhadap
kerusakan oleh mikroba dan kadang-kadang berbahaya bagi kesehatan manusia yang
mengkonsumsinya, sekalipun sampai saat ini laporan orang yang meninggal dunia
akibat mengkonsumsi lawar tidak ada. Oleh karena itu upaya peningkatan keamanan
lawar perlu terus dilakukan agar lawar menjadi makanan yang aman, bergizi dan
disukai tidak hanya oleh masyarakat Bali tetapi juga masyarakat Indonesia bahkan
masyarakat Internasional.
Upaya perbaikan mutu gizi dan keamanan lawar belum banyak dilakukan namun
perhatian untuk itu telah ada. Sebagai contoh seperti dilaporkan oleh Sukardika dan
Aryanta (1993) mutu lawar masih baik dilihat dari aspek mikrobiologisnya dan dapat
dipertahankan sampai 48 jam (2 hari) dengan cara menyimpan lawar pada suhu 5oC
dengan kandungan total mikroba 103,8 koloni/g, sedangkan lawar yang disimpan pada
suhu 30oC mengandung total mikroba sebanyak 109,7 koloni/g (tidak layak
dikonsumsi) setelah disimpan 48 jam. Keamanan lawar dapat ditingkatkan melalui
peningkatan kebersihan peralatan dan kebersihan bahan baku yang digunakan terutama
daging dan darah seperti yang dilaporkan oleh Suter, et al., (1997 b). Lawar yang
dibuat baik dengan menambahkan darah segar maupun tanpa penambahan darah segar
dengan menggunakan daging mentah atau daging direbus 15 menit atau daging yang
diseduh dengan air mendidih ternyata kandungan total mikrobanya lebih kecil dari 106
koloni/g yaitu sekitar 2,33 x 104 koloni/g sampai 13,6 x 104 koloni/g. Disamping itu
ternyata dengan menyeduh daging babi dengan air mendidih dan tanpa menggunakan
darah segar kandungan E.coli dari lawar yang dihasilkan lebih rendah (3,00 koloni/g)
daripada kandungan E.coli lawar yang dibuat dengan daging babi mentah dan
ditambahkan dengan darah segar yaitu sebesar 29,67 koloni/g. Selanjutnya menurut
Lestari, et al., (1988) pada lawar sapi yang diolah dengan cara darah diseduh dengan
air pada suhu 100oC selama 5 menit, total mikroba lawar dapat diturunkan dari 3,4 x
106 koloni/g menjadi 2,1 x 106 koloni/g, demikian pula bila dagingnya dipepes selama
10 menit (setengah matang) atau daging dikukus pada suhu 100oC selama 3 menit
secara nyata dapat menurunkan total mikroba lawar.

Penurunan total mikroba , total coliform serta total E.coli pada lawar ayam dapat juga
dilakukan dengan penambahan bawang putih baik yang dibakar maupun tidak dibakar
pada cincangan daging atau dengan penyeduhan cincangan daging dengan air suhu
80oC selama 10 menit, tanpa menurunkan kandungan zat gizi lawar ayam. Bawang
putih dibakar selama 5 menit pada suhu 70oC dan ditambahkan pada cincangan daging
ayam sebanyak 10 % (Putra, 1988).

Dari hasil-hasil penelitian tersebut di atas keamanan lawar dapat ditingkatkan melalui
penanganan lawar setelah diolah yaitu dengan cara disimpan pada suhu 5oC, dan
dengan perbaikan cara pengolahan antara lain dengan menyeduh daging dengan air
mendidih atau direbus dalam air mendidh, dikukus, dipepes dan dengan penambahan
bawang putih pada cincangan daging. Dihindari penggunaan daging dan darah mentah,
serta peralatan yang digunakan dijaga tetap bersih.

http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/319716.pdf

http://id.wikipedia.org/wiki/Bali

http://de-kill.blogspot.com/2009/04/sekilas-budaya-bali.html

Anda mungkin juga menyukai