Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan diseluruh dunia, oleh karena
morbiditas dan mortalitasnya masih tinggi, terutama pada negara yang sedang
1,2.
berkembang. WHO (=
menyatakan bahwa TB saat ini
telah menjadi ancaman global. Diperkirakan terdapat 8 juta kasus baru dan 3 juta
kematian karena TB setiap tahunnya. Menurut WHO tahun 1989, dinegara berkembang
terdapat 1,3 juta kasus dan 450.000 kematian karena TB pada anak dibawah 15 tahun.
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986, menyatakan bahwa TB adalah
penyebab kematian nomor 4 sedangkan menurut SKRT tahun 1992, TB sebagai
penyebab kematian nomor 2 sesudah penyakit kardiovaskuler dan nomor 1 dari
golongan penyakit infeksi.
Dikatakan, sampai hari ini belum ada satu negara pun didunia yang telah bebas
TB paru. Bahkan untuk negara maju, dimana tadinya angka TB telah menurun,
belakangan angka ini naik lagi sehingga TB disebut sebagai salah satu reemerging
disease. Sementara di Indonesia penyakit ini belum pernah menurun jumlahnya dan
bahkan meningkat. 13
c c
Tuberkulosis adalah suatu infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh
sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang
1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um, dengan ditandai adanya pembentukan granuloma pada
jaringan yang terinfeksi akibat reaksi hipersensitifitas yang diperantai oleh sel (Bahar,
2001).
Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh
Mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru
dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98%
kematian akibat TB didunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Demikian juga,
kematian wanita akibat TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan,
persalinan dan nifas.
ambar. 2 Insidens TB didunia (WHO, 2004)
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara
ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-
rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan
pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20 ± 30%. Jika ia meninggal akibat TB,
maka akan kehilangan dampak buruk lainnya secara sosial ± stigma bahkan dikucilkan
oleh masyarakat.
Sumber penularan adalah penderita TBC BTA positif. Pada waktu batuk atau
bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk (percikan dahak).
Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama
beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran
pernafasan.
Setelah kuman TBC masuk kedalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman
TBC tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem
peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke
bagian-bagian tubuh lainnya.
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin
menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatip (tidak terlihat kuman),
maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi
TBC ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara
tersebut.1
^ !
Pathogenesis dan manifestasi patologi tuberculosis paru merupakan hasil respon
imun seluler (cell mediated immunity) dan reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap
antigen kuman tuberculosis.
Pada keadaan dorman ini metabolisme kuman minimal sehingga tidak sensitive
terhadap terapi . caseous necrosis ini merupakan reaksi DTH yang berasal dari limfosit
T, khususnya T sitotoksik (Tc), yang melibatkan cloting factor, sitokiun TNF-alfa,
antigen reactif, nitrogen intermediate, kompleks antigen antibody, komplemen dan
produk-produk yang dilepaskan kuman yang mati. Pada reaksi inflamasi, endotel
vaskuler menjadi aktif dan menghasilkan molekul-molekul adesi (ICAM-1, ELAM-1,
VCAM-1), MHC I dan II.
^ : terjadi likuifikasi caseous center dimana untuk pertama kalinya terjadi
multipikasi kuman tuberculosis ekstraseluler yang dapat mencapai jumlah besar. Respon
imun CMI sering tidak mampu mengendaliannya.
a. Gejala
- Gejala respiratorik: Batuk > 3 minggu, berdahak, batuk darah, nyeri dada,
sesak nafas.
- Gejala sistemik : demam, berkeringat malam, malaise, nafsu makan
menurun, berat badan turun.
c. Pemeriksaan
Penemuan basil tahan asam (BTA) dalam sputum, mempunyai arti yang
sangat penting dalam menegakkan diagnosis TB paru, namun kadang-kadang tidak
mudah untuk menemukan BTA tersebut. BTA baru dapat ditemukan dalam
sputum, bila bronkus sudah terlibat, sehingga sekret yang dikeluarkan melalui
bronkus akan mengandung BTA. 1 2 5
Pemeriksaan sputum untuk menemukan BTA merupakan pemeriksaan yang
harus dilakukan pada seseorang yang dicurigai menderita tuberculosis atau suspek.
Pemeriksaan dahak di lakukan 3 kali ( sewaktu/ pagi/ sewaktu), dengan pewranaan
Ziehl-Nielsen atau Kinyoun Gabbet.
S(sewaktu):
Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali.
Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak
pagi pada hari kedua.
P(Pagi):
Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
S(sewaktu):
Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.
DIAGNOSIS
Diagnosis TB paru ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan
hapusan spuntum secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif bila
sedikitnya 2 dari specimen sputum ditemukan BTA (+).
Bila hanya 1 spesimen positif, perlu pemeriksaan foto thoraks atau
pemeriksaan sputum ulang. Bila foto thorak mendukung TB maka diidiagnosis
sebagai TB paru BTA (+). Bila foto thoraks tidak mendukung TB maka perlu
dilakukan pemeiksaan sputum ulang. Bilapemeriksaan sputum ulang hasilnya
negatif berarti bukan penderita TB. Bila sputum positif, berarti penderita TB BTA
(+). Bial foto thoraks mendukung TB tapi pemeriksaan sputum negatif, maka
diagnosis adalah TB paru BTA negatif rontgen positif
Fibrotic, etrutama pada segmen apical dan atau posterior lobus atas dan
atau segmen superior lobus bawah.
Kalsifikasi
Penebalan pleura
9. Komplikasi
Komplikasi dini:
1. pleuritis
2. efusi pleura
3. empiema
4. laringitis
5. TB usus
Komplikasi lanjut :
1. obstruksi jalan napas
2. kor pulmonale
3. amiloidosis
4. karsinoma paru
5. sindrom gagal napas
10.Penanganan
Menyembuhkan penderita.
Mencegah kematian.
Mencegah kekambuhan.
Thioacetazone atau T
"#
#$%G
Isoniasid&'
u Dikenal dengan INH, bersifat !
, dapat membunuh 90% populasi kuman
dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif terhadap kuman
dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis harian
yang dianjurkan 5 mg/kg BB sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali
seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB.
Rifampisin&('
u Bersifat !
, dapat membunuh kuman
yang tidak
dapat dibunuh oleh $
. Dosis 10 mg/kg BB diberikan sama untuk pengobatan
harian maupun intermiten 3 kali seminggu.
irasinamid &)'
u Bersifat !
, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana
asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB sedangkan untuk pengobatan
intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB.
treptomisin&'
u Penderita berumur sampai 60 tahun dosisnya 0,75 gr/hari, sedangkan untuk berumur
60 tahun atau lebih diberikan 0,50 gr/hari.
Etambutol&'
#
Obat TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup
dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman (termasuk kuman persister)
dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan sebagai dosis
tunggal, sebaiknya pada saat perut kosong. Apabila paduan obat yang digunakan tidak
adekuat (jenis, dosis dan jangka waktu pengobatan), kuman TBC akan berkembang
menjadi kuman kebal obat (resisten). Untuk menjamin kepatuhan penderita menelan
obat, pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT = p
Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap Intensif
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung
untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT, terutama rifampisin. Bila
pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular
menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TBC
BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif.
!
! &
!! .
Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama. # &
! !
&
!!
"
:
2HRZE/4H3R3
2HRZE/4HR
2HRZE/6HE
2HRZES/HRZE/5H3R3E3
2HRZES/HRZE/5HRE
2HRZ/4H3R3
2HRZ/4HR
2HRZ/6HE
Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3.
Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3.
Kategori 3 : 2 HRZ/4H3R3.
Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket kombipak, dengan tujuan untuk
memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan
sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) penderita dalam satu (1) masa pengobatan.
*&()+G('
Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z) dan Etambutol
(E). Obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2 HRZE). Kemudian
diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniasid (H) dan Rifampisin (R),
diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3).
"# #$ $
# "
Dosis per hari / kali Jumlah
Tahap intensif
2 bulan 1 1 3 3 60
(dosis harian)
Tahap lanjutan
Keterangan: dosis tersebut diatas untuk penderita dengan BB antara 33-50 kg.
Satu paket kombipak kategori 1 berisi 114 blister harian yang terdiri dari 60
blister HRZE untuk tahap intensif, dan 54 blister HR untuk tahap lanjutan, masing-
masing dikemas dalam dos kecil dan disatukan dalam 1 dos besar.
*&()+()+^('
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan
Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z), Etambutol (E) dan suntikan streptomisin
setiap hari di UPK. Dilanjutkan 1 bulan dengan Isoniasid (H), Rifampisin (R),
Pirasinamid (Z), dan Etambutol (E) setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap
lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu.
# "
Etambutol Jumlah
Tablet
Kaplet Tablet Tablet Tablet
Tahap Lamanya Isoniasi Strepto- Hari /
Rifampisi Pirasinam @ kali
Peng- d @ misin
Pengobat n id menela
an obatan @300 250 mg 500 Injeksi
@450 mg @500 mg n
mg mg
obat
(dosis
1 bulan 1 1 3 3 --- --- 30
harian)
Tahap
Lanjutan
5 bulan 2 1 --- 1 2 --- 66
(dosis 3 x
seminggu
)
*&()+G('
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ),
diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali
seminggu (4H3R3).
"# #$ $
Penderita ekstra paru ringan, yaitu TBC kelenjar limfe (
),
!
%
, TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang belakang), sendi
dan kelenjar adrenal.
# "
Tahap
intensif 2 bulan 1 1 3 60
(dosis harian)
Tahap
lanjutan
4 bulan 2 1 --- 54
(dosis 3 x
seminggu)
Satu paket kombipak kategori 3 berisi 114 blister harian yang terdiri dari 60
blister HRZ untuk tahap intensif, dan 54 blister HR untuk tahap lanjutan, masing-masing
dikemas dalam dos kecil dan disatukan dalam 1 dos besar.
"
&()'
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan
kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil
pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama
1 bulan.
#G "
Tahap
Lamanya Tablet Kaplet Tablet Tablet Jumlah
Pengobata Isoniasid Rifampisin Pirasinami Etambutol hari/kali
Pengob n d menelan obat
atan @300 @ 450 mg @ 250 mg
mg @ 500 mg
Tahap
intensif
1 bulan 1 1 3 3 30
(dosis
harian)
11.Prognosis