Anda di halaman 1dari 11

BAB II

URAIAN UMUM TENTANG APOTEK

2.1 Pengertian Apotek


Menurut Peraturan Pemerintah No.25 Tahun 1980 yang dimaksud apotek
adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian, dan
penyaluran obat kepada masyarakat. Pekerjaan kefarmasian yang dimaksud
adalah pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran,
Menurut Kepmenkes RI Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002, definisi apotek
adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan
penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat

2.2 Tugas dan Fungsi Apotek


Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 25 tahun 1980, apotek memiliki
tugas dan fungsi sebagai :
1) Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah
atau janji.
2) Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk,
pencampuran, serta penyerahan obat atau bahan obat.
3) Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang
diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.

2.3 Persyaratan Apotek


Menurut Kepmenkes RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang
ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek Bab IV pasal 6, pendirian sebuah
apotek harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1) Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerja sama
dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan, harus telah siap
dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan
farmasi lainnya, yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.
2) Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan sarana kegiatan
pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi.
3) Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lain diluar sediaan
farmasi.

2.4. Lokasi
Yang dimaksud dengan lokasi apotek adalah tempat bangunan apotek
didirikan. Lokasi apotek yang baru atau perpindahan suatu apotek, jumlah dan
jarak minimal antar apotek ditetapkan oleh Menteri kesehatan c.q Direktur
Jenderal atas usul Kepala Kantor Wilayah propinsi setempat. Penentuan lokasi
harus mempertimbangkan segi penyebaran dan pemerataan pelayanan kesehatan,
jumlah penduduk, jumlah dokter yang berpraktek, sarana pelayanan kesehatan
lainnya, higiene lingkungan, dan faktor-faktor lain yang terkait (Depkes RI,
1981). Setelah adanya otonomi daerah, maka faktor jarak sudah tidak
dipermasalahkan lagi.

2.5 Bangunan
Bangunan apotek adalah gedung atau bagian gedung yang dipergunakan
untuk mengelola apotek. Bangunan apotek harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
1) Bangunan apotek mempunyai luas sekurang-kurangnya 50 m² terdiri dari
ruang tunggu, ruang peracikan dan penyerahan resep, ruang administrasi,
ruang laboratorium pengujian sederhana, ruang penyimpanan obat, tempat
pencucian alat, dan toilet (WC).
2) Bangunan apotek harus memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut :
a. Dinding harus kuat dan tahan air, permukaan sebelah dalam rata, tidak
mudah mengelupas, dan mudah dibersihkan.
b. Langit-langit harus terbuat dari bahan yang tidak mudah rusak, dan
permukaan sebelah dalam berwarna terang.
c. Atap tidak boleh bocor, terbuat dari genteng, sirap, atau bahan lain yang
memadai.
d. Lantai tidak boleh lembab, terbuat dari ubin, atau bahan lain yang
memadai.
3) Bangunan apotek harus memiliki ventilasi dan sanitasi yang baik, serta
memenuhi persyaratan higiene lainnya.
4) Apotek harus memiliki sumber air yang memenuhi persyaratan kesehatan.
5) Harus adanya penerangan yang cukup, sehingga dapat menjamin pelaksanaan
tugas dan fungsi apotek dengan baik.
6) Harus ada alat pemadam kebakaran sekurang-kurangnya dua buah, dan masih
berfungsi dengan baik.
7) Apotek harus memasang papan nama yang terbuat dari papan,
seng, atau bahan lain yang memadai dengan ukuran minimal panjang 60 cm,
lebar 40 cm dengan tulisan hitam di atas dasar putih, tinggi huruf minimal 5
cm, dan tebal 5 mm. Papan nama harus memuat nama apotek, nama
Apoteker Pengelola Apotek (APA), nomor Surat Izin Apotek (SIA), alamat
dan nomor telepon apotek.

2.6 Perlengkapan Apotek


Menurut Kepmenkes RI No. 278 tahun 1981, yang dimaksud dengan
perlengkapan apotek adalah semua peralatan yang dipergunakan untuk
melaksanakan pengelolaan apotek. Pada bab IV pasal 7 Kepmenkes RI No. 278
tahun 1981, suatu apotek harus memiliki perlengkapan sebagai berikut :
1) Alat pembuatan, pengolahan, dan peracikan
2) Perlengkapan dan alat penyimpanan perbekalan kesehatan di bidang farmasi
3) Tempat penyimpanan khusus untuk narkotika
4) Tempat penyimpanan khusus untuk racun
5) Alat dan perlengkapan laboratorium
6) Kumpulan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan apotek
7) Farmakope Indonesia dan Ekstra Farmakope Indonesia edisi terbaru serta
buku lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

2.7 Perbekalan Kesehatan di Bidang Farmasi


Menurut Kepmenkes No. 1332 tahun 2002 yang dimaksud dengan
perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan. Apotek berkewajiban untuk menyediakan,
menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan yang
keabsahannya terjamin. Sediaan farmasi yang karena suatu hal tidak dapat
digunakan lagi atau dilarang digunakan, harus dimusnahkan dengan cara dibakar
atau ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri (Depkes RI,
2002). Perbekalan farmasi yang disalurkan oleh apotek meliputi obat, bahan obat,
obat asli Indonesia (obat tradisional), bahan obat asli Indonesia, alat kesehatan,
dan kosmetika. Apotek harus menyediakan perbekalan kesehatan di bidang
farmasi yang berupa obat dan bahan obat yang didasarkan pada daftar obat
esensial untuk puskesmas dan rumah sakit tipe D (Depkes RI, 1981).
Dalam Permenkes No.26 tahun 1981 dinyatakan bahwa apotek
berkewajiban untuk menyimpan dan menyalurkan perbekalan farmasi yang
bermutu baik. Ini berarti bahwa perbekalan farmasi yang tersedia di apotek harus
berasal dari pabrik farmasi, pedagang besar farmasi, apotek, atau sarana distribusi
resmi lainnya. (Depkes RI, 1981)
Penyimpanan obat-obat golongan narkotika dan psikotropika di apotek
harus di dalam lemari khusus yang terpisah dari penyimpanan obat-obat golongan
lain. Pengelolaan obat-obatan golongan narkotika dan psikotropika termasuk
pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan pemusnahannya memiliki peraturan
perundang-undangan tersendiri.

2.8 Ketenagaan di Apotek


Berdasarkan Kepmenkes No. 1332 tahun 2002, apotek harus memiliki
tenaga kesehatan yang terdiri dari Apoteker Pengelola Apotek (APA), apoteker
pendamping (jika diperlukan), dan Asisten Apoteker (AA). Suatu apotek harus
memiliki seorang apoteker pengelola apotek yang dibantu oleh sekurang-
kurangnya seorang asisten apoteker. Jika APA berstatus sebagai pegawai negeri
atau ABRI, maka harus ada apoteker pendamping, atau asisten apoteker kepala.
Dalam Kepmenkes No. 1332 tahun 2002 disebutkan bahwa apabila APA
berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, maka APA dapat
menunjuk apoteker pendamping, serta bila APA dan apoteker pendamping karena
hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA dapat menunjuk apoteker
pengganti. Penunjukkan tersebut harus dilaporkan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/ Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Propinsi setempat.
1) Apoteker Pengelola Apotek (APA)
Menurut Permenkes RI No. 26 tahun 1981, Apoteker Pengelola Apotek
(APA) adalah apoteker yang telah diberi izin oleh Menteri Kesehatan RI untuk
mengelola apotek di suatu tempat tertentu. Menurut Kepmenkes RI No. 1332
tahun 2002 APA adalah apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek (SIA).
Sedangkan apoteker adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus dan telah
mengucapkan sumpah jabatan apoteker, mereka yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku berhak untuk melakukan pekerjaan
kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker (Depkes RI, 2002).
Menurut Permenkes RI No. 922/MENKES/PER/X/1993, Bab III pasal 5,
untuk menjadi Apoteker Pengelola Apotek (APA) harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
a. Warga Negara Indonesia (WNI)
b. Ijazahnya telah terdaftar pada Departemen Kesehatan R.I.
c. Telah mengucapkan sumpah/janji sebagai apoteker.
d. Memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dari Menteri Kesehatan RI.
e. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan
tugasnya sebagai apoteker.
f. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi, dan tidak menjadi Apoteker
Pengelola Apotek (APA) di apotek lain.
Dalam melaksanakan pengabdian profesi berdasarkan keilmuan, tanggung
jawab, dan etika profesi, maka apoteker mempunyai fungsi dan peran sebagai :
1) Penanggung jawab teknis kefarmasian di apotek sesuai dengan keilmuannya,
yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan distribusi obat, bahan obat, dan
obat tradisional. Sebagai penanggung jawab teknis kefarmasian, apoteker
berperan dalam mengawasi pelayanan resep, mengawasi mutu obat yang
dijualnya, memberikan pelayanan informasi obat, serta membuat laporan-
laporan mengenai obat-obat khusus seperti narkotika, psikotropika, dan lain-
lain. Selain itu apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan, dan
menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya
terjamin.
2) Pemimpin atau manajer di apotek yang harus dapat mengelola apotek dengan
baik. Apoteker dituntut untuk memiliki kemampuan manajerial yang baik,
yaitu keahlian dalam menjalankan prinsip-prinsip ilmu manajemen, yang
meliputi kepemimpinan (leading), perencanaan (planning), pengorganisasian
(organizing), pelaksanaan (actuating), dan pengawasan (controlling).
(Hartono, 2003).
2) Asisten Apoteker (AA)
Menurut Permenkes No. 1332 tahun 2002 yang dimaksud dengan Asisten
Apoteker (AA) adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai asisten apoteker.
Menurut Kepmenkes No. 279 tahun 1981 disebutkan bahwa persyaratan
bagi seorang Asisten Apoteker (AA) nadalah :
a. Memiliki surat izin kerja sebagai Asisten Apoteker (AA).
b. Telah mengucapkan sumpah atau janji sebagai Asisten Apoteker (AA).
c. Memenuhi persyaratan kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan
tugasnya.
d. Memiliki pengetahuan dan keterampilan sebagai Asisten Apoteker (AA).

2.9 Pengelolaan Apotek


Pengelolaan apotek meliputi :
1) Bidang pelayanan kefarmasian
2) Bidang material
3) Bidang administrasi dan keuangan
4) Bidang ketenagaan
5) Bidang lain yang berkaitan dengan tugas dan fungsi apotek

2.9.1 Bidang Pelayanan Kefarmasian


Menurut Kepmenkes RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002, apotek wajib
melayani resep dari dokter, dokter gigi, dan dokter hewan sesuai dengan tanggung
jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat.
Apoteker tidak diizinkan untuk mengganti obat generik yang tertulis pada
resep dengan obat paten. Apabila pasien tidak mampu membeli obat yang tertulis
pada resep, maka apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter untuk memberikan
obat lain yang berkhasiat sama, tetapi harganya terjangkau oleh pasien. Kemudian
bila menemukan kekeliruan atau ketidakjelasan dalam resep, maka apoteker wajib
berkonsultasi dengan dokter penulis resep.
Berdasarkan Kepmenkes RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002 yang
dimaksud dengan pengelolaan apotek dalam bidang pelayanan kefarmasian
meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1) Pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran,
penyimpanan, dan penyerahan obat atau bahan obat.
2) Pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan penyerahan perbekalan farmasi
lainnya.
3) Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi.

2.9.2 Bidang Material


Pengelolaan apotek bidang material meliputi pengelolaan perbekalan
farmasi, bangunan, dan perlengkapan kefarmasian lainnya. Perbekalan farmasi
yang disalurkan oleh apotek meliputi obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat
kesehatan, kosmetika, dan sebagainya.
Apotek berkewajiban untuk menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan
perbekalan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin. Ini berarti
perbekalan farmasi yang tersedia harus berasal dari sumber-sumber yang resmi.
Perbekalan farmasi yang tidak dapat digunakan lagi atau dilarang
digunakan harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam. Proses
pemusnahan harus dihadiri oleh pejabat/petugas yang berwenang serta satu orang
wakil dari apotek. Pemusnahan ini harus dibuatkan Berita Acara Pemusnahannya
(BAP) yang dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas
Kesehatan Propinsi, dan Balai POM setempat.
Perbekalan farmasi harus disimpan di tempat yang aman, tidak terkena
sinar matahari secara langsung, bersih, dan tidak lembab, serta disusun secara
alfabet, dan berdasarkan bentuk sediaan. Setiap barang diberi kartu stok untuk
catatan pemasukan dan pengeluaran barang. Sistem penyimpanan barang
mengikuti sistem FIFO (First In First Out), yaitu barang yang masuk terlebih
dahulu, akan dikeluarkan terlebih dahulu juga.. Pemeriksaan jumlah dan kondisi
barang (Stock Opname) dilakukan setiap akhir tahun, khusus untuk obat-obat
narkotika dan psikotropika dilakukan setiap bulan (Hartono, 2003).
Untuk penyimpanan obat-obat golongan narkotika dan psikotropika harus
disimpan dalam tempat penyimpanan khusus yang terpisah dari penyimpanan
obat-obat golongan lain. Pengelolaan obat-obat golongan narkotika dan
psikotropika meliputi pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan pemusnahannya
dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.9.3 Bidang Administrasi dan Keuangan


Pengelolaan administrasi di apotek mencakup administrasi pengadaan,
penerimaan, peracikan, penyimpanan, penyerahan obat, keuangan, pemusnahan
perbekalan farmasi, dan penyaluran obat ke konsumen. Administrasi pengadaan,
penyimpanan, dan penggunaan obat-obat golongan narkotika dan obat keras
tertentu dilakukan secara khusus. Pengelolaan administrasi diperlukan sebagai
bahan pertimbangan dalam perencanaan kegiatan apotek yang akan dilakukan
pada waktu yang akan datang, sehingga apotek dapat berfungsi sebagai pelayanan
kesehatan di bidang obat secara optimal.
Pengelolaan administrasi keuangan meliputi administrasi pembelian,
penjualan, personalia, dan pembukuan keuangan. Pengelolaan keuangan ini
memerlukan perencanaan dan penanganan yang baik dan cermat sehingga
penggunaan dana dapat berjalan dengan baik, dan menghasilkan keuntungan yang
besar (Hartono, 2003).

2.9.4 Bidang Ketenagakerjaan


Tenaga kerja di apotek pada dasarnya terdiri dari 2 bagian, yaitu :
1) Tenaga farmasi, yaitu apoteker dan asisten apoteker yang bertugas melakukan
pekerjaan kefarmasian.
2) Tenaga non farmasi, yaitu tenaga kerja yang membantu pelaksanaan
pengelolaan apotek, misalnya administrasi umum, administrasi keuangan,
pekarya, sopir, dan pekerja lainnya.
Setiap tenaga kerja mempunyai wewenang dan tanggung jawab sesuai
dengan pembagian tugasnya. Masing-masing bagian tidak dapat bekerja secara
sendiri-sendiri namun memerlukan kerjasama antara satu dengan yang lainnya
dalam mencapai tujuan bersama. Dalam hal ini apoteker berperan penting dalam
menyusun sistem kerja dan mengorganisir setiap tenaga kerja agar dapat
memberikan hasil yang optimal (Hartono, 2003).

2.10 Pengelolaan Narkotika dan Psikotropika


Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI)Nomor 9 Tahun
1976 Tentang Narkotika pasal 5 ayat 1, menyatakan bahwa Menteri Kesehatan
memberikan izin kepada apotek untuk membeli, menyediakan, memiliki, atau
menyimpan untuk persediaan, menguasai, menjual, menyalurkan, menyerahkan,
mengirimkan dan membawa atau mengangkut dan menggunakan narkotika untuk
kepentingan pengobatan. Apotek dilarang untuk mengulangi menyerahkan obat-
obat narkotika atas dasar resep yang sama dari seorang dokter atau atas dasar
salinan resep (Depkes RI, 1976).
Dalam UU No. 22 tahun 1997 tentang narkotika dan UU No. 5 tahun 1997
tentang psikotropika, dinyatakan bahwa penyerahan obat-obat narkotika dan
psikotropika hanya dapat dilakukan oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, balai
pengobatan, dan dokter. Penyerahan obat-obat psikotropika oleh apotek, rumah
sakit, puskesmas, dan balai pengobatan hanya dapat dilakukan berdasarkan resep
dokter.
Penyimpanan obat-obat narkotika menurut Permenkes No. 28 tahun 1978
dilakukan pada :
1) Tempat khusus untuk menyimpan obat-obat narkotika berupa lemari yang
dapat dikunci dengan baik
2) Tempat khusus tersebut harus memenuhi persyaratan :
a. Dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.
b. Harus mempunyai kunci yang kuat.
c. Tempat tersebut dibagi dua, masing-masing dengan kunci yang berlainan.
Bagian pertama untuk menyimpan morfin, petidin, dan garam-garamnya.
Bagian kedua untuk menyimpan persediaan obat-obat narkotika lainnya
yang akan dipakai sehari-hari
d. Jika tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari
40x80x100 cm, maka lemari tersebut harus dilekatkan pada tembok atau
lantai.
e. Lemari khusus tersebut tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang-
barang lain selain obat-obat narkotika, kecuali ditentukan lain oleh
Menteri Kesehatan.
f. Anak kunci dari lemari harus dikuasai oleh penanggung jawab apotek, atau
pegawai lain yang dikuasakan.
g. Lemari khusus tersebut disimpan di tempat yang aman dan tidak terlihat
oleh umum.
3) Untuk obat-obat narkotika yang rusak atau sudah tidak memenuhi syarat lagi,
maka pemegang izin khusus, atau apoteker pengelola apotek, dapat
memusnahkannya, dengan disaksikan oleh :
a. Petugas Badan POM untuk importir, pabrik farmasi, dan unit perdagangan
pusat.
b. Petugas Dinas Kesehatan, untuk pedagang farmasi penyalur narkotika, dan
unit pergudangan propinsi.
c. Petugas Dinas Kesehatan DT II, untuk apotek, rumah sakit, puskesmas,
dan dokter.
4) Pemusnahan obat-obat narkotika harus disertai dengan pembuatan berita acara
pemusnahannya paling sedikit rangkap tiga yang memuat :
a. Hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan.
b. Nama pemegang izin khusus, atau aspoteker pengelola apotek.
c. Nama seorang saksi dari pemerintah, dan seorang saksi lain dari
perusahaan atau badan tersebut.
d. Nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan.
e. Cara pemusnahan.
f. Tanda tangan penanggung jawab apotek/pemegang izin khusus dan saksi.
5) Berita acara pemusnahan obat-obat narkotika harus dikirimkan kepada Balai
POM dan Dinas Kesehatan setempat.
Apotek berkewajiban untuk menyusun dan mengirimkan laporan bulanan
mengenai pemasukan dan pengeluaran obat-obat narkotika dan psikotropika
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi, Kepala Balai Besar Pemeriksaan Obat dan
Makanan (BBPOM) setempat, dan dikumpulkan sebagai arsip.

Anda mungkin juga menyukai