Anda di halaman 1dari 6

PERANAN PEMUDA ISLAM

Realitas, Idealita Dan Kondisi Hari Ini

Oleh : H. Mahyeldi Ansharullah, SP

(Wakil Ketua DPRD Sumbar)

Sejak dahulu kala, bahkan jauh sebelum agama Islam muncul di muka bumi, para nabi dan
rasul telah diutus untuk menyampaikan wahyu Allah SWT dan syari’at-Nya kepada umat
manusia. Para rasul itu adalah orang-orang terpilih dari kalangan pemuda. Di antara mereka
ada yang diberi kemampuan luar biasa dalam berargumen dan berdebat, sebelum usianya
genap delapan belas tahun.

Nabi Ibrahim AS, misalnya, seperti dijelaskan dalam Al-Qur’an, adalah pemuda yang sering
berdebat dengan kaumnya, menentang peribadatan kepada patung-patung yang tidak dapat
bicara, memberi manfaat dan mudharat. Kita juga ingat kisah Ashabul Kahfi yang tergolong
pengikut Nabi Isa A.S. Mereka adalah anak-anak muda yang menolak kembali agama nenek
moyang mereka, menolak menyembah selain Allah SWT. Mereka bermufakat mengasingkan
diri dari masyarakat dan berlindung dalam suatu gua, karena jumlah mereka relatif sedikit
yakni tujuh orang di antara masyarakat penyembah berhala. Fakta sejarah ini terekam jelas
dalam Al-Qur’an surat Al Kahfi ayat 9-26, yang di antaranya :

”(Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua lalu
mereka berdo’a : ‘Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan
sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)’.” (Q.S. Al-Kahfi :
10)

“Kami ceritakan kisah mereka kepadamu (Muhammad) dengan sebenarnya. Sesungguhnya


mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka (Sang Pencipta),
dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk”. (Q.S. Al-Kahfi : 13)

Potensi Besar Pemuda dalam Kehidupan Masyarakat

Demikian keadaan dan peran golongan pemuda. Kiprah mereka telah terukir indah dalam
tinta emas sejarah. Mereka merupakan tonggak dan potensi besar suatu kehidupan. Terlebih
kelompok pemuda seperti pelajar dan mahasiswa, karena selain diharapkan oleh umat,
peranan mereka pun sangat didambakan oleh kelompok masyarakat lainnya sebagai pionir
perubahan ke arah yang lebih baik. Posisi mereka sebagai “pelajar/mahasiswa” memang
menjadi peluang bagi mereka untuk mengembangkan potensi sebesar-besarnya. Tidak heran
jika perubahan sosial politik diberbagai belahan dunia dipelopori oleh gerakan pemuda.
Sebagian sahabat yang menyertai Rasulullah SAW dalam memperjuangkan Islam yang
akhirnya berhasil menguasai lebih dari dua pertiga belahan bumi adalah para pemuda yang
menjadi murid Rasulullah SAW.
Secara fitrah, masa muda merupakan jenjang kehidupan manusia yang paling optimal.
Dengan kematangan jasmani, perasaan dan akalnya, sangat wajar jika pemuda- memiliki
potensi yang besar dibandingkan dengan kelompok masyarakat lainya. Kepekaan yang tinggi
terhadap lingkungan banyak dimiliki pemuda . Pemikiran kritis mereka sangat didambakan
umat. Di mata umat dan masyarakat umumnya, mereka adalah agen perubahan (agent of
change) jika masyarakat terkungkung oleh tirani kezaliman dan kebodohan. Mereka juga
motor penggerak kemajuan ketika masyarakat melakukan proses pembangunan. Tongkat
estafet peralihan suatu peradaban terletak di pundak mereka. Baik buruknya nasib umat
kelak, bergantung pada kondisi pemuda sekarang ini.

Namun, potensi tinggallah potensi. Ibarat pedang yang sangat tajam, ketajamannya tidak
menjadi penentu bermanfaat tidaknya pedang tersebut. Orang yang menggenggam pedang
itulah yang menentukannya. Pedang yang tajam terkadang digunakan untuk menumpas
kebaikan dan mengibarkan kemaksiatan, jika dipegang oleh orang yang tidak bertanggung
jawab. Sebaliknya, jika berada di tangan orang yang bertanggung jawab, ketajaman pedang
itu akan membawa manfaat. Demikian juga dengan potensi pemuda. Potensi yang begitu
hebat itu bisa dipergunakan untuk menjunjung tinggi kebaikan, bisa juga untuk
memperkokoh kejahatan dan kedurjanaan. Itulah sebabnya, begitu banyak contoh pemuda-
mahasiswa yang berjasa menjadi pilar penentu kemajuan suatu peradaban, tetapi tidak sedikit
di antara mereka yang mengakibatkan runtuhnya sendi-sendi peradaban, dan menghancurkan
kemuliaan suatu tatanan kehidupan.

Jadi, potensi yang dimiliki oleh pemuda-mahasiswa haruslah diarahkan untuk menyokong
dan mempropagandakan nilai-nilai kebaikan. Seorang pemuda muslim tentunya akan berada
di garis depan untuk membela, memperjuangkan, dan mendakwahkan nilai-nilai Islam.
Seorang pemuda muslim tidak layak hanya berpangku tangan dan bermalas-malasan di
tengah kemunduran umat yang sangat memprihatinkan ini. Seorang pemuda muslim jangan
sampai menjadi penghalang kemajuan Islam dan perjuangan kaum muslimin. Na’udzubillah.

Menyorot Realitas Pemuda-Mahasiswa Muslim Kini

Kita akui, pengaruh sistem kehidupan yang berlaku dalam suatu kurun kehidupan sangat
berpengaruh terhadap pemahaman dan perilaku manusia yang hidup pada zaman tersebut.
Hal ini berlaku pula bagi pemuda. Format kehidupan pemuda sekarang, sedikit banyak telah
terpengaruh oleh sistem kehidupan yang berlaku sekarang, yaitu sistem demokrasi kapitalis.

Kalau memperhatikan apa yang terjadi di kampus-kampus di negeri ini, secara umum, paling
tidak kita akan menemukan adanya beberapa kelompok mahasiswa muslim yang pemahaman
dan kecenderungannya relatif berlainan. Citra dan cita-cita mereka juga relatif berbeda sesuai
dengan landasan pemikiran yang mendasarinya.

Kelompok pertama, adalah mereka yang merasa tidak puas dengan kondisi sekarang, lalu
melakukan berbagai perubahan. Mereka melihat bahwa sistem kehidupan yang berlaku
sekarang hanya melahirkan penderitaan dan kesengsaraan yang berkepanjangan. Arah
perubahan ynag mereka inginkan ada yang tidak terlepas dari format ideologi kapitalis, ada
juga yang terpengaruh ideologi sosialis.

Haluan politik kapitalis berjalan seiring dengan format demokrasi yang mereka terjemahkan
sesuai dengan kondisi di negeri ini. Kelompok demokrat ini memang lebih menginginkan
agar demokrasi yang ada benar-benar ditegakkan. Isu-isu bahwa kedaulatan dan kekuasaan di
tangan rakyat, bahwa rakyatlah yang paling berhak menentukan arah pemerintahan, paling
sering mereka teriakkan dengan lantang. Terhadap berbagai masalah kemasyarakatan, isu hak
asasi manusia (HAM) juga sering mereka jadikan bukti lemahnya penerapan demokrasi,
terlepas dari paham atau tidaknya mereka akan hakekat demokrasi dan aturan produk barat
lainnya.

Adapun yang terpengaruh oleh sosialis mengehendaki perubahan yang lebih radikal. Mereka
menuntut perubahan tatanan kehidupan melalui revolusi. Menurut mereka, suksesi
kepemimpinan mestinya segera dilakukan. Cara yang mereka lakukan tidak jarang mengarah
kepada pengrusakan, dengan membangkitkan emosi massa. Kerugian akibat aksi-aksi yang
mereka lakukan tidak sedikit. Berbagai isu kesenjangan sosial dan kasus kerusuhan yang
melibatkan massa menjadi sarana subur untuk aksi mereka. Jurus mereka kerap kali
memancing di air keruh.

Apapun alasannya, cara-cara yang ditempuh kelompok mahasiswa ini tidak bisa dibenarkan
oleh Islam. Landasan perjuangan kelompok tersebut jelas tidak sesuai dengan pandangan
Islam. Sebab, ide-ide sosialis ataupun kapitalis, termasuk demokrasi serta ide-ide yang
terlahir darinya seperti HAM, pluralisme, dan lain-lain, merupakan pemahaman Barat yang
kufur yang sangat bertentangan dengan Islam. Haram bagi kaum muslimin mengambil
pemahaman dan aturan-aturan yang bukan berasal dari Islam. Allah SWT berfirman :

“Apa yang diperintahkan Rasul kepadamu maka laksanakanlah. Dan apa yang dilarangnya
maka tinggalkanlah.” (Q.S. Al-Hasyr : 7)

Hal lain yang sangat kita sayangkan, tidak sedikit mahasiswa muslim yang turut
mempropagandakan dan memperjuangkan paham-paham tersebut. Di antara mereka ada yang
melakukannya karena ikut-ikutan saja, karena kebodohannya, dan ada juga karena memang
ingin memperjuangkannya. Akibatnya, secara tidak langsung, mereka menjadi prototipe dan
agen-agen Barat dalam menyebarkan paham-paham yang sebenarnya merupakan racun bagi
kaum muslimin.

Kelompok kedua adalah mereka yang cuek terhadap kondisi kehidupan masyarakat. Yakni,
mereka yang tidak peduli dengan penderitaan dan kesengsaraan masyarakat. Bagi mereka
yang penting selamat. “Ngapain susah-susah mikirin nasib kaum muslimin yang lain. Mikirin
diri sendiri aja udah susah.

Memang sistem kapitalis yang menyetir pola kehidupan sekarang melahirkan degradasi nilai-
nilai kemanusiaan. Sistem ini memang berhasil memberikan nilai materi yang cukup
berlimpah. Namun, ternyata keberhasilan itu hanya diraup oleh segelintir orang yang ‘kuat’,
sementara mayoritas rakyat hidup dalam kesengsaraan. Lapangan pekerjaan semakin sempit,
pengangguran kian membludak, dan berbagai tindak kriminal mulai menjadi wabah sosial
kemanusiaan.

Kondisi seperti ini hanya akan melahirkan sistem individualis yang semakin tajam. Setiap
manusia termasuk mahasiswa lalu berpikir pintas untuk ‘menyelamatkan’ diri, dan akhirnya
tidak peduli dengan keadaan lingkungan. Standar perbuatan mereka adalah manfaat. Bagi
mereka, yang penting bermanfaat dirinya dan tidak merugikan orang lain. Bagi mereka
pacaran tidak menjadi masalah, asal tidak hamil dan tidak menimbulkan ‘masalah’.
Kelompok ini memang benar-benar ingin ‘menikmati’ dan hidup tenteram dalam kondisi
sekarang. Mereka tidak peduli kenikmatan hidupnya itu diraih di atas penderitaan orang lain.

Bagi kelompok mahasiswa seperti ini ‘keberhasilan studi’ merupakan cita-cita yang paling
dijunjung tinggi dan senantiasa jadi haluan perjuangannya. Bagi mereka, standar keberhasilan
itu adalah meraih nilai studi yang setinggi-tingginya. Sains memang cukup mereka ‘kuasai’,
namun keilmuannya itu tidak berpengaruh terhadap perilaku mereka dalam kehidupan
masyarakat. Dalam studinya, kelompok ini memang relatif banyak berhasil, namun mereka
belum mampu memenuhi dambaan dan harapan umat.

Kehidupan mahasiswa kelompok ini hanya berkisar antara kampus dan rumah. Angan-angan
mereka kalau sudah lulus kelak adalah pekerjaan yang mantap dengan gaji yang besar, istri
yang cantik, fasilitas yang mewah, dan anak-anak yang lucu dan manis. “Persetan dengan
lingkungan Yang penting aku, istriku, anak-anakku, dan keluargaku ‘aman’!”

Cara hidup kelompok ini jelas tidak dibenarkan oleh Islam. Dalam Islam tidak dikenal sistem
kehidupan individualis. Kehidupan masyarakat dalam Islam tidak membeda-bedakan apakah
seorang itu mahasiswa, pelajar, karyawan, atau lainnya. Semuanya bertanggung jawab
terhadap kondisi lingkungan di sekelilingnya. Rasulullah SAW mengingatkan :

“Barang siapa bangun pagi hari dan hanya memperhatikan masalah dunianya, maka orang
tersebut tidak berguna apa-apa di sisi Allah. Barang siapa tidak pernah memperhatikan
urusan kaum muslimin yang lain, maka tidak termasuk golonganku”. (HR. Thabrani dari Abu
Dzar Al-Ghifari)

Kelompok ketiga adalah mereka yang ‘terbius’ sehingga terjerat dan terjerumus dalam
bejatnya sistem kehidupan masa kini. Sistem kapitalis yang mengagung-agungkan materi,
telah mencabut nilai-nilai kehidupan lainnya, baik nilai-nilai akhlaq, kemanusiaan, dan
kerohanian (agama). Korban-korban sistem ini sudah cukup bergelimpangan.

Sebagai contoh, tidak sedikit mahasiswa yang terjerumus dalam pemakaian obat-oabat
terlarang. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang terjerat dalam sindikat pengedar yang
berskala internasional.
Mereka yang terjerumus dalam sek bebas tidak kalah mengerikan. Hasil temuan FKM
UNAIR menyebutkan bahwa pengidap AIDS sebagian besar kalangan remaja. Dari 100
responden remaja yang diteliti, FKM menyimpulkan bahwa 22,9 persen remaja usia 15 – 19
tahun telah terkena virus HIV/AIDS, sedangkan remaja usia 20 – 24 tahun yang terjangkit
mencapai 77,1 persen. Tawuran remaja yang tadinya hanya merupakan trend remaja-remaja
SMU, kini sudah diikuti oleh mahasiswa di perguruan tinggi. Bahkan yang sangat
menggelikan sekaligus memprihatinkan mahasiswa yang notabene adalah kaum intelektula
juga ada yang melakukan tawuran sesame mereka. Sungguh memalukan!

Kejadian-kejadian di atas hanya sekedar contoh kasus betapa kelompok mahasiswa yang
demikian ini kondisinya sudah sangat memprihatinkan. Kasus aborsi, skandal dan jaringan
seks bebas, perampokan, pembobolan bank, penodongan, dan tindak kriminal lainnya tidak
jarang dilakukan oleh pemuda.

Kelompok keempat adalah kelompok pemuda yang peduli lingkungan dan sadar akan
kerusakan dan kebrobokan sistem yang ada akibat tidak diberlakukannya aturan Islam dalam
realitas kehidupan. Dengan pemahaman terhadap kenyataan seperti itu, disertai pendalaman
terhadap tsaqofah Islam, mereka melakukan perjuangan dakwah, menyeru umat untuk
kembali kepada Islam. Meskipun jumlahnya tidak terlampau besar, peranan mereka sangat
diharapkan umat untuk melakukan perubahan kehidupan masyarakat ke arah yang Islami.

Alhamdulillah, di berbagai perguruan tinggi dan sekolah perkembangan mereka cukup


menggembirakan. Bahwa berjilbab itu merupakan kewajiban bagi seorang muslimah sudah
menjadi opini yang tidak terbantahkan lagi. Sungguh menyedihkan kalau di antara mahasiswi
muslim ada yang belum paham bahwa jilbab itu wajib. Padahal, jika hal itu dilalaikan, Allah
SWT akan menurunkan azab yang sangat pedih.

Begitu juga, gerakan-gerakan kebangkitan Islam cukup santer di berbagai perguruan tinggi.
Gerakan keIslaman yang berasal dari Timur Tengah ataupun bercorak lokal semakin
bermunculan. Semuanya menyuarakan kebangkitan Islam. Pemahaman Islam yang mereka
raih bukan pemahaman yang bersifat ‘abangan’. Meskipu belajar di perguruan tinggi umum,
kitab-kitab kuning yang berbahasa Arab baik dari kalangan fuqaha tempo dulu maupun para
mujtahid abad 20- pun menjadi santapan keseharian mereka.

Meskipun masih terdapat berbagai perbedaan visi tentang kebangkitan dan metode yang
mereka lakukan, kelompok terakhir ini merupakan kelompok dambaan ummat menuju
kemuliaan hidup . Umat Islam tidak mungkin bangkit dengan mengadosi aturan-aturan yang
bukan berasal dari Islam, baik dari paham kapitalis mapun sosialis.

Ketahuilah, umat Islam tidak mungkin meraih kemulaiaan kalalu umatnya hanya
memperhatikan kepentingan pribadi. Islam mustahil akan muncul dari generasi-generasi yang
telah “ sekarat” karena korban kedurjanaan sistem kapitalis. Islam hanya akan bangkit
melalui manusia-manusia yang ikhlas mewakafkan kehidupannya demi tegaknya Islam. Islam
akan jaya di tangan mereka yang memegang Islam walaupun bagai memegang bara api.
Meskipun secara materi kondisi mereka terkadang menyedihkan, perjuangan mereka tak
pernah rendah; karena mereka mendambakan kemuliaan surga yang dijanjikan Alloh SWT.
Mereka yakin akan janji Allah SWT dalam Al-Qur’an :

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka
dengan memberikan surga untuk mereka”. (QS. At-Taubat : 111).

Demikianlah kondisi realita pemuda yang terlahir dan hidup pada saat ini. Citra keIslaman
mereka tidak sedikit yang tererosi dan terdegradasi oleh budaya-budaya asing yang membius
dan meracuni harapn dan cita-cita mereka. Cinta mereka terwarnai kasih sayang semu, cinta
produk manusia. Cinta yang lahir dari nafsu demi kenikmatan sesaat. Cinta yang berakhir
dalam kehampaan dan kegersangan.

Meskipun demikian, masih ada pemuda dan pemudi yang masih teguh memegang dan
mempertahankan-dengan sekuat tenaga dan segala kemampuan- citra mereka yang hakiki
sebagai muslim. Merekalah the real agent of change . Semoga Allah SWT senantiasa
menyertai mereka. Amin Ya Robbal ‘Alamin.

Wa Allohu a’lam bi as-showab

Anda mungkin juga menyukai