com/2008/12/08/deskripsi-macam-macam-tingkatan-struktur-protein/
Penulis
NIM : B1J005200
Kelas : A1
Email : wibowo_luqman@yahoo.com
Web : http://wibowo19.wordpress.com
Ringkasan
Protein merupakan polimer yang linear dan tidak bercabang. Tersusun dari asam amino sebagai
monomeriknya ditambah polimer atau polipeptidanya. Memiliki panjang tidak lebih 2000 unit.
Terdapat 20 macam asam amino saling berikatan menyusun ikatan peptida yang beraneka ragam
membentuk kode perintah dalam pembentukan protein.
1. Struktur Primer
Protein yang dibentuk dengan asama amino tergabung dalam ikatan polipeptida. Setiap asam
amino terhubung dengan asam amino lainnya dalam ikatan peptida yang terbentuk karena
adanya reaksi kondensasi gugus karboksil pada setiap masing-masing asam amino.
Pada ujung dari rangkaian polipeptida yang terbentuk mempunyai sifat kimia yang berbeda: satu
ujung mempunyai gugus amino bebas (N atau amino, NH2-) disisi satunya, sedangkan
mempunyai gugus karboksil bebas (ujung C atau karboksil, COOH-) pada ujung satunya. Oleh
karena itu, arah polipeptida dan dituliskan baik N→C (kiri ke kanan) maupun C →N (kanan ke
kiri).
Pada struktur sekunder, rangkaian polipeptida memiliki konformasi yang berbeda. Bersifat
reguler dan memiliki pola lipatan berulang dari rangka protein. Dua tipe umum struktur protein
sekunder yaitu α-heliks dan β-sheet. Keduanya terbentuk karena ikatan hidrogen yang terjadi
antara asam amino yang berbeda pada polipeptida.
Gambar 2.1
Gambar 2.2
Struktur polipeptida yang terjadi dari lipatan komponen struktur sekunder polipeptida yang
membentuk konfigurasi tiga dimensi. Bermacam-macam gaya ikatan hidrogen antar asam amino
yang terjadi pada rangkaian polipeptida inilah maka disebur struktur tersier. Disertai gaya
hidrofobik rangkaian ini menempatkannya (asam amino gugus non-polar) dibagian dalam protein
dengan tujuan melindunginya dari air. Selain ikatan hidrogen, terdapat juga ikatan kovalen yang
disebut juga sebagai jembatan disulfide antara asam amino sistein di berbagai macam posisi pada
rangkaian polipeptida.
Gambar 3.1 Struktur Protein Tertsier
Gambar 3.2
Asosiasi yang terjadi antara dua atau lebih rangkaian polipeptida, dimana masing-masing terlipat
menjadi struktur tersier, menjadi protein multisubunit. Tidak semua protein membentuk struktur
kuaternair. Antara rangkian polipeptida yang berbeda struktur protein terikat dengan jembatan
disulfide. Sedangkan pada protein yang terdiri dari asosiasi subunit yang lebih lemah akan
dihubungkan dengan ikatan hidrogen dan efek hidrofobik. Protein ini dapat kembali pada
komponen polipeptidanya, atau berubah komposisi subunitnya tergantung pada kebutuhan
fungsinya. Singkatnya, struktur kuartener menggambarkan subunit-subunit yang berbeda dipak
bersama-sama membentuk struktur protein.
Sebagai contoh adalah molekul hemoglobin manusia yang tersusun atas 4 subunit, yang
dipaparkan pada Gambar.
Gambar 4.1.
II
http://ppijepang.org/index.php?option=com_content&view=article&id=175:keajaiban-protein-molekul-
biomilenium-&catid=47:artikel&Itemid=95
Fungsi Protein
Protein adalah salah satu bio-makromolekul yang penting perananya dalam makhluk
hidup. Fungsi dari protein itu sendiri secara garis besar dapat dibagi ke dalam dua
kelompok besar, yaitu sebagai bahan struktural dan sebagai mesin yang bekerja pada
tingkat molekular. Apabila tulang dan kitin adalah beton, maka protein struktural
adalah dinding batu-batanya. Beberapa protein struktural, fibrous protein, berfungsi
sebagai pelindung, sebagai contoh a dan b-keratin yang terdapat pada kulit, rambut,
dan kuku. Sedangkan protein struktural lain ada juga yang berfungsi sebagai perekat,
seperti kolagen.
Protein dapat memerankan fungsi sebagai bahan struktural karena seperti halnya
polimer lain, protein memiliki rantai yang panjang dan juga dapat mengalami cross-
linking dan lain-lain. Selain itu protein juga dapat berperan sebagai biokatalis untuk
reaksi-reaksi kimia dalam sistem makhluk hidup. Makromolekul ini mengendalikan
jalur dan waktu metabolisme yang kompleks untuk menjaga kelangsungan hidup
suatu organisma. Suatu sistem metabolisme akan terganggu apabila biokatalis yang
berperan di dalamnya mengalami kerusakan.
Struktur Protein
Bagaimana suatu protein dapat memerankan berbagai fungsi dalam sistem makhluk
hidup? Jawabnya adalah terletak pada strukturnya. Struktur protein terdiri dari empat
macam struktur. Struktur pertama adalah struktur primer. Struktur ini terdiri dari
asam-asam amino yang dihubungkan satu sama lain secara kovalen melalui ikatan
peptida. Informasi yang menentukan urutan asam amino suatu protein tersimpan
dalam molekul DNA dalam bentuk kode genetik. Sebelum kode genetik ini
diterjemahkan menjadi asam-asam amino yang membangun struktur primer protein,
mula-mula kode ini disalin kedalam bentuk kode lain yang berpadanan dengan urutan
kode genetik pada DNA, yaitu dalam bentuk molekul RNA. Urutan RNA inilah yang
kemudian diterjemahkan menjadi urutan asam amino (Gambar 1).
a-heliks b-sheet
Gambar-3. Struktur Tersier Protein
Banyak molekul protein yang memiliki lebih dari satu struktur tersier, dengan kata
lain multi subunit. Intraksi intermolekul antar sub unit protein ini membentuk struktur
keempat/kwaterner (Gambar 4). Setiap subunit protein dapat melakukan komunikasi
dan saling mempengaruhi satu sama lain melalui interaksi intermolekular ini.
Gambar-4. Struktur Kwaterner Protein.
Salah satu contoh pentingnya struktur tiga dimensi adalah pada fenomena yang sangat
terkenal saat ini, yaitu penyakit sapi gila di Inggris. Penyakit ini belakangan diketahui
disebabkan oleh protein yang dikenal dengan nama prion. Pada awalnya, para ilmuan
sangat sukar memahami bagaimana mungkin protein bisa menjadi desease agent dan dapat
diturunkan. Hasil penelitian menunjukan bahwa protein ini lebih tahan terhadap serangan
protease dibanding protein biasa. Protease adalah suatu enzim yang berfungsi untuk
mengurai protein. Penelitian lain juga mendapati bahwa saat DNAase dan RNAase
dimasukan ke dalam sistem, aktivitas prion tidak menurun, tetapi saat dimasukan protease
aktivitasnya menurun. Dari sini para ilmuan lalu menyimpulkan bahwa prion tidak memiliki
DNA ataupun RNA. Lalu, bagaimana protein ini bisa diturunkan dan bertambah jumlahnya di
dalam tubuh tanpa adanya gen yang mengkodenya. Virus saja untuk berkembang biak
harus memasukan DNAnya ke dalam inang, lalu bagaimana dengan prion?
Dari hasil pencarian yang panjang, ternyata ditemukan bahwa gen yang mengkode prion
terdapat disetiap organisma hidup yang menjadi inang untuk berkembangnya prion. Gen
tersebut dikenal sebagai PrP. Tetapi, saat gen ini diekspresikan dan proteinnya di injeksikan
ke dalam tubuh tikus percobaan, tidak dideteksi adanya penyakit. Dari hasil ini, para ahli
biokimia memprediksi adanya struktur lain diluar struktur protein PrP normal, yang
menyebabkan penyakit.
Gambar-5. Struktur Normal PrP
Belakangan diketahui bahwa scrapie PrP terbentuk dari konversi PrP normal di dalam
neuron. Scrapie PrP yang terbentuk terakumulasi di dalam lisosom. Di dalam otak lisosom
yang telah dipenuhi oleh Scrapie PrP ini kemudian pecah dan merusak sel. Sel yang telah
mati akibat pecahnya lisosom ini akan membentuk lobang-lobang dalam otak, prionnya
akan dikeluar dan menyerang sel yang lain. Inilah yang terjadi pada penyakit sapi gila di
Inggris dan di Jepang baru baru ini. Sapi-sapi tersebut sebelumnya diberi makanan olahan
yang berasal dari daging domba. Sumber prion ini diduga berasal dari daging domba
tersebut.
Dari sisi molekular ada suatu pertanyaan besar disini, bagaimana mungkin prion yang ada
pada suatu organisma dapat berkomunikasi/menginduksi perubahan protein PrP yang
berasal dari oraganisma yang lain. Bagaimana ia bisa melewati species barrier, karena
secara umum kita tidak bisa mempertahankan protein yang berasal dari species lain
(protein asing) dalam tubuh suatu organisma dengan species yang berbeda, karena akan
dihancurkan oleh sistem pertahanan tubuh organisma tersebut. Nampaknya ada bagian
tertentu dari molekul PrP yang penting untuk mensiasati perbedaan species ini. Glenn C.
Telling menemukan bahwa pada daerah tengah dari molekul PrP terdapat kemiripan dengan
PrP dari species lain, kemungkinan daerah inilah yang dipakai untuk memecahkan batas
spesies, sehingga sapi dapat terinfeksi prion yang berasal dari domba.
Dari fenomena di atas nampak bahwa struktur protein sangat penting dalam menentukan
fungsinya. Perubahan struktur dapat menyebabkan protein memiliki fungsi yang lain,
seperti halnya prion. Hasil penelitian mutakhir menyebutkan bahwa prion ternyata dapat
memiliki berberapa konformasi selain scrapie PrP tergantung organismanya. Scrapie untuk
domba, TME (transmissible mink encephalopathy) untuk mink, CWD (chronic wasting
disease) untuk muledeer dan elk, BSE (bovine spongiform encephalopathy) untuk sapi.
Setiap konformasi memiliki efek penyakit yang lain. Inilah salah satu keajaiban dari peran
protein yang hampir tidak mungkin dilakukan oleh molekul lain.
Dari uraian singkat di atas dapat kita lihat bahwa struktur dan fungsi suatu protein sangat
penting untuk diteliti secara mendalam sehingga tidak heran bila para biokimiawan saat ini
mengatakan abad 21 adalah abadnya protein seiring dengan berakhirnya human genom
project.
III
http://wapedia.mobi/id/Protein
1. Struktur
Struktur tersier protein. Protein ini memiliki banyak struktur sekunder beta-sheet dan alpha-helix yang
sangat pendek. Model dibuat dengan menggunakan koordinat dari Bank Data Protein (nomor 1EDH).
Struktur protein dapat dilihat sebagai hirarki, yaitu berupa struktur primer (tingkat satu),
sekunder (tingkat dua), tersier (tingkat tiga), dan kuartener (tingkat empat). Struktur primer
protein merupakan urutan asam amino penyusun protein yang dihubungkan melalui ikatan
peptida (amida). Sementara itu, struktur sekunder protein adalah struktur tiga dimensi lokal dari
berbagai rangkaian asam amino pada protein yang distabilkan oleh ikatan hidrogen. Berbagai
bentuk struktur sekunder misalnya ialah sebagai berikut:
alpha helix (α-helix, "puntiran-alfa"), berupa pilinan rantai asam-asam amino berbentuk seperti
spiral;
beta-sheet (β-sheet, "lempeng-beta"), berupa lembaran-lembaran lebar yang tersusun dari
sejumlah rantai asam amino yang saling terikat melalui ikatan hidrogen atau ikatan tiol (S-H);
beta-turn, (β-turn, "lekukan-beta"); dan
gamma-turn, (γ-turn, "lekukan-gamma").
Gabungan dari aneka ragam dari struktur sekunder akan menghasilkan struktur tiga dimensi yang
dinamakan struktur tersier. Struktur tersier biasanya berupa gumpalan. Beberapa molekul protein
dapat berinteraksi secara fisik tanpa ikatan kovalen membentuk oligomer yang stabil (misalnya
dimer, trimer, atau kuartomer) dan membentuk struktur kuartener. Contoh struktur kuartener
yang terkenal adalah enzim Rubisco dan insulin.
Struktur primer protein bisa ditentukan dengan beberapa metode: (1) hidrolisis protein dengan
asam kuat (misalnya, 6N HCl) dan kemudian komposisi asam amino ditentukan dengan
instrumen amino acid analyzer, (2) analisis sekuens dari ujung-N dengan menggunakan
degradasi Edman, (3) kombinasi dari digesti dengan tripsin dan spektrometri massa, dan (4)
penentuan massa molekular dengan spektrometri massa.
Struktur sekunder bisa ditentukan dengan menggunakan spektroskopi circular dichroism (CD)
dan Fourier Transform Infra Red (FTIR). Spektrum CD dari puntiran-alfa menunjukkan dua
absorbans negatif pada 208 dan 220 nm dan lempeng-beta menunjukkan satu puncak negatif
sekitar 210-216 nm. Estimasi dari komposisi struktur sekunder dari protein bisa dikalkulasi dari
spektrum CD. Pada spektrum FTIR, pita amida-I dari puntiran-alfa berbeda dibandingkan
dengan pita amida-I dari lempeng-beta. Jadi, komposisi struktur sekunder dari protein juga bisa
diestimasi dari spektrum inframerah.
Struktur protein lainnya yang juga dikenal adalah domain. Struktur ini terdiri dari 40-350 asam
amino. Protein sederhana umumnya hanya memiliki satu domain. Pada protein yang lebih
kompleks, ada beberapa domain yang terlibat di dalamnya. Hubungan rantai polipeptida yang
berperan di dalamnya akan menimbulkan sebuah fungsi baru berbeda dengan komponen
penyusunnya. Bila struktur domain pada struktur kompleks ini berpisah, maka fungsi biologis
masing-masing komponen domain penyusunnya tidak hilang. Inilah yang membedakan struktur
domain dengan struktur kuartener. Pada struktur kuartener, setelah struktur kompleksnya
berpisah, protein tersebut tidak fungsional.