PROPOSAL
Diajukan Oleh :
NIM : 408111086
Jurusan Matematika
2011
BAB I
PENDAHULUAN
Matematika adalah salah satu bidang studi yang di berikan pada setiap jenjang
pendidikan dan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya
manusia dengan cara mengembangkan kemampuan berpikir logis, rasional, kritis, analisis
dan sistematis.
“Banyak orang memandang bahwa matematika sebagai bidang studi yang paling sulit.
Meskipun demikian, semua orang harus mempelajarinya karena merupakan sarana untuk
pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari, untuk itu kesulitan belajar matematika
harus diatasi sedini mungkin. Kalau tidak siswa akan mengalami masalah karena hampir
semu studi memerlukan matematika yang sesuai”.
Selain karena materi pelajaran matematika sulit, penyebab lainnya adalah karena
penggunaan metode pembelajaran yang kurang tepat dari guru.
Slameto (2003:65)
“Metode mengajar guru yng kurang baik akan mempengaruhi belajar siswa yang tidak
baik pula. Metode mengajar yang kurang baik itu dapat terjadi misalnya karena guru kurang
persiapan dan kurang menguasai bahan pelajaransehingga guru tersebut menyajikannya tidak
jelas atau sikap guru terhadap siswa dan atau terhadap mata pelajaran itu sendiri tidak baik,
sehingga siswa kurang senang terhadap pelajaran atau gurunya. Akibatnya siswa malas untuk
belajar”.
Guru sebagai salah satu pemeran utama dalam pembelajaran haruslah profesional
untuk itu, guru harus menguasai bahan yang di ajarkan, terampil dalam mengajarkannya dan
mampu memilih dan mengatasi kendala yang ditemuinya. Salah satu hal yang dapat
dilakukan guru adalah mampu memilih dan menggunakan dengan tepat model pembelajaran
yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, materi yang di ajarkan dan karakteristik siswa agar
tujuan yang ditetapkan tercapai secara optimal. Untuk mengatasi masalah yang ada pada
siswa kelas XI IA SMA Kalam Kudus Medan yakni kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa yang masih rendah serta aktivitas belajar siswa yang kurang maka
pengajaran yang berpusat pada guru sudah sewajarnya diubah pada pembelajaran yang
berpusat pada siswa.
Salah satu model pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif adalah model
pembelajaran PBL. PBL menurut Trianto (2007:67) merupakan suatu model pembelajaran
yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik
PBL membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan mengatasi
masalah sehingga siswa dapat menyelidiki permasalah dalam pembelajaran. Dari pernyataan
diatas tampak jelas peluang untuk mencapai tujuan itu hanya dapat dilakukan lewat
pembelajaran yang tidak hanya sekedar menyuapi anak dengan pengetahuan, tanpa
melibatkan anak secara aktif mengorganisasikan pengetahuan dan pengalamannya untuk
menggali bahkan mengelaborasi informasi dalam rangka memecahkan masalah sambil
membangun pengetahuan baru baik secara perorangan maupun secara berkrlompok. Dengan
penerapan PBL maka diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa untuk memotivasi siswa belajar matematika, mengembangkan idenya
dalam menyelesaikan permasalahan matematika dalam aspek kehidupan atau menemukan
sendiri penyelesaian masalahnya dan siswa juga dapat mengembangkan kemampuan berpikir
dan kemampuan dalam memecahkan masalah, belajar berbagai peran orang dewasa.
Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul :
“Penerapan Problem Based Learning untuk meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa pada pokok bahasan statistika di kelas XI IA SMA Kristen
Kalam Kudus Medan Tahun Ajaran 2011/2012”.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat di identifikasi masalah yang
timbul sebagai berikut :
Sesuai dengan latar belakang masalah di atas maka maslah dalam penelitian ini di
batasi pada penerapan Problem Based Learning untuk meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa pada pokok bahasan staistika di kelas Xi IA SMA Kalam Kudus
Medan Tahun Ajaran 2011/2012.
Belajar adalah hal yang paling penting dalam setiap usaha pendidikan, tanpa belajar
sesungguhnya tidak akan pernah ada pendidikan. Selama hidup manusia tidak pernah
berhenti belajar, baik sengaja maupun tidak sengaja. Ada yang belajar dengan senang, tetapi
ada pula orang yang belajar dengan tertekan. Karena pentingnya arti belajar, maka bagian
terbesar upaya riset dan eksperimen psikologi belajarpun diarahkan pada tercapainya
pemahaman yang lebih luas dan mendalam mengenai proses perubahan manusia itu.
Menurut Kamus Besar Indonesia (dalam Arnie Fajar, 2004:10) yang menyatakn
bahwa: “Belajar adalah berusaha (berlatih) supaya mendapat sesuatu kepandaian”. Sedangkan
menurut Muhibin Syah (2005:68), “Belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku
individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan
yang melibatkan proses kognitif”. Dari defenisi itu dapat dinyatakan bahwa belajar
memberikan perubahan tingkah laku dalam diri seseorang baik peningkatan pengetahuan,
kecakapan, daya pikir, sikap, kebiasaan yang kesemuanya diperoleh karena adanya suatu
proses usaha.
Kata mengajar berasal dari bahasa inggris kuno, yaitu Taecan. Kata ini berasal dari
bahasa Jerman Kuno (Old Teutenic), taikjan, yang berasal dari kata dasar teik, yang berarti
memperlihatkan. Kata itu ditemukan juga dalam bahasa sansekerta, dic. Mengajar dilihat dari
asal usul katanya berarti memperlihatkan sesuatu kepada seseoarang melalui tanda/simbol;
penggunaan tanda/simbol ini dimaksudkan untuk membangkitkan atau menumbuhkan respon
mengenai kejadian, observasi, penemuan, dan sebagainya. Mengajar hanya dianggap sebagai
salah satu alat atau cara dalam menyelenggarakn pendidikan itu sendiri.
Menurut Sudjana (dalam Syaiful, 2006:39), “Mengajar adalah suatu proses, yaitu
proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar anak didik, sehingga dapat
menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar”. Tahap selanjutnya
adalah proses memberikan bimbingan kepada anak didik dalam melakukan proses belajar,
dalam hal ini mengajar sebagai proses menyampaikan informasi/pengetahuan kepada anak
didik oleh guru. Untuk proses mengajar, sebagai proses penyampaian pengetahuan maka
mengajar lebih tepat di artikan sebagai menanamkan ilmu pengetahuan,
Alvin (dalam Slameto, 2003:32) menyatakan bahwa “Mengajar adalah suatu aktivitas
untuk mencoba menolong, membimbing seseorang memperoleh mengembangkan skill,
attitude, appreciations, dan knowledge”. Dalam pengertian ini guru harus berusaha membawa
perubahan tingkah laku yang baik atau langsung untuk mengubah tingkah laku siswanya.
Dari defenisi itu dapat dinyatakan bahwa mengajar merupakan suatu usaha memberikan
bimbingan kepada siswa untuk mendapatkan perubahan dan menciptakan sesuatu yang
bermakna untuk dirinya yang mengarah pada perubahan tingkah laku.
“Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan
sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas atau pembelajaran dalam
tutorial dan uttuk menentukan perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku, film,
komputer, kurikulum, dan lain-lain. Setiap model pembelajarn mengarahkan kita ke dalam
mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan
pembelajaran tercapai”.
Menurut Trianto (2007:67) bahwa “Model pembelajaran Problem Based Learning
merupakan suatu model pembelajaran yang di dasarkan pada banyaknya permasalahn yang
membutuhkan penyelidikan autentik yakni penyelidikan yang membutuhkan penyelesain
nyata dari permasalahan yang nyata”. Dari contoh permasalahan nyata jika diselesaikan
secara nyata memungkinkan siswa memahami konsep bukan sekedar menghapal konsep.
PBL tidak mengharapkan siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian
menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui PBL siswa akan berperan aktif berpikir,
berkomunikasi, mencari, mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan.
Menurut Trianto (2007:70) bahwa Problem Based Learning tidak dirancang untuk
membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. PBL
dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan
masalah, dan keterampilan intelektua; belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan
mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi pelajar yang otonom dan mandiri.
Dalam hal ini tugas guru adalah membantu siswa dalam merumuskan tugas, dan bukan
menyajikan tugas pelajaran. Objek pelajaran tidak dipelajari dari buku, tetapi dari masalah
yang ada disekitarnya.
a) PBL adalah teknik yang bagus untuk lebih memahami isi pelajaran, dan dapat
meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
b) PBL dapat menantang kemampuan siswa, memberi kepuasan untuk menemukan
pengetahuan baru bagi siswa.
c) PBL dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk
memahami masalah dalam kehidupan nyata.
d) Melalui PBL bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran, pada
dasarnya merupakan cara berpikir dan sesuatu yang harus dimengerti siswa bukan hanya
belajar dari guru atau buku saja.
e) PBL dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa.
f) PBL dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan menyesuaikan
dengan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka
lakukan.
g) PBL dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan
yang mereka miliki dalam dunia nyata.
b. Kelemahan Model Pembelajaran Problem Based Learning
Sanjaya (2008:220) bahwa Model pembelajaran PBL memiliki beberapa kelemahan
diantaranya adalah :
a) Manakala siswa tidak memiliki minat bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk
dipecahkan maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.
b) Keberhasilan PBL cukup waktu untuk persiapan.
c) Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha memecahkan masalah yang dipelajari
maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka inginkan.
Menurut Trianto (2007:71) menyatakan bahwa Problem Based Learning terdiri dari 5
langkah yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa suatu situasi masalah dan diakhiri
dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Kelima langkah itu dijelaskan berdasarkan
langkah-langkah pada tabel dibawah ini:
Dalam pembelajaran PBL sangat diperlukan peran guru untuk mengarahkan dan
membantu siswa yaitu sebagai berikut:
1. Tugas Perencanaan
a. Penetapan Tujuan
PBL dirancang untuk mencapai tujuan yakni keterampilan menyelidiki dan membantu
siswa menjadi belajar yang mandiri.
b. Merancang Situasi Masalah
Beberapa guru dalam PBL lebih suka memberi kesempatan pada siswa untuk memilih
masalah yang akan diselidiki untuk meningkatkan motivasi. Situasi masalah yang baik
hendanknya autentik, mengandung teka-teki, memungkinkan kerjasama, bermakna dan
konsisten dengan tujuan kurikulum.
c. Organisasi Sumber daya dan Rencana Logistik
Dalam pembelajaran PBL siswa dimungkinkan bekerja dengan berbagai peralatan, dan
pelaksanaannya dilakukan di dalam kelas.
2. Tugas Interaktif
a. Organisasi Siswa pada Masalah
Siswa perlu memahami tujuan PBL adalah untuk melakukan penyelidikan penting dan
untuk menjadi pebelajar yang mandiri.
b. Mengorganisasikan Siswa Untuk Belajar
Pada PBL dibutuhkan pengembangan keterampilan kerjasama di antara siswa dan saling
membantu guna menyelidiki masalah secara bersama.
c. Membantu Penyeledikan Mandiri dan Kelompok
i. Guru membantu siswa dalam pengumpulan informasi dari berbagai sumber,
siswa diberi pertanyaan yang membuat mereka berpikir tentang suatu masalah
dan jenis informasi yang diperlukan untuk memecahkan suatu masalah tersebut.
ii. Guru mendorong pertukaran ide secara bebas dan penerimaan sepenuhnya
gagasan tersebut merupakan hal yang penting dalam tahap penyelidikan pada
pembelajaran PBL.
iii. Puncak proyek pembelajaran PBL adalah penciptaan dan peragaan artifik.
d. Analisis dan Evaluasi Pemecahan Masalah
Tugas guru pada tahap akhir PBL adalah membantu siswa menganalisis dan
mengevaluasi proses berpikir dan keterampilan penyelidikan mereka.
3. Lingkungan Belajar dan Tugas-tugas Manajemen
Hal in penting yang harus diketahui adalah bahwa guru perlu memiliki seperangkat
aturan yang jelas agar pembelajaran dapat berlangsung tertib tanpa ganguan, dapat menagani
perilaku siswa yang menyimpang secara cepat dan tepat, juga perlu memiliki paduan
mengenai bagaimana mengelola kerja kelompok. Kecepatan penyelesaian tugas tiap individu
maupun kelompok berbeda-beda. Dalam PBL, guru sering memakai sejumlah bahan dan
peralatan yang biasanya dapat merepotkan guru dalam pengelolaannya. Oleh jarena itu,
untuk efektifitas kerja, guru harus memiliki aturan/prosedur yang jelas dalam pengelolan,
penyimpanan, dan pendistribusian bahan. Selain itu guru harus menyampaikan aturan yang
jelas untuk mengendalikan tingkah laku siswa ketika mereka melakukan penyelidikan di luar
kelas maupun di dalam kelas.
4. Evaluasi
Dalam PBL fokus perhatian bukan pada pengetahuan deklaratif, oleh karena itu
penilaian tidak cukup hanya dengan tes tertulis. Tetapi dengan pekerjaan yang di hasilkan
siswa yang merupakan hasil penyelidikan mereka.
2.3.7. Teori Belajar yang Mendukung Model Pembelajaran Problem Based Learning
Karakteristik Problem Based Learning adalah pengajuan pertanyaan atau masalah,
berfokus pada keterkaitan antara disiplin, penyelidikan autentik, menghasilkan produk dan
memamerkannya, dan adanya kolaborasi. Dengan demikian, dari pengertian dan karakteristik
PBL yang telah dikemukakan, dapat di tentukan teori-teori yang mendukung PBL tersebut
yakni untuk pengajuan pertanyaan/maslah yang mana PBL ini mengorganisasikan
pembelajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang kedua-duanya secara sosial penting dan
secara pribadi bermakna untuk siswa, mengajukan situasi kehidupan nyata autentik,
menghindari jawaban sederhana dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi, maka ini
di dukung oleh teori belajar dari piaget yang menyatakan bahwa dalam perkembangan
intelektual salah satu aspek yang diteliti piaget yaitu aspek isi yang mana merupakan pola
perilaku anak yang khas tercermin pada respon yang diberikannya terhadap berbagai masalah
atau situasi yang dihadapinya. Selain itu, fungsi kedua yang dilakukan melalui proses
asimilasi seseorang yang menggunakan struktur/kemampuan yang sudah ada untuk
menanggapi masalah yang dihadapi dalam lingkungannya. Untuk berfokus pada keterkaitan
antar disiplin yang mana siswa meninjau masalah dari banyak materi pelajaran meskipun
PBL mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu, maka ini didukung oleh teori belajar
David Ausebel yang menyatakan bahwa bagaiman siswa dapat mengaitkan informasi itu pada
struktur kognitif yang telah ada. Struktur kognitif ialah faktor-faktor, konsep-konsep dan
generalisasi-generalisasi yang telah di pelajari dan diingat oleh siswa. Bagi Ausebel, belajar
bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep –konsep relevan
yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang, selain itu materi pelajaran harus bermakna
secara logis, siswa harus bertujuan untuk memasukkan materi itu ke dalam struktur
kognitifnya, dan dalam struktur kognitif anak harus terdapat unsur-unsur untuk mengaitkan
materi baru.
Untuk kolaborasi, PBL dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang
lainnya, paling sering secara berpasangan/dalam kelompok kecil. Bekerja sama memberikan
motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas kompleks dan memperbanyak
peluang untuk berbagi iknkuiri dan dialog dan mengembangkan keterampilan sosial juga
berpikir maka ini didukung oleh teori belajar dari Vygotsky (dalam Trianto, 2001) yang
menyatakan bahwa siswa membentuk pengetahuan sebagai hasil dari pikiran dan kegiatan
siswa melalui bahasa. Vigotsky berkeyakinan bahwa perkembangan tergantung baik pada
faktor biologis menentukan fungsi elementer memori, atensi, persepsi, dan stimulus respon,
faktor sosial sangat penting artinya bagi perkembangan fungsi mental lebih tinggi untuk
perkembangan konsep, penalaran logis, dan pengambillan keputusan. Teori vigotsky ini lebih
menekankan pada aspek sosial dari pembelajaran. Menurut vigotsky bahwa proses
pembelajaran akan terjadi jika anak bekerja, menangani tugas yang belum dipelajari, namun
tugas itu masih berada dalam jangkauan mereka disebut dengan zone of proximal
development, yakni daerah tingkat perkembangan sedikit di atas daerah perkembangan
seseorang saat ini. Vigotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umunya
muncul dalam percakapan dan kerjasama antar individu sebelum fungsi mental yang lebih
tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut. Dengan demikian, maka keterkaitan antar PBL
dengan teori vigotsky ini adalah interaksi sosial bahwa siswa diperkenankan melakukan
pekerjaan dengan berkelompok ecil serta merangsang siswa untuk aktif bertanya dan
berdiskusi.
2.4. Kemampuan Pemecahan Masalah dalam Matematika
Berbagai alasan perlunya sekolah mengajarkan matematika kepada siswa yang pada
hakikatnya dapat diringkas karena masalah kehidupan sehari-hari.hal ini di dukung oleh
Abdurrahman (2003:253) yang mengemukakan bahwa:
“Lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan (1) sarana
berpikir yang jelas dan logis, (2) sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari,
(3) sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, (4) sarana
mengembangkan kreativitas, dan (5) sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap
perkembangan budaya”.
Masalah adalah sebuah kata yang sering kita dengar. Disadari atau tidak disadari suatu
masalah dapat menimbulkan suatu sistem dimana kita menginginkan sesuatu yang belum kita
tahu bagaimana cara kita mendapatkannya. Hal ini didukung oleh Tim MKPBM (2001:88)
yang menyatakan bahwa :
“Suatu masalah biasanya memuat suatu situasi yang mendorong seseorang untuk
menyelesaikannya. Akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk
menyelesaikannya dengan benar. Jika suatu masalah diberikan kepada seorang anak dan anak
tersebut langsung mengetahui cara menyelesaikannya dengan benar, maka soal tersebut tidak
dapat dikaitkan sebagai masalah”‟
Dalam menghadapi suatu masalah dibutuhkan pemecahannya, dan guru sebagai
fasilator perlu memberikan masalah yang sesuai dengan pengalaman siswanya. Seperti yang
di ungkapkan Tim MKPBM (2001:86) bahwa:
Selain itu, siswa mempunyai keadaan yang tentu untuk masa yang akan datang
sehingga dengan percaya diri dapat mengembangkan kemampuan tersebut. Salah satu cara
untuk mengembangkan kemampuan anak dalam pemecahan masalah adalah melalui
penyediaan pengalaman pemecahan masalah yang memerlukan strategi berbeda dari satu
masalah ke masalah lainnya. Untuk memperkenalkan suatu strategi tertentu kepada siswa,
diperlukan perencanaan yang matang.
“Dalam pemecahan masalah terdapat empat langkah yang harus dilakukan, yaitu: (1)
Memahami masalah, (2) Merencanakan pemecahannya, (3) Menyelesaikan masalah sesuai
dengan rencana langkah kedua, dan (4) memeriksa kembali hasil yang diperoleh”.
Salah satu sarana yang dapat digunakan guru untuk meningkatkan keterlibatan siswa
atau aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar adalah lembar aktivitas siswa yang
selanjutnya disingkat dengan LAS. Mengajar dengan menggunakan LAS ternyata banyak
manfaatnya dalam proses belajar mengajar.
“ Manfaat LAS antara lain dapat memudahkan guru untuk mengelola proses belajar di
mana siswa memperoleh informasi dari berbagai sumber. Manfaat lain adalah membantu
guru mengarahkan siswa menemukan konsep melalui aktivitasnya sendiri atau dalam
kelompok kerja. LAS dapat digunakan untuk mengembangkan keterampilan proses, sikap
ilmiah serta membangkitkan minat siswa terhadap alam sekitarnya. Akhirnya LAS juga
memudahkan guru memantau keberhasilan siswa mencapai sasaran belajar”.
“Dari uraian terdahuluu jelaslah betapa besar peranan LAS dalam proses belajar
mengajar sehingga memberi kesan seolah-olah kita dapat mengajar atau mendidik anak
melalui LAS. Oleh karena itu, LAS haruslah memenuhi berbagai persyaratan misalnya syarat
didaktik, syarat konstruksi, dan syarat teknik.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan LAS diberikan kepada siswa mempunyai
tujuan untuk:
1. Dengan LAS, siswa dapat menjadi lebih aktif dan kreatif melakukan sendiri.
2. Dengan LAS, siswa dapat menerima pengetahuan dengan lebih mudah.
3. Dengan LAS, siswa melakukan dan mengembangkan keterampilan proses.
2.7. STATISTIKA