Perkataan teologi tidak berasal dari khazanah dan tradisi agama Islam. Ia
istilah yang diambil dari agama lain, yaitu dari khazanah dan tradisi Gereja
Kristiani. Hal ini tidaklah dimaksudkan untuk menolak pemakaian kata
teologi itu. Sebab pemungutan suatu istilah dari khazanah dan tradisi agama
lain tidaklah harus dipandang sebagai sesuatu yang negatif, apalagi jika
istilah tersebut bisa memperkaya khazanah dan membantu
mensistematisasikan pemahaman kita tentang Islam.
Pijakan tulisan ini tentang teologi al-Qur'an. Kita tentu sepakat bahwa ide
sentral dalam teologi al-Qur'an adalah ide tauhid. Pertanyaan yang perlu
kita munculkan, bagaimana sebaiknya kita memahami dan kemudian
menghayati ide tauhid itu dalam kehidupan kita sebagai muslim? Dalam
pengalaman kita -sekurang-kurangnya sebagian dari kita-- mengenal atau
pernah diberi pelajaran ilmu tauhid. Biasanya, dalam mempelajari ilmu
tersebut, pertama-tama kita diperkenalkan dengan apa yang disebut
sebagai "hukum akal." Hal ini bisa kita baca dalam buku-buku ilmu tauhid,
dari yang sangat tradisional hingga yang termasuk modern seperti buku
Risalah Tawhid karya
1
Muhammad Abduh, misalnya. Melalui kategori-kategori yang irumuskan
sebagai hukum akal itu, yakni: wajib, mustahil dan harus, kita diajak
memahami tentang konsep ketuhanan dan kenabian. Maka kita pun
mengetahui sifat-sifat Tuhan danNabi-nabi, baik yang dikategorikan
sebagai sifat-sifat yangwajib, sifat-sifat yang mustahil maupun sifat-sifat
yang harus. Masalah-masalah lain seperti kepercayaan tentang malaikat,
kitab-kitab wahyu, hari akhirat maupun qadla dan qadar, adalah
kelanjutan atau pelengkap dari kepercayaan terhadap Tuhan dan
Kenabian tersebut. Pembahasan tentang dan di sekitar hal-hal inilah yang
selama ini disebut sebagai ilmu tauhid.
BENTUK-BENTUK KEMUSYRIKAN
Dalam memahami ide tauhid, ada baiknya bila kita memahami apa-apa
yang oleh al-Qur'an dianggap sebagai syirik atau kemusyrikan. Al-Qur'an
mengemukakan dua ciri utama dari kemusyrikan, yakni, pertama,
menganggap Tuhan mempunyai syarik atau sekutu, dan kedua, menganggap
Tuhan mempunyai andad atau saingan. Kedua ciri utama itu wujud dalam
berbagai bentuk manifestasi.
Kalau kita mendengar perkataan syirik atau kemusyrikan yang segera
terbayang dalam angan-angan kita biasanya penyembahan berhala, seperti
dilakukan para penganut agama-agama "pagan." Dan memang al-Qur'an
sendiri menyinggung bahkan mengecam orang-orang yang menjadikan
2
berhala sebagai ilah atausesembahan (QS. 6:74; 7:138; 21:52). Selain
berhala al-Qur'an juga mengemukakan hal-hal lain yang bisa dijadikan
obyek sesembahan selain Tuhan, misalnya penyembahan benda-benda
langit eperti matahari, bulan dan bintang (QS. 41:37) atau benda-benda
mati lainnya (QS. 4:117). Juga disinggung adanyapenyembahan makhluk
halus seperti jin (QS. 6:101) atau tokoh-tokoh yang dipertuhan atau
dianggap mempunyai unsur-unsur ketuhanan (QS. 4:171; 5:116; 6:102;
19:82-92; 16:57; 17:40 dan 37:49).
Berkenaan dengan penyembahan berhala, benda-benda langit atau benda-
benda mati lainnya, atau penyembahan makhluk halus atau manusia yang
dipertuhan, kiranya dari segi keberagamaan kita sebagai muslim, bukanlah
persoalan yang masih memerlukan perhatian lebih banyak. Masalahnya
sangat jelas dan karena itu menghindarinya pun sangat mudah. Akan
tetapi masalah kemusyrikan tidak berhenti sampai di situ saja. Al-Qur'an
masih mengemu kakan hal-hal lain yang berkaitan dengan masalah
kemusyrikan, yang lebih halus sifatnya, terutama berkaitan dengan ciri
kemusyrikan yang menempatkan adanya andad atau saingan terhadap
Tuhan, bukan dalam bentuk penyembahan melainkan dalam bentuk
kecintaan (QS. 2:165). Dalam kategori ini bisa dimasukkan juga sikap
ketaatan yang sama sekali tanpa reserve terhadap ulama (QS. 9:31) atau
sikap fanatisme golongan, aliran atau juga organisasi yang berlebih-
lebihan (QS. 23:52-53; 30:31-32).
Hal-hal lain yang oleh al-Qur'an dijadikan contoh sebagai saingan Tuhan
dalam kaitannya dengan kecintaan kita adalah keluarga dan kerabat dekat
kita, kekayaan, usaha atau ussiness kita, dan rumah-rumah mewah kita
(QS. 9:24). Selain itu masih ada satu hal lagi yang oleh al-Qur'an
disebutkan sebagai "sesuatu yang bisa menjadi ilah atau sesembahan kita,"
yaitu hawa afsu kita sendiri (QS.25:43).
Berbagai bentuk manifestasi kemusyrikan tersebut, sebagaimana
dikemakakan al-Qur'an, menunjukkan bahwa masalah kemusyrikan
bukanlah sesuatu yang sederhana, karena itu usaha kita menjadi orang yang
benar-benar bertauhid bukanlah masalah yang mudah.
3
manusia dengan benda, baik pandangan maupun sikapnya, mendapat sorotan
yang sangat tajam dalam al-Qur'an. Khususnya berkaitan dengan kekayaan.
Hal ini menarik dan perlu untuk dikaji lebih jauh.
Suatu hal yang sangat menggoda untuk direnungkan adalah, justru pada
surat-surat atau ayat-ayat yang diwahyukan di masa-masa permulaan
kenabian Muhammad saw tidak terdapat kecaman terhadap penyembahan
berhala. Yang ada malah kecaman terhadap keserakahan dan
ketidakpedulian sosial. Untuk memperjelas hal ini ada baiknya bila lebih
dahulu dikemukakan tentang periodisasi turunnya al-Qur'an. Seperti kita
ketahui masa turunnya al-Qur'an dibagi dalam dua priode: periode Mekkah
(610-622 M.) dan periode Madinah (622-632 M.). Periode Mekkah
sendiri juga dibagi dalam tiga tahap, tahap Mekkah awal (610-615 M.),
tahap Mekkah pertengahan (616-617) dan tahap Mekkah akhir (618-622
M.).
Pada masa periode Mekkah awal terdapat 48 surah yang diwahyukan
kepada Nabi Muhammad saw. Di sini hanya diambil 12 surah paling awal
saja, yakni: (1) Surah al-'Alaq, (2) Surah al-Mudatstsir, (3) Surah al-Lahab,
(4) Surah al-Quraysy, (5) Surah al-Kawtsar, (6) Surah al-Humazah, (7)
Surah al-Ma'un, (8) Surah al-Takatsur, (9) Surah al-Fil, (10) Surah al-Layli,
(11) Surah al-Ba ad, dan (12) Surah al-Insyirah. Sengaja hanya diambil 12
surah di atas, sebab surah yang ke-13 adalah Surah al-Dhuha. Beberapa
mufassir menceriterakan bahwa Surah al-Dhuha turun sesudah Nabi
mengalami masa jeda di mana wahyu terhenti beberapa lama. Karena itu
ke-12 surah di atas turun atau diwahyukan kepada Nabi pada masa-masa
sangat awal dari kenabian, atau dari sejarah Islam.
4
orang-orang miskin dikualifikasikan sebagai orang-orang yang
membohongkan agama.
REFORMASI SOSIAL
5
yang disemangati nilai-nilai rahmah. Anjuran Nabi agar kita selalu memulai
kegiatan dan kerja kita dengan ucapan "Bismillahirrahmanirrahim" (bism-i
'l-Lah-I 'l-rahman-i 'l-rahim), memberikan suatu isyarat kepada kita agar
kita menjadikan diri kita sebagai perwujudan dari nilai-nilai rahmah itu
bagi sesama makhluk Tuhan. Dengan perkataan lain apapun profesi kita,
motivasi dan orientasi kita tidak boleh bergeser dari ide untuk
menciptakan –atau setidak-tidaknya menjadi bagian dari proses
menciptakan-- suatu tata kehidupan yang dilandasi nilai-nilai rahmah itu.