Anda di halaman 1dari 17

Penerapan Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika Siswa Pada Pokok Bahasan Statistika


Di Kelas XI IA SMA Kalam Kudus Medan T.A 2011/2012

PROPOSAL

Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan

Tugas Kuliah Metodologi Penelitian

Diajukan Oleh :

Nama : Otto Manurung

NIM : 408111086

Program Studi : Pendidikan Matematika

Jurusan Matematika

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2011
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Matematika adalah salah satu bidang studi yang di berikan pada setiap jenjang
pendidikan dan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya
manusia dengan cara mengembangkan kemampuan berpikir logis, rasional, kritis, analisis
dan sistematis.

Menurut Ruseffendi (dalam Tim MKPBM, 2001:18), “Matematika terbentuk sebagai


hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran”. Di lain hal,
matematika menjadi suatu sarana berpikir untuk menumbuh kembangkan pola pikir logis,
sistematis, objektif, kritis dan rasional yang harus di bina sejak dini yang sangat berguna
memberikan bantuan dalam berbagai aspek kehidupan. Pada kenyataanya kebanyakan orang
menganggap bahwa matematika merupakan bidang studi yang paling sulit di pelajari karena
salah satu sifat kekhasanya yaitu abstrak. Namun demikian, semua orang harus mempelajari
matematika sebagai suatu sarana untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Rendahnya hasil belajar matematika di indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor.


Salah satunya adalah karena materi pelajaran matematika sulit dipahami oleh siswa. Menurut
Abdurrahman (2003:251) bahwa:

“Banyak orang memandang bahwa matematika sebagai bidang studi yang paling sulit.
Meskipun demikian, semua orang harus mempelajarinya karena merupakan sarana untuk
pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari, untuk itu kesulitan belajar matematika
harus diatasi sedini mungkin. Kalau tidak siswa akan mengalami masalah karena hampir
semu studi memerlukan matematika yang sesuai”.
Selain karena materi pelajaran matematika sulit, penyebab lainnya adalah karena
penggunaan metode pembelajaran yang kurang tepat dari guru.

Slameto (2003:65)

“Metode mengajar guru yng kurang baik akan mempengaruhi belajar siswa yang tidak
baik pula. Metode mengajar yang kurang baik itu dapat terjadi misalnya karena guru kurang
persiapan dan kurang menguasai bahan pelajaransehingga guru tersebut menyajikannya tidak
jelas atau sikap guru terhadap siswa dan atau terhadap mata pelajaran itu sendiri tidak baik,
sehingga siswa kurang senang terhadap pelajaran atau gurunya. Akibatnya siswa malas untuk
belajar”.
Guru sebagai salah satu pemeran utama dalam pembelajaran haruslah profesional
untuk itu, guru harus menguasai bahan yang di ajarkan, terampil dalam mengajarkannya dan
mampu memilih dan mengatasi kendala yang ditemuinya. Salah satu hal yang dapat
dilakukan guru adalah mampu memilih dan menggunakan dengan tepat model pembelajaran
yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, materi yang di ajarkan dan karakteristik siswa agar
tujuan yang ditetapkan tercapai secara optimal. Untuk mengatasi masalah yang ada pada
siswa kelas XI IA SMA Kalam Kudus Medan yakni kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa yang masih rendah serta aktivitas belajar siswa yang kurang maka
pengajaran yang berpusat pada guru sudah sewajarnya diubah pada pembelajaran yang
berpusat pada siswa.

Salah satu model pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif adalah model
pembelajaran PBL. PBL menurut Trianto (2007:67) merupakan suatu model pembelajaran
yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik
PBL membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan mengatasi
masalah sehingga siswa dapat menyelidiki permasalah dalam pembelajaran. Dari pernyataan
diatas tampak jelas peluang untuk mencapai tujuan itu hanya dapat dilakukan lewat
pembelajaran yang tidak hanya sekedar menyuapi anak dengan pengetahuan, tanpa
melibatkan anak secara aktif mengorganisasikan pengetahuan dan pengalamannya untuk
menggali bahkan mengelaborasi informasi dalam rangka memecahkan masalah sambil
membangun pengetahuan baru baik secara perorangan maupun secara berkrlompok. Dengan
penerapan PBL maka diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa untuk memotivasi siswa belajar matematika, mengembangkan idenya
dalam menyelesaikan permasalahan matematika dalam aspek kehidupan atau menemukan
sendiri penyelesaian masalahnya dan siswa juga dapat mengembangkan kemampuan berpikir
dan kemampuan dalam memecahkan masalah, belajar berbagai peran orang dewasa.

Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul :
“Penerapan Problem Based Learning untuk meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa pada pokok bahasan statistika di kelas XI IA SMA Kristen
Kalam Kudus Medan Tahun Ajaran 2011/2012”.
1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat di identifikasi masalah yang
timbul sebagai berikut :

1. Tingkat kemampuan pemecahan masalah matematika siswa masih rendah.


2. Terdapat siswa yang kurang aktif dalam mengikuti pembelajarn di kelas.
3. Pengajaran yang dominan berpusat pada guru bukan pada siswa.
4. Guru kurang mampu memilih dan menggunakan dengan tepat metode atau model
pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.
1.3. Batasan Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah di atas maka maslah dalam penelitian ini di
batasi pada penerapan Problem Based Learning untuk meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa pada pokok bahasan staistika di kelas Xi IA SMA Kalam Kudus
Medan Tahun Ajaran 2011/2012.

1.4. Rumusan Masalah


1. Apakah penerapan model pembelajaran PBL dapat meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa?
2. Bagaimanakah tingkat kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas XI IA
SMA Kalam Kudus Medan dengan menggunakan mdel pembelajran PBL?
3. Bagaimanakah aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung denmgan menggunakan
model pembelajaran PBL pada siswa SMA Kalam Kudus Medan tahun ajaran
2011/2012.
1.5. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apakah penerapan model pembelajaran PBL dapat meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.
2. Untuk mengetahui tingkat kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas XI
IA SMA Kalam Kudus Medan dengan menggunkan model pembelajaran PBL.
3. Untuk mengetahui bagaimana aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung dengan
menggunakan model pembelajaran PBL pada siswa kelas XI IA SMA Kalam Kudus
Medan tahun ajaran 2011/2012.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Belajar

Belajar adalah hal yang paling penting dalam setiap usaha pendidikan, tanpa belajar
sesungguhnya tidak akan pernah ada pendidikan. Selama hidup manusia tidak pernah
berhenti belajar, baik sengaja maupun tidak sengaja. Ada yang belajar dengan senang, tetapi
ada pula orang yang belajar dengan tertekan. Karena pentingnya arti belajar, maka bagian
terbesar upaya riset dan eksperimen psikologi belajarpun diarahkan pada tercapainya
pemahaman yang lebih luas dan mendalam mengenai proses perubahan manusia itu.

Menurut Kamus Besar Indonesia (dalam Arnie Fajar, 2004:10) yang menyatakn
bahwa: “Belajar adalah berusaha (berlatih) supaya mendapat sesuatu kepandaian”. Sedangkan
menurut Muhibin Syah (2005:68), “Belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku
individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan
yang melibatkan proses kognitif”. Dari defenisi itu dapat dinyatakan bahwa belajar
memberikan perubahan tingkah laku dalam diri seseorang baik peningkatan pengetahuan,
kecakapan, daya pikir, sikap, kebiasaan yang kesemuanya diperoleh karena adanya suatu
proses usaha.

2.2. Pengertian Mengajar

Kata mengajar berasal dari bahasa inggris kuno, yaitu Taecan. Kata ini berasal dari
bahasa Jerman Kuno (Old Teutenic), taikjan, yang berasal dari kata dasar teik, yang berarti
memperlihatkan. Kata itu ditemukan juga dalam bahasa sansekerta, dic. Mengajar dilihat dari
asal usul katanya berarti memperlihatkan sesuatu kepada seseoarang melalui tanda/simbol;
penggunaan tanda/simbol ini dimaksudkan untuk membangkitkan atau menumbuhkan respon
mengenai kejadian, observasi, penemuan, dan sebagainya. Mengajar hanya dianggap sebagai
salah satu alat atau cara dalam menyelenggarakn pendidikan itu sendiri.

Menurut Sudjana (dalam Syaiful, 2006:39), “Mengajar adalah suatu proses, yaitu
proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar anak didik, sehingga dapat
menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar”. Tahap selanjutnya
adalah proses memberikan bimbingan kepada anak didik dalam melakukan proses belajar,
dalam hal ini mengajar sebagai proses menyampaikan informasi/pengetahuan kepada anak
didik oleh guru. Untuk proses mengajar, sebagai proses penyampaian pengetahuan maka
mengajar lebih tepat di artikan sebagai menanamkan ilmu pengetahuan,

Alvin (dalam Slameto, 2003:32) menyatakan bahwa “Mengajar adalah suatu aktivitas
untuk mencoba menolong, membimbing seseorang memperoleh mengembangkan skill,
attitude, appreciations, dan knowledge”. Dalam pengertian ini guru harus berusaha membawa
perubahan tingkah laku yang baik atau langsung untuk mengubah tingkah laku siswanya.
Dari defenisi itu dapat dinyatakan bahwa mengajar merupakan suatu usaha memberikan
bimbingan kepada siswa untuk mendapatkan perubahan dan menciptakan sesuatu yang
bermakna untuk dirinya yang mengarah pada perubahan tingkah laku.

2.3. Model Pembelajaran Problem Based Learning

2.3.1. Pengertian Model Pembelajaran Problem Based Learning

Briggs (dalam Harjanto, 1996:110) menyatakan bahwa “Model adalah seperangkat


prosedur yang berurutan mewujudkan suatu proses seperti penilaian kebutuhan, pemilihan
media, dan evaluasi”. Sedangkan menurut Sudjana (2001:8) bahwa pembelajaran dapat
diartikan sebagai upaya yang sistematis dan disengaja oleh pendidik untuk menciptakan
kondisi agar peserta didik melakukan kegiatan belajar.

Menurut Joyce (dalam Trianto, 2007:5) bahwa:

“Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan
sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas atau pembelajaran dalam
tutorial dan uttuk menentukan perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku, film,
komputer, kurikulum, dan lain-lain. Setiap model pembelajarn mengarahkan kita ke dalam
mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan
pembelajaran tercapai”.
Menurut Trianto (2007:67) bahwa “Model pembelajaran Problem Based Learning
merupakan suatu model pembelajaran yang di dasarkan pada banyaknya permasalahn yang
membutuhkan penyelidikan autentik yakni penyelidikan yang membutuhkan penyelesain
nyata dari permasalahan yang nyata”. Dari contoh permasalahan nyata jika diselesaikan
secara nyata memungkinkan siswa memahami konsep bukan sekedar menghapal konsep.
PBL tidak mengharapkan siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian
menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui PBL siswa akan berperan aktif berpikir,
berkomunikasi, mencari, mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan.

Menurut dewey (dalam Trianto, 2007:67) bahwa:


“Problem Based Learning adalah interaksi antara simulus dengan respons, merupakan
hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberi masukan kepada
siswa berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan
bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang di hadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis,
dan dicari pemecahannya denngan baik”.
PBL merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat
tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam
benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya.
Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun pengetahuan
kompleks.

2.3.2 Ciri-ciri Khusus Model Pembelajaran Problem Based Learning

Menurut Arends (dalam Trianto, 2007:68) bahwa karakteristik model pembelajaran


PBL adalah sebagai berikut:

1. Pengajuan pertanyaan atau masalah PBL mengorganisasikan pembelajaran di sekitar


pertanyaan dan masalah yang secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk
siswa. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata autentik, menghindari jawaban
sederhana dan memungkinkan adanya berbagai solusi untuk situasi itu.
2. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin. Meskipun PBL mungkin berpusat pada mata
pelajaran tertentu, masalah yang akan diselidiki telah terpilih benar nyata agar dalam
pemecahannya, siswa meninjau dari banyak mata pelajaran.
3. Penyelidikan autentik. PBL mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk
mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis,
mendefenisikan masalah, mengembangkan hipotesis, mengumpulkan, menganalisa
informasi, melakukan eksperimen, dan merumuskan kesimpulan sehingga metode
penyelidikan bergantung kepada masalah yang sedang dipelajari.
4. Menghasilkan produk dan memamerkannya. PBL menuntut siswa untuk menghasilkan
produk dalam bentuk karya nyata dan peragaan yang menjelaskan bentuk penyelesaian
masalah yang mereka temukan. Produk tersebut dapat berupa laporan, model fisik, video
maupun program komputer yang menjelaskan tentang apa yang mereka pelajari.
5. Kolaborasi. PBL dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang lainnya,
paling sering secara berpasangan atau kelompok kecil. Bekerja sama memberikan
motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas kompleks dan memperbanyak
peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan mengembangkan keterampilan sosial juga
berpikir.

2.3.3. Manfaat Model Pembelajaran Problem Based Learning

Menurut Trianto (2007:70) bahwa Problem Based Learning tidak dirancang untuk
membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. PBL
dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan
masalah, dan keterampilan intelektua; belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan
mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi pelajar yang otonom dan mandiri.
Dalam hal ini tugas guru adalah membantu siswa dalam merumuskan tugas, dan bukan
menyajikan tugas pelajaran. Objek pelajaran tidak dipelajari dari buku, tetapi dari masalah
yang ada disekitarnya.

2.3.4. Keunggulan dan Kekurangan Model Pembelajaran PBL

a. Keunggulan Model Pembelajaran Problem Based Learning

Menurut Sanjaya (2008:220) bahwa PBL memiliki beberapa keunggulan di antaranya


adalah :

a) PBL adalah teknik yang bagus untuk lebih memahami isi pelajaran, dan dapat
meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
b) PBL dapat menantang kemampuan siswa, memberi kepuasan untuk menemukan
pengetahuan baru bagi siswa.
c) PBL dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk
memahami masalah dalam kehidupan nyata.
d) Melalui PBL bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran, pada
dasarnya merupakan cara berpikir dan sesuatu yang harus dimengerti siswa bukan hanya
belajar dari guru atau buku saja.
e) PBL dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa.
f) PBL dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan menyesuaikan
dengan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka
lakukan.
g) PBL dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan
yang mereka miliki dalam dunia nyata.
b. Kelemahan Model Pembelajaran Problem Based Learning
Sanjaya (2008:220) bahwa Model pembelajaran PBL memiliki beberapa kelemahan
diantaranya adalah :

a) Manakala siswa tidak memiliki minat bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk
dipecahkan maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.
b) Keberhasilan PBL cukup waktu untuk persiapan.
c) Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha memecahkan masalah yang dipelajari
maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka inginkan.

2.3.5. Sintaksis Model Pembelajaran Problem Based Learning

Menurut Trianto (2007:71) menyatakan bahwa Problem Based Learning terdiri dari 5
langkah yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa suatu situasi masalah dan diakhiri
dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Kelima langkah itu dijelaskan berdasarkan
langkah-langkah pada tabel dibawah ini:

Tabel 2.1. Sintaksis Model Pembelajaran Problem Based Learning

Tahap Tingkah Laku Guru


Tahap-1 Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
Orientasi siswa pada masalah logistik yang dibutuhkan, mengajukan
fenomena/cerita yang memunculkan masalah,
memotivasi siswa terlibat dalam pemecahan
masalah.
Tahap-2 Guru membantu siswa mendefenisikan dan
Mengorganisasikan siswa untuk belajar mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubgan dengan masalah tersebut.
Tahap-3 Guru mendorong siswa mengumpulkan
Membimbing penyelidikan individual informasi yang sesuai, melaksanakan
maupun kelompok eksperimen untuk mendapatkan penjelasan
dan pemecahan masalah.
Tahap-4 Guru membantu siswa dalam merencanakan,
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya menyiapkan karya yang sesuai, dan
membantu mereka berbagi tugas dengan
temannya.
Tahap-5 Guru membantu siswa melakukan refleksi
Menganalisi dan mengevaluasi proses terhadap penyelidikan dan proses mereka.
pemecahan masalah.

Dalam pembelajaran PBL sangat diperlukan peran guru untuk mengarahkan dan
membantu siswa yaitu sebagai berikut:

1. Mengajukan masalah atau mengorientasikan siswa kepada masalah autentik.


2. Memfasilitasi/membimbing penyelidikan siswa.
3. Memfasilitasi dialog siswa.
4. Mendukung belajar siswa.

2.3.6. Pelaksanaan Model Pembelajaran Problem Based Learning

Adapun pelaksanaan model pembelajaran PBL menurut Trianto (2007:72) adalah


sebagai berikut:

1. Tugas Perencanaan

Karena hakikat interaktifnya, PBL membutuhkan banyak perencanaan, seperti halnya


model pembelajaran yang berpusat pada siswa.

a. Penetapan Tujuan
PBL dirancang untuk mencapai tujuan yakni keterampilan menyelidiki dan membantu
siswa menjadi belajar yang mandiri.
b. Merancang Situasi Masalah
Beberapa guru dalam PBL lebih suka memberi kesempatan pada siswa untuk memilih
masalah yang akan diselidiki untuk meningkatkan motivasi. Situasi masalah yang baik
hendanknya autentik, mengandung teka-teki, memungkinkan kerjasama, bermakna dan
konsisten dengan tujuan kurikulum.
c. Organisasi Sumber daya dan Rencana Logistik
Dalam pembelajaran PBL siswa dimungkinkan bekerja dengan berbagai peralatan, dan
pelaksanaannya dilakukan di dalam kelas.
2. Tugas Interaktif
a. Organisasi Siswa pada Masalah
Siswa perlu memahami tujuan PBL adalah untuk melakukan penyelidikan penting dan
untuk menjadi pebelajar yang mandiri.
b. Mengorganisasikan Siswa Untuk Belajar
Pada PBL dibutuhkan pengembangan keterampilan kerjasama di antara siswa dan saling
membantu guna menyelidiki masalah secara bersama.
c. Membantu Penyeledikan Mandiri dan Kelompok
i. Guru membantu siswa dalam pengumpulan informasi dari berbagai sumber,
siswa diberi pertanyaan yang membuat mereka berpikir tentang suatu masalah
dan jenis informasi yang diperlukan untuk memecahkan suatu masalah tersebut.
ii. Guru mendorong pertukaran ide secara bebas dan penerimaan sepenuhnya
gagasan tersebut merupakan hal yang penting dalam tahap penyelidikan pada
pembelajaran PBL.
iii. Puncak proyek pembelajaran PBL adalah penciptaan dan peragaan artifik.
d. Analisis dan Evaluasi Pemecahan Masalah
Tugas guru pada tahap akhir PBL adalah membantu siswa menganalisis dan
mengevaluasi proses berpikir dan keterampilan penyelidikan mereka.
3. Lingkungan Belajar dan Tugas-tugas Manajemen

Hal in penting yang harus diketahui adalah bahwa guru perlu memiliki seperangkat
aturan yang jelas agar pembelajaran dapat berlangsung tertib tanpa ganguan, dapat menagani
perilaku siswa yang menyimpang secara cepat dan tepat, juga perlu memiliki paduan
mengenai bagaimana mengelola kerja kelompok. Kecepatan penyelesaian tugas tiap individu
maupun kelompok berbeda-beda. Dalam PBL, guru sering memakai sejumlah bahan dan
peralatan yang biasanya dapat merepotkan guru dalam pengelolaannya. Oleh jarena itu,
untuk efektifitas kerja, guru harus memiliki aturan/prosedur yang jelas dalam pengelolan,
penyimpanan, dan pendistribusian bahan. Selain itu guru harus menyampaikan aturan yang
jelas untuk mengendalikan tingkah laku siswa ketika mereka melakukan penyelidikan di luar
kelas maupun di dalam kelas.

4. Evaluasi

Dalam PBL fokus perhatian bukan pada pengetahuan deklaratif, oleh karena itu
penilaian tidak cukup hanya dengan tes tertulis. Tetapi dengan pekerjaan yang di hasilkan
siswa yang merupakan hasil penyelidikan mereka.

2.3.7. Teori Belajar yang Mendukung Model Pembelajaran Problem Based Learning
Karakteristik Problem Based Learning adalah pengajuan pertanyaan atau masalah,
berfokus pada keterkaitan antara disiplin, penyelidikan autentik, menghasilkan produk dan
memamerkannya, dan adanya kolaborasi. Dengan demikian, dari pengertian dan karakteristik
PBL yang telah dikemukakan, dapat di tentukan teori-teori yang mendukung PBL tersebut
yakni untuk pengajuan pertanyaan/maslah yang mana PBL ini mengorganisasikan
pembelajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang kedua-duanya secara sosial penting dan
secara pribadi bermakna untuk siswa, mengajukan situasi kehidupan nyata autentik,
menghindari jawaban sederhana dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi, maka ini
di dukung oleh teori belajar dari piaget yang menyatakan bahwa dalam perkembangan
intelektual salah satu aspek yang diteliti piaget yaitu aspek isi yang mana merupakan pola
perilaku anak yang khas tercermin pada respon yang diberikannya terhadap berbagai masalah
atau situasi yang dihadapinya. Selain itu, fungsi kedua yang dilakukan melalui proses
asimilasi seseorang yang menggunakan struktur/kemampuan yang sudah ada untuk
menanggapi masalah yang dihadapi dalam lingkungannya. Untuk berfokus pada keterkaitan
antar disiplin yang mana siswa meninjau masalah dari banyak materi pelajaran meskipun
PBL mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu, maka ini didukung oleh teori belajar
David Ausebel yang menyatakan bahwa bagaiman siswa dapat mengaitkan informasi itu pada
struktur kognitif yang telah ada. Struktur kognitif ialah faktor-faktor, konsep-konsep dan
generalisasi-generalisasi yang telah di pelajari dan diingat oleh siswa. Bagi Ausebel, belajar
bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep –konsep relevan
yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang, selain itu materi pelajaran harus bermakna
secara logis, siswa harus bertujuan untuk memasukkan materi itu ke dalam struktur
kognitifnya, dan dalam struktur kognitif anak harus terdapat unsur-unsur untuk mengaitkan
materi baru.

Untuk penyelidikan autentik, PBL mengharuskan siswa melakukan penyelidikan


autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyat. Mereka harus
menganalisis dan mendefenisikan masalah, me ngembangkan hipotesis, membuat ramalan,
mengumpulkan, menganalisis informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat
inferensi, dan merumuskan kesimpulan sehingga metode penyelidikan yang digunakan
bergantung kepada masalah yang sedang dipelajari. Maka ini didukung oleh teori belajar
penemuan dari Jerome Bruner yang menyatakan bahwa belajar penemuan sesuai dengan
sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan
masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar
bermakna. Menurut Bruner bahwa belajar dan pemecahan masalah tergantung pada
penyelidikan alternatif. Oleh karena itu, Bruner memusatkan perhatiannya pada masalah apa
yang dilakukan manusia dengan informasi yang diterimanya dan apa yang dilakukannya
sesudah memperoleh informasi yang diskrit itu untuk mencapai pemahaman yang
memberikan kemampuan padanya.

Untuk menghasilakn produk dan memamerkannya, PBL menuntut siswa untuk


menghasilkan suatu produk dalam bentuk karya nyata dan peragaan yang menjelaskan bentuk
penyelesaian masalah yang mereka temukan. Maka ini didukung oleh teory belajar sistem
pemrosesan informasi dari Gagne E. Yang menyatakan bahwa ada tiga bentuk penyajian
pengetahuan, yaitu : (1) Proposisi, (2) Produksi, (3) Gambaran mental. Dimana proposisi
dapat disamakan dengan gagasan. Proposisi digunakan untuk mengajar pengetahuan
deklaratif sedangkan pengetahuan prosedural disajikan oleh produksi.

Untuk kolaborasi, PBL dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang
lainnya, paling sering secara berpasangan/dalam kelompok kecil. Bekerja sama memberikan
motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas kompleks dan memperbanyak
peluang untuk berbagi iknkuiri dan dialog dan mengembangkan keterampilan sosial juga
berpikir maka ini didukung oleh teori belajar dari Vygotsky (dalam Trianto, 2001) yang
menyatakan bahwa siswa membentuk pengetahuan sebagai hasil dari pikiran dan kegiatan
siswa melalui bahasa. Vigotsky berkeyakinan bahwa perkembangan tergantung baik pada
faktor biologis menentukan fungsi elementer memori, atensi, persepsi, dan stimulus respon,
faktor sosial sangat penting artinya bagi perkembangan fungsi mental lebih tinggi untuk
perkembangan konsep, penalaran logis, dan pengambillan keputusan. Teori vigotsky ini lebih
menekankan pada aspek sosial dari pembelajaran. Menurut vigotsky bahwa proses
pembelajaran akan terjadi jika anak bekerja, menangani tugas yang belum dipelajari, namun
tugas itu masih berada dalam jangkauan mereka disebut dengan zone of proximal
development, yakni daerah tingkat perkembangan sedikit di atas daerah perkembangan
seseorang saat ini. Vigotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umunya
muncul dalam percakapan dan kerjasama antar individu sebelum fungsi mental yang lebih
tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut. Dengan demikian, maka keterkaitan antar PBL
dengan teori vigotsky ini adalah interaksi sosial bahwa siswa diperkenankan melakukan
pekerjaan dengan berkelompok ecil serta merangsang siswa untuk aktif bertanya dan
berdiskusi.
2.4. Kemampuan Pemecahan Masalah dalam Matematika

2.4.1. Pengertian Matematika

Istilah matematichs (Inggris), mathematik (Jerman), mathematique (perancis),


matematico (Italia), mathematick (Belanda) bersalal dari perkataan latin matemtica, yang
mulanya diambil dari perkataan yunani, mathematike, yang berarti “relating to leraning’.
Perkataan itu mempuanyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu
(knowledge, science). Perkataan mathematike berhubungan erat dengan sebuah kata lainnya
yang serupa yaitu mathein yang mengandung arti belajar (berpikir).

Berdasarkan etimologis, matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan


bernalar. Menurut Ruseffendi (dalam tim MKPBM, 2001:18) bahwa matematika terbentuk
sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran.

2.4.2. Pembelajaran Matematika Sekolah

Matematika sekolah merupakan matematika yang di ajarkan di sekolah yaitu yang


diajarkan di pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Menurut Tim MKPBM (2001:54-
55) bahwa matematika sekolah itu terdiri atasian-bagian matematika yang dipilih guna
menumbuh kembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi serta berpandu
pada perkembangan IPTEK

Berbagai alasan perlunya sekolah mengajarkan matematika kepada siswa yang pada
hakikatnya dapat diringkas karena masalah kehidupan sehari-hari.hal ini di dukung oleh
Abdurrahman (2003:253) yang mengemukakan bahwa:

“Lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan (1) sarana
berpikir yang jelas dan logis, (2) sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari,
(3) sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, (4) sarana
mengembangkan kreativitas, dan (5) sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap
perkembangan budaya”.

2.4.3. Masalah dan Pemecahan Masalah dalam Matematika

Masalah adalah sebuah kata yang sering kita dengar. Disadari atau tidak disadari suatu
masalah dapat menimbulkan suatu sistem dimana kita menginginkan sesuatu yang belum kita
tahu bagaimana cara kita mendapatkannya. Hal ini didukung oleh Tim MKPBM (2001:88)
yang menyatakan bahwa :
“Suatu masalah biasanya memuat suatu situasi yang mendorong seseorang untuk
menyelesaikannya. Akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk
menyelesaikannya dengan benar. Jika suatu masalah diberikan kepada seorang anak dan anak
tersebut langsung mengetahui cara menyelesaikannya dengan benar, maka soal tersebut tidak
dapat dikaitkan sebagai masalah”‟
Dalam menghadapi suatu masalah dibutuhkan pemecahannya, dan guru sebagai
fasilator perlu memberikan masalah yang sesuai dengan pengalaman siswanya. Seperti yang
di ungkapkan Tim MKPBM (2001:86) bahwa:

“Untuk memperoleh kemampuan pemecahan masalah, seseorang harus memiliki


banyak pengalaman dalam memecahkan berbagai masalah. Suatu masalah dapat dipandang
sebagai „masalah‟ merpakan hal yang sangat relatif. Suatu soal yang dianggap sebagai
masalah bagi seseorang, bagi orang lain mungkin hanya merupakan hal yang rutin belaka.
Dengan demikian, guru perlu berhati-hati dalam menentukan soal yang akan disajikan
sebagai pemecahan masalah. Bagi sebagian besar guru, untuk memperoleh ataupun
menyusun soal yang benar-benar bukan merupakan masalah rutin bagi siswa termasuk
pekerjaan yang sulit. Pemecahan masalah merupakan latihan bagi siswa untuk berhadapan
dengan sesuatu yang tidak rutin dan kemudian mencoba menyelesaikannya”.
Pemecahan masalah secara umum di defenisikan sebagi penyelesaian terhadap situasi
yang dipandang sebagai suatu masalah bagi seseorang yang ingin menyelesaikannya.
Sedangkan pemecahan masalah matematika adalah suatu penyelesaian terhadap suatu situasi
matematika yang dipandang sebagai suatu masalah oleh seseorang yang akan
menyelesaikannya.

2.4.4. Kemampuan Pemecahan Masalah dalam Matematika

Pandangan bahwa kemampuan menyelesaikan masalah merupakan tujuan umum


pengajaran matematika, mengandung pengertian bahwa matematika dapat membantu dalam
memecahkan persoalan baik dalam pelajaran lainmaupun dalam kehidupan sehari-hari. Oleh
karena itu, pemecahan masalah ini menjadi tujuan umum pembelajarn matematika.

Selain itu, siswa mempunyai keadaan yang tentu untuk masa yang akan datang
sehingga dengan percaya diri dapat mengembangkan kemampuan tersebut. Salah satu cara
untuk mengembangkan kemampuan anak dalam pemecahan masalah adalah melalui
penyediaan pengalaman pemecahan masalah yang memerlukan strategi berbeda dari satu
masalah ke masalah lainnya. Untuk memperkenalkan suatu strategi tertentu kepada siswa,
diperlukan perencanaan yang matang.

2.4.5. Pemecahan Masalah dalam Matematika Menurut Polya


Berbicara pemecahan masalah tidak bisa di lepaskan dari tokoh utamanya yaitu
George Polya. Menurut Polya (dalam Tim MKPBM, 2009:91:92) menyatakan bahwa :

“Dalam pemecahan masalah terdapat empat langkah yang harus dilakukan, yaitu: (1)
Memahami masalah, (2) Merencanakan pemecahannya, (3) Menyelesaikan masalah sesuai
dengan rencana langkah kedua, dan (4) memeriksa kembali hasil yang diperoleh”.

2.4.6. Lembar Aktivitas Siswa (LAS)

2.4.6.1. Pengertian Lembar Aktivitas Sunyi

Salah satu sarana yang dapat digunakan guru untuk meningkatkan keterlibatan siswa
atau aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar adalah lembar aktivitas siswa yang
selanjutnya disingkat dengan LAS. Mengajar dengan menggunakan LAS ternyata banyak
manfaatnya dalam proses belajar mengajar.

Seperti yang dikatakan oleh Darmodjo (1991/1992:40) bahwa:

“ Manfaat LAS antara lain dapat memudahkan guru untuk mengelola proses belajar di
mana siswa memperoleh informasi dari berbagai sumber. Manfaat lain adalah membantu
guru mengarahkan siswa menemukan konsep melalui aktivitasnya sendiri atau dalam
kelompok kerja. LAS dapat digunakan untuk mengembangkan keterampilan proses, sikap
ilmiah serta membangkitkan minat siswa terhadap alam sekitarnya. Akhirnya LAS juga
memudahkan guru memantau keberhasilan siswa mencapai sasaran belajar”.

2.4.6.2. Cara Membuat LAS Yang Baik

Darmodjo (1991/1992:40) menyatakan bahwa :

“Dari uraian terdahuluu jelaslah betapa besar peranan LAS dalam proses belajar
mengajar sehingga memberi kesan seolah-olah kita dapat mengajar atau mendidik anak
melalui LAS. Oleh karena itu, LAS haruslah memenuhi berbagai persyaratan misalnya syarat
didaktik, syarat konstruksi, dan syarat teknik.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan LAS diberikan kepada siswa mempunyai
tujuan untuk:

1. Dengan LAS, siswa dapat menjadi lebih aktif dan kreatif melakukan sendiri.
2. Dengan LAS, siswa dapat menerima pengetahuan dengan lebih mudah.
3. Dengan LAS, siswa melakukan dan mengembangkan keterampilan proses.

2.5. Kesulitan Belajar Matematika


Banyak orang yang memandang matematika sebagai bidang studi yang paling sulit.
Meskipun demikian, semua orang harus mempelajarinya karena merupakan sarana
memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. Menurut Abdurahman (2003:13) kesulitan
belajar dapat disebabkan faktor internal dan faktor eksternal yang meliputi fungsi otak,
biokimia, deprivasi lingkungan, atau kesalahan nutrisi. Menurut Soejono, terdapat pula
kesulitan khusus dalam belajar matematika:

1. Kesulitan dalam menggunakan konsep.


2. Kesulitan dalam belajar dan menggunakan prinsip.
3. Kesulitan memecahkan soal berbentuk verbal.

2.6. Model Pembelajaran PBL dalam Pemecahan Masalah

2.7. STATISTIKA

Anda mungkin juga menyukai