Anda di halaman 1dari 32

Tugas individu

PERENCANAAN PENGAJARAN GEOGRAFI ( PPG )

DIBUAT OLEH :

ANDI EKA

A351 09 004

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI

JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TADULAKO

2011
RESUME KELOMPOK 1

A. Pengertian Kurikulum
1. Pengertian Kurikulum secara Etimologis
SWebster’s Third New International Distionery menyebutkan Curriculum
berasal dari kata curere dalam bahasa latin Currerre yang berarti :
a. Berlari cepat
b. Tergesa-gesa
c. Menjalani
Currerre dikatabendakan menjadi Curriculum yang berarti :
a. Lari cepat, pacuan, balapan berkereta, berkuda, berkaki
b. Perjalanan, suatu pengalaman tanda berhenti
c. Lapangan perlombaan, gelanggang, jalan
Menurut satuan pelajaran SPG yang dibuat oleh Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Kurikulum berasal dari bahasa Yunani yang berarti “jarak yang
ditempuh”.
2. Pengertian secara tradisional
Pertengahan abad ke XX pengertian kurikulum berkembang dan dipakai
dalam dunia pendidikan yang berarti “sejumlah plejaran yang harus ditempuh oleh
siswa untuk kenaikan kelas atau ijazah”. Pengertian tradisional ini telah diterapkan
dalam penyusunan kurikulum seperti Kurikulum SD dengan nama “Rencana
Pelajaran Sekolah Rakyat” tahun 1927 sampai pada tahun 1964 yang isinya sejumlah
mata pelajaran yang diberikan pada kelas I s.d. kelas VI.
3. Pengertian modern
a. Menurut Saylor J. Gallen & William N. Alexander
Dalam bukunya “Curriculum Planning” menyatakan Kurikulum adalah
“Keseluruhan usaha sekolah untuk mempengaruhi belajar baik berlangsung
dikelas, dihalaman maupun diluar sekolah”.
b. Menurut B. Ragan
Mengemukakan kurikulum adalah “Semua pengalaman anak dibawah tanggung
jawab sekolah”
c. Menurut Soedijarto,
Sebuah pengalaman Pemikiran Bagi Prosedur Perencanaan dan Pengembangan;
kurikulum Perguruan Tinggi, BP3K Departeman Pendidikan dan Kebudayaan
tahu 1975 ”Segala pengalaman dan kegiatan belajar yang direncanakan dan
diorganisir untuk diatasi oleh siswa/mahasiswa untuk mencapai tujuan pendidikan
yang telah ditetapkan bagi suatu lembaga pendidikan”.
Istilah kurikulum mempunyai berbagai macam arti jika kita telusuri maka akan
kita kenal berbagai macam kurikulum ditinjau dari berbagai aspek:
a. Ditinjau dari konsep dan pelaksanaannya, kita mengenal beberapa istilah
kurikulum sebagai berikut:
1) Kurikulum ideal, yaitu kurikulum yang berisi sesuatu yang ideal, sesuatu yang
dicita-citakan sebagaimana yang tertuang di dalam dokumen kurikulum
2) Kurikulum aktual, yaitu kurikulum yang dilaksanakan dalam proses pengajaran
dan pembelajaran. Kenyataan pada umumnya memang jauh berbeda dengan
harapan. Namun demikian, kurikulum aktual seharusnya mendekati dengan
kurikulum ideal. Kurikulum dan pengajaran merupakan dua istilah yang tidak
dapat dipisahkan. Kurikulum merujuk kepada bahan ajar yang telah
direncanakan yang akan dilaksanakan dalam jangka panjang. Sedang
pengajaran merujuk kepada pelaksanaan kurikulum tersebut secara bertahap
dalam belajar mengajar.
3) Kurikulum tersembunyi (hidden curriculum), yaitu segala sesuatu yang terjadi
pada saat pelaksanaan kurikulum ideal menjadi kurikulum faktual. Segala
sesuatu itu bisa berupa pengaruh guru, kepala sekolah, tenaga administrasi, atau
bahkan dari peserta didik itu sendiri. Kebiasaan guru datang tepat waktu ketika
mengajar di kelas, sebagai contoh, akan menjadi kurikulum tersembunyi yang
akan berpengaruh kepada pembentukan kepribadian peserta didik
b. Berdasarkan struktur dan materi mata pelajaran yang diajarkan, kita dapat
membedakan:
1) Kurikulum terpisah-pisah (separated curriculum), kurikulum yang mata
pelajarannya dirancang untuk diberikan secara terpisah-pisah. Misalnya, mata
pelajaran sejarah diberikan terpisah dengan mata pelajaran geografi, dan
seterusnya.
2) Kurikulum terpadu (integrated curriculum), kurikulum yang bahan ajarnya
diberikan secara terpadu. Misalnya Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan fusi
dari beberapa mata pelajaran sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, dan
sebagainya. Dalam proses pembelajaran dikenal dengan pembelajaran tematik
yang diberikan di kelas rendah Sekolah Dasar. Mata pelajaran matematika,
sains, bahasa Indonesia, dan beberapa mata pelajaran lain diberikan dalam satu
tema tertentu
3) Kurikulum terkorelasi (corelated curriculum), kurikulum yang bahan ajarnya
dirancang dan disajikan secara terkorelasi dengan bahan ajar yang lain.
c. Berdasarkan pengembangnya dan penggunaannya, kurikulum dapat dibedakan
menjadi:
1) Kurikulum nasional (national curriculum), yakni kurikulum yang disusun oleh
tim pengembang tingkat nasional dan digunakan secara nasional
2) Kurikulum negara bagian (state curriculum), yakni kurikulum yang disusun
oleh masing-masing negara bagian, misalnya di masing-masing negara bagian
di Amerika Serikat.
3) Kurikulum sekolah (school curriculum), yakni kurikulum yang disusun oleh
satuan pendidikan sekolah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
merupakan kurikulum sekolah. Kurikulum sekolah lahir dari keinginan untuk
melakukan diferensiasi dalam kurikulum
B. Kurikulum Rasmi atau Formal
Kurikulum formal ialah aktiviti pembelajaran yang nyata dan kemudian
dipraktikkan oleh murid-murid bersesuaian dengan kehendak isi pelajaran sebagaimana
yang dicadangkan oleh sesebuah sekolah. Kurikulum ini melibatkan segala bentuk aktiviti
sama ada di dalam bilik darjah atau di luar bilik darjah. Terdapat beberapa orientasi
dalam kurikulum rasmi atau formal iaitu:
1. Kurikulum Akademik
Isi kandungan kurikulum ini jenis ini berdasarkan isi kandungan daripada
perkara yang susah kepada senang dan daripada gambaran yang umum kepada
khusus. Mata pelajaran yang diajarkan adalah berdasarkan keperluan atau kehendak
Negara-negara tertentu seperti Sains, Geografi, Sejarah, Bahasa Melayu, Bahasa
Inggeris dan lain-lain lagi.
2. Kurikulum Humanistik
Merupakan suatu kesedaran yang diperoleh daripada apa yang dipelajari oleh
pelajar-pelajar daripada mana-mana mata pelajaran. Mereka pasti akan merasa sesuatu
yang bermakna dan berharga kerana mereka akan dapat mencampurkan emosi, intelek
dan perlakuan dalam dirinya. Kurikulum berorientasi ini tidak tersusun, tetapi di
dalamnya terdapat kesedaran agama, moral dan rohani kepada murid-murid yang
sedia menghayatinya.
3. Kurikulum Teknologi
Kurikulum ini berasaskan kepada aliran sains, teknikal dan juga vokasional.
Mata pelajaran yang dipelajari meliputi pelbagai perkara dan ada yang merupakan
teras atau yang wajib. Untuk memasuki aliran ini, sekolah atau pusat-pusat pengajian
perlu menyediakan keperluan fizikal yang cukup bagi menarik minat murid-murid
mempelajarinya. Masa yang diperuntukkan hendaklah mencukupi dan murid-murid
perlu didedahkan kepada latihan dan praktikal bagi memudahkan proses
pembelajaran.
4. Kurikulum Berbidang Luas
Kurikulum ini mengkategorikan kumpulan mata pelajaran yang mempunyai
banyak persamaan. Misalnya, matapelajaran Bahasa Melayu, Bahasa Cina, Bahasa
Inggeris dan Bahasa Tamil mengandungi bacaan, lisan serta kefahaman diletakkan
dalam kumpulan atau bidang bahasa manakala sains dan geografi diletakkan dalam
bidang sains sosial.
5. Kurikulum Pengembangan Kognitif
Kurikulum orientasi ini cuba menghubungkaitkan unsure-unsur yang terdapat
dalam mata pelajaran atau pengalaman yang diterima aga mereka dapat
memanfaatkan dirinya dan juga orang lain. Pelajar bukan sahaja diajar menghafaz dan
lulus dalam peperiksaan tetapi juga supaya mereka boleh berfikir, menyelesaikan
masalah dan boleh membuat keputusan yang munasabah.
6. Kurikulum Pembangunan Masyarakat
Kurikulum ini mempunyai kaitan dengan sosio budaya persekitarannya.
Institusi pendidikan bukan sahaja dianggap sebagai tempat memberi pelajaran tetapi
juga sebagai pusat yang boleh memberi sumbangan kepada masyarakat. Sebagai
contoh, mata pelajaran Geografi, Ekonomi, Kajian Tempatan dan juga kerja-kerja
projek serta aktiviti yang dijalankan oleh murid-murid di luar sekolah secara tidak
langsung boleh mendekatkan murid-murid dengan kehidupan masyarakat.

C. Kurikulum Informal
Kurikulum informal ialah aktivitis pembelajaran yang nyata dan kemudian
dipraktikkan oleh individu di lingkungan keluarga dan masyarakat.
RESUME MATERI KELOMPOK 2
PERKEMBANGAN KURIKULUM TAHUN 1947-1968 MATA
PELAJARAN GEOGRAFI/IPS

A. Sejarah Kurikulum Indonesia

Sejarah kurikulum pendidikan di Indonesia kerap berubah setiap ada pergantian Menteri
Pendidikan, sehingga mutu pendidikan Indonesia hingga kini belum memenuhi standar mutu
yang jelas dan mantap. Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan
nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984,
1994, 2004, dan 2006. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya
perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan
bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan
secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua
kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD
1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam
merealisasikannya.

B. Rencana Pelajaran 1947

Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan.
Istilah kurikulum masih belum digunakan, sementara istilah yang digunakan adalah Rencana
Pelajaran yang dalam bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih popular ketimbang
curriculum (bahasa Inggris). Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis: dari
orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional.

Rentjana Pelajaran 1947, yang menjadi Kurikulum Pendidikan masa itu masih
dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan
yang pernah digunakan sebelumnya. Namun, ada penyesuaian dengan keadaan negara yang
telah merdeka, seperti ditetapkannya Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar satu-
satunya. Hal ini terkait dengan isu bangsa yang sedang mempertahankan kemerdekaan dari
Belanda. Patriotisme dan nasionalisme ditanamkan demi perjuangan tersebut. Adapun ciri
kurikulum 1947 ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

 Sifat kurikulum Separated Subject Curriculum (1946-1947). Hal ini mengacu pada
pemberian mata pelajaran yang antara satu mata pelajaran dengan yang lainnya tidak ada
keterkaitan sama sekali.
 Menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di sekolah.
 Jumlah mata pelajaran : Sekolah Rakyat (SR) – 16 bidang studi, SMP-17 bidang studi
dan SMA jurusan 19 bidang studi.

Oleh karena itu, kurikulum ini bisa dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan
kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang
merebut kemerdekan maka pendidikan sebagai development conformism lebih menekankan
pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar
dengan bangsa lain di muka bumi ini.

Asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan


sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum
diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan
jam pengajarannya, plus garis-garis besar pengajaran. Rencana Pelajaran 1947 mengurangi
pendidikan pikiran. Yang diutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan
bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap
kesenian dan pendidikan jasmani. 

C. Rencana Pelajaran Terurai 1952

Pada tahun 1952 kurikulum Indonesia mengalami penyempurnaan. Dengan berganti


nama menjadi Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Yang menjadi ciri dalam kurikulum ini
adalah setiap pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan
kehidupan sehari-hari. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu
mata pelajaran,” kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-
1995. Ketika itu, di usia 16 tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang,
Riau.
Kurikulum 1954 masih sama dengan kurikulum sebelumnya, yaitu Rencana Pelajaran
1947. Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau
Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral
(Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral,
kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar
lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
Ciri pada kurikulum 1964 yaitu memiliki tujuan pendidikan yaitu membentuk manusia
pancasila yang bertanggung jawab dengan memiliki sistem pancawardana atau lima aspek
perkembangan yaitu  perkembangan moral (kemasyarakatan), perkembangan inteligensi
(kecerdasan), perkembangan emosional artistik, perkembangan keprigelan dan perkembangan
jasmaniah. Materi yang diajarkan lebih kepada ilmu bumi, sejarah dan kewarganegaraan.

a) Kelebihan
Merujuk pada kelima aspek diatas, kurikulum 1964 itu dengan landasan pendidikan
moral, budi pekerti dan kewarganegaraan  dapat mencetak generasi bangsa dengan
pribadi dan moral yang luhur.
b) Kekurangan
Pengetahuan yang diberikan hanya ditekankan pada pelajaran pendidikan moral dan
kewarganegaraan saja sedangkan pengetahuan social dan kemasyarakatan tidak begitu
nampak pada pembelajarannya.

D. Kurikulum 1968

Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem
kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok
pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah: bahwa pemerintah
mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada
jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana (Hamalik,
2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan, dan jasmani.

Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya


perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa
pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus.

Kurikulum ini merupakan kurikulum terintegrasi pertama di Indonesia. Beberapa mata


pelajaran, seperti Sejarah, Ilmu Bumi, dan beberapa cabang ilmu sosial mengalami fusi
menjadi Ilmu Pengetahuan Sosial (Social Studies). Beberapa mata pelajaran, seperti Ilmu
Hayat, Ilmu Alam, dan sebagainya mengalami fusi menjadi Ilmu Pengetahun Alam (IPA)
atau yang sekarang sering disebut Sains.

Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan


UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968
bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila
sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral,
budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi
kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.

Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang
dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila
sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok
pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9.

Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. “Hanya memuat mata
pelajaran pokok-pokok saja,” katanya. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak
mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja
yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.

Dalam kurikulum tahuh 1968 mulailah tercetak secara explisit kata Pancasila dalam
sistem kurikulum kita, dengan disebutkannya bahwa Kelompok Pembinaan Jiwa Pancasila
terdiri dari mata pelajaran Pendidikan Agama, Pendidikan Kewargaan Negara, Pendidikan
Bahasa Indonesia dan Pendidikan Olahraga.

Kurikulum ini merupakan suatu peralihan menuju integritas kurikulum yang bertujuan
membentuk manusia pancasila sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berpedoman pada
pembukaan undang-undang dasar 1945 dan isi undang-undang dasar 1945. Kurikulum ini
dibagi dalam tiga kelompok besar, yaitu:

 kelompok pembinaan jiwa pancasila,


 kelompok pembinaan pengetahuan dasar
 kelompok pembinaan kecakapan.pembelajaran IPS lebih kepada ilmu bumi, sejarah dan
kemasyarakatan.
a) Kelebihan
Sesuai landasan dan tujuannya, kurikulum 1968 menurut saya dapat mempertinggi
mental, moral, budi pekerti dan memperkuat keyakinan agama peserta didik selain itu
jugga dapat mempertinggi kecerdasan dan keterampilan serta membentuk fisik yang kuat
dan sehat.
b) Kekurangan
Seperti halnya kurikulum 1964 kecendrungan terdapat hanya pada aspek moral, juga
pembentukan pribadi, yang hanya difokuskan secara individual saja akan tetapi
pengetahuan social tidak menjadi pengetahuan yang mendasar pada kurikulum ini.

Adapun ciri kurikulum ini adalah sebagai berikut:


 Sifat kurikulum correlated subject.
 Jumlah mata pelajaran SD-10 bidang studi, SMP-18 bidang studi (Bahasa Indonesia
dibedakan atas Bahasa Indonesia I dan II), SMA jurusan A-18 bidang studi.
 Penjurusan di SMA dilakukan di kelas II, dan disederhanakan menjadi dua jurusan, yaitu
Sastra Sosial Budaya dan Ilmu Pasti Pengetahuan Alam (PASPAL).

PERKEMBANGAN KURIKULUM TAHUN 1964-1968 MATA PELAJARAN


IPS/GEOGRAFI

Sejak diberlakukan kurikulum tahun 1964 sampai kurikulum 1968, program pengajaran
ilmu-ilmu sosial masih menggunakan cara-cara (pendekatan) tradisional. Ilmu sosial seperti
sejarah, geografi (ilmu bumi) dan ekonomi masih disajikan secara terpisah. Sejumlah ahli
menyadari bahwa sebenarnya sistem tersebut telah usang dan tidak relevan. Terkait dengan
pengembangan kurikulum IPS, seorang ahli pendidikan, guru besar pada IKIP Malang, Prof.
Dr. Soepartinah Pakasi, dapat dianggap sebagai penganut sosial studies yang pertama di
Indonesia.
Pada tahun 1968 beliau menerapkan pola pengajaran sosial studies pada sekolah
percobaan IKIP Malang yang dipimpinnya. Dalam penerapannya, guru-guru social studies di
sekolah-sekolah tersebut di samping diberi pedoman pelatihan keterampilan secara khusus
juga didampingi oleh sebuah regu dosen jurusan sejarah, geografi dan ekonomi.
 Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial dalam Kurikulum 1964
Kurikulum 1964 merupakan kurikulum terakhir yang dikeluarkan pada masa
pemerintahan Orde Lama. Pada saat Kurikulum Tahun 1964 terdapat pertentangan antara
kelompok komunis dengan rakyat Indonesia. Pertentangan itu kemudian berakhir dengan
kegagalan Partai Komunis Indonesia melawan kekuatan rakyat Indonesia yang gigih
mempertahankan kehidupan bangsa yang religius berdasarkan Pancasila. Dalam struktur
kurikulum pendidikan dasar tahun 1964 dikenal adanya dua kelompok mata pelajaran yakni
kelompok dasar dan kelompok cipta.
Kelompok dasar adalah kelompok yang terdiri atas sejumlah mata pelajaran yang
dianggap paling dominan dalam mengembangkan kepribadian siswa dan siswi sesuai dengan
kualitas yang diharapkan dalam tujuan pendidikan nasional. Mata pelajaran kelompok dasar
ini terdiri atas sejarah Indonesia dan geografi Indonesia. Kedua mata pelajaran ini memiliki
peran penting dalam membina kualitas siswa dan siswi sebagaimana yang diharapkan. Lebih-
lebih dalam suasana kehidupan politik bangsa baru yang memerlukan adanya identitas bangsa
yang kuat. Mata pelajaran kelompok cipta adalah kelompok mata pelajaran yang berkaitan
dengan kehidupan masyarakat di luar wilayah geografis Indonesia.
Mata pelajaran kelompok cipta ini terdiri atas sejarah dunia dan geografi dunia. Kedua
mata pelajaran ini merupakan bagian disiplin sejarah dan geografi yang mewakili pendidikan
ilmu-ilmu sosial yang dimaksudkan dalam pembahasan ini. Mata pelajaran sejarah dapat
memberikan landasan yang kuat karena mampu memberikan gambaran tentang
perkembangan dan dinamika kehidupan masyarakat di wilayah Nusantara. Sebagai contoh
keberadaan kerajaankerajaan di Nusantara dapat dijadikan dasar legitimasi yang kuat untuk
menyatakan keberadaaan bangsa Indonesia.
Demikian pula mata pelajaran geografi Indonesia yang dapat berperan sama dengan
sejarah Indonesia. Wilayah Republik Indonesia sebagai kelanjutan wilayah Hindia Belanda
merupakan sesuatu yang perlu dikenal dengan baik oleh generasi muda bangsa.
Keanekaragaman pulau-pulau dan jumlah pulau yang banyak dapat membangkitkan
kekaguman dan menjadi perekat bangsa. Dengan demikian, keberadaan mata pelajaran
sejarah Indonesia dan geografi Indonesia dapat memberikan sumbangan yang sama besar
dalam mengembangkan wawasan kebangsaan pada diri siswa dan siswi.
Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa kurikulum pendidikan Ilmu-ilmu social
dianggap penting. Tujuan pendidikan yang ingin dicapai dalam kurikulum mengindikasikan
bahwa pendidikan sejarah dan geografi tidak hanya diarahkan untuk membangun kesadaran
kebangsaan pada diri siswa dan siswi, namun juga dirumuskan dalam upaya mengembangkan
wawasan keilmuan yang cukup kuat. Artinya, mata pelajaran sejarah Indonesia, sejarah
dunia, geografi Indonesia, dan geografi dunia diajarkan untuk mengembangkan wawasan dan
cara berfikir yang sesuai dengan ciri khas kedua disiplin ilmu tersebut. Berbeda dengan
kurikulum pendidikan ilmu-ilmu sosial pada pendidikan dasar, pada kurikulum pendidikan
menengah istilah yang digunakan untuk struktur kurikulum adalah kelompok dasar dan
kelompok khusus. Kelompok dasar adalah kelompok mata pelajaran yang harus diambil
semua siswa dan siswi. Sedangkan kelompok khusus adalah mata pelajaran yang hanya
diambil oleh siswa dan siswi yang memasuki jurusan tertentu (pada waktu itu ada jurusan
alam, sosial, dan budaya). Mata pelajaran pada kelompok dasar meliputi sejarah Indonesia
dan geografi Indonesia. Sedangkan kelompok khusus adalah kelompok mata pelajaran yang
merupakan pendalaman pada jurusan tertentu, seperti jurusan lmu sosial mempelajari mata
pelajaran sejarah dunia, geografi dunia dan ekonomi.
Jadi untuk kurikulum 1964 pada pendidikan menengah mata pelajaran sejarah, ekonomi
dan geografi merupakan perwakilan pendidikan ilmu-ilmu sosial. Hal ini, sejalan dengan
pendapat beberapa ahli pendidikan ilmu-ilmu sosial, di antaranya Scriven. Scriven (1964:90)
menulis bahwa sejarah, geografi, dan psikologi dapat dijadikan dasar untuk mengembangkan
pendidikan ilmu-ilmu sosial yang bersifat korelatif dan integratif. Scriven juga
mengemukakan bahwa geografi memiliki ruang lingkup kajian mengenai distribusi
keruangan manusia dan pengaruhnya dalam skala besar terhadap dunia sehingga berbagai
konsep, generalisasi, dan teori dari disiplin lain dapat dikembangkan di atasnya.
Suatu hal yang jelas, secara resmi suasana politik di Indonesia pada saat Kurikulum
1964 dikembangkan tidak menginginkan adanya pengaruh Amerika Serikat. Semangat politik
bangsa Indonesia yang didominasi oleh ajaran MANIPOL-USDEK serta sikap anti Barat
(terutama Amerika Serikat) tidak menghendaki adanya pengaruh tersebut. Apalagi pengaruh
dalam pendidikan yang merupakan sesuatu yang peka dan menentukan kehidupan masyarakat
dan bangsa pada masa depan dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Faktor
lain yang turut berpengaruh dalam status pendidikan ilmu-ilmu sosial di Indonesia saat itu
adalah perkembangan ilmu-ilmu sosial di tingkat perguruan tinggi di Indonesia masih
terbelakang.
Perguruan tinggi negeri dan swasta di Indonesia meskipun banyak jumlahnya, namun
ilmu-ilmu sosial belum banyak mendapat perhatian kecuali pada ekonomi. Anthropologi
masih merupakan barang langka di banyak perguruan tinggi. Demikian pula sejarah,
sosiologi, politik, dan geografi. Dengan demikian tuntutan akademik terhadap kurikulum
sekolah di bawahnya, terutama pendidikan dasar dan menengah, belum kuat. Kenyataan lain
adalah perhatian utama para pengambil keputusan kurikulum, (pada waktu itu dikembangkan
oleh Departemen Pendidikan Dasar dan Menengah) belum mendasarkan diri pada
pengembangan keilmuan yang lebih luas. Selain itu, kenyataan di lapangan dan teori
menunjukkan bahwa pengembangan kurikulum di tingkat persekolahan tidak selalu harus
diupayakan untuk pengembangan keilmuan yang masih langka.
Oleh karena itu mudah dipahami disiplin ilmu-ilmu sosial lain belum mendapat tempat
dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Realitas lain adalah dampak kurikulum
yang demikian bagi persiapan siswa dan siswi untuk pendidikan lanjutan di perguruan tinggi
belum merupakan masalah besar. Tuntutan yang diajukan perguruan tinggi mengenai
dasardasar keilmuan apa saja yang harus dikuasai siswa dan siswi di MA/SMA belum kuat
dan jelas (sebetulnya sampai sekarang pun tuntutan itu tidak pernah jelas). Fakultas-fakultas
yang ada di perguruan tinggi tidak mengajukan persyaratan yang jelas mengenai mata
pelajaran yang harus dipelajari siswa dan siswi di MA/SMA dan sejauh mana mereka harus
menguasai mata pelajaran tersebut sebagai persyaratan masuk ke fakultas tertentu.
 Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial dalam Kurikulum 1968
Sejalan dengan perkembangan politik bangsa pada saat itu, Kurikulum Tahun 1964
mengalami perubahan dengan terbitnya Kurikulum Tahun 1968. Dalam Kurikulum Tahun
1968 untuk pendidikan dasar dan menengah, pendidikan ilmu sosial masih tetap diwakili oleh
pendidikan sejarah, geografi, dan ekonomi. Perubahan nama dari kurikulum sebelumnya
adalah nama mata pelajaran civics pada kurikulum 1964 diubah menjadi kewarganegaraan.
Beberapa waktu kemudian diubah menjadi Pendidikan Moral Pancasila dan terakhir disebut
dengan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).
Kedudukan pendidikan ilmu sosial dalam Kurikulum 1968 tidak berubah dari
kurikulum sebelumnya. Pendidikan sejarah Indonesia dan geografi Indonesia masih dalam
mata pelajaran kelompok dasar, sedangkan ilmu sosial yang lain masuk dalam kelompok
cipta atau khusus.
RESUME MATERI KELOMPOK 3

PERKEMBANGAN KURIKULUM TAHUN 1975 MATA


PELAJARAN GEOGRAFI/IPS
Kurikulum tahun 1975, awal dikembangkanya kurikulum oleh pusat pengembangan
kurikulum. kalau pada kurikulum sebelunmya disebutkan nama-nama displin ilmu-ilmu
sosial sebagai nama mata pelajaran, maka dalam kurikulum 1975 digunakan nama ilmu
pengetahuan sosial (ips). Ips smp ditunjang oleh mata pelajaran geografi dan kependudukan,
sejarah dan ekonomi koperasi. Ips sma mencangkup geografi dan kependudukan, sejarah,
antropologi budaya, ekonomi kperasi, tata buku dan hitung dagang.
Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.
079/10/1975 didirikan Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan yang bertugas
:
1. Merumuskan prinsip penyempurnaan dan pengembangan kurikulum, prasarana dan
sarana pendidikan dan kebudayaan pada semua jenis dan jenjang pendidikan.
2. Menetapkan program dan kegiatan pengembangan kurikulum, prasarana dan sarana
serta menetapkan persyaratan yang diperlukan dalam menyelenggarakan kegiatan
pengembangan kurikulum, prasarana dan sarana pendidikan dan kebudayaan
3. Mengikuti dan mengamankan penyelenggaraan dan pengembangan semua kegiatan
serta unit-unit perencanaan dan penyusunan Kurikulum dan sarana pendidikan dan
kebudayaan dalam lingkungan Departemen
4. Menilai semua kegiatan perencanaan, penyusunan dan pengembangan kurikulum
dan sarana pendidikan dan kebudayaan baik yang diselenggarakan sendiri maupun
yang diselenggarakan oleh unit-unit lainnya dalam lingkungan Departemen.
Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 menggunakan pendekatan-
pendekatan di antaranya sebagai berikut :
 Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti
dan peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.
 Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah
kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk
tingkah laku siswa.
 Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon
(rangsang-jawab) dan latihan (drill).
Pembakuan Kurikulum 1975, pada dasarnya dilakukan untuk penyempurnaan
Kurikulum 1968. Tujuan pendidikan berdasarkan Kurikulum Baku 1975 dirumuskan
berdasarkan Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973b tentang, GBHN 1973 yaitu membentuk
mausia pembangunan yang ber-Pancasila, manusia yang sehat jasmani dan rohaninya,
memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kratifitas dan
tanggungjawab. Kurikulum Sekolah Dasar 1975 berorientasi kepada tujuan dengan menganut
prinsip-prinsip fleksibelitas program, efisiensi dan efektifitas, kontinuitas, dan pendidikan
seumur hidup.
Kurikulum 1975 hingga menjelang tahun 1983 dianggap sudah tidak mampu lagi
memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan
sidang umum MPR 1983 yang produknya tertuang dalam GBHN 1983 menyiratakan
keputusan politik yang menghendaki perubahan kurikulum dari kurikulum 1975 ke
kurikulum 1984. Karena itulah pada tahun 1984 pemerintah menetapkan pergantian
kurikulum 1975 oleh kurikulum 1984.
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif.
“Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO
(management by objective). Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”,
yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk
umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-
mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian
apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran. Kurikulum ini menganut
pendekatan yang berorientasi kepada tujuan, pendekatan integrative, pendekatan sistem, dan
pendekatan ekosistem juga merupakan tonggak pembaharuan yang lebih nyata dan lebih
mantap dalam sistem pendidikan nasional yang  dimaksudkan mencapai keselarasan,
meningkatakan efisiensi dan efektifitas pengajaran, meningkatkan mutu lulusan pendidikan
dan meninggkatkan relevansi pendidikan dengan tuntutan masyarakat yang sedang
membangun.
 Kelebihan dari Kurikulum 1975. Berorientasi pada tujuan yang ingin dicapai artinya
bahwa semua komponen kurikulum diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional,institusional, kurikuler dan instruksional. kurikulum ini juga disesuaikan dengan
kebutuhan dan tuntutan masyarakat.
 Kekurangan dari Kurikulum 1975
Kurikulum ini hanya terdiri atas program pendidikan umum, akademis dan keterampilan saja
dan sudah dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, selain itu program sosialnya
tidak di terapkan secara khusus pemberian pengetahuan social hanya melengkapi
pengetahuan lain, adapun mata pelajaran IPS diberikan ketika anak duduk pada kelas tiga SD.
Dalam merencanakan struktur program kurikulum yang meliputi pengelompokan
program kurikulum, perbandingan bobot antara bidang studi (nama pengganti mata pelajaran)
untuk setiap jenjang, dan penataurutan penyajian program studi dari tahun pertama sampai
tahun terakhir (untuk SD kelas I sampai Kelas VI, untuk SLTP dari kelas I sampai kelas III,
dan untuk Sekolah Menengah dari Kelas I sampai kelas III), Puskur berangkat dari Prinsip-
prinsip berikut:
 Prinsip Fleksibilitas Program
Penyelenggaraan Pendidikan Keterampilan, misalnya harus mengingat faktorfaktor
ekosistem dan kemampuan untuk menyediakan fasilitas bagi berlangsungnya
program tersebut.
 Prinsip Efesiensi dan Efektifitas
Atas dasar prinsip efisiensi dan efektivitas inilah kurikulum 1975 memilih jumlah
jam pelajaran selama seminggu 36 jam dan 42 jam, karena pertimbangan bahwa
para murid dapat dituntut untuk bekerja lebih keras pada setiap jam yang tersedia,
dengan tetap memberikan kesempatan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang
lebih santai pada saat-saat tertentu. Oleh karena itu kegiatan-kegiatan belajar yang
sifatnya wajib dan akademis ditekankan pada hari Senin sampai dengan Jumat
sedangkan kegiatan-kegiatan pada hari Sabtu sifatnya pilihan wajib, ekspresif dan
rekreatif. Atas dasar prinsip ini juga disarankan agar setiap pelajaran hendaknya
tidak diberikan dalam 1 jam pelajaran saja untuk satu minggu, melainkan antara 2
jam dan sebanyak-banyaknya 3 jam pada setiap pertemuan. Sistem catur wulan
masih tetap digunakan tetapi dengan suatu pengertian yang akan menuntut guru
secara sistematis dan berencana mengatur kegiatan-kegiatanmengajar dalam
satuan-satuan catur wulan secara bulat. Bentuk usaha yang dilaksanakan adalah
agar waktu yang tersedia dapat dimanfaatkan secara optimal oleh murid dan guru
bagi kegiatan belajar mengajar yang efisien dan efektif. Prinsip ini juga akan
mempengaruhi penyusunan jadwal pelajaran setiap minggunya.
 Prinsip Pendidikan Seumur Hidup
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) menganut pendidikan prinsip
pendidikan seumur hidup. Ini berarti bahwa setiap manusia Indonesia diharapkan
untuk selalu berkembang sepanjang hidupnya dan di lain pihak masyarakat dan
pemerintah diharapkan untuk dapat menciptakan situasi yang menantang untuk
belajar. Prinsip ini mengandung makna, bahwa masa sekolah bukan satu-satunya
masa bagi setiap orang untuk belajar, melainkan hanya sebagian dari waktu belajar
yang akan berlangsung sepanjang hidup. Namun demikian kita menyadari bahwa
sekolah adalah tempat dan saat yang sangat strategis, bagi pemerintah dan
masyarakat untuk membina generasimuda dalam menghadapi masa depannya.

RESUME MATERI KELOMPOK 4

PERKEMBANGAN KURIKULUM GEOGRAFI TAHUN 1984

Kurikulum 1984 dicirikan  pada pemilihan materi pelajaran  yang esensial  dari
setiap bidang studi, ditambah materi-materi  pelajaran yang  dituntut  oleh  kemajuan 
ilmu  pengetahuan dan teknologi. Proses belajar  mengajar  menggunakan pendekatan
keterampilan proses (PKP), artinya : dalam menyajikan konsep-konsep yang esensial
mengacu kepada bagaimana siswa belajar agar  siswa  mampu  mengelola perolehannya
dan untuk itu siswa  diarahkan  dengan  belajar  aktif baik secara perorangan maupun
secara kelompok, sehingga siswa tersebut mampu memahami dan mebentuk konsep secara
sewajarnya.

Pendekatan yang kedua adalah pendekatan belajar tuntas. Artinya siswa telah 
menguasai seluruh konsep esensial dari ma-sing-masing mata pelajaran. Pada belajar 
tuntas  ada  tolok ukur ketuntasan  misalnya 66%-75% yang tidak tuntas diadakan remidi
dan yang tuntas berkelanjutan / pengayaan. Kedudukan  mata  pelajaran geografi di
sekolah SD masuk rumpun IPS, SLTP geografi  fisik  dan antariksa  menjadi IPBA masuk
IPA. Geografi  sosial ekonomi Indonesia dan geografi Regional Dunia masuk rumpun IPS,
begitu juga di SMA, kedudukan mata pelajaran geografi program inti tetapi di EBTA-kan.
A. Orientasi Pengembangan Kurikulum Geografi
Struktur  program  kurikulum untuk pendidikan memuat jumlah dan jenis  mata 
pelajaran  pokok,  serta  alokasi waktunya, di tingkat Sekolah Dasar, SMP maupun SMA
maupun Perguruan Tinggi. Agar struktur program  ini  sesuai  dengan harapan guru,
masyarakat,  dan  pemerhati  geografi  serta  memenuhi  syarat  untuk mencapai  tujuan 
pendidikan  maka  kurikulum  ideal  geografi antara lain harus memperhatikan :
a. Pokok-pokok  bahasan  yang ada pada Silabus menggambarkan pendekatan “Unified
Geography” menjadi kebersatuan unsur fisik/alam dengan sosial ekonominya.
b. Pokok-pokok bahasan diseleksi  dengan ketat  sesuai dengan objek  material  dan 
objek  formal  sehingga  materi sesuai dengan  alokasi  waktu yang tersedia untuk
menghindari terlalu banyaknya materi.
c. Memenuhi  tujuan  pendidikan  adalah  berbasis kompetensi, maka  penjabaran Silabus
menjadi bahan ajar tidak hanya berupa  fakta-fakta  tetapi  juga bersifat  problematik,
misalnya pertumbuhan  penduduk dengan pemukiman,  pertumbuhan penduduk  dengan
kemiskinan, itu berkaitan dengan kompetensi untuk menghadapi perubahan.
d. Memenuhi  tujuan  kompetensi  nilai  dan sikap maka materi ajar  berkaitan dengan
keseimbangan hukum alam, misalnya penggundulan  hutan,  curah hujan, banjir
kaitannya dengan kerusakan  lingkungan,  pertumbuhan  industri dengan kerusakan
ozon, keindahan alam,  keunikan  budaya, kebersihan merupakan bagian dari keimanan.
e. Kompetensi  akademik merupakan kompetensi yang diperoleh  dengan  penguasaan 
ilmu  geografi  dan pengembangan ilmu,  untuk  mencapai  kompetensi  tersebut,  guru 
harus pandai-pandai menggunakan pendekatan pengajaran yang sesuai, misalnya
pendekatan konstruktivistis, mengurangi penjelasan memperbanyak gambar dan proses
sehingga pembelajaran jadi bermakna.
f. Kompetensi Profesional untuk sekolah dasar dan menengah masih berupa embrio  yang 
berkaitan  dengan keterampilan dasar  untuk memecahkan masalah-masalah yang
berkait dengan kehidupan, hal ini dimulai dari mengenal dan menganalisis sifat gejala
alam dan gejala  kehidupan untuk dijadikan  pegangan  dalam  mengatur  ruang.
Misalnya mengatur halaman  sekolah,  menata ruang, merencanakan pembangu-nan
lingkungan  disekitanya.
g. Pada  struktur  program  dilengkapi  rincian  mata  pelajaran yang terpadu. Misalnya :
Sains (Fisika, Geografi, Biologi, Kimia), Ilmu Sosial (Ekonomi, Geografi).Usulan ini
untuk  menghindari  kesan pembunuhan mata pelajaran dan menuju perkembangan
yang demokratis.
h. Struktur  program  untuk SMA yang menggunakan pendekatan  “Subject  Matter” dan 
integrated  seperti  yang  dikembangkan  di Perguruan Tinggi  hendaknya  dilaksanakan
dengan nyata. 

Kurikulum pendidikan geografi dituntut peka dalam melihat perkembangan


kehidupann masyarakat ke depan dan dinamika model pengajaran yang lebih efektif.
Revitalisasi kurikulum pendidikan geografi harus dilandasai oleh filsafat konstruktivisme
untuk pengajaran yang bertujuan menghasilkan peserta didik profesional, pembelajar, dan
terampil dengan mengelaborasi basis wilayah lokal dalam pusaran tatanan global dan
nasional serta berorientasikan pada kapasitas untuk merespon kebutuhan lapangan
pekerjaan masa depan. Landasan revitalisasi kurikulum tersebut menjadi acuan konsep
dalam kurikulum terpadu pendidikan geografi. 

B. Hakikat Belajar Geografi


Keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran geografi perlu didukung oleh kondisi
pembelajaran yang menguasai pendekatan, strategi, metode teknik dan media, yang pada
akhirnya mampu menguasai teknologi informasi dan komunikasi yang berbasis spasial.
Selain penguasaan variasi pembelajaran tersebut, pengembangan materi geografi pada
kenyataan di lapangan menuntut antisipatif terhadap perubahan dinamika geosfer yang
menyesuaikan dengan kebutuhan siswa sebagai subjek dalam kehidupannya.
Pembelajaran geografi dapat menjadi wahana untuk mencapai tujuan pendidikan
secara umum yaitu meliputi aspek afektif, kognitif, maupun psikomotorik, dalam hal-hal
sebagai berikut :
1. Kemampuan yang berguna dan nilai praktis dalam hal membaca peta dan membuat peta.

2. Pengembangan pengetahuan yang bermanfaat, tentang letak suatu tempat dan


karakteristiknya untuk pemahaman peristiwa-peristiwa yang terjadi di tempat tersebut,
misalnya mengapa Jakarta selalu terkena banjir.

Dengan ‘pemaksaan’ memasukkan pelajaran geografi hanya pada program IPS,


pelajaran geografi di SMA/MA menjadi terpasung dan tidak utuh, tentunya hal tersebut
tidak sesuai dengan jati diri ilmu geografi. Objek material kajian geografi tidak hanya
pada sistem sosial atau lingkungan manusia (antoposfer) saja, tetapi justru yang lebih
besar  sebenarnya ada pada sistem fisik/lingkungan alami/ekologi (litosfer, biosfer,
pedosfer, hidrosfer, atmosfer). Geografi adalah ilmu holistik/integral, ilmu jembatan bagi
semua disiplin ilmu baik sosial maupun fisik, oleh karena itu seharusnya geografi
diberikan tidak hanya pada penjurusan program IPS saja, tetapi juga pada program IPA
bahkan pada program Bahasa, mengingat ilmu geografi sangat diperlukan bagi
pembangunan bangsa dan memupuk rasa cinta tanah air.

Rasa cinta tanah air dan semangat patriotik dapat dipupuk tidak hanya melalui
pelajaran sejarah atau pelajaran kewarganegaraan saja, tetapi dapat pula melalui pelajaran
geografi karena Kurikulum Geografi mengajarkan siswa memahami fenomena geografi
berfokus kepada negara Indonesia dan hubungannya dengan negara-negara lain supaya
dapat melahirkan siswa yang berilmu, bertanggungjawab, bersyukur dan mengenali serta
mencintai negara Indonesia dengan segala potensinya. Dengan demikian setiap siswa yang
mempunyai wawasan ke-geografian diharapkan mempunyai kemampuan :

a. Memberi pendapat secara kreatif dan kritis, mengenal pasti dan mengkaji segala
masalah  dari aspek geografi yang integralistik serta membuat keputusan dengan
bertanggungjawab.
b. Menjelaskan fenomena alam dan saling kaitannya dengan manusia berdasarkan
persebaran dan pola-pola yang terdapat di negara Indonesia dan negara-negara lain.
c. Mengenal pasti cara hidup dan budaya berbagai komunitas di negara lain serta
menghargai ciri-ciri persamaan dan perbedaan dengan negara Indonesia.
d. Menyadari keadaan saling ketergantungan dalam sistem alam, kegiatan ekonomi, sosial
dan politik antara satu negara dengan negara lain.
e. Menerangkan kondisi kegiatan manusia terhadap alam sekitar serta pentingnya
mengelola alam dan sumberdaya lainya dengan bertanggungjawab dan bijaksana.
RESUME MATERI KELOMPOK 5

PENGEMBANGAN KURIKULUM TAHUN 1994 MATA PELAJARAN

GEOGRAFI/ IPS

Kurikulum IPS Tahun 1994 adalah kurikulum yang akan digunakan pada tahun 1994.
Seperti kurikulum sebelumnya, nama tahun digunakan bagi suatu kurikulum untuk
menyatakan waktu mulai berlakunya. Sesuai dengan namanya, kurikulum ini mulai
digunakan pada tahun 1994, yaitu pada tahun ajaran 1994/1995. Dalam Keputusan
Mendikbud Nomor 060/U/1993 disebutkan bahwa pada jenjang pendidikan dasar terdapat
mata pelajaran yang disebut ilmu pengetahuan sosial (IPS) yang mencakup ilmu bumi,
sejarah (nasional dan umum), dan ekonomi. Walaupun kalangan iImuwan geografi tidak
sependapat dengan istilah ilmu bumi dan keduanya dianggap tidak sama, dalam kurikulum ini
yang dimaksudkan dengan ilmu bumi adalah geografi yang dikenal dalam kurikulum
sebelumnya. Selanjutnya, keputusan yang sama menunjukkan bahwa mata pelajaran IPS
memperhatikan pengertian dasar dari konsepkonsep pendidikan disiplin ilmu sosial yang
menjadi anggota IPS.

Kurikulum 1994  masih  seperti  kurikulum 1984/1985 menggunakan pendekatan


konsep esensial materi, pendekatan pembelajarannya CBSA dan keterampilan proses dengan
sistem cawu dan pendekatan tujuan pembelajaran. Kritik/kelemahan mata pelajaran geografi
kurikulum 1994 adalah:
1. Terlalu sarat  materi, suplemen 1999 berisi pengurangan pokok bahasan.
2. Materi kurang terfokus pada fenomena atau gejala permukaan  bumi  yang  nyata terkait
dengan wilayah dan kebutuhan hidup anak dalam masyarakat.
3. Pendekatan materi,  pendekatan  pembelajaran  serta  materi belum  sepenuhnya 
dipahami  penulis  buku, guru akibatnya materi  lebih  banyak berupa fakta, kurang kita
jumpai kasus dan pemecahan masalahnya
4. Kondisi  tersebut di atas menyebabkan pandangan  masyarakat  terhadap buku yang 
baik  adalah buku yang menyajikan materi yang lengkap maka buku SD, SLTP, SMA
tidak terlihat gradasinya.
5. Belum  terlihatnya  embrio  tiga  fungsi  ilmu  pengetahuan, mendeskripsikan,
meramalkan dan mengontrol dalam GBPP. Kurikulum 2004 lebih menekankan pada
aspek kompetensi siswa. Pada kurikulum ini geografi mempunyai lebih keleluasaan
dalam pembelajaranya di SMA/MA karena pelajaran geografi diajarkan tidak  hanya di
kelas X dan pogram IPS kelas XII dan XIII saja, tetapi juga diterapkan pada program
IPA kelas XI.

Ilmu pengetahuan sosial juga membahas hubungan antara manusia dengan


lingkungannya. Lingkungan masyarakat dimana anak didik tumbuh dan berkembang sebagai
bagian dari masyarakat, dihadapkan pada berbagai permasalahan yang ada dan terjadi di
lingkungan sekitarnya. Pendidikan IPS berusaha membantu peserta didik dalam memecahkan
permasalahan yang dihadapi sehingga akan menjadikannya semakin mengerti dan memahami
lingkungan sosial masyarakatnya (Kosasih, 1994).

Pada dasarnya tujuan dari pendidikan IPS adalah untuk mendidik dan memberi bekal
kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat,
kemampuan, dan lingkungannya, serta berbagai bekal siswa untuk melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi. Berdasarkan pengertian dan tujuan dari pendidikan IPS, tampaknya
dibutuhkan suatu pola pembelajaran yang mampu menjembatani tercapainya tujuan tersebut.
Kemampuan dan keterampilan guru dalam memilih dan menggunakan berbagai model,
metode dan strategi pembelajaran senantiasa terus ditingkatkan (Kosasih, 1994), agar
pembelajaran Pendidikan IPS benar-benar mampu mengondisikan upaya pembekalan
kemampuan dan keterampilan dasar bagi peserta didik untuk menjadi manusia dan warga
negara yang baik. Hal ini dikarenakan pengondisian iklim belajar merupakan aspek penting
bagi tercapainya tujuan pendidikan (Azis Wahab, 1986).

Karateristik mata pelajaran IPS SMA antara lain sebagai berikut.

1. Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan gabungan dari unsur-unsur geografi, sejarah,


ekonomi, hukum dan politik, kewarganegaraan, sosiologi, bahkan juga bidang
humaniora, pendidikan dan agama (Numan Soemantri, 2001).
2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS berasal dari struktur keilmuan
geografi, sejarah, ekonomi, dan sosiologi, yang dikemas sedemikian rupa sehingga
menjadi pokok bahasan atau topik (tema) tertentu.
3. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS juga menyangkut berbagai masalah
sosial yang dirumuskan dengan pendekatan interdisipliner dan multidisipliner.
4. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dapat menyangkut peristiwa dan
perubahan kehidupan masyarakat dengan prinsip sebab akibat, kewilayahan, adaptasi
dan pengelolaan lingkungan, struktur, proses dan masalah sosial serta upaya-upaya
perjuangan hidup agar survive seperti pemenuhan kebutuhan, kekuasaan, keadilan dan
jaminan keamanan (Daldjoeni, 1981).
5. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS menggunakan tiga dimensi dalam
mengkaji dan memahami fenomena sosial serta kehidupan manusia secara
keseluruhan. Ketiga dimensi tersebut terlihat pada tabel berikut.

Pola pembelajaran pendidikan IPS menekankan pada unsur pendidikan dan pembekalan
pada peserta didik. Penekanan pembelajarannya bukan sebatas pada upaya mencecoki atau
menjejali peserta didik dengan sejumlah konsep yang bersifat hafalan belaka, melainkan
terletak pada upaya agar mereka mampu menjadikan apa yang tekag dipelajarinya sebagai
bekal dalam memahami dan ikut serta dalam melakoni kehidupan masyarakat lingkungannya,
serta sebagai bekal bagi dirinya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Di sinilah sebenarnya penekanan misi dari pendidikan IPS. Oleh karena itu, rancangan
pembelajaran guru hendaknya diarahkan dan difokuskan sesuai dengan kondisi dan
perkembangan potensi siswa agar pembelajaran yang dilakukan benar-benar berguna dan
bermanfaat bagi siswa (Kosasih, 1994; Hamid Hasan, 1996).

Keputusan tersebut menunjukkan bahwa IPS sebagai suatu nama mata pelajaran pada
jenjang pendidikan dasar memiliki anggota disiplin ilmu yang sama dengan kurikulum
sebelumnya. Demikian juga kajian terhadap rancangan GBPP memperlihatkan bahwa
pendekatan pengajaran yang integratif hanya berlaku untuk jenjang pendidikan dasar di
MI/SD, sedangkan untuk jenjang pendidikan dasar di tingkat MTs/SMP pendekatan disiplin
ilmu terpisah (separated disciplinary approach) merupakan sesuatu yang tetap dominan.
Bahkan, dalam rancangan GBPP tersebut dinyatakan bahwa geografi, sejarah, dan ekonomi
masing-masing mendapatkan jatah 2 jam pelajaran per minggu. Artinya, GBPP IPS
MTs/SMP menyatakan bahwa tiap anggota kurikulum IPS itu bersifat mandiri dengan tujuan,
materi, dan juga jam pelajaran yang terpisah. Bentuk pengajaran yang terpisah dan
berdasarkan pendekatan disiplin ilmu itu terlihat secara jelas dalam setiap komponen GBPP
(tujuan, pengalaman belajar, dan materi). Tampak di setiap kelas dan setiap catur wulan
(system semester yang dianut Kurikulum 1984 diganti dengan satuan lama yaitu catur wulan,
berlaku untuk pendidikan dasar, MI/SD dan MTs/SMP, serta pendidikan menengah
MA/SMA).

Komponen-komponen kurikulum untuk ketiga disiplin itu dijejerkan sehingga secara


fisik terlihat dekat. Secara konseptual antara ketiganya tidak berhubungan. Dalam GBPP
disebutkan bahwa kondisi ideal mengajarkan IPS di MTs/SMP dan MA/SMA adalah setiap
disiplin ilmu dalam IPS diajarkan oleh guru yang berbeda. Hanya dalam kondisi yang tidak
memungkinkan ketiga disiplin tersebut diajarkan oleh guru yang sama. Anjuran yang
demikian tidak saja memperkuat kemandirian (ketiadaan hubungan antara ketiga disiplin itu
dalam satu kurikulum yang sama), tetapi juga menunjukkan bentuk pendidikan ilmuilmu
sosial yang diinginkan. Kiranya penggabungan ketiganya dalam satu kurikulum dengan nama
IPS pada jenjang pendidikan MTs/SMP hanya untuk menghilangkan kesan padatnya materi
kurikulum MTs/SMP dan untuk memperlihatkan keberhubungan semu dengan kurikulum IPS
di MI/ SD. Posisi kurikulum semacam ini kurang menguntungkan, bila pendidikan ilmu-ilmu.

RESUME MATERI KELOMPOK 6

LANDASAN FILOSOFIS KURIKULUM 2004 PENDIDIKAN IPS

Penetapan materi pendidikan IPS yang akan diberikan kepada siswa disusun dan
direncanakan sedemikian rupa yang memperhatikan teori dan konsep serta landasan filosofis,
akademik dan edukatif. Kesemuanya itu tentu saja akan diarahkan pada tujuan-tujuan yang
telah ditetapkan dalam pendidikan IPS. Ketika dilakukan penyusunan kurikulum pendidikan
IPS, langkah awalnya didasarkan pada penetapan landasan filsafat apa yang akan digunakan.
Tentunya pengambilan landasan filsafat ini akan mengacu pada berbagai pemikiran yaitu dari
segi pengembangan keilmuan itu sendiri, pengembangan siswa sebagai pribadi dan berbagai
tuntutan serta kebutuhan dalam masyarakat.

Perlu ditekankan bahwa landasan filosofis yang akan kita ambil harus sesuai dengan
corak budaya masyarakat kita yang tidak menempatkan keilmuan di atas segala-galanya
melainkan harus diimbangi dengan kesadaran dan ketakwaan kepada sang pencipta. Sehingga
filsafat pendidikan IPS berada diantara adagium “intellectus quaerens fidem” dan “fides
quaerens intellectum”.
Pendidikan IPS merupakan suatu synthetic antara disiplin ilmu pendidikan dan
disiplin ilmu sosial itu sendiri maka di dalam pengembangannya tidak saja didasarkan pada
pengembangan dari segi keilmuan semata melainkan diarahkan untuk tujuan pendidikan.
Teori dan konsep yang digunakan mengacu kepada teori dan konsep yang memiliki
relevansinya dengan segi kependidikan. Pada tahapkemudian dari segi penyajiannya harus
disesuaikan dengan landasan edukatif pendidikan IPS. Artinya materi yang diberikan harus
dilakukan proses penyederhanaan terlebih dahulu yang didasarkan pada pertimbangan-
pertimbangan psikologis ataupun faktor tingkat kematangan siswa.

Penyederhanaan pendidikan IPS diorganisir dan disiapkan sedemikian rupa dan


didasarkan pada tujuan yang hendak dicapai. Berdasarkan uraian tersebut di atas,
memperlihatkan bahwa semua faktor dan unsur-unsur yang terkandung dalam pendidikan IPS
semuanya bermuara kepada tujuan. Penetapan landasan filosofis, akademik dan edukatif serta
pengembangan teori dan konsep akan tergantung dari tujuan yang telahditetapkan. Dimana
tujuan dari pengembangan pendidikan IPS meliputi pengembangan intelektual, kemampuan
individual serta peranannya dalam masyarakat. Hal tersebut pada akhirnya akan dibangun
melalui suatu pondasi pendidikan IPS yang dirancang oleh keterkaitan yang signifikan antara
teori dan konsep serta landasan filosofis, akademik, dan edukatif dengan tujuannya.

Pengembangan kurikulum pendidikan IPS di Indonesia tidak terlepas dari landasan


filosofis yang mendasari pengembangan kurikulum tersebut. Landasan filosofis yang
dimaksud adalah landasan filosofis kependidikan atau lebih khusus.
RESUME MATERI KELOMPOK 7

Pengembangan kurikulum tahun 2006,

mata pelajaran geografi/ ips

A. Pengertian KTSP

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum yang dikembangkan


oleh dan dilaksanakan pada tiap-tiap satuan pendidikan. Dalam hal ini, sekolah diberi
keleluasaan untuk mengembangkan kurikulumnya. Namun demikian, tidak berarti sekolah
bebas tanpa batas untuk mengembangkan kurikulumnya. Dalam pelaksanaannya tetap
berpegang atau merujuk pada prinsip-prinsip dan rambu-rambu operasional standard yang
dikembangkan oleh pemerintah yang dituangkan dalam Paduan Penyusunan KTSP (BSNP,
Juni 2006) dan tetap merujuk pada Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standard Isi (SI)
yang telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri, yakni: Permen Nomor 23 Tahun 2006 untuk
Standar Kompetensi Lulusan, dan Permen Nomor 22 Tahun 2006 untuk Standar Isi dan
lampirannya.

    b.       Model Konsep Kurikulum KTSP

Dalam khazanah literatur kurikulum, setidaknya dikenal ada empat model konsep
kurikulum yaitu model kurikulum subjek akdemik, model kurikulum personal, model
kurikulum rekonstruksi sosial, dan model kurikulum teknologis. Kurikulum subjek akademik
berorientasi pada pembentukan manusia intelek. Materi pelajaran berupa ilmu pengetahuan,
sistem nilai yang dianggap baik dan harus disampaikan secara turun temurun. Proses
pendidikan adalah upaya transfer ilmu pengetahuan masa lampau yang diangga baik.
Keberhasilan pendidikan dilihat dari sejauh mana siswa menguasai bahan ajar yang
dipalajarinya.

Model kurikulum personal yaitu kurikulum yang berorientasi pada pengembangan


potensi siswa secara maksimal. Dalam kurikulum ini tidak ada materi standar, karena materi
disesuaikan dengan kebutuhan dan minat anak. Proses pembelajaran lebih banyak upaya
pembimbingan anak untuk menyalurkan minat dan perhatiannya. Evaluasi dilakukan untuk
melihat sejauh mana siswa merasa senang dalam menjalani aktivitas.

Kurikulum rekonstruksi social, adalah model kurikulum yang berorientasi pada


kepedulian sekolah untuk memecahkan permasalahan yang ada dimasyarakat. Isi pendidikan
berupa permasalahan yang ada dimasyarakat, untuk selanjutnya dibahas dan dipecahkan
dengan menggunakan khasanah keilmuan yang ada yang dipandang relevan untuk
memecahkan masalah. Metode pembelajaran lebih banyak pada upaya diskusi dan penilaian
dilakukan unutk mengetahui sejauh mana keterlibatan siswa dalam proses pemecahanmasalah
dan sejauh mana masalah mampu dipecahkan dalam proses pembelajaran.

Terakhir model kurikulum teknologis, yaitu kurikulum yang didasarkan pada


penggunaan metode ilmiah dalam penyusunan kurikulum dan isi kurikulum adalah ilmu
pengetahuan dan teknologi yang harus dikuasai untuk menghadapi kehidupan. Isi pendidikan
menekankan pada penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, proses pendidikannya berupa
transfer IPTEK, sedang evaluasi dilakukan untuk melihat sejauh mana IPTEK mampu
dikuasai oleh siswa. Ada dua jenis teknologi yang digunakan dalam jenis kurikulum ini yaitu
teknologi perangkat lunak dan teknologi perangkat keras.

Lalu, model konsep kurikulum yang manakah yang menjadi dasar pijakan kurikulum
KTSP? Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau disebut juga dengan kurikulum 2006,
pada dasarnya adalah kurikulum 2004 yang disempurnakan. Kurikulum 2004 itu sendiri
adalah kurikulum yang berbasis kompetensi. Kurikulum berbasis kompetensi adalah salah
satu jenis dari model konsep kurikulum teknologis. Dengan demikian, maka bisa ditarik suatu
kesimpulan bahwa KTSP menggunakan model konsep kurikulum teknologis.

Namun demikian, meskipun konsep kurikulum teknologis menjadi tulang punggung


pengembangan KTSP, tapi tidak berarti nilai esensial dari model konsep kurikulum lainnya
diabaikan. Karakter yang ada pada model konsep lainnya tetap ada, hanya tidak dominan.
Karena memang dalam realitas, konsep-konsep tersebut saling melengkapi. Hal ini bisa
dilihat dalam prinsip-prinsip pengembangan KTSP dan acuan operasional penyususunan
KTSP yang dikembangkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP).

Secara umum prinsip-prinsip pengembangan KTSP meliputi:


1)      Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan 

2)      peserta didik dan lingkungannya.

3)      Beragam dan terpadu

4)      Tanggap terhadap ilmu pengetahuandan teknologi dan seni

5)       Relevan dengan kebutuhan kehidupan

6)      Menyeluruh dan berkesinambungan

7)      Belajar sepanjang hayat

8)      Seimbang antara kepentingan nasional dankepentingan daerah.

Sedangkan acuan operasional penyusunan KTSP harus memperhatikan hal-hal berikut ini:

1)      Peningkatan iman dan taqwa seta ahlak mulia

2)      Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan
kemampuan peserta didik.

3)      Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan

4)      Tuntutan pembangunan daerah dan nasional

5)      Tuntutan dunia kerja

6)      Perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan seni

7)      Agama

8)      Dinamika perkembangan global

9)      Persatuan nasinal dan niai-nilai kebangsaan

10)  Kondisi sosal budaya masyarakat setempat

11)  Kesetaraan gender


12)  Karaktrsitik satuan pendidikan.

Dari sejumlah prinsip dan acuan operasional KTSP di atas tampak bahwa
pengembangan potensi diri siswa sebagai individu, aspek sosial masyarakat, penguasaan mata
pelajaran/ipteks, dan aspek Ketuhanan juga diperhatikan. Meskipun berbasis kompetensi
tidak berarti hanya ilmu pengetahuan dan teknologi melulu yang diperhatikan, unsur
kemanusia, sosial, dan spiritual juga tidak dilepaskan. Sedangkan apabila ditinjau dari model
pendekatan pengembangannya, kurikulum 2006/KTSP menerapkan pendekatan
dekonsentrasi. Yaitu campuran antara setralistik dan desentralistik atau dalam istilah lain
mengunakan pendekatan campuran model administratif dan model akar rumput (grass root).

Model administratif, yaitu model pengembangan kurikulum yang inisiatif dan


pelaksananya ditentukan dan dilakukan oleh pemerintah pusat. Kurikulum yang telah jadi
disebarluaskan ke sekolah-sekolah untuk dilaksanakan. Sekolah-sekolah/guru-guru tinggal
menjalankan apa yang sudah tertuang dalam kurikulum.

Model akar rumput, adalah model pengembangan kurikulum dimana inisiatif dan
pelaksanaannya  dilakukan oleh guru-guru sebagai pelaksana kurikulum. Upaya ini mula-
mulanya dilakukan hanya pada cakupan terbatas baik area materi maupun wilayah
pemberlakuannya. Apabila  memperoleh kecocokkan dengan sekolah lain dan didukung oleh
pemerintah sebagai pihak yang berwenang, penggunaannya bisa meluas. Tapi apabila tidak,
penggunaannya tidak bisa menyebar dan bahkan mungkin Terhenti dan mati.

Dimanakah letak model pendekatan campuran dalam konteks KTSP? Dalam


kurikulum 2006/KTSP sebagian dikembangkan oleh pusat, yaitu Standar Komptensi Lulusan
dan Standar Isi. Sebagian lagi dikembangkan oleh daerah/sekolah. Yaitu menterjemahkan
SKL dan SI ke dalam bentuk kurikulum operasional yang  digunakan oleh setiap jenjang dan
unit pendidikan masing-masing sekolah dengan berpedoman kepada rambu-rambu prosedur
pengembangan KTSP yang dikembangkan BNSP. 

2.   Landasan Yuridis KTSP

Sistem pengembangan kurikulum selain berpijak pada pandangan filosofis juga tidak
terlepas dari pandangan politis yang sedang berjalan. KTSP merupakan salah satu bentuk
implementasi desentralisasi dalam sistem pendidikan. Hal ini sejalan dengan Undang-undang
Nomor 22 tahun 1999 tentang desentralisasi dibidang politik dan pemerintahan.  Perundang-
undangan dan perarutan lainnya yang lebih spesifik menjadi dasar diterapkannya KTSP yaitu:

1. Undang-undang Republik Indonesia tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal-pasal


yang dipandang mengamanatkan tentang KTSP yaitu Pasal 1 ayat (19); Pasal 18 ayat
(1), (2), (3), (4); Pasal 32 ayat ((1), (2), (3); Pasal 45 ayat (2); Pasal 36 ayat (1), (2),
(3), (4). Pasal 37 ayat (1), (2), (3); dan Pasal 38 ayat (1), (2).
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan. Ketentuan dalam PP 19/2005 yang mengatur KTSP, adalah 
Pasal 1 ayat (5), (13), (14), (15); pasal 5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat (6); Psal 7 ayat (1),
(2), (3), (4), (5), (6), (7), (8); Pasal 8 ayat (1), (2), (3); Pasal 10 ayat (1), (2), (3); Pasal
11 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 13 ayat (1),(2), (3),(4); Pasal 14 ayat (1), (2),(3); Pasal
16 ayat (1), (2), (3), (4), (5); Pasal 17 ayat (1), (2); Pasal 18 ayat (1) (2), (3); pasal 20.
3. Permendiknas nomor 22 Tahun 2006 Tentang standar isi untuk satuan pendidikan
dasar dan menengah. Standar Isi di dalamnya mencakup standar kompetensi (SK) dan
Kompetensi Dasar (KD) setiap mata pelajaran pada setiap semester dari setiap jenis
dan jenjang pendidikan dasar dan menengah.  
4. Permendiknas nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk
satuan pendidikan nasional. Standar kompetensi Lulusan mencakup sikap,
pengetahuan dan keterampilan. 

3.   Karakteristik  KTSP

1. a.       Rasional Penetapan Jenis Mata Pelajaran

Dalam kurikulum yang berbasis kompetensi, termasuk KTSP/kurikulum 2006, jenis


materi atau mata pelajaran apa saja yang harus dipelajari, sejauh mana kedalaman dan
keluasan yang harus  dipelajari, merujuk pada tujuan atau kompetensi apa yang ingin dicapai.
Untuk mencapai tujuan berupa kompetensi lulusan dari satu jenjang pendidikan, maka ada
seperangkat atau sejumlah mata pelajaran yang harus dipelajari. Mata-mata pelajaran ini
disusun dan dikelompok-kelompokkan dalam suatu pola tertentu. Dimana dalam setiap
kelompok mata pelajaran ini terdiri dari beberapa mata pelajaran. Setiap kelompok mata
pelajaran diarahkan untuk membentuk suatu kompetensi tertentu.

Masing-masing mata pelajaran itu sendiri, diarahkan untuk membentuk kompetensi


tersendiri yaitu kompetensi lulusan mata pelajaran. Di dalamnya terdapat sejumlah
kemampuan yang lebih kecil harus dimiliki untuk menguasai kompetensi lulusan mata
pelajaran tersebut, yaitu  kompetensi dasar. Kompetensi dasar ini perlu dikembangkan lagi
menjadi sejumlah indikator yang diorientasikan untuk pembentukan sub kompetensi dasar,
atau tugas-tugas kecil yang diperlukan untuk membangun kompetensi dasar.

Pendek kata, idealnya tujuan adalah hal yang pertama kali harus diketahui untuk
menentukan seberapa banyak mata palajaran yang harus dipelajari, dan sejauh mana keluasan
dan kedalaman materi yang harus tercakup. Untuk mencapai kompetensi akhir, kompetensi
tersebut harus dipecah-pecah (to break down) menjadi sub-sub kompetensi yang lebih kecil.

Dalam konteks KTSP yang berbasis kompetensi, tujuan yang ingin dicapai tersebut
dirumuskan dalam rumusan tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, tujuan pendidikan
dasar dan menengah.  Rambu-rambunya dituangkan dalam bentuk kompetensi lulusan yang
sudah ditentukan secara terstandar yaitu Standar Kompetensi Lulusan untuk jenjang
pendidikan dasar dan menengah. Untuk mencapai tujuan berupa kompetensi lulusan
pendidikan dasar dan menengah tersebut, terdapat sejumlah mata pelajaran yang sudah
terstruktur (struktur kurikulum) untuk tiap-tiap jenjang pendidikan tersebut. Dimana struktur
kurikulum (mata-mata pelajaran) tersebut, di kelompokkan dalam lima kelompok mata
pelajaran  yaitu:

1)      Kelompok mata pelajaran  agama dan akhlak mulia;

2)      Kelompok mata pelajaran  kewarganegaraan dan kepribadian;

3)      Kelompok mata pelajaran   ilmu pengetahuan dan teknologi;

4)      Kelompok mata pelajaran  estetika;

5)      Kelompok mata pelajaran  jasmani, olah raga dan kesehatan.


(Lampiran Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006).      

Setiap kelompok mata pelajaran memiliki tujuan atau jenis kompetensi yang ingin
dicapai dan cakupan isi yang harus termuat. Akumulasi dari penguasaan kelompok-kelompok
mata pelajaran ini diasumsikan akan membentuk kemampuan atau kompetensi lulusan.  

DAFTAR PUSTAKA

Abin Syamsuddin Makmun, (1996), Psikologi Kependidikan Perangkat Sistem


Pengajaran Modul, Bandung : Rosdakarya.
Asmawi Zainul, (2001), Alternative Assesment, Jakarta : Depdiknas.
Collin, Gillian & Dixon Hazel, (1991), Integrated Learning Planned Curriculum Units,
Australia : Bookshelf.
http://em-ge.blogspot.com/2009/11/makalah-perbandingan-kurikulum-yang_10.html

http://tovicx-89.blogspot.com/2011/03/contoh-makalah-pendidikan.html

Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Ilmu Sosial Sekolah Dasar, Puskur
Balitbang Depdiknas, Jakarta , 2001
Kurikulum Berbasis Kompetensi, Juni 2002, Puskur balitbang Depdiknas.
R. Fraenkel, Jack, (1980), Helping Students Think Value Strategies for Teaching Social
Studies, New Jersey : Prentice-Hall.
S. Hamid Hasan, (1996), Pendidikan Ilmu Sosial, Jakarta : Depdiknas.
S. Kenworthy, Leonard, (1981), Social Studies For The Eighties, Canada : John Wiley &
Sons.

Anda mungkin juga menyukai