Anda di halaman 1dari 30

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penyediaan pakan ternak memerlukan penyusunan ransum dan

pembuatannya dalam berbagai macam sehingga menghasilkan bentuk seperti

mash, pellet, dan crumble yang disesuaikan dengan kebutuhan dan palatabilitas

(tingkat kesukaan) ternak. Untuk itu pembuatan pakan ternak memerlukan teknik-

teknik produksi yang perlu dipahami karena dalam pelaksanaannya melibatkan

bahan pakan yang harus tersedia serta penggunaan peralatan untuk

memproduksikan pakan tersebut.

Bahan baku pakan utama ternak unggas di Indonesia yaitu jagung,

bungkil kedelai, dan tepung ikan. Sebagian masih didatangkan dari luar negeri

sehingga menyebabkan tingginya harga ransum unggas. Kalangan industri

perunggasan sebaiknya memanfaatkan bahan baku pakan alternatif untuk ternak

unggas dengan menggunakan bahan lokal yang tidak berkompetisi dengan

kebutuhan manusia. Bahan baku pakan alternatif tersebut misalnya tepung daun

lamtoro, tepung daun gamal, tepung bekicot, tepung kulit ubi kayu, dan limbah

RPH/RPU. Ketersediaan bahan baku lokal di Sulawesi Selatan cukup banyak,

akan tetapi hanya sebagian kecil masyarakat yang memanfaatkannya sebagai

bahan pakan. Karena pengetahuan para peternak yang masih minim.

Broiler sebagai salah satu sumber protein hewani memiliki pertumbuhan

daging yang cepat dalam waktu relatif singkat. Akan tetapi diantara serat kasar

dagingnya mudah terakumulasi lemak. Konsumsi makanan yang banyak

mengandung lemak, terutama lemak jenuh akan mempunyai kontribusi untuk

1
meningkatkan kolesterol darah, yang menyebabkan timbulnya aterosklerosis dan

berlanjut pada kardiovaskular (coronary heart disease). Karena itu, perlu

dilakukan upaya penyediaan daging broiler yang kolesterolnya rendah dan

mempunyai gizi yang cukup. Pemberian ransum yang berasal dari bahan pakan

lokal ini diharapkan dapat menurunkan persentase kadar LDL (Low Density

Lipoprotein) dan meningkatkan HDL (High Density Lipoprotein) pada karkas

broiler.

Perumusan Masalah

Ditinjau dari aspek ekonomis, biaya pakan sangat tinggi mencapai 70%

dari total biaya produksi. Ditinjau dari aspek biologis, pertumbuhan dan produksi

maksimal tercapai bila kualitas dan kuantitas pakan memadai. Produk efisien akan

tercapai bila tersedia pakan murah dan kebutuhan zat-zat nutrisi terpenuhi. Salah

satunya upaya yang menjadi efektif dalam rangka penghematan biaya produksi

adalah membuat pakan sendiri. Persoalan kecernaan terhadap bahan baku yang

berbeda menimbulkan pemikiran untuk mencari kebenaran penggantian bahan

baku potensial yang tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Pemanfaatan

pakan lokal diharapkan dapat memberikan keseimbangan energi dan protein pada

ransum yang dapat menaikkan kadar HDL dan menurunkan kadar LDL pada

karkas broiler.

Hipotesis

Diduga bahwa pemberian berbagai bentuk ransum yang berbahan lokal

dapat menaikkan kadar High Density Lipoprotein (HDL) dan menurunkan kadar

Low Density Lipoprotein (LDL).

2
Tujuan dan Kegunaan

Tujuan penelitian ini yaitu untuk menaikkan kadar HDL dan menurunkan

kadar LDL pada karkas broiler dari pemberian berbagai bentuk ransum yang

berbahan baku lokal.

Kegunaan penelitian ini yaitu sebagai informasi dan pengetahuan kepada

masyarakat khususnya peternak tentang adanya bahan pakan lokal yang dapat

dimanfaatkan sebagai pakan ternak unggas.

3
TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Umum Broiler

Broiler adalah galur ayam hasil rekayasa teknologi yang memiliki

karakteristik ekonomis dengan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai penghasil

daging, masa panen pendek dan menghasilkan daging berserat lunak, timbunan

daging baik, dada lebih besar dan kulit licin (North and Bell, 1990).

Menurut Suprijatna dan Kartasudjana (2006) broiler adalah ayam muda

jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 5 – 6 minggu dengan tujuan

sebagai penghasil daging. Sehubungan dengan waktu panen yang relatif singkat

maka jenis ayam ini mempersyaratkan pertumbuhan yang cepat, dada lebar yang

disertai dengan timbunan daging yang baik, dan warna bulu yang disenangi,

biasanya warna putih.

Broiler telah banyak dipelihara oleh peternak di daerah perkotaan dan

pedesaan baik sebagai usaha pokok atau sambilan, terutama di Jawa. Penyebaran

broiler cukup luas karena produksi dagingnya dapat diterima oleh seluruh lapisan

masyarakat dan harganya relatif murah bila dibandingkan dengan daging merah.

Disamping itu pemeliharaannya tidak memerlukan lahan yang relatif luas

(Suprijatna dan Kartasudjana, 2006). Broiler akan tumbuh optimal pada

temperatur lingkungan 19 – 21oC (Soeharsono, 1976).

4
Ransum Unggas

Ransum adalah pakan jadi yang siap diberikan pada ternak, disusun dari

berbagai jenis bahan pakan, dan sudah dihitung (dikalkulasi) sebelumnya

berdasarkan kebutuhan nutrisi dan energi yang diperlukan (Alamsyah, 2005).

Selanjutnya, menurut Riyanto (1995), ransum adalah gabungan dari berbagai

bahan baku pakan yang disusun dengan formulasi tertentu untuk tujuan dan

pemberian tertentu pula. Ransum baik secara teori adalah ransum yang

mengandung zat gizi dalam takaran yang seimbang, disukai ternak, mudah

pengadaannya dan ekonomis harganya. Berdasarkan bentuknya, ransum dapat

dibagi menjadi tiga jenis yaitu mash, pellet, dan crumble (Alamsyah, 2005).

Untuk memenuhi kebutuhan gizi, ternak harus diberi ransum yang terdiri

dari campuran berbagai bahan baku pakan. Bahan baku dapat diklasifikasikan ke

dalam beberapa kelompok berdasarkan kandungan gizinya. Untuk ransum unggas

dan babi, sumber energi diperoleh dari biji-bijian terutama jagung. Di negara lain

yang tidak memiliki jagung, maka biji gandum, barley, triticale atau sorgum dapat

dimanfaatkan. Bagi negara yang tidak mempunyai tanaman biji-bijian (serealia),

maka harus diimpor dari negara lain (Tangendjaja, 2007).

Adapun ransum yang biasa digunakan sebagai pakan lokal di Indonesia

yaitu:

1. Jagung

Jagung sebagai pakan ayam sudah sejak lama digunakan.. Jagung

mengandung protein agak rendah (sekitar 9,4%), tetapi kandungan energi

metabolismenya tinggi. (3430 kkal/kg). Oleh karena itu jagung merupakan

5
sumber energi yang baik. Kandungan serat kasarnya rendah (sekitar 2%),

sehingga memungkinkan jagung dapat digunakan dalam tingkat yang lebih tinggi.

Jagung kuning mengandung pigmen karoten yang disebut "xanthophyl". Pigmen

ini memberi warna kuning telur yang bagus dan daging yang menarik, tidak pucat

(Santoso, 1996).

2. Bungkil Kelapa

Bungkil kelapa merupakan limbah dari pembuatan minyak kelapa dapat

digunakan sebagai pakan lemak. Indonesia kaya akan pohon kelapa dan banyak

mendirikan pabrik minyak goreng, sehingga bungkil kelapa banyak tersedia

kandungan protein cukup tinggi sekitar 21,6% dan energi metabolis sekitar 1540 -

1745 Kkal/Kg. Tetapi bungkil kelapa ini miskin akan Cysine dan Histidin serta

kandungan lemaknya tinggi sekitar 15%. Oleh karena itu penggunaan dalam

menyusun ransum tidak melebihi 20%, sedang kekurangan Cysine dan Histidin

dapat dipenuhi dari tepung itu atau Cysine buatan pabrik (Santoso, 1996).

Secara umum bungkil kelapa berwarna coklat, ada coklat tua ada coklat

muda (coklat terang) sebaiknya dipilih bungkil kelapa yang berwarna coklat muda

atau coklat terang inilah yang kita pilih. Bungkil Kelapa mudah dirusak oleh

jamur dan mudah tengik, sehingga harus hati-hati dalam menyimpannya (Santoso,

1996).

3. Bungkil kedelai

Kacang kedelai mentah tidak dianjurkan untuk dipergunakan sebagai

pakan ayam karena kacang kedelai mentah mengandung beberapa trypsin, yang

6
tidak tahan terhadap panas, karena itu sebaiknya kacang kedelai diolah lebih

dahulu (Santoso, 1996).

Bungkil kedelai merupakan limbah pembuatan minyak kedelai,

mempunyai kandungan protein ą 42,7% dengan kandungan energi metabolisme

sekitar 2240 Kkal/Kg, kandungan serat kasar rendah, sekitar 6%. Tetapi

kandungan methionisne rendah. Penggunaan bungkil kedelai dalam ransum ayam

dianjurkan tidak melebihi 40%, sedang kekurangan methionisme dapat dipenuhi

demi tepung ikan atau methionisme buatan pabrik (Santoso, 1996).

4. Tepung ikan

Tepun ikan merupakan bahan pakan yang sangat terkenal sebagai sumber

protein yang tinggi. Tetapi perlu diketahui bahwa kandungan gizi tepung ikan ini

berbeda, sesuai dengan jenis ikannya. Disamping jenis ikan, proses pengeringan

ikan juga mempengaruhi kualitas tepung ikan tersebut. Ada beberapa macam

proses pengeringan, yaitu pengeringan matahari, pengeringan vacum, pengeringan

dengan uap panas dan pengeringan dengan pijar api sesaat.

Pengeringan matahari merupakan proses termudah dan termurah, tetapi

juga rendah kadar proteinnya. Tepung ikan lokal yang bersumber dari sisa industri

ikan kalengan atau limbah tangkapan nelayan dan hanya dijemur dengan panas

matahari mempunyai kandungan protein kasar hanya 51-55%. Selain sebagai

sumber protein dengan asam amino yang baik, tepung ikan juga merupakan

sumber mineral dan vitamin. Dengan kandungan gizi yang sangat baik ini maka

tak heran bila harganyapun mahal. Oleh karena itu, untuk menekan harga ransum,

pengguna tepung ikan dibatasi dibawah 8%. Di Indonesia, tepung ikan ada

7
beberapa macam baik produk lokal maupun import dengan kualitas yang beragam.

Dengan kondisi ini peternak disarankan membeli tepung ikan dari penjual yang

terpercaya dan sudah biasa menjual tepung ikan yang baik (Santoso, 1996).

5. Tepung Daun Gamal

Kandungan gizi tepung daun gamal terdiri dari 3 – 6,4% nitrogen, 0,31%

posfor, 0,77% kalsium, 15 – 30% serat kasar dan 10% abu. Gamal memiliki nilai

gizi yang cukup baik yaitu 22,1% bahan kering, 23,5% protein dan Energi

metabolismenya 4200 Kkal/kg energi. Pemberian tepung daun gamal segar pada

ayam broiler dapat meningkatkan pertambahan bobot badan, penampilan,

reproduksi dan produksi. Tanaman ini merupakan salah satu tanaman leguminosa

pohon tropis yang multi fungsi baik sebagai kayu bakar, tanaman pagar, pakan

ternak dan pencegah erosi. Daun gamal yang rontok dan jatuh ke tanah pada

musim kemarau sangat bermanfaat juga untuk meningkatkan bahan organik serta

kadar nitrogen tanah (Andi, 2009).

Untuk mengurangi kadar kumarin yang menyebabkan aroma daun gamal

tidak sedap, kadar kumarinnya bisa diturunkan melalui perlakuan pengeringan

dengan sinar matahari antara 30 - 90 menit. Semakin lama waktu penjemuran,

semakin banyak kumarin yang hilang. Proses pelayuan pada suhu kamar selama

24 jam dapat menghilangkan kadar kumarin sampai 77% (Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian Bali, 2008).

6. Tepung Daun Lamtoro

Pemberian daun lamtoro mesti hati-hati karena daun lamtoro mengandung

alkaloid yang beracun dengan nama mimosin. Pemberian tepung daun lamtoro

8
dalam jumlah yang banyak akan mengakibatkan ayam berhenti bertelur. Karena

itu, kendatipun kandungan protein daun lamtoro cukup tinggi (22,30%), dalam

penggunaannya dianjurkan tidak melebihi dari 5% dalam pakan ayam (Santoso,

1996).

Selain itu, kandungan xanthofilnya cukup baik 660 ppm. Nilai ini jauh di

atas kandungan xanthofil jagung kuning, sekitar 20 ppm. Proses

pembuatannyapun cukup sederhana. Daun lamtoro tersebut dikeringkan dengan

bantuan sinar matahari, sekaligus untuk menghilangkan zat mimosin atau zat yang

cukup merontokkan bulu unggas, lalu ditumbuk atau digiling menjadi tepung

(Ichwan, 2005).

7. Tepung Bulu Terhidrolisis

Bulu-bulu unggas dapat diperoleh dari rumah-rumah pemotongan unggas.

Bulu unggas yang dikenal sebagai limbah unggas ternyata dapat dijadikan bahan

ransum yang merupakan sebagai sumber protein. Namun, protein yang terdapat

pada bulu unggas sulit dicerna oleh ayam dan itik. Oleh karena itu sebelum

dijadikan pakan terlebih dahulu bulu-bulu unggas diproses menjadi tepung

(Anonim, 2007). Penggunaan tepung bulu unggas maksimal 5% karena adanya

keratin (sejenis protein yang sukar larut dan sulit dicerna) dan perlu dicampur

dengan tepung daging atau tepung ikan. Bulu-bulu unggas dapat diperoleh dari

rumah-rumah pemotongan unggas (Anonim, 2010).

Hidrolisat bulu ayam dengan HCl 12% merupakan salah satu cara

pengolahan bulu ayam. Hidrolisat bulu ayam dengan HCl 12% memberikan hasil

9
tepung bulu ayam yang lebih alami dan asam amino yang rusak dapat dikurangi

(Muhtaruddin, 2002).

8. Tepung Eceng Gondok

Eceng gondok dapat dijadikan pakan ternak. Karena tingginya kandungan

serat kasar, eceng gondok harus diolah terlebih dahulu (Supartono, 2010). Lebih

lanjut menurut Soedarmono (1983), pemanfaatan tepung eceng gondok sebagai

bahan makanan ternak dalah salah satu upaya pengendalian tanaman pengganggu

(gulma) ini. Hal ini dilandasi bahwa kandungan protein eceng gondok sebesar

11,95% namun karena tingginya serat kasar yang dikandung maka

pemanfaatannya untuk ternak non-ruminansia sangat dibatasi. Tepung eceng

gondok ini sangat menguntungkan karena pemberiannya mudah dan tahan lama

dalam penyimpanan kering.

9. Tepung Daun Ubi Kayu

Tepung daun ubi kayu sebagai bahan baku pakan ternak unggas, cukup

potensial karena kadar protein kasarnya mencapai 29%. Seperti halnya tepung

gaplek, meski relatif kecil, ada kelemahan sebab masih ada asam prusidnya

sehingga dalam penggunaan terbatas sampai 5% saja (Murtidjo, 1989).

10. Premix

Premix adalah sebutan untuk suplementasi vitamin, asam amino, antibiotik

atau penggabungan dari keempatnya. Penggunanan premix mutlak diperlukan jika

kandungan nutrisi dalam pakan tersebut dalam pakan tidak lengkap atau tidak

mencukupi (Ichwan, 2005).

10
11. Garam

Garam yang umum digunakan untuk bahan baku pakan adalah garam

dapur berbentuk serbuk. Garam dapur (NaCl) sering digunakan sebakai tambahan

untuk mencukupi kebutuhan kedua mineral yang dikandungnya, yaitu natrium dan

klor. Penggunaannya dibatasi sampai 0,25% saja, karena jika berlebihan akan

mengakibatkan proses ekskresi atau pengeluaran cairan kotoran meningkat

(Ichwan, 2005).

12. Minyak Nabati

Kebutuhan energi metabolisme yang sangat tinggi dalam pakan ayam

pedaging mencapai 2800 – 3200 kkal/kg, sangat sulit tercapai jika hanya

mengandalkan bahan baku lain tanpa menggunakan minyak nabati. Minyak nabati

memiliki kandungan energy metabolism sebesar 9000 kkal/kg dan lemak sebesar

99%. Dalam menyusun formula pakan unggas, penggunaan minyak nabati sebagai

sumber energy pelengkap biasanya sekitar 3 – 6% saja. Pemakaian bahan baku ini

dapat meningkatkan palatabilitas atau cita rasa pakan, tetapi penggunaan minyak

nabati yang berlebihan akan menyebabkan pellet yang terbentuk mudah berubah

kembali menjadi tepung (Ichwan, 2005).

13. Asam-asam Amino Sintetis

Asam amino sintetis dibutuhkan apabila formulasi pakan yang dibuat tidak

mungkin diubah lagi, sedangkan kebutuhan asam amino esensial tertentu masih

kurang dari tingkat kebutuhan ayam ras pedaging. Umumnya ada dua asam amino

esensial yang selalu kurang yaitu methionin dan lisin (Ichwan, 2005).

11
Bentuk Fisik Pakan

Ada beberapa variasi bentuk fisik pakan yang dapat diberikan pada ayam

broiler yaitu tepung (all mash), remah (crumble), dan pellet. Secara naluri, ayam

broiler lebih menyukai pakan yang berbentuk butiran. Meskipun demikian, dalam

menentukan pakan yang dihasilkan, perlu dikaji lebih lanjut. Pasalnya, faktor-

faktor yang harus diperhitungkan tidak saja keluaran berupa Food Convertion

Ratio (FCR) dan bobot ayam pedaging saat panen, tetapi juga biaya seperti mesin

produksi, biaya produksi, biaya operasi, biaya perawatan, dan tenaga kerja

(Ichwan, 2005).

a. Bentuk Tepung (All Mash)

Seluruh bahan baku yang digunakan, digiling menjadi tepung, kemudian

dicampur menjadi homogen. Bentuk ini lebih dikenal dengan nama tepung

lengkap (all mash), karena di dalam campuran pakan tersebut sudah terkandung

seluruh kebutuhan nutrisi yang diperlukan ayam. Bentuk ini menjadi salah satu

pilihan termurah untuk pakan ternak unggas, walaupun ada beberapa kekurangan

jika digunakan sebagai pakan broiler.

Kekurangannya adalah mudah tercecer karena terjadinya segregasi.

Segregasi ini akan menyebabkan pakan yang dikonsumsi menjadi tidak seimbang.

Kekurangan lainnya adalah pakan banyak yang melekat di paruh ayam.

Akibatnya, tempat minum menjadi kotor dan pakan banyak yang terbuang,

sehingga nilai FCR menjadi lebih besar dibandingkan dengan bentuk lainnya. Di

samping itu, bentuk pakan ini kurang diminati ayam pedaging, sehingga bobot

12
akhir pada umur yang sama akan lebih ringan dibandingkan bentuk crumble

(Ichwan, 2005).

b. Pellet

Pakan dengan bentuk butiran lengkap ini sangat disukai bangsa unggas,

terutama broiler. Pemberian pakan bentuk ini akan meningkatkan selera makan

ayam. Pemborosan pakan akibat tumpah atau terbuang bisa ditekan. Setiap butir

pellet mengandung nutrisi yang sama, sehingga formula pakan menjadi efisien

dan ayam tidak diberi kesempatan untuk memilih-milih makanan yang disukai.

Meskipun demikian, bentuk ini pun mempunyai kelemahan, di antaranya

menyerap tambahan biaya investasi untuk membeli mesin pellet dan

meningkatnya biaya operasional. Selain itu, butiran lengkap hanya diberikan pada

ayam dewasa (Ichwan, 2005).

c. Crumble

Bentuk ini diperoleh dengan memecah pellet menjadi bentuk remah,

sehingga cocok untuk dikonsumsi ayam mulai masa starter hingga masa finisher

(Ichwan, 2005). Selanjutnya, menurut Agustina dan Purwanti (2009), bentuk

crumble ukurannya lebih kecil, disukai oleh ternak dan tidak mempunyai

kesempatan memilih. Jadi biasanya ayam lebih baik pertumbuhannya dibanding

dengan ayam yang memperoleh ransum bentuk mash. Crumble ini dapat diberikan

mulai ayam umur DOC.

13
Karkas Broiler

Karkas broiler adalah daging yang bersama tulang ayam hasil

pemotongan, setelah dipisahkan dari kepala sampai batas pangkal leher, dan kaki

sampai batas serta dan isi rongga perut ayam. Rata-rata berat karkas broiler antara

65% – 75% berat hidup waktu siap dipotong (Murtidjo, 2003).

Karkas broiler mengandung lemak yang berlebihan pada bagian perut dan

visceral. Lemak-lemak ini harus dibuang dan diproses kembali menjadi tepung

limbah unggas yang mempunyai harga yang jauh lebih rendah jika dibandingkan

dengan karkas (Goodwin, 1979).

Kandungan lemak dan kolesterol dalam daging ayam broiler relatif lebih

tinggi oleh karena itu sebaiknya konsumsi dibatasi untuk menghindari timbunan

lemak dan meningkatnya kadar kolesterol dalam darah. Komposisi lemak tertinggi

terdapat pada kulit oleh karena itu sebaiknya sebelum diolah terlebih dahulu

dibersihkan bagian kulitnya (Anonim, 2008).

Siswono (2001), menjelaskan bahwa kandungan kolesterol 80%

diproduksi oleh tubuh. Meskipun demikian, kandungan kolesterol dalam tubuh

ternak ayam berlainan satu sama lain, ada yang memproduksi kolesterol lebih

banyak dibandingkan dengan yang lain, yang disebabkan karena faktor keturunan

atau genetik masing-masing spesies.

14
LDL dan HDL

Ada 2 tipe molekul lipoprotein yang beredar di dalam tubuh kita yaitu

LDL dan HDL (Freeman dan Junge, 2005).

1) LDL

Kolesterol LDL adalah kolesterol yang bila jumlahnya berlebih di dalam

darah akan diendapkan pada dinding pembuluh darah membentuk bekuan yang

dapat menyumbat pembuluh darah (Siswono, 2001). LDL memiliki lipoprotein

dengan daya larut rendah. Molekul ini mengangkut lemak dari hati ke bagian

tubuh yang lain. Terlalu banyak LDL dapat menyebabkan lemak menumpuk di

dinding pembuluh nadi. Penyempitan ini dapat menyebabkan pengiriman oksigen

ke otot jantung berkurang (Anonim, 2004).

Molekulnya memiliki lebih banyak komponen lemak dibanding protein

60-70% dari kolesterol yang ada di dalam tubuh diedarkan dalam bentuk molekul

LDL ini. Kekurangannya adalah, terlalu banyaknya LDL yang bersirkulasi dalam

darah akan menyebabkan penyumbatan di dalam pembuluh arteri (pembuluh

darah jantung). Untuk mengurangi jumlah LDL dalam darah, dapat dilakukan

dengan mengurangi konsumsi lemak jenuh dan kolesterol itu sendiri dalam

makanan yang dikonsumsi. LDL dianggap sebagai lemak jahat karena dapat

menyebabkan penempelan kolesterol di dinding pembuluh darah. Inilah awal dari

penyumbatan aliran darah menuju otak. Kandungan lemak dalam LDL lebih

banyak daripada HDL, sehingga akan mengambang di dalam darah (Freeman dan

Junge, 2005).

15
2) HDL

Menurut Siswono (2001), kolesterol HDL adalah kolesterol yang

mempunyai fungsi membersihkan pembuluh darah dari kolesterol LDL yang

berlebihan. HDL memiliki lipoprotein dengan daya larut tinggi. HDL dianggap

sebagai lipoprotein yang baik karena mengeluarkan lemak dari pembuluh darah

dan mengembalikannya ke hati untuk diproses lagi.

Molekulnya memiliki lebih banyak komponen protein dibanding lemak.

HDL bekerja berlawanan dengan LDL. HDL berfungsi untuk menyapu kelebihan

kolesterol dalam darah sebanyak-banyaknya. Kolesterol yang telah dikumpulkan

tersebut akan dibawa kembali ke dalam hati/liver atau didaur ulang sebagai

“produk lain” yang diperlukan tubuh (Freeman dan Junge, 2005).

16
MATERI DAN METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November - Desember 2010, yang

bertempat di Laboratorium Pakan Terpadu Fakultas Peternakan Universitas

Hasanuddin, Makassar. Ekstraksi Lemak dilakukan di Laboratorium Kimia

Ternak & analisis LDL dan HDL di Balai Besar Laboratorium Kesehatan,

Makassar.

Materi Penelitian

Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah DOC (Day Old Chick)

dengan strain Hubbard PT Wonokoyo Group Indonesia, Tbk sebanyak 100 ekor.

Bahan yang digunakan yaitu pakan pabrikan berbentuk butiran dan mash, tepung

ikan, tepung daun gamal, tepung daun lamtoro, tepung daun ubi kayu, tepung

eceng gondok, tepung bulu terhidrolisis, minyak nabati, jagung, dedak, bungkil

kedelai, tepung tapioka, premiks, NaCl, tepung mineral mix, vaksin ND, vaksin

Gumboro, vaksin Lasotta, vitachick, vita stress, coxy, desinfektan, sabun, air,

koran bekas.

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan, kandang besi,

tempat makan, tempat air minum, ember, gayung, drum, baskom, pisau, oven,

penggiling, dan lampu pijar (40 watt).

Metode Penelitian

Penyusunan ransum berdasarkan penelitian penggunaan pakan lokal yang

diberikan pada broiler sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) 2006

dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2 sebagai berikut :

17
Tabel 1. Komposisi ransum dan kandungan nutrisinya berdasarkan
hitungan*)
No. Jenis Bahan Banyaknya Dalam Ransum
(%)
1 Tepung ikan 8
2 Dedak 7
3 Jagung 44
4 Tepung bulu 9,5
5 Bungkil kedele 10
6 Bungkil kelapa 10
7 Gamal 1,6
8 Daun singkong 1,6
9 Enceng gondok 1
10 Lamtoro 1,6
11 Premiks 1,5
12 NaCl 0,5
13 Mineral mix 1,5
14 Minyak 2
15 Methionin 0,1
16 Lysin 0,1
Jumlah 100
Kandungan nutrisi berdasarkan hitungan
Protein (%) 22,8
Energi metabolism (Kkal) 3100
Serat kasar (%) 5
Lemak (%) 6
Calsium (%) 1
Posfor (%) 0,4
Lysin (%) 1
Methionin (%) 0,4
*)
Dihitung Menurut Hasil Analisis Laboratorium Teknologi Pakan Fakultas
Peternakan IPB, Bogor (2009) dari Setiap Jenis Bahan

Cara Pemeliharaan

18
Sebelum DOC memasukkannya ke dalam kandang, terlebih dahulu

melakukan sanitasi kandang. Pada saat DOC tiba lalu diberikan larutan gula

gunanya untuk mengembalikan kondisi ayam setelah melalui perjalanan jauh.

Pemberian larutan gula ini diberikan selama 4 jam. Kemudian memberikan pakan

komersial. DOC sampai umur 10 hari dipelihara diberi ransum komersial. Umur

11 hari broiler di timbang sebagai berat awal, dan diberikan pakan lokal yang

dibuat sendiri sesuai dengan perlakuan. Broiler sebanyak 100 ekor didistribusikan

sesuai perlakuan yaitu 4 perlakuan dan 5 ulangan, ditiap satuan unit percobaan

terdiri dari 5 ekor. Ayam yang diteliti diambil secara acak tanpa memilih jenis

kelamin (unsexing). Kandang yang digunakan adalah kandang besi dengan alas

koran bekas. Pemberian ransum dan air minum secara ad-libitum. Selain

penimbangan konsumsi ransum, juga dilakukan penimbangan berat badan setiap

minggu yang dilaksanakan sebelum pemberian pakan.

Untuk pencegahan penyakit ND, maka dilakukan vaksinasi dengan

menggunakan vaksin strain ND B1 melalui tetes mata pada umur 4 hari, vaksin

gumboro dilakukan pada umur 14 hari dan vaksin ND Lasotta pada umur 21 hari

dengan melalui air minum.

Pembuatan Bahan-bahan Baku Pakan

Pembuatan tepung daun

Bahan yang terdiri dari daun gamal, daun lamtoro, daun ubi kayu, dan

eceng gondok, semua bahan pakan tersebut hampir sama cara pembuatannya yaitu

pada pembuatan tepung daun lamtoro, tepung daun gamal dan tepung ubi kayu

terlebih dahulu dipisahkan dari tangkainya lalu dijemur di bawah sinar matahari.

19
Pada pembuatan tepung eceng gondok, daunnya dicacah kemudian dikeringkan

dibawah sinar matahari. Setelah kering, bahan-bahan tersebut digiling hingga

menjadi tepung.

Proses Pembuatan Pakan

Pertama-tama kami menyiapkan bahan baku pakan berdasarkan formula

pakan, sesuai dengan jumlah yang akan dibuat. Bahan-bahan yang telah digiling

kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan skala sedang (0 – 10 kg).

Selanjutnya,bahan-bahan tersebut dicampurkan secara manual dengan

menggunakan sekop dan beralaskan terpal plastik. Untuk bahan-bahan dengan

jumlah kecil, terlebih dahulu dilakukan pre-mixing atau pencampuran awal.

Setelah semua bahan baku pakan tercampur secara homogeny, langkah

selanjutnya adalah mencetak campuran tadi menjadi bentuk pellet. Ukuran dari

bentuk pellet ini yaitu 5 mm. Setelah dicetak berbrntuk pellet, lalu dijemur

dibawah sinar matahari dan sesekali dibolak-balik agar cepat kering. Setelah

kering pellet kemudian diangkat dan dipecah lagi menjadi bentuk crumble.

Mulai
20
Bahan baku Bahan baku Bahan baku
cairan butiran tepung

Bahan baku butiran digiling


menjadi tepung

Penimbangan bahan baku sesuai dengan formulasi :


tepung, premix, dan bahan baku cair

Pencampuran bahan baku tepung (bagian terkecil) dengan


premix dilanjutkan dengan bahan baku tepung lainnya
sampai homogen
Pakan
Pencetakan menjadi bentuk pellet bentuk
mash

Pemecahan pellet menjadi crumble

Pengeringan

Pengemasan

Gambar 1. Bagan pembuatan pakan bentuk mash, pellet & crumble

Pengolahan Data

21
Penelitian ini dilakukan menggunakan analisis sidik ragam dari Rancangan

Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan dimana setiap ulangan

terdiri dari 5 ekor broiler yang terdiri dari :

R0 : ransum komersial

R1 : ransum berbahan lokal bentuk pellet

R2 : ransum berbahan lokal bentuk crumble

R3 : ransum berbahan lokal bentuk mash

Parameter Yang Diukur

Parameter yang diukur pada penelitian ini adalah kadar LDL dan HDL

karkas broiler.

Cara Pengambilan Sampel

Sampel untuk parameter yang diukur yaitu mengambil daging paha kiri

(paha atas dan paha bawah). Kemudian mencincangnya hingga halus dan

homogen. Setelah itu, mengambil sampel lalu mengekstraksinya menggunakan

eter dan alkohol 3 : 1 diaduk hingga bercampur dengan baik. Kemudian

disentrifuge selama 15 menit. Setelah itu, memindahkan supernatanya dalam

wadah plastik lalu memasukkannya ke dalam oven.

Metode Kerja

1. LDL

Pertama-tama mengambil 1 ml (1000 mikro) sampel yang telah diekstraksi.

Kemudian menambahkan reagens Cholesterol LDL sebanyak 50 μl. Kemudian

mendiamkannya selama 5 – 10 menit. Lalu mensetrifugenya selama 8 menit.

22
Kemudian diinkubasi selama 5 menit. Setelah itu larutan dibaca dengan

menggunakan spektrofotometer 5010 V 100 dengan panjang gelombang 546 nm.

2. HDL

Pertama-tama mengambil 1 ml (1000 mikro) sampel yang telah diekstraksi.

Kemudian menambahkan reagens Cholesterol HDL sebanyak 200 μl. Kemudian

mendiamkannya selama 5 – 10 menit. Lalu mensetrifugenya selama 8 menit.

Kemudian diinkubasi selama 5 menit. Setelah itu larutan dibaca dengan

menggunakan spektrofotometer 5010 V 100 dengan panjang gelombang 560 nm.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Setiap ulangan terdiri dari 5 ekor ayam broiler.

Adapun model matematikanya adalah:

Yij = µ + ri + ɛij

Yij = Hasil pengamatan dari peubah pada penggunaan zeloit dalam ransum ke i –

dengan ulangan ke – j.

µ = rata-rata pengamatan

ri = Pengaruh aditif dari pengaruh pemberian zeloit ke - i

ɛij = Galat percobaan dari galat ke – i pada pengamatan ke – j

Dimana :

i = 1,2,3,dan 4

j = 1,2,3,4 dan 5

23
Pengolahan Data

Data yang diperoleh diolah dengan analisis sidik ragam sesuai dengan

RAL untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diukur.

Perlakuan yang berbanding, dilanjutkan dengan Uji Kontras (Torrie dan Still,

1993). Kemudian data diolah dengan bantuan SPSS versi 16.

24
HASIL & PEMBAHASAN

Hasil

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh hasil sebagai

berikut :

1. LDL

25
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, L dan S. Purwanti. 2009. Ilmu Nutrisi Unggas. Lembaga


Pengembangan Sumberdaya Peternakan (INDICUS), Makassar.

Alamsyah. 2005. Pengolahan Pakan Ayam dan Ikan Secara Modern. Penebar
Swadaya, Jakarta.

Andi, W. 2009. Tentang Gamal. http://andiwawan-tonra.blogspot.com/2010/01/


tentang-gamal.html. Diakses 09 Maret 2010.

Anon. 1983. Direction for use Clinical Chemistry. Diagnostica Merck. E. Merck,
P.B. 4119, D-6100.

Anonim. 2007. Membuat Pakan Ayam dan Itik. Dinamika Media, Jakarta.

. 2008. Broiler. http://www.cooldesak.com. Diakses 9 Maret 2010.

. 2010. Bahan Pakan Asal Hewan. http://www.fpk.unair.ac.id/ index.php?


option=com_phocadownload&view=category&id=17:&download=47:&It
emid=14. Diakses 9 Maret 2010.

Badan Penelitian Pengembangan Pertanian Bali. 2008. Gamal Sebagai Pakan


Ternak Ruminansia. http://www.litbang.deptan.go.id/berita/one/5. Diakses
9 Maret 2010.

Freeman, M.W. dan Junge,C (coauthor).  The Harvard Medical School guide to
lowering your cholesterol. 2005. Professional Publishing, Mc Graw-Hill:   
Two Penn Plaza, New York.

Goodwin, H. M. Jr. 1979. Cobl. Res Worlds. Vol. 2:2. Genetics, nutriction, sex
involved in excessive abdominal fat problem

Ichwan. 2005. Membuat Pakan Ayam Ras Pedaging. PT. Agromedia Pustaka,
Jakarta.

26
Martsiano. 2008. Ransum Ayam Kampung. http://martsiano.wordpress.com/
category/agrinak/ . Diakses 9 Maret 2010.

Muhtarudin. 2002. Pengaruh Amoniasi, Hidrolisat Bulu Ayam, Daun Singkong,


dan Campuran Lisin-Zn-Minyak Lemuru terhadapo Penggunaan Pakan
pada Ruminansia. Disertasi. Program Pascasarjana IPB. Bogor.
http://www.akademik.unsri.ac.id/download/journal/files/udejournal/muhta
rudin%20100302007.pdf. Diakses pada [26 Oktober 2009] , Makassar

Murtidjo. 1989. Pedoman Meramu Pakan Unggas. Kanisius, Yogyakarta.

. 2003. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Kanisius, Yogyakarta.

North, M.O dan D.D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 3rd
Ed. Van Nostrand Reinhold, New York.

Riyanto, S. 1995. Ransum dan Pengaruhnya Terhadap Produksi. Majalah Poultry


Indonesia Edisi no. 188.

Santoso. 1996. Pakan Ayam Buras. IPPTP, Jakarta. http://www.pustaka-


deptan.go.id/agritek/dkij0110.pdf. Diakses pada 26 Oktober 2009.

Siswono. 2001. Bahaya dari Kolesterol Tinggi. http://www.gizi.net.com. Diakses


9 Maret 2010.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2006. Pakan Ayam Ras Pedaging.


http://jajo66.files.wordpress.com/2009/09/sni-01-3930-2006-pakan-anak-
ayam-ras-pedaging-broiler-starter.pdf. Diakses 28 April 2010.

Sudarmono. 1983. Pemanfaatan Eceng Gondok Sebagai Ternak Omnivora.


Proceeding. Seminar Penelitian Peternakan. Pusat Penelitian Peternakan.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.

Supartono. 2010. Agar Eceng Gondok Tidak Bikin Gondok.http://menyelamatkan


danaulimboto.wordpress.com/teknologi-pengendalian-pencemaran-
air/pemanfaatan-eceng-gondok/. Diakses 05 maret 2010.

Suprijatna, E dan Kartasudjana, R. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar


Swadaya, Jakarta.

Tangendjaja. 2007. Inovasi Teknologi Pakan Menuju Kemandirian Usaha Ternak


Unggas. Wartazoa Vol. 17 No. 1 Th. 2007.

Torrie, J. H. dan Still, R. G. D. 1993. Prinsip Dan Prosedur Statistik. PT.


Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

27
Margono,T, D. Suryati, dan S. Hartinah. 2000. Buku Panduan Teknologi Pangan,
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI bekerjasama
dengan Swiss Development Cooperation, 1993.

Yunilas, 2009. Potensi Limbah Bulu Ayam sebagai Bahan Pakan Alternatif
Sumber Protein Hewani dalam Ransum Unggas. http://yuni-peternakan.
blogspot.com/2009/02/potensi-limbah-bulu-ayam-sebagai-bahan.html.
Diakses 24 April 2010.

RENCANA ANGGARAN BIAYA PENELITIAN

a) Alat Tulis

Kertas A4 2 Rim @ Rp. 30.000 Rp. 60.000


Tinta Printer 2 kotak @ Rp. 20.000 Rp. 40.000
Subtotal Rp. 100.000

b) Alat dan Bahan Penelitian

Tepung ikan 22 Kg @ Rp. 5.000 Rp. 110.000


Harga DOC 100 Ekor @ Rp. 5.100 Rp. 630.000
Tepung bulu 17 Kg @ Rp. 6.000 Rp. 102.000
Jagung Giling 152 Kg @ Rp. 2.500 Rp. 240.000
Dedak Padi 28 kg @ Rp. 1.500 Rp. 42.000
Minyak Nabati 14 liter @ Rp. 8.000 Rp. 120.000
Bungkil Kedelai 17 Kg @ Rp. 5.000 Rp. 85.000
Tepung daun singkong 5 ikat @ Rp. 1.000 Rp. 5.000
Premix 3 Kg @ Rp. 10.000 Rp. 30.000
mineral mix 7 kg @ Rp. 10.000 Rp. 70.000
Lysin 100 g @ Rp. 10.000 Rp 10.000
Methionin 40 g @ Rp. 4.000 Rp. 4.000
NaCl 3 Kg @ Rp. 10.000 Rp. 30.000
Calsium 100 g @ Rp. 10.000 Rp. 10.000
Skop sampah 1 buah Rp. 8.000
Sapu lidi 3 buah @ Rp. 3.000 Rp. 9.000

28
Gembok 1 buah Rp. 25.000
Sapu ijuk 1 buah Rp. 15.000
Subtotal Rp. 1.545.000

c) Biaya Pengujian

Ekstraksi lemak dan pengujian kadar LDL dan HDL Rp 1.100.000


20 sampel @ Rp 55.000

Subtotal Rp 1.100.000

Transportasi
Transpotasi Pra Penelitian Rp 100.000
Subtotal Rp 100.000

Rekapitulasi Anggaran

a) Alat tulis Rp 100.000

b) Alat dan bahan enelitian Rp 1.545.000

c) Biaya pengujian kadar LDL dan HDL Rp 1.100.000

d) Transportasi Rp 100.000

e) Lain-lain Rp 100.000

Rp 2.945.000

Terbilang :

“Dua Juta Sembilan Ratus Empat Puluh Lima Ribu Rupiah”

29
30

Anda mungkin juga menyukai