Anda di halaman 1dari 6

Industri pertambangan batubara yang melakukan kegiatan pengolahan dan pencucian batubara

cenderung menggunakan rawa sebagai tempat pembuangan limbah batubara yang berasal dari
proses pencuciannya. Walaupun di dalam dokumen AMDAL diharuskan melakukan pengelolaan
limbah dengan membuat kolam pengendap secara berseri sesuai dengan kapasitas yang dibutuhkan
dan pengendapannya dilakukan secara periodik. <br /> Batubara hasil penambangan (Run of Mine)
dari tambang sebelum dipasarkan terlebih dahulu diproses di Instalasi Pengolahan dan Pencucian. Di
Instalasi dilakukan proses pengecilan ukuran (antara 0,125 mm s.d. 50 mm) dan selanjutnya
dilakukan pencucian dengan menggunakan air supaya partikel pengotornya lepas dari batubara.
Partikel-pertikel halus tersebut terdiri dari batubara berukuran < 0,125 mm, batuan lempung, batuan
lanau, batuan pasiran dan batuan lainnya yang disebut limbah batubara, dibuang ke Rawa Beloro
yang berada di sekitar lnstalasi Pengolahan dan Pencucian. <br /> Tujuan penelitian ini adalah a)
Mengetahui parameter kualitas air yang tercemar akibat pembuangan limbah batubara ke dalam
Rawa Beloro; b) Mengetahui tingkat pencemaran yang terjadi di Rawa Beloro akibat pembuangan
limbah batubara; c) Mengetahui penyebab utama terjadinya degradasi ekosistem perairan Rawa
Beloro; d) Mengetahui pengaruh limbah batubara terhadap struktur komunitas pada perairan Rawa
Beloro; e) Mengetahui pengaruh limbah batubara terhadap degradasilsuksesi rawa. Penelitian
secara ilmiah untuk mengetahui hal.tersebut di atas belum pernah dilakukan, untuk itu perlu
dilakukan penelitian. Setelah diketahuinya pengaruh pembuangan limbah batubara ke dalam rawa
maka basil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pembuatan peraturan atau kebijakan
pemerintah di bidang industri pertambangan batubara. <br /> Penekananan pada hipotesis ini
bahwa limbah batubara akan mempengaruhi beberapa aspek: a) Parameter fisika (kecerahan, suhu,
kecerahan dan padatan tersuspensi) dan kimia (Fe dan pH) dapat menurunkan kualitas perairan
akibat pembuangan limbah batubara; b) Rawa Beloro dikategorikan tercemar jika parameter fisika
dan kimia perairan melebihi standar Indeks Mutu Kualitas Air (U. S. STORET EPA); c) Dalam
penentuan kualitas perairan beberapa parameter fisika dan kimia penyebab utama dapat berkorelasi
negatif dengan parameter pendukung lainnya; d) Pembuangan limbah batubara memberi darnpak
pada kualitas biota perairan; e) Pembuangan limbah batubara secara terns menerus dapat
mengakibatkan suksesi rawa menjadi darat. <br /> Penelitian dilakukan secara survey lapangan dan
pengambilan sampel dari Rawa Beloro yang merupakan rawa yang terganggu lingkungannya akibat
pembuangan limbah batubara (10 titik stasiun) dan perairan Rawa Ngandang sebagai rawa yang
tidak terganggu akibat pembuangan limbah batubara yang merupakan mewakili rona awal (6 titik
stasiun). <br /> Data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh dari pengambilan sampel dari lapangan yang kemudian dianalisis di laboratorium: Balai
Penelitian dan Pengembangan Industri Samarinda (analisis kualitas air), PT. Geoservices (Ltd)
Bandung (sedimea) dan Laboratorium 1PB Bogor (plankton dan benthos). Data sekunder diperoleh
dari studi pustaka, perusahaan, Pemda setempat, dsb. Untuk mengetahui tingkat pencemaran
perairan Rawa Beloro dan Rawa Ngandang mengacu pada Indek Mutu Kualitas Air menurut U. S.
STORET-EPA dan PP No. 82 Tabun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air . Untuk mengetahui parameter utama dari kualitas perairan yang mengganggu
ekosistem Rawa Beloro dengan cara Analisis Komponen Utama (PCA) serta untuk mengetahui
kelompok dari masing-masing stasiun yang mempunyai karakteristik sama atau mendekati
digunakan cara Uji Koresponden Analisis. Parameter air yang dianalisis adalah kecerahan, kekeruhan,
padatan tersuspensi (TSS), suhu, pH, oksigen terlarut (DO), CO2 terlarut, bahan organik (BOD dan
COD), nutrient (NO2, N03 , NH3 dan P04), sulfat (S042-), besi (Fe) dan logam berat (Cd dan Zn).
<br /> Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa a) Parameter air yang tercemar akibat
pembuangan limbah batubara ke dalam rawa yaitu kecerahan, suhu, kekeruhan, Fe, padatan
tersuspensi (TSS) dan derajat keasaman (pH). b) Kualitas air Rawa Beloro sangat buruk dengan skor
-45 c) Penyebab utama degradasi Rawa Beloro adalah TSS, kadar Fe, kekeruhan dan pH.yang
berkorelasi negatif dengan suhu dan kecerahan. d) Kegiatan pembuangan limbah batubara
mengakibatkan kualitas biota perairan (fitoplankton, zooplankton dan makrozoobenthos) sangat
rendah. e) Rawa Beloro akan berubah menjadi daratan dalam waktu 15 tahun lagi (2016) akibat
dibuangnya limbah batubara sebanyak 140,000 ton/tahun dengan laju sedimentasi 4,6 x
10&#8254;4 m3/m2/hari atau 0,1656 m3/m2/tahun. <br /> Dalam rangka mempertahankan fungsi
Rawa Beloro (Rawa R1 dan Rawa R2) sebagai rawa disarankan agar Rawa Belor (R2) direhabilitasi
dan ditingkatkan fungsinya sebagai indikator kualitas air limbah batubara dengan cara limbah
batubara yang mengendap di Rawa Rl supaya dikeruk dan diiimbun ke bekas tambang. Selanjutnya
air yang keluar dari Rawa Rl ke Rawa R2 terlebih dahulu diolah sebingga parameter kualitas air yang
masuk ke Rawa R2 memenuhi kualitas air untuk perikanan sesuai dengan Baku Mutu Limbah kelas EI
dari (PP No. 82 Tahun 2001). Pada rawa R2 dapat ditanami tanaman air dan di budidayakan ikan
rawa. Limbah batubara yang terdiri dari batubara halus dan material yang terendap di Rawa Beloro
(R1) supaya dikeruk secara berkala dan dtimbun ke bekas tambang serta batubaranya dimanfaatkan
sebagai bahan briket karena jumlah batubara yang dibuang ke Rawa Beloro setiap tahunnya
sebanyak 70.000 ton.

http://eprints.ui.ac.id/6066/

ASPEK HIDROLOGI PADA PENAMBANGAN BATUGAMPING DI PULAU NUSAKAMBANGAN,


CILACAP, JAWA TENGAH
Sumawijaya, N., S. Y. Wibowo dan A. Subardja
Pusat Penelitian Geoteknologi - LIPI
Abstrak
Batugamping merupakan bahan untama pembuatan semen yang merupakan komponen utama dalam
pembangunan
infrastruktur. Salah satu dampak yang mungkin terjadi adalah pada kondisi hidrologi. Penelitian pada lahan
tambang batugamping Nusakambangan dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh kegiatan penambangan
terhadap
kondisi hidrologi dan mencari metode untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan paska tambang. Kegiatan
penelitian tahun anggaran 2008-2009 pada Penambangan batugamping Nusakambangan, merupakan rangkaian
penelitian Pemanfaatan Lahan Paska Penambangan yang dimulai sejak Tahun 2003-2005 pada Penambangan
Timah
sekunder di Bangka, Tahun 2006-2007 pada Penambangan Batubara di Berau Kaltim. Untuk memperkirakan
pengaruh penambangan batugamping oleh PT Holcim di Nusakambangan terhadap kondisi hidrologi dilakukan
pendekatan aspek geologi, pendugaan geifisika dan pendataan sifat fisika dan kimia air. Studi ini juga mengkaji
metode penambangan dan kegiatan rekalamsi yang dilakukan perusahaan. Pulau Nusakambangan terususun dari
batuan breksi bersusunan andesitik, fragmen batuan beku dan oksida besi dan batugamping klastik, dolomitan.
Berdasarkan hasil pengukuran geolistrik sebagai batuan dasar berupa lempung terletak pada kedalaman 30 meter
dibawah muka laut. Diatasnya berupa lapisan pasir – breksi volkanik hingga pada ketinggian 10 meter diatas
permukaan laut, kemudian diatasnya diendapkan batugamping hingga pada ketinggian ± 30 meter diatas muka
laut.
Batumpaing menempati sekitar 30% dari P Nusakamabangan, terutama bagian Utara-Timur. Penambangan
dilakukan secara tambang terbuka (open pit) dan terhadap areal yang sudah selesai ditambang dilakukan
reklamasi
menggunakan tanaman asli setempat. Air dari kawasan karst mengalir ke arah Utara berupa mata air dan sungai
bawah tanah. Hasil analisa kimia air menunjukkan air dari mata air, sungai bawah tanah dan air tanah
mempunyai
tipe kasium-becarbonate sementara rekaman muka air tanah menunjukkan fluktuasi harian yang sangat tajam,
yang
mencirikan adanya hubungan langsung dengan air hujan.
Kata kunci : batugamping, pertambangan, air, paska tambang

http://dspace.ipk.lipi.go.id/dspace/bitstream/123456789/431/1/ASPEK%20HIDROLOGI%20PADA
%20PENAMBANGAN%20BATUGAMPING%20DI%20PULAU%20NUSAKAMBANGAN%20CILACAP
%20JAWA%20TENGAH.pdf

Debu Tambang Batu Bara Kalsel Di Atas Ambang


Toleransi
Thu, 04/09/2008 - 17:13 — djuni

Debu Tambang Batu Bara Kalsel Di Atas Ambang Toleransi

Banjarmasin (ANTARA News) - Berdasarkan hasil pengukuran kualitas udara sejumlah


daerah terdapat lokasi pertambangan batu bara di Provinsi Kalimantan Selatan diketahui
kandungan debu melampaui diatas ambang batas yang ditoleransi.

Baku mutu udara ambient sesuau PP41/1999 hanya 150, tapi kondisi udara di beberapa
daerah sekitar angkutan tambang batu bara diketahui berada diatas baku mutu, kata Kabid
Humas Pemprov Kalsel Drs.Ismed Setiabakti, Rabu.

Berdasarkan laporan Kepala Bapedalda Kalsel Ir.Rachmadi Kurdi beberapa kegiatan yang
dapat berpengaruh terhadap kualitas udara antara lain adalah transportasi darat, kegiatan
pabrik/industri, eksplotasi penambangan dan pembakaran kawasan hutan.

Berbagai aktifitas tersebut dipastikan menimbulkan polusi udara yang berupa debu dan asap.

Akibat transportasi darat dapat terjadi pada deerah-daerah yang frekuensi lalu lintas
kendaraan sarana transportasi cukup tinggi, terlebih-lebih pada daerah-daerah yang sarana
jalannya masih berupa tanah.

Debu dapat berasal dari tanah yang berfungsi sebagai sarana jalan darat atau debu yang
berasal dari bahan yang diangkut, misalnya tanah galian atau batubara.

Polusi tersebut sangat mengganggu penduduk yang berada di sepanjang jalur transportasi
menuju tempat tujuan akhir.

Khusus batu bara sebagai tempat tujuan akhir adalah pelabuhan. Akibat polusi debu akan
menimbulkan gangguan pada saluran pernafasan manusia karena terjadinya penimbunan
partikel-partikel debu (Particulate matter 10 ?m atau PM 10) pada paru-paru.

Di Kalsel transportasi batubara menggunakan jalan negara yang merupakan fasilitas umum,
kalaupun ada jalan tambang biasanya hanya dimiliki oleh perusahaan pertambangan yang
berskala besar.
Perusahaan-perusahaan tersebut adalah Arutmin di Kabupaten Kotabaru dan Tanah Bumbu,
Adaro di Kabupaten Balangan, dan Jorong Barutama Grestone (JBG) di Kabupaten Tanah
Laut.

Ketiga perusahaan ini membangun jalan transportasi hingga sampai pelabuhan pemuatan dan
telah melakukan pengendalian debu dengan melakukan penyiraman secara berkala selama
kegiatan pengangkutan berlangsung.

Perusahaan-perusahaan yang belum memeliki jalan tambang sendiri biasanya menggunakan


jalan negara dengan menutupi bak kendaraan truk angkutan dengan terpal untuk mencegah
debu batubara berterbangan.

Penggunaan jalan negara hanya diijinkan hanya pada malam hari sejak pukul 18.00.

Dari hasil pengukuran kadar debu di sepanjang jalan transportasi batu bara dan lokasi
pertambangan yang aktif memperlihatkan kadar debu PM 10 yang melebihi baku mutu
menurut PP nomor 14 tahun 1999.

Hasil-hasil pengukuran tersebut dapat dilihat pada hasil pengukuran kadar debu PM 10 di
beberapa lokasi yang berhubungan dengan kegiatan pertambangan batubara di Kalsel.

Sebagai contoh lokasi diskripsi lokasi Kadar debu (?g/m3), seperti lokasi kegiatan
pertambangan batubara 158, lokasi (Desa) yang dilewati armada angkutan 167, lokasi (Desa)
yang dilewati armada angkutan 195, lokasi (Desa) yang dilewati armada angkutan 358, serta
persimpangan jalan provinsi dengan jalan menuju pelabuhan pemuatan batubara 250.

Sementara kadar debu hasil pemantauan di lokasi kegiatan penambangan, pengolahan dan
terminal batu bara milik PT Bahari Cakrawala Sebuku di Kecamatan Sebuku Kotabaru pada
bulan Maret 2005 hanya pada jalan tambang dan pemecahan batu bara telah melebihi baku
mutu yakni masing-masing 566,751 ?g/m3 dan 1.333,333 ?g/m3.

Selain di jalan transportasi angkutan batu bara juga dilakukan pengukuran kualitas udara di
daerah perkotaan. Selain debu pada daerah perkotaan, polusi yang terjadi dapat berasal dari
gas buang kendaraan bermotor, bau limbah dan lan-lain.

Untuk ini telah dilakukan pengukuran di jalan raya dan fasilitas umum dengan menggunakan
PP Nomor 41 Tahun 1999 tentang Baku Mutu Udara Ambient Nasional dan Kepmen LH
Nomor 48/MEN-LH/XI/1996 tentang Baku Mutu Kebauan.

Hasil pengukuran yang telah diperoleh seperti disajikan pada hasil pengukuran udara ambient
di daerah perkotaan di Kalsel dengan satuan ?g/m3 yaitu TSP dengan metode Gravimetrik
terendah 108.318 tertinggi 698,984 baku mutunya 230, SO metode Pararosanolin terendah
1.867 tertinggi 9.246 baku mutunya 365.

Kemudian hasil pengukuran PM10 metode Gravimetrik terendah 60.577 tertinggi 213.280
baku mutunya baku mutunya 150, O3 metode NKBI terendah 0,0296 tertinggi 0,921 baku
mutu 235, NO metode Saltman terendah 0,038 tertinggi 1,58 baku mutu 150, CO metode
NDIR terendah 48,348 tertinggi 44,392 baku mutunya 1000, dan PB metode ekstraktif
terendah 0,163 tertinggi 8,566 baku mutu 2.(*)
Dampak lingkungan ekspoitasi tambang batubara
Dampak lingkungan Eksploiitasi Batu bara

dari hasil diskusi POKJA PWLH banjarmasin yang menghadirkan Walhi, Kompas Borneo, Lsm lainnya
menyoroti mengenai pertambangan batubara khususnya di daerah Kalimantan Selatan. perubahan
alam KalSel sudah tersasa akibat dampak tambang batu bara. kawasan daratan kalsel telah hancur,
hutan gundul akibat penebangan secara membabibuta, ditambah dengan penambangan yang tak
terkendali. di kawasan pertambangan PT Adaro terdapat beberapa tandon raksaas atau kawah bekas
tambang yang menyebabkan bumi menganga tak mungkin bisa direklamasi . kawasan Satui tempat
operasi PT Arutmin menyebabkan alam berganit menjadi hutan buatan hasil reboisasi dan
menghilangkan hutan alam penjaga lingkungan. yang paling parah, ratusan bahkan ribuan hektar
lahan bekas tambang yang dikelola masyarakat baik perusahaan kecil atau individu, dimana mereka
hanya mengambil batu bara dan dibiarkan tanpa reklamasi. sekarang ini sungai martapura yang
berhulu di pegunungan Meratus telah berubah warna dan tingkat kekeruhannya akhibat partikel
kaolin, lumpur dan material lainnya. tambang batubara juga telah mengubah tingkat plusi udara dan
debu diberbagai wilayah kalsel. selain itu tambang telah melahirkan gas metana yang berakibat
meningkatkan tingkat keasaman tahanh disekitar tambang sehingga kawasan tambang tidak subur
dan cenderung gersang. keluhan lain yang merisaukan akibat kegiatan tambang yaiut terjadinya
pendangkalan sungai, pencemaran air limbah dll, berikut beberapa dampak dari pertambangan
batubara:
1. lubang tambang.
2. Air Asam tambang: mengandung loga berat yang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan
jangka panjang
3. Tailing: teiling mengandung logam-logam berat dalam kadar yang mengkhawatirkan seperti
tembaga, timbal, merkuri, seng, arsen yang berbahaya bagi makhluk hidup.
4. Sludge: limbah cucian batubara yang ditampung dalam bak penampung yang juga mengandung
logam berbahaya seperti boron, selenium dan nikel dll.
5. polusi udara: akibat dari flying ahses yang berbahaya bagi kesehatan penduduk dan menyebabkan
infeksi saluran pernapasan.

Reklamasi

reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang
terganggu akibat kegiatan usaha pertambangan, agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai
peruntukannya. agar menghasilkan lingkunga ekosistem yang baik.
permasalahan yang perlu diperhatikan dalam penetapan rencana reklamasi meliputi:
* pengisian kembali bekas tambang, penebaran tanah pucuk dan penataan kembali lahan bekas
tambang serta lahan bagi pertambangan yang kegiatannya tidak dilakukan pengisian kembali
* stabilitas jangka panjang, penampungan tailing, kestabilan lereng, dan permukaan timbunan,
pengendalian erosi dan pengelolaan air.
* Keamanan tambang terbuka, longsoran, pengelolaan B3 dan bahaya radiasi
* Karakteristik kandungan bahan nutrien dan sifat beracun tailing atau limbah batuan yang dapat
berpengaruh pada kegiatan revegatasi
* Pencegahan dan penanggulangan air asam tambang
* Penanganan potensi timbulnya gas metan dan emisinya dari tambang batubara.
* Penanganan bahan galian yang masih potensial dan bernilai ekonomi baik dalam kondisi in-sitiu,
berupa tailing atau waste
* Rekonstruksi tanah
* Revegatasi
* Penanganan air asam tambang
* Pengaturan Drainase

Anda mungkin juga menyukai