Anda di halaman 1dari 3

Delapan Tujuan Pembangunan Milenium Terkait

Pengurangan Resiko Bencana Februari 18, 2007


Posted by juniawan priyono in Bencana, Disaster Reduction.
trackback

Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) bulan
September 2000, sebanyak 189 negara anggota PBB yang sebagian besar diwakili oleh kepala
pemerintahan sepakat untuk mengadopsi Deklarasi Milenium. Deklarasi tersebut didasari oleh
pendekatan inklusif dan perhatian bagi pemenuhan hak-hak dasar manusia.

Dalam konteks inilah, kemudian negara-negara anggota PBB mengadopsi Tujuan Pembangunan
Milenium atau Millennium Development Goals (MDG). Setiap tujuan (goal) memiliki satu atau
beberapa target. Target yang tercakup dalam MDG sangat beragam, mulai dari menanggulangi
kemiskinan dan kelaparan, mencapai pendidikan dasar untuk semua, mendorong kesetaraan
gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan
kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya, memastikan
kelestarian lingkungan hidup, dan membentuk kemitraan global dalam pelaksanaan
pembangunan.

Tujuan 1: Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan


Kemiskinan dan kelaparan mempunyai konsekuensi yang banyak terhadap kondisi manusia
secara umum dan juga secara khusus berkaitan dengan pengurangan resiko bencana. Lebih luas
lagi mencakup peningkatan populasi yang tinggal di daerah bencana, memiliki sedikit
perlindungan menghadapi ancaman bencana, menurunkan kapasitas selama dan setelah peristiwa
bencana. (not yet finished)

Kemiskinan merupakan faktor penyebab bencana yang paling utama. Faktor lain dapat
diperlemah seandainya penduduknya tidak miskin, dimana mereka lebih gesit menghindari
daerah yang rawan bencana. Kemiskinan pulalah yang menyebabkan penduduk menempati
daerah yang rawan bencana. Penduduk miskin di Indonesia pada tahun 1999 mencapai 48 juta
jiwa, menurun menjadi 37,3 juta pada tahun 2003, dan diakhir Februari 2004 berkurang menjadi
36,1 juta.

Berdasarkan pengamatan, terdapat hubungan yang nyata antara pertambahan kehilangan (nyawa
dan harta) akibat suatu bencana dengan pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk yang
cepat (saat ini masih mencapai 1,49%) akan memaksa penduduk menempati tempat yang tidak
aman dari bencana. Pertumbuhan penduduk berarti menambah persaingan memperoleh
sumberdaya dan kesempatan kerja, sehingga sering mengundang konflik. Konflik biasanya
diikuti dengan migrasi dan pengungsian.

Pertumbuhan penduduk yang cepat dan migrasi terkait dengan fenomena urbanisasi yang cepat,
yang menjadi ciri di negara berkembang. Pada tahun 2000, laju urbanisasi daerah perkotaan di
Indonesia mencapai 5,75%. Penduduk pedesaan yang miskin dan kurang keterampilan serta
pengetahuan mengadu nasib ke metropolitan untuk tujuan ekonomi dan keamanan. Kehidupan di
metropolitan yang keras membuat para urbanit tersisih ke tempat yang tidak aman dan sering
menjadi penyebab bencana kemanusiaan.
Transisi kultural dimana banyak perubahan tak terhindarkan yang terjadi di semua lapisan
masyarakat ternyata menambah kerawanan terhadap bencana. Pada masa transisi, sering disertai
gangguan akibat ketidakmerataan dan kesenjangan sosial dalam menyikapi mekanisme dan
teknologi. Transisi juga terjadi pada masyarakat yang nomaden kemudian menetap, penduduk
pedesaan yang berpindah ke perkotaan, dan penduduk pedesaan dan perkotaan yang berubah
tingkat perekonomiannya. Kebanyakan transisi terjadi pada masyarakat non industri ke industri.

Tujuan 2: Mencapai pendidikan dasar untuk semua


Pendidikan merupakan satu prasyarat dalam pengembangan manusia – untuk meluaskan pilihan
dan perwujudan potensi manusia. Pendidikan juga menjadi sumberdaya penting untuk
mengurangi kerentanan manusia. Peristiwa bencana sangat besar pengaruhnya dalam
menghambat proses pendidikan melalui banyak hal, misalnya: kematian dan luka-luka,
pergolakan sosial, kerusakan bangunan dan peralatan sekolah dimana kemudian sekolah tutup,
dan seringkali anak-anak tidak bersekolah dalam jangka waktu lama selama masa rehabilitasi
dan pemulihan karena keluarga membutuhkan mereka untuk membantu memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari. Kebanyakan dari anak-anak ini kemudian tidak mendapatkan kesempatan
untuk bersekolah lagi, memperdalam siklus yang hebat antara kurang pendidikan dan
kerentanan.

Penduduk rentan terhadap bencana karena kurang menyadari bahwa daerah yang ditempati
merupakan daerah berbahaya. Hal ini mungkin disebabkan kurangnya pengetahuan/nformasi.
Mereka kurang mematuhi syarat letak, bentuk, dan kekuatan bangunan di daerah rentan bencana.
Korban banyak jatuh karena tidak mengetahui prosedur dan jalur aman pengungsian.

Pada banyak kejadian gempabumi di seluruh dunia, bangunan sekolah yang tidak dibangun
berdasarkan standar tahan bencana ambruk/roboh, menyebabkan pendidikan dasar mundur ke
belakang.
* Skopje, Yugoslavia, 1963 – 44 sekolah hancur (57% jumlah gedung sekolah)
* El Asnam, Algeria, 1989 – 70-85 sekolah roboh dan rusak berat
* Pereira, Kolumbia, 1999 – 74% sekolah rusak
* Xinjiang, China, 2003 – lusinan sekolah roboh
* Boumerdes, Algeria, 2003 – 130 sekolah mengalami kerusakan yang luas dan benar-benar
parah

Tujuan 3: Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan


Pada saat dan setelah bencana, perempuan memainkan peran utama dalam menyediakan bantuan
kepada keluarga dan masyarakat di dalam aktivitas pencegahan bencana. Mereka seringkali, tak
sebanding dan secara negatif dipengaruh oleh dampak bencana dan dapat juga menghadapi
kekerasan dalam rumah tangga dan eksploitasi sebagai akibat bencana. Perempuan sering
ditinggalkan dalam perencanaan formal dan pengambilan keputusan, dan terpinggirkan dari
otoritas masyarakat. Sedemikian, perhatian dan kebutuhan bagi mereka banyak sekali
dilewatkan, sebagaimana kontribusi pemikiran mereka sering pergi tak dikenali.

Tujuan 4: Menurunkan angka kematian anak


Bayi dan balita merupakan segmen yang paling rentan. Sebagai akibat dari bencana, terputus dan
hilangnya infrastruktur dasar (transportasi, komunikasi, pemerintahan), ketiadaan kebutuhan
darurat dan fasilitas pelayanan kesehatan, berjangkitnya wabah penyakit, dan kehilangan atau
kecelakaan pencari nafkah membuat anak-anak peka akan trauma fisik dan emosional.
Tujuan 5: Meningkatkan kesehatan ibu
Di dalam rumah tangga dimana kebutuhan dasar sulit dipenuhi, tekanan yang timbul setelah
bencana dapat menghilangkan kemungkinan perhatian maternal yang memadai sebagai akibat
kelangkaan sumberdaya yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sesaat. Apalagi,
dalam banyak kasus, ketidakadilan yang berbasis gender menempatkan perempuan pada kecilnya
akses ke pendapatan rumah tangga dan harta benda. Pengurangan resiko bencana mengupayakan
itu menjadi bagian isu gender sebagai permulaan yang harus diwujudkan dalam peningkatan
kesehatan ibu.

Tujuan 6: Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya


not yet finished

Tujuan 7: Memastikan kelestarian lingkungan hidup


Kebanyakan bencana diawali dengan degradasi lingkungan. Deforestasi mengakibatkan banjir.
Pembabatan hutan mangrove mengurangi daya tahan pantai terhadap badai dan gelombang
pasang. Kekeringan selain diakibatkan oleh faktor alam juga disebabkan oleh pola tanam yang
kurang baik, teknik konservasi yang jelek, erosi tanah yang tinggi, perumputan yang melebihi
batas, dan penggunaan air yang boros. Sebagai catatan, kerusakan hutan di Indonesia mencapai 2
juta hektar pertahun, yang meng-akibatkan kerugian sekitar Rp 83 milliar per hari atau Rp 30,3
triliun per tahun.

Tujuan 8: Mengembangkan suatu kemitraan global untuk pembangunan


not yet finished

Anda mungkin juga menyukai