Anda di halaman 1dari 9

Sindroma Nefrotik

6:45 AM Posted by Irga

0 comments

Sindroma nefrotik (SN) merupakan salah satu manifestasi klinik glomerulonefritis (GN)
ditandai dengan edema anarsarka, proteinuria massif ≥ 3,5 g/hari, hiperkolesterolemia dan
lipiduria. (1,2)

Pada proses awal atau SN ringan, untuk menegakkan diagnosis tidak semua gejala
ditemukan. Proteinuria massif merupakan tanda khas SN akan tetapi pada SN berat yang
disertai kadar albumin rendah, ekskresi protein dalam urin juga berkurang. Proteinuria juga
berkontribusi terhadap berbagai komplikasi yang terjadi pada SN. (1,2)

Hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan lipiduria, gangguan keseimbangan nitrogen,


hiperkoagulabilitas, gangguan metabolisme kalsium dan tulang serta hormone tiroid sering
dijumpai pada SN. Umumnya, SN dengan fungsi ginjal normal kecuali sebagian kasus yang
berkembang menjadi penyakit ginjal tahap akhir (PGTA). Pada beberapa episode SN dapat
sembuh sendiri dan menunjukkan respone yang baik terhadap terapi steroid akan tetapi
sebagian lain dapat berkembang menjadi kronik. (1,2)

Etiologi
Sindroma nefrotik dapat disebabkan oleh GN primer dan GN sekunder akibat infeksi,
keganasan, penyakit jaringan penghubung (connective tissue disease), akibat obat atau toksin
dan akibat penyakit sistemik seperti yang tercantum pada tabel 1.

Tabel 1 Klasifikasi dan Penyebab Sindrom Nefrotik:


Glomerulonefritis Primer
-0 GN lesi minimal (GNLM)
-1 Glomerulosklerosis fokal (GSF)
-2 GN Membranosa (GNMN)
-3 GN Membranoploriferatif (GNMP)
-4 GN Proliferatif lain
Glomerulonefritis sekunder akibat :
Infeksi :
-5 HIV, hepatitis virus B dan C
-6 Sifilis, malaria, skistosoma
-7 Tuberkulosis, lepra

Keganasan :
Adenokarsinoma paru, payudara, kolon, limfoma Hodgkin, myeloma multiple, dan karsinoma
ginjal.
Penyakit jaringan penghubung
Lupus Eritematosus Sistemik, Artritia Reumatoid, MCTD (mixed connective tissue disease)
Efek obat dan toksin
Obat antiinflamasi non-steroid, preparat emas, penisilinamin, probenesid, air raksa, kaptpril,
heroin.
Lain-lain :
Diabetes mellitus, amiloidosis, pre-eklamsia, rejeksi alograf kronik, refluks vesikoureter, atau
sengatan lebah.

Glomerulonefritis primer atau idiopatik merupakan penyebab SN yang paling sering. Dalam
kelompok GN primer, terbagi atas: (a) GN lesi minimal (GNLM) sering pada anak - anak, (b)
Glomerulosklerosis fokal (GSF), (c) GN membranosa (GNMN) sering pada orang dewasa
dan (d) GN membranoproliferatif (GNMP). (1,2)
Glomerulonefritis sekunder akibat ineksi yang sering dijumpai misalnya pada GN pasca
infeksi Streptokokus atau infeksi virus hepatitis virus B, akibat obat misalnya obat anti
inflamasi non steroid atau preparat emas organic, dan akibat penyakit sistemik misalnya pada
lupus eritematosus sistemik dan diabetes mellitus. (1,2).

Patofisiologi
Reaksi antigen – antibodi menyebabkan permeabilitas membran basalis glomerulus
meningkat diikuti oleh kebocoran protein (albumin).

Proteinuri :
Proteinuri merupakan kelainan dasar SN. Proteinuri sebagian besar berasal dari kebocoran
glomerulus (proteinuri glomerular) dan hanya sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus
(proteinuri tubular). Perubahan integritas membrana basalis glomerulus menyebabkan
peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma dan protein utama yang
diekskresikan dalam urin adalah albumin. Protein lain yang diekskresi adalah globulin
pengikat tiroid, IgG, IgA, antitrombin III dan protein pengikat vitamin D. (1,2)

Derajat proteinuri tidak berhubungan langsung dengan keparahan kerusakan glomerulus.


Pasase protein plasma yang lebih besar dari 70 kD melalui membrana basalis glomerulus
normalnya dibatasi oleh charge selective barrier (suatu polyanionic glycosaminoglycan) dan
size selective barrier. Pada nefropati lesi minimal, proteinuri disebabkan terutama oleh
hilangnya charge selectivity sedangkan pada nefropati membranosa disebabkan terutama oleh
hilangnya size selectivity. (1,2)

Hipoalbuminemi
Keadaan ini disebabkan oleh kehilangan sejumlah protein tubuh melalui urine (proteinuria)
dan usus (protein loosing enteropathy), katabolisma albumin, pemasukan protein yang kurang
kerana nafsu makan yang menurun dan utilisasi asam amino yang menyertai penurunan faal
ginjal. Jika kompensasi hepar dalam mensintesa albumin tidak adekuat, akan terjadi
hipoproteinemi. (1,2)

Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis albumin hati dan
kehilangan protein melalui urin. Pada SN, hipoalbuminemia disebabkan oleh protenuria
massif dengan akibat penurunan tekanan onkotik plasma. Oleh itu, untuk mempertahankan
tekanan onkotik plasma, maka hati berusaha meningkatkan sintesis albumin. Peningkatan
sintesis albumin hati tidak berhasil menghalangi timbulnya hipoalbuminemia. Diet tinggi
protein dapat meningkatkan sintesis albumin hati. Akan tetapi tetap dapat mendorong
peningkatan ekskresi albumin melalui urin. Hipoalbuminemia dapat pula terjadi akibat
peningkatan reabsorbsi dan katabolisme albumin oleh tubulus proksimal. (1,2)

Hiperlipidemi
Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein (LDL),
trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein (HDL) dapat meningkat, normal
atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan
katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan
intermediate density lipoprotein dari darah).(3)
Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin serum dan
penurunan tekanan onkotik. (3)

Lipiduri
Lemak bebas (oval fat bodies) sering ditemukan pada sedimen urin. Sumber lemak ini berasal
dari filtrat lipoprotein melalui membrana basalis glomerulus yang permeabel. (3)

Edema
Teori underfil menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan factor utama terjadinya
edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma
sehingga cairan bergeser dari intravascular ke jaringan interstisium dan terjadi edema. Oleh
kerana itu, ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatkan retensi natrium dan air.
Mekanisma kompensasi ini akan memperbaiki volume intravascular tetapi juga akan
mengeksaserbasi terjadinya hipoalbuminemia sehingga edema semakin berat. (1,2,)
Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium sebagai defek renal utama. Retensi natrium
oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraselular meningkat sehingga terjadi edema. Penurunan
laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah terjadinya retensi natrium
dan edema. Kedua mekanisma tersebut ditemukan pada pasien SN. (1,2)

Beberapa penjelasan berusaha menggabungkan kedua teori ini, misalnya disebutkan bahwa
pembentukan edema merupakan proses dinamis. Didapatkan bahwa volume plasma menurun
secara bermakna pada saat pembentukan edema dan meningkat selama fase diuresis.(1,2)

Hiperkoagulabilitas
Keadaan ini disebabkan oleh hilangnya antitrombin (AT) III, protein S, C dan plasminogen
activating factor dalam urin dan meningkatnya faktor V, VII, VIII, X, trombosit, fibrinogen,
peningkatan agregasi trombosit, perubahan fungsi sel endotel serta menurunnya faktor
zimogen (faktor IX, XI).(3)

Kerentanan terhadap infeksi


Penurunan kadar imunoglobulin Ig G dan Ig A karena kehilangan lewat ginjal, penurunan
sintesis dan peningkatan katabolisme menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi
bakteri berkapsul seperti Streptococcus pneumonia, Klebsiella, Haemophilus. Pada SN juga
terjadi gangguan imunitas yang diperantarai sel T. Sering terjadi bronkopneumoni dan
peritonitis.(3)

Manifestasi klinis (1,2,3,4)


Protenuria : > 3.0 gr/24 jam. Perubahan pada membrana dasar glomerulus menyebabkan
peningkatan permebilitas glomerulus terhadap protein plasma yaitu albumin.
Hipoalbuminemia : albumin serum < 3.0 g/dl. Terjadi akibat hilangnya albumin dalam serum,
meningkatnya kecepatan katabolisme albumin di ginjal dan sintesis albumin hati yang
normal.

Edema : edema disebabkan oleh retensi natrium primer pada ginjal. Edema ditemukan pada
daerah yang menggantung dan longgar seperti palpebra. Oleh karena itu edema palpebra
dapat ditemukan pada awal penyakit ini. Efusi pleura dan asites sering ditemukan hingga
terjadi edema generalisata (anasarkha).
Hiperlipidemia : Kolesterol serum yaitu LDL meningkat (↑↑) dan VLDL menurun (↓↓).
Trigliserida meningkat. Perubahan ini terjadi kerana sintesis lipid hati meningkat dan
menurunnya katabolisma perifer.

Hiperkoagulabilitas : hilangnya antitrombin III dan faktor pengaktif plasminogen lewat


ginjal. Kadar plasma dari faktor V, VII dan X meningkat.
Imunitas : meningkatnya kerentanan terhadap infeksi bakteri oleh organisma berkapsul
seperti Streptococuss pneumoniae, Klebsiella atau Haemophilus.

Diagnosis (5)
Riwayat dan pemeriksaan fisik : Anamnesis harus meliputi penyakit yang telah ada (DM),
infeksi terdahulu, obat yang di makan, riwayat keluarga adanya penyakit ginjal, arthritis,
ruam dan penyakit sistemik. Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaan mata untuk
mencari tanda-tanda retinopati diabetes, hipertensi meliputi pemeriksaan mata untuk mencari
tanda – tanda retinopati diabetes, hipertensi maligna, ruam, arthritis, limfadenopati, atau
tanda adanya keganasanyang tersamar.
Pemeriksaan laboratorium : harus mencakup pemeriksaan darah lengkap, elektrolit serum,
BUN, kreatinin serum, panel lipid albumin dan bersihan kreatinin. Adanya sel darah merah
dalam urine dapat menunjukkan glomerulonefritis akut. Pemeriksaan serologi harus
mencakup pemeriksaan antibody antinukleus (ANA), kadar komplemen total,
imunoelektroforesis serum dan urine, dan pemeriksaan serologi untuk hepatitis B,
streptokokkus, krioglobulin, dan VDRL.

Radiografi : pemeriksaan ultrasonografi atau venografi ginjal sekiranya dicurigai adanya


trombosis vena ginjal.

Biopsy ginjal : biopsy ginjal harus dilakukan bila etiologi sekunder untuk penyakit
glomerulus tidak dapat ditetapkan dengan pemeriksaan klinis dan laboratorium.
Diagnosis SN dibuat berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium berupa
proteinuri masif (> 3,5 g/1,73m2 luas permukaan tubuh/hari), hipoalbuminemi (<3 g/dl),
edema, hiperlipidemi, lipiduri dan hiperkoagulabilitas. Pemeriksaan tambahan seperti
venografi diperlukan untuk menegakkan diagnosis trombosis vena yang dapat terjadi akibat
hiperkoagulabilitas. Pada SN primer untuk menentukan jenis kelainan histopatologi ginjal
yang menentukan prognosis dan respon terhadap terapi, diperlukan biopsi ginjal.

Penatalaksanaan (1,2,3)

Pengobatan SN terdiri dari pengobatan spesifik yang ditujukan terhadap penyakit dasar dan
pengobatan non-spesifik untuk mengurangi protenuria, mengontrol edema dan mengobati
komplikasi. Etiologi sekunder dari sindrom nefrotik harus dicari dan diberi terapi, da obat-
obatan yang menjadi penyebabnya disingkirkan.

a). Diuretik
Diuretik ansa henle (loop diuretic) misalnya furosemid (dosis awal 20-40 mg/hari) atau
golongan tiazid dengan atau tanpa kombinasi dengan potassium sparing diuretic
(spironolakton) digunakan untuk mengobati edema dan hipertensi. Penurunan berat badan
tidak boleh melebihi 0,5 kg/hari.

b). Diet.
Diet untuk pasien SN adalah 35 kal/kgbb./hari, sebagian besar terdiri dari karbohidrat. Diet
rendah garam (2-3 gr/hari), rendah lemak harus diberikan. Penelitian telah menunjukkan
bahwa pada pasien dengan penyakit ginjal tertentu, asupan yang rendah protein adalah aman,
dapat mengurangi proteinuria dan memperlambat hilangnya fungsi ginjal, mungkin dengan
menurunkan tekanan intraglomerulus. Derajat pembatasan protein yang akan dianjurkan pada
pasien yang kekurangan protein akibat sindrom nefrotik belum ditetapkan. Pembatasan
asupan protein 0,8-1,0 gr/ kgBB/hari dapat mengurangi proteinuria. Tambahan vitamin D
dapat diberikan kalau pasien mengalami kekurangan vitamin ini.

c) Terapi antikoagulan
Bila didiagnosis adanya peristiwa tromboembolisme , terapi antikoagulan dengan heparin
harus dimulai. JUmlah heparin yang diperlukan untuk mencapai waktu tromboplastin parsial
(PTT) terapeutik mungkin meningkat karena adanya penurunan jumlah antitrombin III.
Setelah terapi heparin intravena , antikoagulasi oral dengan warfarin dilanjutkan sampai
sindrom nefrotik dapat diatasi.

d) Terapi Obat
Terapi khusus untuk sindroma nefrotik adalah pemberian kortikosteroid yaitu prednisone 1 –
1,5 mg/kgBB/hari dosis tunggal pagi hari selama 4 – 6 minggu. Kemudian dikurangi 5
mg/minggu sampai tercapai dosis maintenance (5 – 10 mg) kemudian diberikan 5 mg selang
sehari dan dihentikan dalam 1-2 minggu. Bila pada saat tapering off, keadaan penderita
memburuk kembali (timbul edema, protenuri), diberikan kembali full dose selama 4 minggu
kemudian tapering off kembali. Obat kortikosteroid menjadi pilihan utama untuk menangani
sindroma nefrotik (prednisone, metil prednisone) terutama pada minimal glomerular lesion
(MGL), focal segmental glomerulosclerosis (FSG) dan sistemik lupus glomerulonephritis.
Obat antiradang nonsteroid (NSAID) telah digunakan pada pasien dengan nefropati
membranosa dan glomerulosklerosis fokal untuk mengurangi sintesis prostaglandin yang
menyebabkan dilatasi. Ini menyebabkan vasokonstriksi ginjal, pengurangan tekanan
intraglomerulus, dan dalam banyak kasus penurunan proteinuria sampai 75 %.
Sitostatika diberikan bila dengan pemberian prednisone tidak ada respon, kambuh yang
berulang kali atau timbul efek samping kortikosteroid. Dapat diberikan siklofosfamid 1,5
mg/kgBB/hari. Obat penurun lemak golongan statin seperti simvastatin, pravastatin dan
lovastatin dapat menurunkan kolesterol LDL, trigliserida dan meningkatkan kolesterol HDL.

Obat anti proteinurik misalnya ACE inhibitor (Captopril 3*12,5 mg), kalsium antagonis
(Herbeser 180 mg) atau beta bloker. Obat penghambat enzim konversi angiotensin
(angiotensin converting enzyme inhibitors) dan antagonis reseptor angiotensin II dapat
menurunkan tekanan darah dan kombinasi keduanya mempunyai efek aditif dalam
menurunkan proteinuria.

Komplikasi
Hiperlipidemia merupakan keadaan yang sering menyertai SN. Kadar kolesterol pada
umumnya meningkat sedangkan trigliserida bervariasi dari normal sampai sedikit tinggi.
Peningkatan kadar kolesterol disebabkan oleh meningkatnya LDL (low density lipoprotein)
yaitu sejenis lipoprotein utama pengangkut kolesterol. Tingginya kadar LDL pada SN
disebabkan oleh peningkatan sintesis hati tanpa gangguan katabolisme hati. Mekanisma
hiperlipidemia pada SN dihubungkan dengan peningkatan sintesis lipid dan lipoprotein hati
dan menurunnya katabolisme. (1,2)

Lipiduria sering ditemukan pada SN dan ditandai oleh akumulasi lipid pada debris sel dan
cast seperti badan lemak berbentuk oval (oval fat bodies) dan fatty cast. Lipiduria lebih
dikaitkan dengan protenuria daripada dengan hiperlipidemia. (3)

Komplikasi tromboemboli sering ditemukan pada SN akibat peningkatan koagulasi


intravascular. Pada SN akibat GNMP kecenderungan terjadinya trombosis vena renalis cukup
tinggi. Emboli paru dan trombosis vena dalam (deep vena trombosis) sering dijumpai pada
SN. (2,3)
Terjadinya infeksi oleh kerana defek imunitas humoral, selular, dan gangguan system
komplemen. Oleh itu bacteria yang tidak berkapsul seperti Haemophilus influenzae and
Streptococcus pneumonia boleh menyebabkan terjadinya infeksi. Penurunan IgG, IgA dan
gamma globulin sering ditemukan pada pasien SN oleh kerana sintesis yang menurun atau
katabolisme yang meningkat dan bertambah banyaknya yang terbuang melalui urine. (2)
Gagal ginjal akut disebabkan oleh hypovolemia. Oleh kerana cairan berakumulasi di dalam
jaringan tubuh, kurang sekali cairan di dalam sirkulasi darah. Penurunan aliran darah ke
ginjal menyebabkan ginjal tidak dapat berfungsi dengan baik dan timbulnya nekrosis tubular
akut. (1,2,3)

Prognosis (5,6)
Prognosis tergantung pada kausa sindrom nefrotik. Pada kasus anak, prognosis adalah sangat
baik kerana minimal change disease (MCD) memberikan respon yang sangat baik pada terapi
steroid dan tidak menyebabkan terjadi gagal ginjal (chronic renal failure). Tetapi untuk
penyebab lain seperti focal segmental glomerulosclerosis (FSG) sering menyebabkan terjadi
end stage renal disease (ESRD). Faktor – faktor lain yang memperberat lagi sindroma
nefrotik adalah level protenuria, control tekanan darah dan fungsi ginjal.

DAFTAR PUSTAKA

Wiguno Prodjosudjadi, Divisi Ginjal Hipertensi, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi ke-4,
Aru W.Sudoyo, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta, 2006

Gunawan, C.A, Sindrom Nefrotik Patogenesis dan Penatalaksanaan, Bagian/ SMF Ilmu
Penyakit Dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis Universitas Mulawarman / RSUD
A.Wahab Sjahranie Samarinda

Sukandar E, Sulaeman R. Sindroma nefrotik. Dalam : Soeparman, Soekaton U, Waspadji S et


al (eds). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 1990. p. 282-305.

http://emedicine.medscape.com/article/244631-overview

http://www.merck.com/mmpe/sec17/ch235/ch235b.html

Emil A. Tanagho, Diagnosis of Medical Renal Disease, Smith’s General Urology, 6th
edition, Janet Foltin, The McGraw – Hill Companies, 2004, p : 530-532 Baca Selengkapnya..
Labels: Health

Anda mungkin juga menyukai