Anda di halaman 1dari 25

c c

   

Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan diseluruh dunia, oleh karena
morbiditas dan mortalitasnya masih tinggi, terutama pada negara yang sedang
1,2.
berkembang. WHO (=   
    menyatakan bahwa TB saat ini
telah menjadi ancaman global. Diperkirakan terdapat 8 juta kasus baru dan 3 juta
kematian karena TB setiap tahunnya. Menurut WHO tahun 1989, dinegara berkembang
terdapat 1,3 juta kasus dan 450.000 kematian karena TB pada anak dibawah 15 tahun.
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986, menyatakan bahwa TB adalah
penyebab kematian nomor 4 sedangkan menurut SKRT tahun 1992, TB sebagai
penyebab kematian nomor 2 sesudah penyakit kardiovaskuler dan nomor 1 dari
golongan penyakit infeksi.

Saat ini, laporan internasional menunjukan bahwa Indonesia adalah


µpenyumbang¶ kasus penderita TB terbesar ketiga didunia, setelah Cina dan India. WHO
memperkirakan bahwa setiap tahunnya 175.000 orang meninggal karena TB dari sekitar
500.000 kasus baru dengan 260.000 orang tidak terdiagnosis serta mendapat palayanan
yang tidak tuntas. Menurut data yang dilaporkan dunia pada tahun 1995, penderita TB di
Indonesia berjumlah 460.000 orang, dan angka ini relatif lebih tinggi dibandingkan
dengan negara lain. Tahun 2000 insiden TB di dunia akan semakin meningkat
disbanding tahun 1995, tujuh puluh persen penderita TB paru berada pada usia produktif
(15-54 tahun) yang sebagian besar berasal dari golongan sosial ekonomi rendah dan
diperkirakan kasus BTA positif adalah 241 per 1.000 penduduk sehingga berperan dalam
penyebaran penyakit kepada masyarakat luas.3-13

Penularan tuberkulosis melalui udara dengan inhalasi    yang


mengandung basil tuberkulosis yang infeksius.14-17 Bayi dan anak yang kontak serumah
dengan penderita tuberkulosis dewasa terutama dengan sputum BTA positif yang belum
pernah didiagnosa dan diobati merupakan resiko tinggi terinfeksi TB. 18
WHO menganjurkan imunisasi BCG diberikan pada bayi baru lahir untuk
mencegah infeksi tuberkulosis. Walaupun efikasi BCG dalam mencegah infeksi
tuberkulosis masih diperdebatkan, pada daerah mana angka infeksi tinggi, imunisasi
BCG harus dianggap sebagai dari program kontrol tuberkulosis. Di Indonesia imunisasi
BCG masih perlu dilaksanakan sebagai usaha untuk mencegah tuberkulosis. 19-21

Dikatakan, sampai hari ini belum ada satu negara pun didunia yang telah bebas
TB paru. Bahkan untuk negara maju, dimana tadinya angka TB telah menurun,
belakangan angka ini naik lagi sehingga TB disebut sebagai salah satu reemerging
disease. Sementara di Indonesia penyakit ini belum pernah menurun jumlahnya dan
bahkan meningkat. 13
c c

  



 
Tuberkulosis adalah suatu infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh
       sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang
1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um, dengan ditandai adanya pembentukan granuloma pada
jaringan yang terinfeksi akibat reaksi hipersensitifitas yang diperantai oleh sel (Bahar,
2001).

 Mycobacterium Tuberculosa


        merupakan sel berbentuk batang yang lurus
berukuran 0,4x3 mikro. Bakteri ini tidak berspora dan tidak berkapsul. Pada pewarnaan
Ziehl-Neilsen tampak mikroorganisme berwarna merah dengan latar belakang berwarna
biru. Pada pewarnaan fluorokrom berfluoresensi dengan warna kuning jingga. Bakteri
ini sulit diwarnai dengan pewarnaan Gram, tetapi bila berhasil maka hasilnya adalah
Gram positif.
Pemeriksaan menggunakan mikroskop elektron memperlihatkan dinding sel yang
tebal, mesosom yang mengandung lemak (lipid). Kandungan lemak pada kuman ini
besar, yaitu lebih dari 25% dibanding kuman Gram positif yang hanya mengandung
0,5% dan pada kuman Gram negatif 3%. Besarnya kandungan lipid memberikan sifat
khas pada mikobaterium, yaitu tahan terhadap kekeringan, alkohol, zat asam, alkali dan
germisida tertentu. Menurut Barsdake dan Kim, sifat tahan asam dari sel mikobakterium
oleh adanya perangkap fuksin intrasel, suatu pertahanan yang dihasilkan dari kompleks
mikolat fuksin yang terbentuk di dinding.


        

!  !  "

Mikobakterium mengandung sejumlah besar kompleks lemak dengan berat


molekul tinggi, antara lain µmycosid¶ D wax, trehalose-6,6-dimycolate dan sulfolipid.
Mikosid adalah seri dari asam mikolat yang mengandung glikolipid atau glikolipid
peptida, terdistribusi secara khas diantara spesies mikobakterium yang berbeda.
Beberapa mikosid terdapat dilapisan luar permukaan sel dan berperan sebagai reseptor
bakteriofag. D wax adalah suatu substansi yang terdiri dari asam mikolat, peptida dan
polisakarida. Substansi ini mempunayi sifat µadjuvant¶ yang khas, antara lain; dapat
meningkatkan produksi antibodi untuk melawan antigen protein yang digabungkan
dalam emulsi minyak D wax menginduksi respon imun seluler ( cell- mediated
immun/CMI). Oleh karena sifat inilah maka D wax ikut berperan terhadap patogenitas
tuberkulosa melalui peningkatan respon CMI (terutama hipersensitivitas tipe lambat)
untuk melawan protein mikobakterium. Penelitian menunjukan bahwa komponen aktif D
wax adalah N-acety muramil dipeptida.
µCord factor¶ berhubungan erat dengan virulensi kuman TB dimana pada kultur
membentuk µserpentine cord¶, yaitu susunan paralel dari kuman. Pembentukan µcord¶ ini
dihubungkan dengan adanya glikolipid trehalose-6, 6-mikolat yang berlokasi dibagian
perifer organisme. Sejumlah respon bilogik dapat ditimbulkan oleh material ini, antara
lain bersifat toksik terhadap tikus, menghambat migrasi leukosit polimorfonuklear,
menginduksi perlindungan terhadap infeksi kuman virulen dan menginduksi
pembentukan granuloma.
Sulfolipid adalah suatu glikolipid yang berlokasi diperifer, material yang dapat
memberikan respon berupa pengikatan pewarnaan merah netral pada galur
mikobakterium tuberkulosis yang virulen. Walaupun sulfolipid sendiri tidak bersifat
toksik, tetapi bila digabungkan dengan µcord factor¶ dapat memperkuat sifat toksik µcord
factor¶.
Pertumbuhan mikobakterium patogen sangat lambat dengan waktu pembelahan
adalah sekitar 12-18 jam dan suhu pertumbuhan optimum 37ºC. Mikobakterium dapat
tumbuh pada media buatan yang sederhana, tetapi pertumbuhan bakteri yang diisolasi
dari bahan klinik membutuhkan media kompleks. Pada pembenihan, pertumbuhan
tampak setelah 2-3 minggu, membentuk koloni cembung, kering, warna kuning gading.

 
Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh
Mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru
dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98%
kematian akibat TB didunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Demikian juga,
kematian wanita akibat TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan,
persalinan dan nifas.
‰ambar. 2 Insidens TB didunia (WHO, 2004)

Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara
ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-
rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan
pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20 ± 30%. Jika ia meninggal akibat TB,
maka akan kehilangan dampak buruk lainnya secara sosial ± stigma bahkan dikucilkan
oleh masyarakat.

Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah:


‡ Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara
negara yang sedang berkembang.
‡ Kegagalan program TB selama ini. Hal ini diakibatkan oleh:
- Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan
- Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh
masyarakat, penemuan kasus /diagnosis yang tidak standar, obat tidak
terjamin penyediaannya, tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan
pelaporan yang standar, dan sebagainya).
- Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan paduan obat yang
tidak standar, gagal menyembuhkan kasus yang telah didiagnosis)
- Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG.
- Infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang mengalami
krisis ekonomi atau pergolakan masyarakat.
‡ Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan
perubahan struktur umur kependudukan.
‡ Dampak pandemi infeksi HIV.

Situasi TB didunia semakin memburuk, jumlah kasus TB meningkat dan banyak


yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada negara yang dikelompokkan dalam 22
negara dengan masalah TB besar      . Menyikapi hal tersebut, pada
tahun 1993, WHO mencanangkan #  !       

Munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan TB.


Koinfeksi TB dengan HIV akan meningkatkan risiko kejadian TB secara signifikan.
Pada saat yang sama, kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB (multidrug
resistance = MDR) semakin menjadi masalah akibat kasus yang tidak berhasil
disembuhkan. Keadaan tersebut pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya epidemi
TB yang sulit ditangani.

Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah


pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina
dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia. Diperkirakan
pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang.
Insidensi kasus TB BTA positif sekita 110 per 100.000 penduduk.
G 

Sumber penularan adalah penderita TBC BTA positif. Pada waktu batuk atau
bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk   (percikan dahak).
Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama
beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran
pernafasan.

Setelah kuman TBC masuk kedalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman
TBC tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem
peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke
bagian-bagian tubuh lainnya.

Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin
menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatip (tidak terlihat kuman),
maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi
TBC ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara
tersebut.1

^  !
Pathogenesis dan manifestasi patologi tuberculosis paru merupakan hasil respon
imun seluler (cell mediated immunity) dan reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap
antigen kuman tuberculosis.

Perjalanan infeksi tuberculosis terjadi melalui 5 stage:

 : di mulai dari masuknya kuman tuberculosis ke aveoli. Kuman akan


difagosit oleh makrofag alveolar dan umumnya dapat dihancurkan. Bila daya bunuh
makrofag rendah, kuman tuberculosis akan berproliferasi dalam sitoplasma dan akan
menyebabkan lisis makrofag. Pada umumnya pada stage ini tidak akan terjadi
pertumbuhan kuman. Masuknya kuman ke alveoli akan menarik sel limfosit, netrofil dan
makrofag alveolar lain, sehingga terjadi focus primer. Proses ini menyebabkan
konsolidasi alveolar atau tuberculosis pneumonia.

 : kuman tumbuh dalam non-activated macrofag yang gagal


mendestruksikan kuman tuberculosis hingga makrofag hancur dan kuman tuberculosis di
fagosit oleh makrofag lain yang masuk ketempat radang karena faktor kemotaksis
komponen komplemen C5a dan monocyte chemotractant protein (MPC-1). Lama
kelamaan makin banyak makrofag dan kuman tuberculosis yang berkumpul di tempat
lesi.

 : terjadi nekrosis kaseosa, jumlah kuman tuberculosis menetap karena


pertumbuhannya dihambat oleh respon imun tubuh terhadap tuberculi-like antigen. Pada
stage ini DTH merupakan respon imun utama yang mampu menghancurkan makrofag
yang berisi kuman. Respon ini terbentuk 4-5 minggu dari sejak infeksi. Dalam solid
casous center yang terbentuk, kuman ekstraseluler tidak dapat tumbuh, dikelilingi non-
activated macrofag, dan partyly activated macrofag. Pertumbuhan kuman tuberculosis
terhenti, namun respon imun DTH ini menyebabkan perluasan caseous center dan
progresivitas penyakit. Kuman tuberculosis masih dapat hidup dalam solid caseous
necrosis tapi tidak dapat berkembang biak karena keadaan anoksia, penurunan pH dan
adanya inhibitory fatty acid.

Pada keadaan dorman ini metabolisme kuman minimal sehingga tidak sensitive
terhadap terapi . caseous necrosis ini merupakan reaksi DTH yang berasal dari limfosit
T, khususnya T sitotoksik (Tc), yang melibatkan cloting factor, sitokiun TNF-alfa,
antigen reactif, nitrogen intermediate, kompleks antigen antibody, komplemen dan
produk-produk yang dilepaskan kuman yang mati. Pada reaksi inflamasi, endotel
vaskuler menjadi aktif dan menghasilkan molekul-molekul adesi (ICAM-1, ELAM-1,
VCAM-1), MHC I dan II.

Endotel yang aktif mampu mempresentasikan antigen tuberculin pada sel Tc


sehingga menyebabkan jejas pada endotel dan memicu kaskade koagulasi. Thrombosis
local menyebabkan iskemia dan nekrosis jaringan di dekat jaringan.
 G: Respon imun CMI memegang peranan utama dimana CMI akan
mengaktifkan makkrofag, sehingga mampu memfagositosis dan menghancurkan kuman.
Activated macrophage menyelimuti tapi caseous necrosis untuk mencegah terlepasnya
kuman. Pada keadaan dimana CMI lemah, kemampuan makrofag untuk menghancurkan
kuman hilang sehingga kuman dapat berkembang biak didalamnya dan selanjutnya akan
dihancurkan oleh respon imun DTH, sehingga caseous necrosis makin luas. Kuman
tuberculosis yang terlepas akan masuk kekelenjar limfe tracheobroncial dan menyebar
ke organ lain.

^ : terjadi likuifikasi caseous center dimana untuk pertama kalinya terjadi
multipikasi kuman tuberculosis ekstraseluler yang dapat mencapai jumlah besar. Respon
imun CMI sering tidak mampu mengendaliannya.

Dengan progresifitas penyakit terjadi perlunakan caseous necrosis, membentuk


cavitas dan erosi di dinding bronkus. Perlunakan ini disebabkan oleh enzim hidrolisis
dan respon DTH terhadap tuberculoprotein, menyebabkan macrofag tidak dapat hidup
dan merupakan media pertumbuhan yang baik bagi kuman. Kuman tuberculosis masuk
kedalam cabang-cabang bronkus, menyebar ke bagian paru lain dan jaringan sekitarnya.

Berdasar penularannya maka tuberkulosis dapat dibagi dalam 3 bentuk, yaitu:


1. Tuberkulosis primer. Terdapat pada anak-anak. Setelah 6-8 minggu akan mulai
terbentuk mekanisme imunitas dalam tubuh, sehingga test tuberkulin akan
positif. Pada pasien ini akan terbentuk kompleks primer TB dan selanjutnya
dapat menyebar secara hematogen ke apeks paru yang kaya oksigen.
2. Reaktifasi dari tuberkulosis primer. Infeksi TB primer akan mengalami reaktifasi
terutama pada 2 tahun post infeksi primer maka keadaan ini disebut sebgai
tuberkulosis postprimer. Kuman akan disebarkan secara hematogen ke segmen
apikal posterior. Reaktifasi dapat kjuga terjadi melalui metastase hematogen ke
berbagai jaringan tubuh.
3. Keadaan ini terjadi pada saat adanya penurunan imunitas tubuh atau terjadi
penularan secara terus-menerus oleh kuman TB dalam satu keluarga.
è  
Pada tuberculosis, basil tuberculosis menyebabkan suatu reaksi jaringan di dalam
paru-paru meliputi : penyerbuan daerah terinfeksi oleh makrofag, pembentukan dinding
di sekitar lesi oleh jaringan fibrosa untuk membentuk apa yang disebut dengan tuberkel.
Banyaknya area fibrosis menyebabkan meningkatnya usaha otot pernafasan untuk
ventilasi paru dan oleh karena itu menurunkan kapasitas vital, berkurangnya luas total
permukaan membrane respirasi yang menyebabkan penurunan kapasitas difusi paru
secara progresif, dan rasio ventilasi-perfusi yang abnormal di dalam paru-paru dapat
mengurangi oksigenasi darah.

7. Manifestasi Klinis


Tuberkulosis sering dijuluki ³the great imitator´ yaitu suatu penyakit yang
mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala
umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak
jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala
respiratorik dan gejala
sistemik:
1. Gejala respiratorik, meliputi:
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering
dikeluhkan. Mulamula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan
bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa
garis atau bercakbercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah
sangat banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat
ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena
ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-
lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini
timbul apabila sistem
persarafan di pleura terkena.

2. Gejala sistemik, meliputi:


a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan
malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang
serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.

b. Gejala sistemik lain


Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan
serta malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan,
akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang
dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.
8. Diagnosis
Diagnosis tuberculosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan laboratorium, radiologi dan penunjang lainnya.

a. Gejala
- Gejala respiratorik: Batuk > 3 minggu, berdahak, batuk darah, nyeri dada,
sesak nafas.
- Gejala sistemik : demam, berkeringat malam, malaise, nafsu makan
menurun, berat badan turun.

Penderita dengan gejala tersebut dianggap sebagi suspek TB dan harus


dilakukan pemeriksaan dahak.

b. Pemeriksaan fisik


Tanda fisik penderita TB tidak khas, tidak dapat membantu untuk
membedakan TB dengan penyakit paru lainnya. Tanda fisik tergantung pada lokasi
kelainan struktur paru. Dapat ditemukan antara lain penarikan structural sekitar,
suara nafas bonkial, amforik, ronki basah. Pada efusi pleura didapatkan gerakan
nafas tertinggal, keredupan dan suara nafas menurun hinga tidak terdengar. Bila
terdapat limfadenitis tuberculosa didapatkan pembesaran kelenjar limfe, sering di
daerah leher, kadang disertai adanya scrofuloderma.

c. Pemeriksaan
Penemuan basil tahan asam (BTA) dalam sputum, mempunyai arti yang
sangat penting dalam menegakkan diagnosis TB paru, namun kadang-kadang tidak
mudah untuk menemukan BTA tersebut. BTA baru dapat ditemukan dalam
sputum, bila bronkus sudah terlibat, sehingga sekret yang dikeluarkan melalui
bronkus akan mengandung BTA. 1 2 5
Pemeriksaan sputum untuk menemukan BTA merupakan pemeriksaan yang
harus dilakukan pada seseorang yang dicurigai menderita tuberculosis atau suspek.
Pemeriksaan dahak di lakukan 3 kali ( sewaktu/ pagi/ sewaktu), dengan pewranaan
Ziehl-Nielsen atau Kinyoun Gabbet.
˜ S(sewaktu):
Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali.
Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak
pagi pada hari kedua.
˜ P(Pagi):
Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
˜ S(sewaktu):
Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.

DIAGNOSIS
Diagnosis TB paru ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan
hapusan spuntum secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif bila
sedikitnya 2 dari specimen sputum ditemukan BTA (+).
Bila hanya 1 spesimen positif, perlu pemeriksaan foto thoraks atau
pemeriksaan sputum ulang. Bila foto thorak mendukung TB maka diidiagnosis
sebagai TB paru BTA (+). Bila foto thoraks tidak mendukung TB maka perlu
dilakukan pemeiksaan sputum ulang. Bilapemeriksaan sputum ulang hasilnya
negatif berarti bukan penderita TB. Bila sputum positif, berarti penderita TB BTA
(+). Bial foto thoraks mendukung TB tapi pemeriksaan sputum negatif, maka
diagnosis adalah TB paru BTA negatif rontgen positif

Pemeriksaan mikroskopik langsung dengan BTA (²), bukan berarti tidak


ditemukan        sebagai penyebab, dalam hal penting
sekali peranan hasil biakan kuman.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan basil bakteriologik negatip adalah :
‡ belum terlibatnya bronkus dalam proses penyakit, terutama pada awal
sakit,
‡ terlalu sedikitnya kuman di dalam sputum akibat dari cara pengambilan
bahan yang tidak adekuat,
‡ cara pemeriksaan bahan yang tidak adekuat,
‡ pengaruh pengobatan dengan OAT, terutama rifampisin.

d. Foto thoraks


Pada kasus dimana pada pemeriksaan spuntum SPS positif, foto thoraks
tidak diperlukan lagi. Pada beberapa kasus hapusa positif perlu dilakukan foto
thoraks bila:
˜ Curiga adanya komplikasi, misalnya: efusi pleura, pneumotoraks
˜ Hemoptisis berulang atau berat
˜ Didapat hanya 1 spesimen BTA (+)

Gambar radiologis yang di curigai lesi TB aktif:

˜ Bayangan berawan/ nodular di segmen apikaldan posterior lobus atas dan


segmen superior lobus bawah paru.
˜ Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak berawan atau
nodular
˜ Bayangan milier
˜ Efusi pleura

Gambaran radiologis yang dicurigai TB inaktif:

˜ Fibrotic, etrutama pada segmen apical dan atau posterior lobus atas dan
atau segmen superior lobus bawah.
˜ Kalsifikasi
˜ Penebalan pleura

e. Pemeriksaan laboratorium penunjang


Pemeriksaan laboratorium rutin yang dapat menunjang untuk mendiagnosis
TB paru dan kadang-kadang juga dapat untuk mengikuti perjalanan penyakit yaitu
5:
˜ laju endap darah (LED)
˜ jumlah leukosit
˜ hitung jenis leukosit.
Dalam keadaan aktif/eksaserbasi, leukosit agak meninggi dengan geseran ke
kiri dan limfosit di bawah nilai normal, laju endap darah meningkat.
Dalam keadaan regresi/menyembuh, leukosit kembali normal dengan
limfosit nilainya lebih tinggi dari nilai normal, laju endap darah akan menurun
kembali.

9. Komplikasi
Komplikasi dini:
1. pleuritis
2. efusi pleura
3. empiema
4. laringitis
5. TB usus
Komplikasi lanjut :
1. obstruksi jalan napas
2. kor pulmonale
3. amiloidosis
4. karsinoma paru
5. sindrom gagal napas

10.Penanganan

Tujuan pengobatan tuberkulosis menurut WHO adalah:

˜ Menyembuhkan penderita.

˜ Mencegah kematian.
˜ Mencegah kekambuhan.

˜ Menurunkan tingkat penularan

Obat-obat antituberkulosis diberikan singkatan sesuai dengan standarnya, yaitu:4

˜ Streptomycin adalah STM atau S,

˜ -aminosalicyclic acid adalah PAS atau P.

˜ Isoniazid adalah INH atau H,

˜ Rifampicin adalah RMP atau R (but some US publications use RIF),

˜ Ethambutol adalah EMB atau E,

˜ Pyrazinamide adalah PZA atau Z,

Obat-obat lainnya yang digunakan dalam pengobatan tuberculosis adalah:

˜ Amikacin disingkat dengan AK

˜ Clarithromycin atau CLR

˜ Linezolid atau LZD

˜ Moxifloxacin atau MXF

˜ Thioacetazone atau T

"#   
#$%G

Isoniasid&'

u Dikenal dengan INH, bersifat !  , dapat membunuh 90% populasi kuman
dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif terhadap kuman
dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis harian
yang dianjurkan 5 mg/kg BB sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali
seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB.
Rifampisin&('

u Bersifat !  , dapat membunuh kuman       yang tidak
dapat dibunuh oleh $  . Dosis 10 mg/kg BB diberikan sama untuk pengobatan
harian maupun intermiten 3 kali seminggu.

irasinamid &)'

u Bersifat !  , dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana
asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB sedangkan untuk pengobatan
intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB.

Œtreptomisin& '

u Bersifat !  . Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan untuk


pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama.

u Penderita berumur sampai 60 tahun dosisnya 0,75 gr/hari, sedangkan untuk berumur
60 tahun atau lebih diberikan 0,50 gr/hari.

Etambutol&'

u Bersifat sebagai !  ! Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB


sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30 mg/kg
BB.

# 

Obat TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup
dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman (termasuk kuman persister)
dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan sebagai dosis
tunggal, sebaiknya pada saat perut kosong. Apabila paduan obat yang digunakan tidak
adekuat (jenis, dosis dan jangka waktu pengobatan), kuman TBC akan berkembang
menjadi kuman kebal obat (resisten). Untuk menjamin kepatuhan penderita menelan
obat, pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT = p  

%# ) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Tahap Intensif

Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung
untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT, terutama rifampisin. Bila
pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular
menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TBC
BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif.
    !             !     & 
!!  .

Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama. #   &      !    !   
      & !!  

"


WHO dan IUATLD $    '     #     (  p 


merekomendasikan paduan OAT standar, yaitu:

 :

˜ 2HRZE/4H3R3

˜ 2HRZE/4HR
˜ 2HRZE/6HE

  

˜ 2HRZES/HRZE/5H3R3E3

˜ 2HRZES/HRZE/5HRE

  

˜ 2HRZ/4H3R3

˜ 2HRZ/4HR

˜ 2HRZ/6HE

Program Nasional Penanggulangan TBC di Indonesia menggunakan paduan OAT :

Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3.

Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3.

Kategori 3 : 2 HRZ/4H3R3.

Disamping ketiga kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)

Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket kombipak, dengan tujuan untuk
memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan
sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) penderita dalam satu (1) masa pengobatan.

 *&()+G('

Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z) dan Etambutol
(E). Obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2 HRZE). Kemudian
diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniasid (H) dan Rifampisin (R),
diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3).

"# #$ $ 

˜Penderita baru TBC Paru BTA Positif.


˜Penderita TBC Paru BTA negatif Röntgen Positif yang ³sakit berat´ dan

˜Penderita TBC Ekstra Paru berat.


# "
  
Dosis per hari / kali Jumlah

Tahap Lamanya Tablet Kaplet Tablet Tablet hari /


kali
Pengobatan Pengobat Isoniasid Rifampisi Pirasinam Etambuto
an n id l menela
@ 300 n obat
mg @ 450 mg @ 500 @ 250
mg mg

Tahap intensif
2 bulan 1 1 3 3 60
(dosis harian)

Tahap lanjutan

(dosis 3 x 4 bulan 2 1 --- --- 54


seminggu)

Keterangan: dosis tersebut diatas untuk penderita dengan BB antara 33-50 kg.
Satu paket kombipak kategori 1 berisi 114 blister harian yang terdiri dari 60
blister HRZE untuk tahap intensif, dan 54 blister HR untuk tahap lanjutan, masing-
masing dikemas dalam dos kecil dan disatukan dalam 1 dos besar.

 *&() +()+^('

Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan
Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z), Etambutol (E) dan suntikan streptomisin
setiap hari di UPK. Dilanjutkan 1 bulan dengan Isoniasid (H), Rifampisin (R),
Pirasinamid (Z), dan Etambutol (E) setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap
lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu.

Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin diberikan setelah penderita


selesai menelan Obat.
"# #$ $ 

˜Penderita kambuh ()

˜Penderita gagal ( )

˜Penderita dengan pengobatan setelah lalai ().


# "
  

Etambutol Jumlah
Tablet
Kaplet Tablet Tablet Tablet
Tahap Lamanya Isoniasi Strepto- Hari /
Rifampisi Pirasinam @ kali
Peng- d @ misin
Pengobat n id menela
an obatan @300 250 mg 500 Injeksi
@450 mg @500 mg n
mg mg
obat

Tahap 2 bulan 1 1 3 3 --- 0,75 gr 60


Intensif

(dosis
1 bulan 1 1 3 3 --- --- 30
harian)

Tahap
Lanjutan
5 bulan 2 1 --- 1 2 --- 66
(dosis 3 x
seminggu
)

Keterangan: dosis tersebut diatas untuk penderita dengan BB antara 33-50 kg


Satu paket kombipak kategori 2 berisi 156 blister harian yang terdiri dari 90
blister HRZE untuk tahap intensif, dan 66 blister HRE untuk tahap lanjutan, masing-
masing dikemas dalam dos kecil dan disatukan dalam 1 dos besar. Disamping itu,
disediakan 30 vial Streptomicin @ 1,5 gr dan pelengkap pengobatan (60 spuit dan
aquabidest) untuk tahap intensif.

 *&()+G('

Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ),
diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali
seminggu (4H3R3).

"# #$ $ 

˜Penderita baru BTA negatif dan röntgen positif sakit ringan,

˜Penderita ekstra paru ringan, yaitu TBC kelenjar limfe (   ),   
! % , TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang belakang), sendi
dan kelenjar adrenal.


# "
  

Lamanya Tablet Kaplet Tablet Jumlah


Tahap Pengobat Isoniasid Rifampisin Pirasinamid hari
Pengobatan an menelan
@300 mg @ 450 mg @ 500 mg obat

Tahap
intensif 2 bulan 1 1 3 60
(dosis harian)
Tahap
lanjutan
4 bulan 2 1 --- 54
(dosis 3 x
seminggu)

Keterangan: dosis tersebut diatas untuk penderita dengan BB antara 33-50 kg

Satu paket kombipak kategori 3 berisi 114 blister harian yang terdiri dari 60
blister HRZ untuk tahap intensif, dan 54 blister HR untuk tahap lanjutan, masing-masing
dikemas dalam dos kecil dan disatukan dalam 1 dos besar.

"
 &()'

Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan
kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil
pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama
1 bulan.


#G "
 

Tahap
Lamanya Tablet Kaplet Tablet Tablet Jumlah
Pengobata Isoniasid Rifampisin Pirasinami Etambutol hari/kali
Pengob n d menelan obat
atan @300 @ 450 mg @ 250 mg
mg @ 500 mg

Tahap
intensif
1 bulan 1 1 3 3 30
(dosis
harian)

Keterangan: dosis tersebut diatas untuk penderita dengan BB antara 33-50 kg

#  #c


 $ * 
˜ Akhir bulan ke 2 pengobatan sebagian besar (seharusnya >80%) dari penderita
dahaknya sudah BTA negatif (konversi). Penderita ini dapat meneruskan
pengobatan dengan tahap lanjutan. Jika pemeriksaan ulang dahak pada akhir
bulan ke 2 hasilnya masih BTA positif, pengobatan diteruskan dengan OAT
sisipan selama 1 bulan. Setelah paket sisipan satu bulan selesai, dahak diperiksa
kembali. Pengobatan tahap lanjutan tetap diberikan meskipun hasil pemeriksaan
ulang dahak BTA masih tetap positif.

11.Prognosis

Anda mungkin juga menyukai