Anda di halaman 1dari 12

ANALISIS KARAKTERISTIK PERMUKIMAN DESA-DESA PESISIR

DI KABUPATEN KULONPROGO
The Analysis of Rural Settlement Characteristics on The Coastal Area
in District of Kulonporogo

oleh:
Djaka Marwasta
Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Bulaksumur,
Telp (0274) 902337, Fax (0274) 589595 e-mail:marwasta_d@hotmail.com

Kuswaji Dwi Priyono


Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jl. A Yani Pabelan Kartosuro Tromol Pos I Surakarta 57162, Telp (0271) 717417
PS. 151-153, Fax: (0271) 715448, e-mail: FORUM GEOGRAFI@yahoo.com

ABSTRACT
Settlement is the most important area in the activity of disaster mitigation. The Biggest detriment caused
by disaster is generally placed at the settlement or residential area. Thereby, the identification of the settlement characteristics
is required to be able to recognize the disaster risk. This research aim to identify the characteristics of the rural
settlement on the coastal area in the District of Kulonprogo. This area is chosen based on the consideration of coastal
morphological characters. This area have slopeslightly coastal zone which face to Indonesian Ocean. In this situation,
hence in the event of tidal wave, there will be wide spread overflowing run up water.
Two approaches is used in this research, they are; (1) Morphological Approach, and (2) Behaviour Approach.
Both of the approaches is conducted with comparative perspective. The existance of the settlement which have been
filtered through settlement and coastal tipology are compared. The data are collected and analyzed through: (1)
Mapping and GIS tools; (2) survey method; (3) Indepth interview; and (4) statistical analysis. Thirty household are
selected proportionally to setlement unit as a respondent in indepth interview. In order to analyze the data, descriptive
analysis (frequency tables) and crossed tables are used.
This research indicate that rural settlements on the coastal area in the District of Kulonprogo are spatialy
distributed as a ribbon pattern. This pattern are coincident with the shape of the coast and the linearity of the road
as well. Most of the buildings are in good condition, and they characterized by moderate housing density. In the term of
coastal morphology, the research area is dominated by sandy coast with slopeslightly relief. Generally, the socio economic
condition of the peoples living there are low to medium economic level, low education, and rarely medium income. Related
to tidal flood vulnerability, this research area is the second level (moderate) hazardeous zone.

Keywords: rural settlement, coastal area, vulnerability, disaster mitigation

PENDAHULUAN duk Indonesia akan resiko bencana di


kawasan pesisir dan pantai. Banyak sekali
Kejadian bencana gempa bumi yang fenomena yang menunjukkan bahwa pen-
diikuti tsunami di Aceh, Nias, Pangandaran, duduk di daerah pesisir mengalami “trauma”
serta beberapa bagian wilayah Indonesia atau “pobhia” terhadap kejadian gempa
telah menyadarkan sebagian besar pendu- dan tsunami. Fenomena ini menunjukkan

Analisis Karakteristik Permukiman Desa-Desa ... (Djaka Marwasta dan Kuswaji Dwi P.) 57
bahwa perlu adanya sosialisasi mengenai progo. Secara umum penelitian ini bertujuan
tingkat bahaya yang mungkin terjadi di untuk: (1) mengidentifikasi karakteristik
daerah-daerah permukiman di sepanjang permukiman, kondisi sosial- ekonomi dan
pantai dan pesisir, terutama pada pantai fisik lingkungan permukiman desa-desa
yang berhadapan langsung dengan zona pesisir sepanjang Pantai Selatan Jawa di
tumbukan lempeng tektonik. Kabupaten Kulonprogo; (2) mengkaji ke-
terkaitan antara karakteristik permukiman
Per mukiman mer upakan daerah dengan kondisi sosial-ekonomi dan fisik
yang paling penting dalam kegiatan mitigasi lingkungan permukiman desa-desa pesisir
bencana alam, karena merupakan tempat sepanjang Pantai Selatan Jawa di Kabu-
tinggal dan tempat berkumpulnya pendu- paten Kulonprogo; serta (3) pemintakatan
duk (Katayama, 2000). Kerugian terbesar bahaya bencana gelombang pasang..
akibat bencana umumnya terdapat pada
daerah permukiman penduduk. Dengan de- METODE PENELITIAN
mikian identifikasi karakteristik permu-
kiman perlu dilakukan untuk dapat menge- Secara umum penelitian bersifat
nali tingkat resiko bencana yang mungkin deskriptif-evaluatif dengan menggunakan
terjadi. dua pendekatan yaitu pendekatan Morpho-
logical Approach dan Behaviour Approach
Secara umum penelitian ini bertujuan (Neer, 1999). Pendekatan pertama ber-
untuk mengidentifikasi karaktersitik per- kaitan dengan kajian aspek setting geografis
mukiman desa-desa pesisir sepanjang Pan- dan lingkungan dari eksistensi dan karak-
tai Selatan Jawa di Kabupaten Kulonprogo. teristik permukiman. Pendekatan kedua
Pemilihan Kabupaten Kulonprogo sebagai berkaitan dengan kajian proses memukimi
daerah penelitian didasari pertimbangan oleh penduduk, “survival strategy” yang di-
bahwa di Kabupaten ini memiliki pantai miliki oleh penduduk yang dimanifestasi-
yang berhadapan dengan Samudera Indo- kan dalam kondisi sosio-ekonomiknya.
nesia dan umumnya morfologi pantainya Kedua pendekatan tersebut dioperasio-
cenderung landai. Sebagaimana diketahui nalisasikan dengan comparative perspective,
bahwa di Samudera Indonesia terdapat yaitu dengan membandingkan eksistensi
pertemuan lempeng tektonik Australia dan permukiman yang disaring melalui meka-
Euro-Asia sehingga kemungkinan terjadi- nisme penentuan tipologi permukiman dan
nya tsunami relatif besar. Dengan morfologi tipologi pantai
pantai yang landai, maka apabila terjadi
gelombang pasang menyebabkan air akan Data yang digunakan dalam peneli-
masuk ke daratan relatif jauh sehingga tian ini diperoleh dari interpretasi citra
daerah luapan airnya sangat luas. Landsat ETM tahun 2004 (http://
www.Landsat.org) (http://www.usgs.gov/
Obyek penelitian ini ialah karakteris- pubprod/satellitedata), peta-peta tematik,
tik permukiman, lingkungan fisik, dan data PODES 2005, dan hasil wawancara
kondisi sosial ekonomi desa pesisir. Lokasi terhadap responden secara indepth interview.
Penelitian adalah desa-desa yang memiliki Untuk penentuan responden di dalam
pantai di Samudera Indonesia yang ter- kegiatan indepth interview digunakan
masuk dalam Wilayah Kabupaten Kulon- teknik quota sampling. Sebanyak 30 KK

58 Forum Geografi, Vol. 21, No. 1, Juli 2007: 57 - 68


diambil sebagai responden, dimana masing- output penelitian berupa pemintakatan
masing desa diwakili oleh 3 orang kepala bahaya bencana gelombang pasang daerah
rumah tangga sebagai responden. Pemi- permukiman di desa-desa pesisir dengan
lihan responden dilakukan secara acak teknik overlay dan model iterasi sederhana.
untuk masing-masing desa, dan orang yang
dijadikan responden adalah kepala keluarga. HASIL PENELITIAN
Analisis data dilakukan dengan menggu-
nakan perangkat lunak SIG berbasis vektor Secara adminstratif daerah penelitian
(Arcview versi 3.3) dan raster (ENVI versi meliputi 10 desa dari 4 kecamatan. Desa-
4.0), dan perangkat lunak analisis statistik desa tersebut meliputi Jangkaran, Sindutan,
SPSS versi 12. Teknik analisis yang digu- Palihan dan Glagah yang termasuk wilayah
nakan adalah analisis spasial dan analisis administrasi Kecamatan Temon. Desa
statistik deskriptif (tabel frekuensi maupun Karang Wuni termasuk wilayah adminis-
tabel silang). trasi Kecamatan Wates, sedangkan Desa
Garongan, Pleret, dan Bugel, termasuk
Dalam studi ini, digunakan unit wilayah Kecamatan Panjatan, serta Ka-
analisis desa pesisir. Obyek yang dikaji pada rangsewu dan Banaran termasuk wilayah
masing-masing unit analisis adalah: (1) Kecamatan Galur.
karakteristik permukiman meliputi: (a) pola
sebaran permukiman; (b) kepadatan per- Secara geomorfologis, berdasarkan
mukiman; dan (c) permanensi bangunan; asal proses utamanya, fenomena bentang-
(2) karakteristik sosial ekonomi penduduk lahan di daerah penelitian dapat dikelom-
meliputi: (a) jenis pekerjaan; (b) tingkat pokkan ke dalam 2 satuan geomorfologi,
ekonomi; dan (c) tingkat pendidikan; (3) yaitu: satuan geomorfologi asal proses marin
karaktersitik fisik lingkungan meliputi: (a) dan asal proses eolian (lihat Gambar 1).
morfologi pantai; (b) bentuk lahan; dan (c) Satuan gemorfologi yang terbentuk akibat
aksesibilitas fisik. proses marin (aktivitas gelombang laut)
yang ada di daerah penelitian dapat dike-
Hasil identifikasi karakterisitik per- lompokkan menjadi 2, yaitu satuan gisik
mukiman dan kondisi sosio-ekonomi (beach) dan beting gisik (beting gisik). Gisik
diwujudkan dalam bentuk peta karakteristik di daerah penelitian merupakan zona yang
permukiman dan kondisi sosio-ekonomi relatif sempit di sepanjang pantai, dengan
penduduk daerah penelitian. Disamping itu lebar antara 25 hingga 50 meter, secara
juga dilakukan pemetaan kondisi fisik spesifik berada di sekitar muara Sungai
lingkungan daerah penelitian, yang didasar- Serang.
kan pada interpretasi citra Landsat ETM
maupun peta hasil penelitian/publikasi dan Satuan geomorfologi asal proses
atau turunan dari peta Rupa Bumi Indone- aktivitas angin (eolian) adalah gumuk pasir
sia. Keseluruhan peta selanjutnya dianalisis (sand dunes). Di daerah penelitian kompleks
dengan SIG untuk menghasilkan model gumuk pasir ini berselang-seling dengan
keterkaitan antar faktor. Dari hasil analisis Swale , yaitu suatu bentanglahan yang
SIG selanjutnya dianalisis secara statistik berupa cekungan di antara dua gumuk pasir,
(analisis frekuensi dan tabel silang). Dari yang dapat berperan sebagai ledok drainase.
hasil analisis SIG juga dapat diturunkan Kompleks gumuk pasir dan swale secara

Analisis Karakteristik Permukiman Desa-Desa ... (Djaka Marwasta dan Kuswaji Dwi P.) 59
Gambar 1. Peta Bentuklahan Daerah Penelitian

keseluruhan membentuk relief berombak daerah tersebut didasari pertimbangan bah-


yang tersusun oleh material pasir lepas. Pada wa pada daerah beting gisik secara topo-
dasar swale, biasanya dijumpai akumulasi grafis letaknya lebih tinggi dibandingkan
material yang lebih halus seperti lempung daerah di sekitarnya, sedangkan pemilihan
dan debu, yang memungkinkan lahan ini di dataran fluvio marin didasari oleh kede-
dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian katannya terhadap lahan-lahan yang dapat
tanaman semusim, seperti: cabe, tomat, te- diusahakan untuk aktivitas pertanian padi
rong, sawi, atau jenis polowijo lainnya. Jenis sawah. Letak yang lebih tinggi memberikan
penggunaan lahan ini bertahan sepanjang keuntungan terhindar dari pengaruh banjir
tahun, karena ketersediaan airtanah yang yang sering terjadi terutama di daerah
cukup, relatif dangkal, dan rasanya tawar, sekitar muara sungai, maupun relatif aman
di seluruh kompleks gumuk pasir dan dari aktivitas pasang surut air laut.
swale.
Secara umum pola sebaran permu-
Secara umum permukiman di daerah kiman di daerah permukiman adalah me-
penelitian berlokasi di bagian bentuklahan ngelompok dengan bentuk memanjang
beting gisik dan dataran fluviomarin. Kon- sepanjang pantai, berarah timur ke barat
disi tersebut merupakan manifestasi dari (lihat Gambar 2). Hal ini bisa dimaklumi
adaptasi penduduk terhadap lingkungan di karena bentuk beting gisik umumnya
dalam menentukan lokasi tempat hunian memang selaras dengan garis pantai. Hanya
(Yunus, 1989). Proses memukimi daerah- di beberapa tempat di dataran fluvio marin

60 Forum Geografi, Vol. 21, No. 1, Juli 2007: 57 - 68


pola permukiman penduduknya menge- lahan pertanian. Aktivitas pertanian di desa
lompok berbentuk segi empat, dan bebe- ini sangat menonjol sehingga mengontrol
rapa kelompok permukiman memanjang pola dan kepadatan permukimannya.
sejajar jalan arah utara-selatan, terutama ru-
mah-rumah yang dibangun setelah terbangun- Dari aspek kepadatan rumah mukim,
nya jalan-jalan penghubung jalur selatan rerata kepadatan rumah mukimnya cen-
dan jalur tengah Kabupaten Kulonprogo. derung tinggi (lihat Tabel 1). Semua desa
memiliki kepadatan rumah mukim rerata
Kepadatan permukiman desa-desa lebih dari 20 rumah setiap hektarnya. Desa
pesisir umumnya tinggi, terutama pada Karang Sewu yang memiliki kepadatan
desa-desa nelayan, tetapi fenomena desa- penduduk pada lahan permukiman terting-
desa pesisir di Kabupaten Kulonprogo me- gi, juga merupakan desa dengan rerata kepa-
nunjukkan bahwa kepadatan permukiman- datan bangunan rumah tertinggi, yaitu lebih
nya relatif rendah. Secara umum kepadatan dari 60 unit rumah per hektar. Dengan ang-
penduduk pada daerah permukiman kurang ka kepadatan lebih dari 60 rumah per hek-
dari 200 jiwa setiap hektarnya. Hanya Desa tar, desa ini tergolong berkepadatan tinggi.
Karang Sewu yang memiliki kepadatan
lebih dari 300 jiwa per hektar. Padatnya Ditinjau dari permanensi bangunan,
penduduk pada lahan permukiman di Desa secara umum proporsi antara permukiman
Karang Sewu terutama disebabkan oleh permanen dengan non permanen di daerah
pola permukimannya yang cenderung penelitian cenderung seimbang. Tingkat
mengelompok dan asosiatif dengan lahan- permanensi bangunan rumah mukim dapat

Gambar 2. Peta Pola Persebaran Permukiman Daerah Penelitian

Analisis Karakteristik Permukiman Desa-Desa ... (Djaka Marwasta dan Kuswaji Dwi P.) 61
Tabel 1. Kepadatan dan Permanensi Rumah Mukim Menurut Desa

Luas
non Kepadatan
Desa Rumah Permanen % % Permukiman
Permanen (rumah/ha)
(Ha)
Jangkaran 324 217 66,98 107 33,02 13,8 23,5
Sindutan 392 263 67,09 129 32,91 11 35,6
Palihan 420 249 59,29 171 40,71 17,2 24,4
Glagah 542 361 66,61 181 33,39 18 30,1
Karang Wuni 725 521 71,86 204 28,14 14,4 50,3
Garongan 614 359 58,47 255 41,53 24,4 25,2
Pleret 777 285 36,68 492 63,32 31,8 24,4
Bugel 862 400 46,40 462 53,60 31,7 27,2
Karang Sewu 1456 1333 91,55 123 8,45 23,4 62,2
Banaran 1109 1075 96,93 34 3,07 49,9 22,2
Jumlah 7221 5063 70,11 2158 29,89 235,6 30,6
Sumber: Hasil Pengolahan Data PODES tahun 2003 dan Hasil Analisis dengan SIG

dijadikan sebagai tolok ukur kualitas per- terhadap terbentuknya pola persebaran
mukiman pada umumnya (Yunus, 1989). permukiman tertentu adalah morfologi
Semakin banyak bangunan non permanen pantai, bentuk lahan, dan aksesibilitas fisik.
mengindikasikan semakin rendahnya
kualitas permukiman. Persentase bangunan Secara morfologis daerah penelitian
permanen di semua desa yang diteliti ada- termasuk ke dalam tipe pantai berpasir,
lah 70% yang menunjukkan bahwa secara dimana aktivitas yang dominan adalah
umum kualitas permukiman di daerah pe- proses sedimentasi material gunungapi yang
nelitian tergolong cukup baik. Desa Banaran terbawa oleh air sungai (dalam hal ini sungai
merupakan desa yang memiliki kualitas Progo, Serang, dan Bogowonto), maupun
permukiman terbaik di antara desa lainnya, aktivitas pasang surut air laut. Ciri morfo-
sedangkan Desa Pleret merupakan desa logis pantainya adalah berlereng cenderung
dengan kualitas permukiman terendah. landai, banyak dijumpai gumuk pasir (sand
dunes), bermaterial pasir lepas, dan garis
Kondisi fisik lingkungan merupakan pantainya cenderung lurus dan panjang.
faktor penting dalam proses memukimi
maupun produk yang berupa permukiman Di kanan-kiri aliran sungai di daerah
(Bockstael, 1996). Pola persebaran permu- penelitian dapat dijumpai satuan bentuk-
kiman rural lebih banyak ditentukan oleh lahan tanggul alam. Tanggul alam di daerah
faktor fisik lingkungan dibandingkan per- penelitian dapat dikelompokkan menjadi 2,
timbangan-pertimbangan sosio-ekonomik yaitu: tanggul alam muda (F2) yang ada di
semata (Knox,2004) (Hardie,1997). Dalam sekitar aliran Sungai Serang, dan tanggul
hal permukiman di daerah pesisir, kondisi alam tua (F3). Tanggul alam muda terben-
fisik yang secara signifikan berpengaruh tuk akibat aktivitas Sungai Serang, yang

62 Forum Geografi, Vol. 21, No. 1, Juli 2007: 57 - 68


kemungkinan akan terus berkembang sela- lempung pada bagian atas. Kondisi ini
ma sungai ini tetap mengalir sepanjang menyebabkan akuifer pada satuan ini cukup
tahun, pada saat ini dimanfaatkan oleh baik, airtanah dangkal dan berasa tawar,
penduduk untuk tegalan dan perkebunan. sehingga banyak dimanfaatkan oleh pendu-
Tanggul alam tua pada saat ini telah diman- duk sebagai sumber air bersih, yaitu dengan
faatkan sebagai lahan permukiman pendu- membuat sumur-sumur gali biasa atau de-
duk atau pekarangan dengan budidaya ngan sumur pompa. Pada satuan ini banyak
tanaman semusim (polowijo dan buah- dimanfaatkan sebagai lahan permukiman
buahan). dan pekarangan dengan berbagai jenis
tanaman perkebunan, buah-buahan dan
Satuan Dataran Fluviomarin yang polowijo.
ada di daerah penelitian merupakan satuan
geomorfologi yang terbentuk sebagai hasil Karakteristik sosial ekonomi pendu-
kerjasama aktivitas marin berupa laguna duk di daerah penelitian dapat ditelaah
dengan aktivitas sedimentasi. Akibat proses berdasarkan jenis pekerjaan, tingkat
sedimentasi dari daratan, maka laguna ini ekonomi, dan tingkat pendidikan. Menurut
tertutup dan menjadi daratan, atau akibat jenis pekerjaan utama kepala keluarga, ham-
aktivitas manusia, genangan ini kemudian pir semua desa didominasi jenis pekerjaan
diatuskan sehingga dapat kering dan dapat agraris (lihat Tabel 2), baik sebagai petani
dijadikan lahan pertanian. Mengingat sa- pemilik, petani penggarap, maupun buruh
tuan ini secara genesis bekas laguna yang tani. Jelaslah bahwa budaya agraris masih
dulunya tergenang sepanjang tahun, maka mendominasi pada setiap aktivitas pendu-
drainase permukaannya buruk. Kondisi duknya. Sebagai desa pesisir, ternyata buda-
yang demikian menyebabkan pada satuan ya maritim belum merambah sendi-sendi
ini banyak dimanfaatkan untuk pertanian kehidupan masyarakatnya. Kehidupan
lahan basah. Karena topografinya yang ren- penduduk masih lebih dominan ditopang
dah dan lebih mudah tergenang air, maka dari sektor pertanian darat, belum banyak
“sistem surjan” diterapkan sebagai pola dijumpai penduduk yang bekerja sebagai
tanam sepanjang tahun pada satuan ini, nelayan meskipun rumahnya dekat dengan
dimana pada bagian bawah (alur-alurnya) laut. Bahkan ironisnya, kalaupun ada nela-
ditanami padi, sedang pada bagian atas yan adalah pendatang dari daerah lain,
(guludan) ditanami cabe atau jenis polowijo misalnya dari Cilacap.
lainnya. Kondisi sekarang banyak dibuat
sumur-sumur pantek sebagai sumber irigasi Tingkat ekonomi penduduk dapat
di musim kemarau. diukur dengan berbagai pendekatan, misal-
nya pendapatan kepala keluarga, konsumsi
Satuan Beting Gisik tua dimanfaat- rumah tangga, pendapatan per kapita, dan
kan sebagai lahan permukiman. Beting gisik sebagainya. Dalam penelitian ini digunakan
di daerah penelitian umumnya hanya bersi- persentase rumah tangga miskin. Tingkat
fat tunggal atau satu jalur. Satuan ini mem- ekonomi penduduk di daerah penelitian
punyai topografi yang relatif datar atau umumnya tergolong tingkat ekonomi
sedikit berombak, relief teratur, dan dido- cukup. Ditinjau dari kategorisasi rumah
minasi oleh material pasir dengan ukuran tangga miskin, umumnya desa-desa di
halus bercampur dengan sedikit debu dan daerah penelitian memiliki rumah tangga

Analisis Karakteristik Permukiman Desa-Desa ... (Djaka Marwasta dan Kuswaji Dwi P.) 63
Tabel 2. Keluarga Miskin, Jenis Pekerjaan Utama Kepala Keluarga, dan Keluarga
dengan Anggota Rumah Tangga Berpendidikan Tinggi menurut Desa

KK
Jumlah Jumlah KK KK KK dengan
Desa % % non % %
Penduduk KK Miskin Pertanian ART di PT
Pertanian
Jangkaran 1735 322 9 2,80 258 80,12 64 19,88 8 2,48
Sindutan 2012 489 5 1,02 429 87,73 60 12,27 11 2,25
Palihan 2433 466 5 1,07 265 56,87 201 43,13 10 2,15
Glagah 2680 578 5 0,87 346 59,86 232 40,14 16 2,77
Karang Wuni 2794 704 35 4,97 598 84,94 106 15,06 45 6,39
Garongan 3388 772 3 0,39 676 87,56 96 12,44 32 4,15
Pleret 4925 898 5 0,56 741 82,52 157 17,48 73 8,13
Bugel 4442 917 4 0,44 876 95,53 41 4,47 67 7,31
Karang Sewu 7506 1586 25 1,58 1110 69,99 476 30,01 237 14,94
Banaran 5330 1131 7 0,62 791 69,94 340 30,06 42 3,71
Jumlah 37245 7863 103 1,31 6090 77,45 1773 22,55 541 1,31

Sumber: Hasil Pengolahan Data PODES tahun 2003

miskin kurang dari 3%, kecuali di desa secara umum. Karang Sewu, walaupun se-
Karang Wuni yang hampir mencapai 5% cara umum tergolong desa miskin, tetapi
(lihat Tabel 2). memiliki kemajuan dalam bidang pendi-
dikan.
Pendidikan merupakan salah satu
parameter yang banyak digunakan untuk Dapat disimpulkan bahwa secara
menilai kondisi sosial ekonomi penduduk. umum kondisi sosial ekonomi di daerah pe-
Salah satu tolok ukur untuk menentukan nelitian masih didominasi sektor pertanian
tingkat pendidikan penduduk adalah de- tanaman pangan, tingkat ekonomi masya-
ngan melihat persentase keluarga yang me- rakat umumnya miskin hingga cukup, dan
miliki anggota rumah tangga berpendidikan tingkat pendidikan relatif rendah. Budaya
perguruan tinggi. Dengan adanya anggota maritim belum banyak menyentuh sistem
rumah tangga berpendidikan tinggi akan kegiatan keseharian penduduk walaupun
berdampak pada pola pikir dan pola tindak mereka tinggal di daerah pesisir yang memi-
di dalam keluarga. liki sumberdaya kelautan yang masih me-
limpah. Dampak terhadap mitigasi keben-
Diukur berdasarkan persentase ke- canaan daerah pesisir adalah bahwa sense
luarga dengan anggota rumah tangga ber- penduduk terhadap bencana akibat akti-
pendidikan perguruan tinggi, Desa Karang vitas laut masih tergolong rendah. Seperti
Sewu merupakan desa dengan tingkat pen- yang pernah terjadi beberapa waktu yang
didikan tertinggi dibanding desa-desa lain lalu tentang kemungkinan terjadinya badai
(lihat Tabel 2). Jumlah keluarga yang me- tropis di Pantai Selatan Jawa, ternyata ma-
miliki anggota rumah tangga berpendidikan lah disikapi dengan cara-cara dan budaya
tinggi membawa dampak pada tingkat agraris yaitu makan sayur tujuh macam.
kemajuan sosial dan ekonomi masyarakat

64 Forum Geografi, Vol. 21, No. 1, Juli 2007: 57 - 68


Karakteristik permukiman penduduk Tipe A adalah permukiman berpola menge-
yang bercirikan bentuk memanjang dengan lompok, kepadatan tinggi, dan kualitas
pola mengelompok (clustered), berkepadatan bangunan kurang baik, tipe B adalah per-
tinggi, dan proporsi bangunan permanen mukiman berpola mengelompok dan atau
seimbang dengan bangunan non permanen, random, kepadatan sedang, kualitas ba-
berhubungan dengan kondisi fisik ling- ngunan sedang, tipe C berpola random dan
kungan maupun kondisi sosial ekonomi atau uniform, kepadatan rendah hingga
penduduk. Terbentuknya pola persebaran sedang, dan kualitas bangunannya sedang
permukiman tertentu dipengaruhi oleh hingga baik.
faktor internal penghuni yang berkait erat
dengan kondisi sosial ekonomi penduduk, Permukiman tipe A didominasi oleh
serta faktor eksternal yang didominasi oleh sektor pekerjaan pertanian, Tipe B oleh
faktor fisik lingkungan (Yunus, 1989) sektor perdagangan dan jasa, dan tipe C
(Gustafson, 1998). Pada setiap lokasi geo- oleh PNS (lihat Tabel 3). Dapat disim-
grafis tertentu memiliki kondisi fisik ling- pulkan bahwa sektor pekerjaan berhu-
kungan dan kondisi sosial ekonomi masya- bungan cukup signifikan dengan karak-
rakat yang berbeda-beda, sehingga deter- teristik permukiman, dimana kepala ke-
minan terbentuknya pola persebaran per- luarga yang bekerja dalam sektor pertanian
mukiman pada masing-masing tempat juga umumnya kurang baik tipe per muki-
berbeda-beda (Fajita, 1982). mannya. Tingkat ekonomi keluarga juga
memiliki hubungan cukup signifikan
Hubungan antara karakteristik sosial dengan tipe permukiman, dimana semakin
ekonomi penduduk dengan karakteristik tinggi tingkat ekonominya semakin baik tipe
permukiman dianalisis dengan tabel silang permukimannya (lihat Tabel 4). Secara
menggunakan data primer hasil wawancara umum tipe permukiman di daerah peneli-
dengan 30 responden sebagai sampel. Ber- tian adalah tipe menengah, dan ini sejalan
dasarkan hasil analisis terhadap data yang dengan tingkat ekonomi yang juga dido-
diperoleh dengan cara wawancara dengan minasi kategori sedang.
responden menunjukkan bahwa terdapat
hubungan cukup signifikan antara karak- Tingkat pendidikan anggota rumah
teristik sosial ekonomi penduduk dengan tangga juga berhubungan signifikan dengan
karakteristik permukimannya. Permukiman tipe permukiman. Semakin rendah tingkat

Tabel 3. Tipe Permukiman menurut Sektor Pekerjaan

Tipe Permukiman
Sektor Pekerjaan Jumlah
A % B % C %
Pertanian 9 (82) 6 (50) 1 (14) 16
Perdagangan&Jasa 1 (9) 3 (25) 4 (57) 8
PNS 1 (9) 3 (25) 2 (29) 6
Jumlah 11 (100) 12 (100) 7 (100) 30

Sumber: Hasil Olahan Data Primer 2005

Analisis Karakteristik Permukiman Desa-Desa ... (Djaka Marwasta dan Kuswaji Dwi P.) 65
Tabel 4. Tipe Permukiman menurut Tingkat Ekonomi

Tipe Permukiman
Tingkat Ekonomi Jumlah
A % B % C %
Rendah 3 (27) 1 (8) 1 (14) 5
Sedang 6 (55) 10 (84) 4 (57) 20
Tinggi 2 (18) 1 (8) 2 (29) 5
Jumlah 11 (100) 12 (100) 7 (100) 30
Sumber: Hasil Olahan Data Primer 2005

pendidikan anggota rumah tangga semakin Bagian tengah merupakan daerah


kurang baik tipe permukimannya (lihat yang paling kurang aksesibel secara
Tabel 5). Perlu dijelaskan bahwa variabel kewilayahan, sedangkan bagian barat justru
lokasi dan provisi permukiman tidak di- cenderung lebih aksesibel karena relasi
gunakan untuk menentukan tipe permu- ekonomi terhadap Kabupaten Purworejo
kiman karena kedua variabel ini homogen relatif lebih baik dibandingkan bagian
di semua desa yang diteliti. Demikian juga tengah. Konsekuensi dari fenomena terse-
dengan variabel struktur keluarga dan pola but menjadikan bagian barat tipe permu-
pemilikan rumah dan lahan juga tidak diser- kimannya cenderung lebih baik daripada
takan dalam menentukan kondisi sosial bagian tengah, walaupun tidak sebaik ba-
ekonomi karena keduanya juga homogen. gian timur. Dalam hal ini ditemui kenyataan
bahwa secara kualitatif aksesibilitas fisik
Secara spasial tipe permukiman pada berpengaruh cukup nyata terhadap karak-
desa-desa pesisir Pantai Selatan Jawa di teristik permukiman yang terbentuk di
Kabupaten Kulonprogo terdistribusi atas suatu tempat tertentu (Spellerberg, 1998).
tipe permukiman A tersebar di bagian
tengah, tipe permukiman B menempati Dalam hubungannya dengan faktor
desa-desa di bagian barat, dan tipe permu- fisik lingkungan, secara visual terlihat nyata
kiman C berada di bagian timur dari daerah bahwa bentuk lahan sangat menentukan pola
penelitian (lihat gambar 2). Aksesibilitas persebaran dan bentuk permukiman. Per-
memegang peranan di dalam pola perse- mukiman hanya dijumpai pada satuan ben-
baran tipe permukiman tersebut, dimana tuklahan beting gisik dan dataran fluviomarin,
daerah timur yang lebih dekat dengan Kota dengan karakteristik pada beting gisik berpola
Yogyakarta tipe permukimannya paling mengelompok dengan bentuk memanjang
baik. Secara administratif Kabupaten (linear) sejajar dengan garis pantai, dan pada
Kulonprogo termasuk ke dalam propinsi DI dataran fluviomarin berpola random dan atau
Yogyakarta, sehingga keterikatan terhadap uniform dengan bentuk bintang dan atau
Kota Yogyakarta sebagai ibukota propinsi memanjang sejajar dengan jalan. Morfologi
memberikan pengaruh terhadap karakteris- pantai yang homogen di daerah penelitian
tik sosial ekonomi yang berdampak terhadap menyebabkan hubungan antara variabel ini
pola permukiman yang lebih baik diban- dengan pola permukimannya tidak tampak
dingkan bagian tengah dan barat. nyata. Hubungan morfologi pantai dengan

66 Forum Geografi, Vol. 21, No. 1, Juli 2007: 57 - 68


Tabel 5. Tipe Permukiman menurut Tingkat Pendidikan

Tipe Permukiman
Tingkat Pendidikan Jumlah
A % B % C %
Rendah 6 (55) 3 (25) 1 (14) 10
Sedang 3 (27) 6 (50) 2 (29) 11
Tinggi 2 (18) 3 (25) 4 (57) 9
Jumlah 11 (100) 12 (100) 7 (100) 30

Sumber: Hasil Olahan Data Primer 2005

karak-teristik permukiman akan dapat Namun demikian, ada dua hal yang
dianalisis dengan jelas apabila terdapat variasi cukup memberikan pengaruh positif
tipe morfologi pantai untuk berbagai karak- terhadap rendahnya kerentanan terhadap
teristik permukiman. bencana, yaitu kepadatan penduduk dan
aksesibilitas untuk mencapai daerah atas.
Salah satu faktor yang sangat perlu Penentuan tingkat resiko ini hanya didasar-
diperhatikan bagi permukiman-permu- kan pada jumlah penduduk, kepadatan
kiman pada daerah pesisir adalah kera- rumah mukim, dan kepadatan jalan. Secara
wanan terhadap bencana alam, terutama umum tingkat resiko bencana tsunami di
yang disebabkan oleh aktivitas laut, misal- desa-desa pesisir tersebut terdistribusi secara
nya rob dan tsunami. Usaha mitigasi atau- acak, tidak menunjukkan pola atau kon-
pun meminimalisasi resiko apabila terjadi sistensi ruang tertentu. Namun demi-kian
bencana sangat diperlukan untuk menghin- secara umum tingkatnya adalah sedang.
dari banyaknya korban bencana, salah satu
caranya adalah dengan melakukan pemin- KESIMPULAN DAN SARAN
takatan tingkat bahaya bencana untuk dae-
rah-daerah di sepanjang pantai dan pesisir. Kesimpulan
Dalam penelitian ini analisis deskriptif 1. Karakteristik permukiman desa-desa
kualitatif digunakan untuk menakar tingkat pesisir sepanjang Pantai Selatan Jawa
bahaya masing-masing desa di daerah pene- di Kabupaten Kulonprogo menunjuk-
litian. Dari faktor fisik jelas bahwa semua kan pola mengelompok (clustered) ber-
desa memiliki tingkat bahaya yang hampir bentuk linear sejajar garis pantai, kepa-
sama, karena umumnya penduduk meng- datan rumah sedang, terletak pada
huni di satuan bentuklahan beting gisik yang satuan bentuklahan beting gisik, tipe
memiliki ketinggian relatif rendah terhadap morfologi pantai berpasir, lereng landai,
muka air laut. Keberadaan gumuk pasir juga aksesibilitas fisik baik, ditandai kepa-
kurang membantu karena volume-nya yang datan jalan tinggi, serta kondisi sosial
relatif kecil. Dengan bentuk permukiman ekonomi penduduk kategori menengah,
yang memanjang sepanjang pantai, resiko dicirikan oleh pekerjaan sektor perta-
terkena gelombang pasang semua desa nian, tingkat ekonomi sedang, tingkat
tersebut relatif tinggi. pendidikan sedang.

Analisis Karakteristik Permukiman Desa-Desa ... (Djaka Marwasta dan Kuswaji Dwi P.) 67
2. karakteristik permukiman berhubungan Saran
secara signifikan dengan kondisi sosial Perlu dilakukan sosialisasi kepada ma-
ekonomi penduduk dan kondisi fisik syarakat pesisir selatan di Kabupaten Kulon-
lingkungan permukiman, dimana progo mengenai mitigasi bencana gelombang
semakin tinggi kondisi sosial ekonomi pasang maupun tsunami secara intensif, meng-
semakin baik tipe permukimannya. ingat masyarakat setempat kurang memiliki
sense of hazard terhadap potensi bencana ter-
3. secara umum tingkat bahaya terhadap sebut. Demikian pula kebijakan tata ruang
bencana gelombang pasang di daerah daerah pesisir perlu dirumuskan secara sung-
penelitian berada pada tingkat sedang. guh-sungguh untuk mengurangi resiko ben-
cana yang mungkin terjadi pada kawasan itu.

DAFTAR PUSTAKA

Bockstael, N. E. 1996. “Modeling Economics and Ecology: The Importance of a Spatial


Perspective.” American Journal of Agricultural Eronomics 78 (December): 168-80.
Fajita, M. 1982. “Spatial Patterns of Residential Development, Journal of Urban Economics
12 :22-52.
Gustafson, E. J. 1998. Quantifying Landscape Spatial Pattern: What is the state of the art?
Ecosystems 1:143-156.
Hardie, I.W., and P.J. Parks. 1997. “Land Use with Heterogeneous Land Quality: An
Application of an Area Base Mode.” American Joumal of Agricultural Economics 79
(May): 299-3 10.
Katayama, Ritsu et al., 2000, A Research On The Urban Disaster Prevention Plan Concerning
Earthquake Risk Forecast By Remoto Sensing in The Tokyo Bay Area, ISPRS, Vol,
Part B7, P6 62-669, Amsterdam.
Knox, Paul, and Marston, Sallie, 2004, Human Geography: Places and Regions in Global Context.
Third Edition, Upper Saddle River, N.J.: Prentice Hall.
Landsat. http://www.landsat.org (accessed 11 Febr. 2005)
Neer, J. T., 1999. High Resolution Imaging from Space - A Commercial Perspective on a
Changing Landscape, International Archives of Photogrammetry and Remote Sensing, XXXII
(7C2): pp. 132-143.
Spellerberg, I.F., 1998. Ecological Effects of Roads and Traffic: a Literature Review. Global
Ecology and Biogeography 7: 317-333.
USGS. http://www.usgs.gov/pubprod/satellitedata.html (accessed 14 Febr. 2005)
Yunus, H. S. 1989. Subject Matter dan Metode Penelitian Geografi Permukiman Kota. Fakultas
Geografi UGM.

68 Forum Geografi, Vol. 21, No. 1, Juli 2007: 57 - 68

Anda mungkin juga menyukai