Anda di halaman 1dari 4

Konfrontasi Indonesia-Malaysia

Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.


Langsung ke: navigasi, cari
Konfrontasi Indonesia-Malaysia
Tanggal 1962-1966
Lokasi Kalimantan, Asia Tenggara
Hasil Perjanjian Perdamaian

Pihak yang terlibat


Malaysia
Britania Raya

Selandia Baru
Australia

Indonesia

Komandan
Tunku Abdul Rahman
Walter Walker Soekarno
Kekuatan
tidak diketahui tidak diketahui
Jumlah korban
tidak diketahui tidak diketahui
Artikel ini bagian dari seri
Sejarah Indonesia

Sejarah Nusantara
Pra-Kolonial (sebelum 1602)
Pra-sejarah
Kerajaan Hindu-Buddha
Kerajaan Islam
Zaman kolonial (1602–1945)
Era Portugis
Era VOC
Era Belanda
Era Jepang (1942-1945)
Sejarah Republik Indonesia
Proklamasi (17 Agustus 1945)
Era 1945-1949
Era 1950-1959
Era Demokrasi Terpimpin
Konflik Papua Barat (1960-1962)
Konfrontasi Indo-Malaya (1962–1965)
Gerakan 30 September 1965
Era Orde Baru
Gerakan Mahasiswa 1998
Era Reformasi
Tsunami di Aceh-Nias 2004
[Sunting]
Konfrontasi Indonesia-Malaysia atau yang lebih dikenal sebagai Konfrontasi saja adalah sebuah perang
mengenai masa depan pulau Kalimantan, antara Malaysia dan Indonesia pada tahun 1962-1966.

Perang ini berawal dari keinginan Malaysia untuk menggabungkan Brunei, Sabah dan Sarawak dengan
Persekutuan Tanah Melayu pada tahun 1961. Keinginan itu ditentang oleh Presiden Soekarno yang
menganggap Malaysia sebagai "boneka" Britania.
Daftar isi [sembunyikan]
1 Latar belakang
2 Perang
3 Akhir konfrontasi
3.1 Akibat
4 Catatan kaki
5 Referensi dan bacaan lebih lanjut
6 Lihat pula

[sunting] Latar belakang


Pada 1961, Kalimantan dibagi menjadi empat administrasi. Kalimantan, sebuah provinsi di Indonesia,
terletak di selatan Kalimantan. Di utara adalah Kerajaan Brunei dan dua koloni Inggris; Sarawak dan
Britania Borneo Utara, kemudian dinamakan Sabah. Sebagai bagian dari penarikannya dari koloninya di
Asia Tenggara, Inggris mencoba menggabungkan koloninya di Kalimantan dengan Semenanjung Malaya
untuk membentuk Malaysia.

Rencana ini ditentang oleh Pemerintahan Indonesia; Presiden Soekarno berpendapat bahwa Malaysia hanya
sebuah boneka Inggris, dan konsolidasi Malaysia hanya akan menambah kontrol Inggris di kawasan ini,
sehingga mengancam kemerdekaan Indonesia. Filipina juga membuat klaim atas Sabah, dengan alasan
daerah itu memiliki hubungan sejarah dengan Filipina melalui Kepulauan Sulu.

Di Brunei, Tentara Nasional Kalimantan Utara (TNKU) memberontak pada 8 Desember 1962. Mereka
mencoba menangkap Sultan Brunei, ladang minyak dan sandera orang Eropa. Sultan lolos dan meminta
pertolongan Inggris. Dia menerima pasukan Inggris dan Gurkha dari Singapura. Pada 16 Desember,
Komando Timur Jauh Inggris (British Far Eastern Command) mengklaim bahwa seluruh pusat
pemberontakan utama telah diatasi, dan pada 17 April 1963, pemimpin pemberontakan ditangkap dan
pemberontakan berakhir.

Filipina dan Indonesia resminya setuju untuk menerima pembentukan Malaysia apabila mayoritas di daerah
yang ribut memilihnya dalam sebuah referendum yang diorganisasi oleh PBB. Tetapi, pada 16 September,
sebelum hasil dari pemilihan dilaporkan. Malaysia melihat pembentukan federasi ini sebagai masalah
dalam negeri, tanpa tempat untuk turut campur orang luar, tetapi pemimpin Indonesia melihat hal ini
sebagai perjanjian yang dilanggar dan sebagai bukti imperialisme Inggris.

Sejak demonstrasi anti-Indonesia di Kuala Lumpur, ketika para demonstran menyerbu gedung KBRI,
merobek-robek foto Soekarno, membawa lambang negara Garuda Pancasila ke hadapan Tunku Abdul
Rahman—Perdana Menteri Malaysia saat itu—dan memaksanya untuk menginjak Garuda, amarah
Soekarno terhadap Malaysia pun meledak.

Soekarno yang murka karena hal itu mengutuk tindakan Tunku yang menginjak-injak lambang negara
Indonesia[1] dan ingin melakukan balas dendam dengan melancarkan gerakan yang terkenal dengan
sebutan "Ganyang Malaysia" kepada negara Federasi Malaysia yang telah sangat menghina Indonesia dan
presiden Indonesia.

[sunting] Perang
Pada 20 Januari 1963, Menteri Luar Negeri Indonesia Soebandrio mengumumkan bahwa Indonesia
mengambil sikap bermusuhan terhadap Malaysia. Pada 12 April, sukarelawan Indonesia (sepertinya
pasukan militer tidak resmi) mulai memasuki Sarawak dan Sabah untuk menyebar propaganda dan
melaksanakan penyerangan dan sabotase. Pada 27 Juli, Sukarno mengumumkan bahwa dia akan
meng-"ganyang Malaysia". Pada 16 Agustus, pasukan dari Rejimen Askar Melayu DiRaja berhadapan
dengan lima puluh gerilyawan Indonesia.
Meskipun Filipina tidak turut serta dalam perang, mereka memutuskan hubungan diplomatik dengan
Malaysia.

Federasi Malaysia resmi dibentuk pada 16 September 1963. Brunei menolak bergabung dan Singapura
keluar di kemudian hari.

Ketegangan berkembang di kedua belah pihak Selat Malaka. Dua hari kemudian para kerusuhan membakar
kedutaan Britania di Jakarta. Beberapa ratus perusuh merebut kedutaan Singapura di Jakarta dan juga
rumah diplomat Singapura. Di Malaysia, agen Indonesia ditangkap dan massa menyerang kedutaan
Indonesia di Kuala Lumpur.

Di sepanjang perbatasan di Kalimantan, terjadi peperangan perbatasan; pasukan Indonesia dan pasukan tak
resminya mencoba menduduki Sarawak dan Sabah, dengan tanpa hasil.

Pada 1964 pasukan Indonesia mulai menyerang wilayah di Semenanjung Malaya. Di bulan Agustus, enam
belas agen bersenjata Indonesia ditangkap di Johor. Aktivitas Angkatan Bersenjata Indonesia di perbatasan
juga meningkat. Tentera Laut DiRaja Malaysia mengerahkan pasukannya untuk mempertahankan Malaysia.
Tentera Malaysia hanya sedikit saja yang diturunkan dan harus bergantung pada pos perbatasan dan
pengawasan unit komando. Misi utama mereka adalah untuk mencegah masuknya pasukan Indonesia ke
Malaysia. Sebagian besar pihak yang terlibat konflik senjata dengan Indonesia adalah Inggris dan Australia,
terutama Special Air Service.

Pada 17 Agustus pasukan terjun payung mendarat di pantai barat daya Johor dan mencoba membentuk
pasukan gerilya. Pada 2 September 1964 pasukan terjun payung didaratkan di Labis, Johor. Pada 29
Oktober, 52 tentara mendarat di Pontian di perbatasan Johor-Malaka dan ditangkap oleh pasukan Rejimen
Askar Melayu Di Raja.

Ketika PBB menerima Malaysia sebagai anggota tidak tetap. Sukarno menarik Indonesia dari PBB pada
tanggal 20 Januari 1965 dan mencoba membentuk Konferensi Kekuatan Baru (Conference of New
Emerging Forces, Conefo) sebagai alternatif.

Sebagai tandingan Olimpiade, Soekarno bahkan menyelenggarakan GANEFO (Games of the New
Emerging Forces) yang diselenggarakan di Senayan, Jakarta pada 10-22 November 1963. Pesta olahraga ini
diikuti oleh 2.250 atlet dari 48 negara di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika Selatan, serta diliput sekitar 500
wartawan asing.

Pada Januari 1965, Australia setuju untuk mengirimkan pasukan ke Kalimantan setelah menerima banyak
permintaan dari Malaysia. Pasukan Australia menurunkan 3 Resimen Kerajaan Australia dan Resimen
Australian Special Air Service. Ada sekitar empat belas ribu pasukan Inggris dan Persemakmuran di
Australia pada saat itu. Secara resmi, pasukan Inggris dan Australia tidak dapat mengikuti penyerang
melalu perbatasan Indonesia. Tetapi, unit seperti Special Air Service, baik Inggris maupun Australia, masuk
secara rahasia (lihat Operasi Claret). Australia mengakui penerobosan ini pada 1996.

Pada pertengahan 1965, Indonesia mulai menggunakan pasukan resminya. Pada 28 Juni, mereka
menyeberangi perbatasan masuk ke timur Pulau Sebatik dekat Tawau, Sabah dan berhadapan dengan
Regimen Askar Melayu Di Raja.

[sunting] Akhir konfrontasi


Menjelang akhir 1965, Jendral Soeharto memegang kekuasaan di Indonesia setelah berlangsungnya kudeta.
Oleh karena konflik domestik ini, keinginan Indonesia untuk meneruskan perang dengan Malaysia menjadi
berkurang dan peperangan pun mereda.

Pada 28 Mei 1966 di sebuah konferensi di Bangkok, Kerajaan Malaysia dan pemerintah Indonesia
mengumumkan penyelesaian konflik. Kekerasan berakhir bulan Juni, dan perjanjian perdamaian ditanda
tangani pada 11 Agustus dan diresmikan dua hari kemudian.
[sunting] Akibat
Konfrontasi ini merupakan salah satu penyebab kedekatan Presiden Soekarno dengan PKI, menjelaskan
motivasi para tentara yang menggabungkan diri dalam gerakan G30S/Gestok (Gerakan Satu Oktober), dan
juga pada akhirnya menyebabkan PKI melakukan penculikan petinggi Angkatan Darat.[1]

[sunting] Catatan kaki


^ a b Artikel Kompas bertajuk "Sukarno, Malaysia, dan PKI" tanggal Sabtu, 29 September 2007

[sunting] Referensi dan bacaan lebih lanjut


(en) Easter, D. Britain and the Confrontation with Indonesia, 1961-1965, (2004, London) I.B.Tauris, ISBN
1850436231
(en) Jones, M. Conflict and Confrontation in South East Asia, 1961-1965: Britain, the United States and the
Creation of Malaysia. (2002, Cambridge) Cambridge University Press. ISBN 0521801117
(en) Mackie, J.A.C. Konfrontasia: the Indonesia-Malaysia Dispute 1963-1966'. (1974, Kuala Lumpur)
Oxford University Press.
(en) Subritzky, J. Confronting Sukarno: British, American, Australian and New Zealand Diplomacy in the
Malaysian-Indonesian Confrontation, 1961-1965, (2000, London) Palgrave. ISBN 0312227841

Anda mungkin juga menyukai