Anda di halaman 1dari 98

Sejarah Indonesia

Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.


Sejarah Indonesia meliputi suatu rentang waktu yang sangat panjang yang dimulai
sejak zaman prasejarah oleh "Manusia Jawa" pada masa sekitar 500.000 tahun
yang lalu. Periode dalam sejarah Indonesia dapat dibagi menjadi lima era: era pra
kolonial, munculnya kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha serta Islam di Jawa dan
Sumatera yang terutama mengandalkan perdagangan; era kolonial, masuknya
orang-orang Eropa (terutama Belanda) yang menginginkan rempah-rempah
mengakibatkan penjajahan oleh Belanda selama sekitar 3,5 abad antara awal abad
ke-17 hingga pertengahan abad ke-20; era kemerdekaan, pasca Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia (1945) sampai jatuhnya Soekarno (1966); era Orde Baru,
32 tahun masa pemerintahan Soeharto (1966–1998); serta era reformasi yang
berlangsung sampai sekarang.

Artikel ini bagian dari seri


Sejarah Indonesia

Sejarah Nusantara

Pra-Kolonial (sebelum 1602)

Pra-sejarah

Kerajaan Hindu-Buddha

Kerajaan Islam

Zaman kolonial (1602–1945)

Era Portugis

Era VOC
Era Belanda

Era Jepang (1942-1945)

Sejarah Republik Indonesia

Proklamasi (17 Agustus 1945)

Era 1945-1949

Era 1950-1959

Era Demokrasi Terpimpin

Konflik Papua Barat (1960-1962)

Konfrontasi Indo-Malaya (1962–1965)

Gerakan 30 September 1965

Era Orde Baru

Gerakan Mahasiswa 1998

Era Reformasi

Tsunami di Aceh-Nias 2004

[Sunting]

Prasejarah
Artikel utama: Indonesia: Era prasejarah.
Secara geologi, wilayah Indonesia modern muncul kira-kira sekitar masa
Pleistocene ketika masih terhubung dengan Asia Daratan. Pemukim pertama
wilayah tersebut yang diketahui adalah manusia Jawa pada masa sekitar 500.000
tahun lalu. Kepulauan Indonesia seperti yang ada saat ini terbentuk pada saat
melelehnya es setelah berakhirnya Zaman Es.

[sunting] Era pra kolonial


[sunting] Sejarah awal
Para cendekiawan India telah menulis tentang Dwipantara atau kerajaan Hindu
Jawa Dwipa di pulau Jawa dan Sumatra sekitar 200 SM. Kerajaan Taruma
menguasai Jawa Barat sekitar tahun 400. Pada tahun 425 agama Buddha telah
mencapai wilayah tersebut.
Lihat pula: Sejarah Nusantara.
Pada masa Renaisans Eropa, Jawa dan Sumatra telah mempunyai warisan
peradaban berusia ribuan tahun dan sepanjang dua kerajaan besar.
[sunting] Kerajaan Hindu-Buddha
Artikel utama: Indonesia: Era kerajaan Hindu-Buddha
Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang
pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok I Ching mengunjungi ibukotanya Palembang
sekitar tahun 670. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh
Jawa Barat dan Semenanjung Melayu. Abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya
sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih Majapahit antara tahun
1331 hingga 1364, Gajah Mada berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang
kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung
Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan dalam
kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita Ramayana.

[sunting] Kerajaan Islam


Artikel utama: Kerajaan Islam di Indonesia
Islam sebagai sebuah pemerintahan hadir di Indonesia sekitar abad ke-12, namun
sebenarnya Islam sudah sudah masuk ke Indonesia pada abad 7 Masehi dengan
berimannya orang per-orang. Saat itu sudah ada jalur pelayaran yang ramai dan
bersifat internasional melalui Selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di
Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani umayyah di Asia Barat sejak abad 7.[1]
Menurut sumber-sumber Cina menjelang akhir perempatan ketiga abad 7, seorang
pedagang Arab menjadi pemimpin pemukiman Arab muslim di pesisir pantai
Sumatera. Islam pun memberikan pengaruh kepada institusi politik yang ada. Hal ini
nampak pada Tahun 100 H (718 M) Raja Sriwijaya Jambi yang bernama
Srindravarman mengirim surat kepada Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz dari Khilafah
Bani Umayah meminta dikirimkan da`i yang bisa menjelaskan Islam kepadanya.
Surat itu berbunyi: “Dari Raja di Raja yang adalah keturunan seribu raja, yang
isterinya juga cucu seribu raja, yang di dalam kandang binatangnya terdapat seribu
gajah, yang di wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon gaharu,
bumbu-bumbu wewangian, pala dan kapur barus yang semerbak wanginya hingga
menjangkau jarak 12 mil, kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan
lain dengan Tuhan. Saya telah mengirimkan kepada anda hadiah, yang sebenarnya
merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekedar tanda persahabatan.
Saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan
Islam kepada saya dan menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya.” Dua
tahun kemudian, yakni tahun 720 M, Raja Srindravarman, yang semula Hindu,
masuk Islam. Sriwijaya Jambi pun dikenal dengan nama Sribuza Islam. Sayang,
pada tahun 730 M Sriwijaya Jambi ditawan oleh Sriwijaya Palembang yang masih
menganut Budha.[2]

Islam terus mengokoh menjadi institusi politik yang mengemban Islam. Misalnya,
sebuah kesultanan Islam bernama Kesultanan Peureulak didirikan pada 1
Muharram 225H atau 12 November tahun 839M. Contoh lain adalah Kerajaan
Ternate. Islam masuk ke kerajaan di kepulauan Maluku ini tahun 1440. Rajanya
seorang Muslim bernama Bayang Ullah.
Kesultanan Islam kemudian semikin menyebarkan ajaran-ajarannya ke penduduk
dan melalui pembauran, menggantikan Hindu sebagai kepercayaan utama pada
akhir abad ke-16 di Jawa dan Sumatra. Hanya Bali yang tetap mempertahankan
mayoritas Hindu. Di kepulauan-kepulauan di timur, rohaniawan-rohaniawan Kristen
dan Islam diketahui sudah aktif pada abad ke-16 dan 17, dan saat ini ada mayoritas
yang besar dari kedua agama di kepulauan-kepulauan tersebut.

Penyebaran Islam dilakukan/didorong melalui hubungan perdagangan di luar


Nusantara; hal ini, karena para penyebar dakwah atau mubaligh merupakan utusan
dari pem
merintahann islam yg datang
d dari luar Indonnesia, makka untuk me enghidupi diri
d
dan keluuarga mereeka, para mubaligh
m in
ni bekerja melalui
m cara berdagan ng, para
mubaliggh inipun menyebarka
m an Islam ke epada para a pedagangg dari pendduduk asli,
hingga para
p pedaggang ini meemeluk Isla am dan me eyebarkan pula ke pe enduduk
lainnya, karena um
mumnya pe edagang da an ahli keraajaan/kesu
ultanan lah yang perta ama
mengad dopsi agamma baru tersebut. Kessultanan/Ke erajaan pennting terma
asuk Samu udra
Pasai , Kerajaan Mataram
M dii Yogja / Jaawa Tenga ah, dan Kessultanan Te ernate dan
Kesultanan Tidoree di Malukuu di timur.

Era kolonial
k
[sunting
g] Kolonisasi Po
ortugis
Artikel utama: Ind
donesia: Erra Portugiss
[sunting
g] Kolon
nisasi VO
OC
Artikel utama: Ind
donesia: Erra VOC
Mulai taahun 16022 Belanda secara
s perllahan-lahan menjadi penguasa wilayah ya ang
kini ada
alah Indonesia, dengan meman nfaatkan pe erpecahan di antara kerajaan-
k
kerajaaan kecil yan
ng telah me enggantika an Majapah hit. Satu-sa
atunya yang tidak
terpenggaruh adalah Timor Portugis,
P yaang tetap dikuasai
d Po
ortugal hing
gga 1975
ketika berintegras
b si menjadi provinsi Indonesia be ernama Tim mor Timur. Belanda
menguasai Indon nesia selamma hampir 3503 tahun, kecuali un ntuk suatu masa pend dek
di mana sebagian n kecil dari Indonesia dikuasai Britania
B settelah Peran
ng Jawa
Britania
a-Belanda dan masa penjajahan n Jepang pada
p masa a Perang Dunia II.
Sewakttu menjajah Indonesia, Belanda a mengemb bangkan Hindia-Bela
H nda menja
adi
salah satu
s kekuas saan kolonnial terkaya
a di dunia. 350
3 tahun penjajahan n Belanda bagi
sebagia an orang adalah
a mito
os belaka karena
k wila
ayah Aceh baru ditaklukkan
kemudian setelah h Belanda mendekati
m kebangkruutannya.

Logo VO
OC

Pada abad
a ke-17 dan 18 Hindia-Belan
nda tidak dikuasai seccara langsu
ung oleh
pemerintah Belan
nda namunn oleh perusahaan daagang bernama Perussahaan Hin ndia
Timur Belanda (bahasa Belanda: Verenigde Oostindische Compagnie atau VOC).
VOC telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan dan aktivitas kolonial di
wilayah tersebut oleh Parlemen Belanda pada tahun 1602. Markasnya berada di
Batavia, yang kini bernama Jakarta.
Tujuan utama VOC adalah mempertahankan monopolinya terhadap perdagangan
rempah-rempah di Nusantara. Hal ini dilakukan melalui penggunaan dan ancaman
kekerasan terhadap penduduk di kepulauan-kepulauan penghasil rempah-rempah,
dan terhadap orang-orang non-Belanda yang mencoba berdagang dengan para
penduduk tersebut. Contohnya, ketika penduduk Kepulauan Banda terus menjual
biji pala kepada pedagang Inggris, pasukan Belanda membunuh atau
mendeportasi hampir seluruh populasi dan kemudian mempopulasikan pulau-pulau
tersebut dengan pembantu-pembantu atau budak-budak yang bekerja di
perkebunan pala.
VOC menjadi terlibat dalam politik internal Jawa pada masa ini, dan bertempur
dalam beberapa peperangan yang melibatkan pemimpin Mataram dan Banten.
[sunting] Kolonisasi pemerintah Belanda
Artikel utama: Indonesia: Era Belanda
Setelah VOC jatuh bangkrut pada akhir abad ke-18 dan setelah kekuasaan Britania
yang pendek di bawah Thomas Stamford Raffles, pemerintah Belanda mengambil
alih kepemilikan VOC pada tahun 1816. Sebuah pemberontakan di Jawa berhasil
ditumpas dalam Perang Diponegoro pada tahun 1825-1830. Setelah tahun 1830
sistem tanam paksa yang dikenal sebagai cultuurstelsel dalam bahasa Belanda
mulai diterapkan. Dalam sistem ini, para penduduk dipaksa menanam hasil-hasil
perkebunan yang menjadi permintaan pasar dunia pada saat itu, seperti teh, kopi
dll. Hasil tanaman itu kemudian diekspor ke mancanegara. Sistem ini membawa
kekayaan yang besar kepada para pelaksananya - baik yang Belanda maupun
yang Indonesia. Sistem tanam paksa ini adalah monopoli pemerintah dan
dihapuskan pada masa yang lebih bebas setelah 1870.
Pada 1901 pihak Belanda mengadopsi apa yang mereka sebut Kebijakan Beretika
(bahasa Belanda: Ethische Politiek), yang termasuk investasi yang lebih besar
dalam pendidikan bagi orang-orang pribumi, dan sedikit perubahan politik. Di
bawah gubernur-jendral J.B. van Heutsz pemerintah Hindia-Belanda
memperpanjang kekuasaan kolonial secara langsung di sepanjang Hindia-Belanda,
dan dengan itu mendirikan fondasi bagi negara Indonesia saat ini.
[sunting] Gerakan nasionalisme
Pada 1905 gerakan nasionalis yang pertama, [Serikat Dagang Islam] dibentuk dan
kemudian diikuti pada tahun 1908 oleh gerakan nasionalis berikutnya, [Budi
Utomo]. Belanda merespon hal tersebut setelah Perang Dunia I dengan langkah-
langkah penindasan. Para pemimpin nasionalis berasal dari kelompok kecil yang
terdiri dari profesional muda dan pelajar, yang beberapa di antaranya telah dididik
di Belanda. Banyak dari mereka yang dipenjara karena kegiatan politis, termasuk
Presiden Indonesia yang pertama, Soekarno.
[sunting] Perang Dunia II
Pada Mei 1940, awal Perang Dunia II, Belanda diduduki oleh Nazi Jerman. Hindia-
Belanda mengumumkan keadaan siaga dan di Juli mengalihkan ekspor untuk
Jepang ke AS dan Britania. Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk
mengamankan persediaan bahan bakar pesawat gagal di Juni 1941, dan Jepang
memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun itu. Di bulan yang
sama, faksi dari Sumatra menerima bantuan Jepang untuk mengadakan revolusi
terhadap pemerintahan Belanda. Pasukan Belanda yang terakhir dikalahkan
Jepang pada Maret 1942.
[sunting] Pendudukan Jepang
Artikel utama: Indonesia: Era Jepang
Pada Juli 1942, Soekarno menerima tawaran Jepang untuk mengadakan
kampanye publik dan membentuk pemerintahan yang juga dapat memberikan
jawaban terhadap kebutuhan militer Jepang. Soekarno, Mohammad Hatta, dan
para Kyai didekorasi oleh Kaisar Jepang pada tahun 1943. Tetapi, pengalaman dari
penguasaan Jepang di Indonesia sangat bervariasi, tergantung di mana seseorang
hidup dan status sosial orang tersebut. Bagi yang tinggal di daerah yang dianggap
penting dalam peperangan, mereka mengalami siksaan, terlibat perbudakan seks,
penahanan sembarang dan hukuman mati, dan kejahatan perang lainnya. Orang
Belanda dan campuran Indonesia-Belanda merupakan target sasaran dalam
penguasaan Jepang.
Pada Maret 1945 Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Pada pertemuan pertamanya di bulan Mei,
Soepomo membicarakan integrasi nasional dan melawan individualisme
perorangan; sementara itu Muhammad Yamin mengusulkan bahwa negara baru
tersebu
ut juga sek
kaligus men
ngklaim Sa
arawak, Sabah, Malayya, Portugis Timur, da
an
seluruh
h wilayah Hindia-Bela
H anda sebelu
um perang
g.
Pada 9 Agustus 1945
1 Soeka
arno, Hatta
a dan Radjiman Widjo
odiningrat diterbangk
d kan
ke Viettnam untuk
k bertemu Marsekal
M T
Terauchi. M
Mereka dika
abarkan baahwa pasukkan
Jepangg sedang menuju
m keh
hancuran teetapi Jepan
ng menging
ginkan kemmerdekaan
Indonesia pada 24
2 Agustus.

[sunting
g] Era kemerde
k ekaan
[sunting
g] Prokla
amasi kemerde
k ekaan
Artikel utama: Pro
oklamasi Kemerdeka
K an Indonessia
Mendengar kabarr bahwa Je epang tidakk lagi mempunyai kekkuatan untu uk membua at
keputusan sepertti itu pada 16
1 Agustuss, Soekarno o membaccakan "Prokklamasi" pa ada
hari berikutnya. Kabar
K meng genai prokllamasi men
nyebar me elalui radio dan seleba
aran
sementtara pasuk kan militer Indonesia
I p
pada masa
a perang, Pasukan
P Pe
embela Tanah
Air (PE
ETA), para pemuda, dand lainnya a langsung berangkatt memperta ahankan
kediamman Soekarrno.
Pada 29
2 Agustus 1945 kelo ompok terseebut melanntik Soekarrno sebaga ai Presidenn dan
Moham mmad Hatta a sebagai Wakil
W Presiden dengaan menggu unakan kon nstitusi yan
ng
diranca
ang beberaapa hari sebelumnya. Kemudian n dibentuk Komite Na asional
Indonesia Pusat (KNIP)
( seb
bagai parlemen seme entara hingg ga pemilu dapat
dilaksa
anakan. Kelompok ini mendeklarasikan pemerintahan n baru padda 31 Agustus
dan meenghendak ki Republik Indonesia yang terdiiri dari 8 prrovinsi: Sum
matra,
Kalimantan (termasuk wilayyah Sabah, Sarawak dand Brunei), Jawa Ba arat, Jawa
Tengah h, Jawa Tim
mur, Sulaw
wesi, Malukku (termasu
uk Maluku Utara) dan n Sunda Ke ecil.

Peran
ng keme
erdekaan
Artikel utama: Ind
donesia: Erra 1945-19
949
Teks Proklamasi

Dari 1945 hingga 1949, persatuan kelautan Australia yang bersimpati dengan
usaha kemerdekaan, melarang segala pelayaran Belanda sepanjang konflik ini
agar Belanda tidak mempunyai dukungan logistik maupun suplai yang diperlukan
untuk membentuk kembali kekuasaan kolonial.
Usaha Belanda untuk kembali berkuasa dihadapi perlawanan yang kuat. Setelah
kembali ke Jawa, pasukan Belanda segera merebut kembali ibukota kolonial
Batavia, akibatnya para nasionalis menjadikan Yogyakarta sebagai ibukota mereka.
Pada 27 Desember 1949 (lihat artikel tentang 27 Desember 1949), setelah 4 tahun
peperangan dan negosiasi, Ratu Juliana dari Belanda memindahkan kedaulatan
kepada pemerintah Federal Indonesia. Pada 1950, Indonesia menjadi anggota ke-
60 PBB.
Lihat pula The National Revolution, 1945-50 untuk keterangan lebih lanjut (dalam
bahasa Inggris).
[sunting] Demokrasi parlementer
Tidak lama setelah itu, Indonesia mengadopsi undang-undang baru yang terdiri dari
sistem parlemen di mana dewan eksekutifnya dipilih oleh dan bertanggung jawab
kepada parlemen atau MPR. MPR terbagi kepada partai-partai politik sebelum dan
sesudah pemilu pertama pada tahun 1955, sehingga koalisi pemerintah yang stabil
susah dicapai.
Peran Islam di Indonesia menjadi hal yang rumit. Soekarno lebih memilih negara
sekuler yang berdasarkan Pancasila sementara beberapa kelompok Muslim lebih
menginginkan negara Islam atau undang-undang yang berisi sebuah bagian yang
menyaratkan umat Islam takluk kepada hukum Islam.
[sunting] Demokrasi Terpimpin
Artikel utama: Indonesia: Era Demokrasi Terpimpin
Pemberontakan yang gagal di Sumatera, Sulawesi, Jawa Barat dan pulau-pulau
lainnya yang dimulai sejak 1958, ditambah kegagalan MPR untuk mengembangkan
konstitusi baru, melemahkan sistem parlemen Indonesia. Akibatnya pada 1959
ketika Presiden Soekarno secara unilateral membangkitkan kembali konstitusi 1945
yang bersifat sementara, yang memberikan kekuatan presidensil yang besar, dia
tidak menemui banyak hambatan.
Dari 1959 hingga 1965, Presiden Soekarno berkuasa dalam rezim yang otoriter di
bawah label "Demokrasi Terpimpin". Dia juga menggeser kebijakan luar negeri
Indonesia menuju non-blok, kebijakan yang didukung para pemimpin penting
negara-negara bekas jajahan yang menolak aliansi resmi dengan Blok Barat
maupun Blok Uni Soviet. Para pemimpin tersebut berkumpul di Bandung, Jawa
Barat pada tahun 1955 dalam KTT Asia-Afrika untuk mendirikan fondasi yang kelak
menjadi Gerakan Non-Blok.
Pada akhir 1950-an dan awal 1960-an, Soekarno bergerak lebih dekat kepada
negara-negara komunis Asia dan kepada Partai Komunis Indonesia (PKI) di dalam
negeri. Meski PKI merupakan partai komunis terbesar di dunia di luar Uni Soviet
dan China, dukungan massanya tak pernah menunjukkan penurutan ideologis
kepada partai komunis seperti di negara-negara lainnya.
[sunting] Konfrontasi Indonesia-Malaysia
Artikel utama: Konfrontasi Indonesia-Malaysia
Soekarno menentang pembentukan Federasi Malaysia dan menyebut bahwa hal
tersebut adalah sebuah "rencana neo-kolonial" untuk mempermudah rencana
komersial Inggris di wilayah tersebut. Selain itu dengan pembentukan Federasi
Malaysia, hal ini dianggap akan memperluas pengaruh imperialisme negara-negara
Barat di kawasan Asia dan memberikan celah kepada negara Inggris dan Australia
untuk mempengaruhi perpolitikan regional Asia. Menanggapi keputusan PBB untuk
mengakui kedaulatan Malaysia dan menjadikan Malaysia anggota tidak tetab
Dewan Keamanan PBB, presiden Soekarno mengumumkan pengunduran diri
negara Indonesia dari keanggotaan PBB pada tanggal 20 Januari 1965 dan
mendirikan Konferensi Kekuatan Baru (CONEFO) sebagai tandingan PBB dan
GANEFO sebagai tandingan Olimpiade. Pada tahun itu juga konfrontasi ini
kemudian mengakibatkan pertempuran antara pasukan Indonesia dan Malaysia
(yang dibantu oleh Inggris).
[sunting] Nasib Irian Barat
Artikel utama: Konflik Papua Barat
Pada saat kemerdekaan, pemerintah Belanda mempertahankan kekuasaan
terhadap belahan barat pulau Nugini (Irian), dan mengizinkan langkah-langkah
menuju pemerintahan-sendiri dan pendeklarasian kemerdekaan pada 1 Desember
1961.
Negosiasi dengan Belanda mengenai penggabungan wilayah tersebut dengan
Indonesia gagal, dan pasukan penerjun payung Indonesia mendarat di Irian pada
18 Desember sebelum kemudian terjadi pertempuran antara pasukan Indonesia
dan Belanda pada 1961 dan 1962. Pada 1962 Amerika Serikat menekan Belanda
agar setuju melakukan perbincangan rahasia dengan Indonesia yang
menghasilkan Perjanjian New York pada Agustus 1962, dan Indonesia mengambil
alih kekuasaan terhadapa Irian Jaya pada 1 Mei 1963.
[sunting] Gerakan 30 September
Artikel utama: Gerakan 30 September
Hingga 1965, PKI telah menguasai banyak dari organisasi massa yang dibentuk
Soekarno untuk memperkuat dukungan untuk rezimnya dan, dengan persetujuan
dari Soekarno, memulai kampanye untuk membentuk "Angkatan Kelima" dengan
mempersenjatai pendukungnya. Para petinggi militer menentang hal ini.
Pada 30 September 1965, enam jendral senior dan beberapa orang lainnya
dibunuh dalam upaya kudeta yang disalahkan kepada para pengawal istana yang
loyal kepada PKI. Panglima Komando Strategi Angkatan Darat saat itu, Mayjen
Soeharto, menumpas kudeta tersebut dan berbalik melawan PKI. Soeharto lalu
menggunakan situasi ini untuk mengambil alih kekuasaan. Lebih dari puluhan ribu
orang-orang yang dituduh komunis kemudian dibunuh. Jumlah korban jiwa pada
1966 mencapai setidaknya 500.000; yang paling parah terjadi di Jawa dan Bali.

[sunting] Era Orde Baru


Artikel utama: Indonesia: Era Orde Baru
Setelah Soeharto menjadi Presiden, salah satu pertama yang dilakukannya adalah
mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19
September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan
kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB",
dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16
tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.
Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun
sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada
tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.
Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara
dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang
ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya. Orde Baru memilih perbaikan dan
perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya
melalui struktur administratif yang didominasi militer namun dengan nasehat dari
ahli ekonomi didikan Barat. Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan
ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan
pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya,
jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan
1980-an. Dia juga memperkaya dirinya, keluarganya, dan rekan-rekat dekat melalui
korupsi yang merajalela.
[sunting] Irian Jaya
Setelah menolak supervisi dari PBB, pemerintah Indonesia melaksanakan "Act of
Free Choice" (Aksi Pilihan Bebas) di Irian Jaya pada 1969 di mana 1.025 wakil
kepala-kepala daerah Irian dipilih dan kemudian diberikan latihan dalam bahasa
Indonesia. Mereka secara konsensus akhirnya memilih bergabung dengan
Indonesia. Sebuah resolusi Sidang Umum PBB kemudian memastikan perpindahan
kekuasaan kepada Indonesia. Penolakan terhadap pemerintahan Indonesia
menimbulkan aktivitas-aktivitas gerilya berskala kecil pada tahun-tahun berikutnya
setelah perpindahan kekuasaan tersebut. Dalam atmosfer yang lebih terbuka
setelah 1998, pernyataan-pernyataan yang lebih eksplisit yang menginginkan
kemerdekaan dari Indonesia telah muncul.
[sunting] Timor Timur
Dari 1596 hingga 1975, Timor Timur adalah sebuah jajahan Portugis di pulau Timor
yang dikenal sebagai Timor Portugis dan dipisahkan dari pesisir utara Australia
oleh Laut Timor. Akibat kejadian politis di Portugal, pejabat Portugal secara
mendadak mundur dari Timor Timur pada 1975. Dalam pemilu lokal pada tahun
1975, Fretilin, sebuah partai yang dipimpin sebagian oleh orang-orang yang
membawa paham Marxisme, dan UDT, menjadi partai-partai terbesar, setelah
sebelumnya membentuk aliansi untuk mengkampanyekan kemerdekaan dari
Portugal.
Pada 7 Desember 1975, pasukan Indonesia masuk ke Timor Timur. Indonesia,
yang mempunyai dukungan material dan diplomatik, dibantu peralatan
persenjataan yang disediakan Amerika Serikat dan Australia, berharap dengan
memiliki Timor Timur mereka akan memperoleh tambahan cadangan minyak dan
gas alam, serta lokasi yang strategis.
Pada masa-masa
m a awal, piha
ak militer In
ndonesia (A
ABRI) mem mbunuh haampir 200.0 000
warga Timor
T Timuur — melallui pembun nuhan, pem maksaan keelaparan dan lain-lain
n.
Banyakk pelanggaaran HAM yang
y terjad
di saat Timo
or Timur be
erada dalam wilayah
Indonesia.
Pada 30
3 Agustus 1999, rakyyat Timor Timur
T memmilih untuk memisahka
m an diri dari
Indonesia dalam sebuah pe emungutan suara yan ng diadakann PBB. Sekkitar 99%
pendudduk yang berhak
b memmilih turut serta;
s 3/4-n
nya memilihh untuk meerdeka. Seg gera
setelah
h hasilnya diumumkan
d n, dikabarkkan bahwa pihak militter Indonessia
melanjuutkan penggrusakan di
d Timor Tim mur, sepertti merusak infrastrukttur di daera
ah
tersebu
ut.
Pada Oktober
O 1999, MPR membatalka
m an dekrit 19976 yang menintegra
m asikan Timoor
Timur ke
k wilayah Indonesia, dan Otorita Transisii PBB (UNT
TAET) men ngambil alih
tanggung jawab untuk
u mem
merintah Tim
mor Timur sehingga
s k
kemerdekaaan penuh
dicapaii pada Mei 2002.
[sunting
g] Krisis
s ekonom
mi

Soehartto mengumumkan peng


gunduran dirinya didam
mpingi B.J. Habibie.
H

Pada pertengaha
p an 1997, Ind donesia disserang krissis keuanga an dan eko onomi Asia a
(untuk lebih jelas lihat: Krisiss finansial Asia), dise
ertai kemarrau terburuk dalam 50 0
tahun terakhir
t dann harga minyak, gas dan komod ditas ekspo or lainnya yang
y semaakin
jatuh. Rupiah
R jatu
uh, inflasi meningkat
m t
tajam, dan perpindah han modal dipercepat
d t.
Para de emonstran, yang awa alnya dipim mpin para mahasiswa
m , meminta pengunduran
diri Soe
eharto. Di tengah
t gejo olak kemarrahan masssa yang meluas,
m sertta ribuan
mahasiswa yang mendudukki gedung DPR/MPR, D Soeharto mengundu urkan diri pada
p
21 Mei 1998, tiga a bulan sete elah MPR melantikny
m ya untuk ma asa bakti ketujuh.
k
Soeharrto kemudia an memilih h sang Wakkil Presiden n, B. J. Habibie, untuk menjadi
presideen ketiga In
ndonesia.
[sunting] Era reformasi
Artikel utama: Indonesia: Era Reformasi
[sunting] Pemerintahan Habibie
Presiden Habibie segera membentuk sebuah kabinet. Salah satu tugas pentingnya
adalah kembali mendaptkan dukungan dari Dana Moneter Internasional dan
komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia juga
membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan
berpendapat dan kegiatan organisasi.
[sunting] Pemerintahan Wahid
Pemilu untuk MPR, DPR, dan DPRD diadakan pada 7 Juni 1999. PDI Perjuangan
pimpinan putri Soekarno, Megawati Sukarnoputri keluar menjadi pemenang pada
pemilu parlemen dengan mendapatkan 34% dari seluruh suara; Golkar (partai
Soeharto - sebelumnya selalu menjadi pemenang pemilu-pemilu sebelumnya)
memperoleh 22%; Partai Persatuan Pembangunan pimpinan Hamzah Haz 12%;
Partai Kebangkitan Bangsa pimpinan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) 10%. Pada
Oktober 1999, MPR melantik Abdurrahman Wahid sebagai presiden dan Megawati
sebagai wakil presiden untuk masa bakti 5 tahun. Wahid membentuk kabinet
pertamanya, Kabinet Persatuan Nasional pada awal November 1999 dan
melakukan reshuffle kabinetnya pada Agustus 2000.
Pemerintahan Presiden Wahid meneruskan proses demokratisasi dan
perkembangan ekonomi di bawah situasi yang menantang. Di samping
ketidakpastian ekonomi yang terus berlanjut, pemerintahannya juga menghadapi
konflik antar etnis dan antar agama, terutama di Aceh, Maluku, dan Papua. Di
Timor Barat, masalah yang ditimbulkan rakyat Timor Timur yang tidak mempunyai
tempat tinggal dan kekacauan yang dilakukan para militan Timor Timur pro-
Indonesia mengakibatkan masalah-masalah kemanusiaan dan sosial yang besar.
MPR yang semakin memberikan tekanan menantang kebijakan-kebijakan Presiden
Wahid, menyebabkan perdebatan politik yang meluap-luap.
[sunting] Pemerintahan Megawati
Pada Sidang Umum MPR pertama pada Agustus 2000, Presiden Wahid
memberikan laporan pertanggung jawabannya. Pada 29 Januari 2001, ribuan
demonstran menyerbu MPR dan meminta Presiden agar mengundurkan diri
dengan alasan keterlibatannya dalam skandal korupsi. Di bawah tekanan dari MPR
untuk memperbaiki manajemen dan koordinasi di dalam pemerintahannya, dia
mengedarkan keputusan presiden yang memberikan kekuasaan negara sehari-hari
kepada wakil presiden Megawati. Megawati mengambil alih jabatan presiden tak
lama kemudian.
[sunting] Pemerintahan Yudhoyono
Pada 2004, pemilu satu hari terbesar di dunia diadakan dan Susilo Bambang
Yudhoyono tampil sebagai presiden baru Indonesia. Pemerintah baru ini pada awal
masa kerjanya telah menerima berbagai cobaan dan tantangan besar, seperti
gempa bumi besar di Aceh dan Nias pada Desember 2004 yang meluluh lantakkan
sebagian dari Aceh serta gempa bumi lain pada awal 2005 yang mengguncang
Sumatra.
Pada 17 Juli 2005, sebuah kesepakatan bersejarah berhasil dicapai antara
pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka yang bertujuan mengakhiri
konflik berkepanjangan selama 30 tahun di wilayah Aceh.

[sunting] Referensi
1.Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, 2005, Rajawali Press,
hal. 8-9; Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah, 1998, cet. IV, Mizan,
hal. 92-93; A. Hasymi, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia:
Kumpulan prasaran pada seminar di Aceh, 1993, cet. 3, al-Ma'arif, hal. 7; Hadi
Arifin, Malikussaleh: Mutiara dari Pasai, 2005, PT. Madani Press, hal. Xvi;
Ensiklopedia Tematis Dunia Islam Asia Tenggara, Kedatangan dan Penyebaran
Islam oleh Dr. Uka Tjandrasasmita, 2002, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, hal 9-
27. Dalam beberapa literatur lain disebutkan bahwa Islam masuk ke Indonesia
abad ke 9. Ada juga yang menyebutkan abad ke 13. Namun, sebenarnya Islam
masuk ke Indonesia abad 7M, lalu berkembang menjadi institusi politik sejak abad
9M, dan pada abad 13M kekuatan politik Islam menjadi amat kuat.

2.Musyrifah Sunanto, op cit. hal 6.

Sejarah nama Indonesia


Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
Pada zaman purba, kepulauan tanah air disebut dengan aneka nama. Dalam
catatan bangsa Tionghoa kawasan kepulauan tanah air dinamai Nan-hai
(Kepulauan Laut Selatan). Berbagai catatan kuno bangsa India menamai kepulauan
ini Dwipantara (Kepulauan Tanah Seberang), nama yang diturunkan dari kata
Sansekerta dwipa (pulau) dan antara (luar, seberang). Kisah Ramayana karya
pujangga Valmiki menceritakan pencarian terhadap Sinta, istri Rama yang diculik
Rahwana, sampai ke Suwarnadwipa (Pulau Emas, yaitu Sumatra sekarang) yang
terletak di Kepulauan Dwipantara.
Bangsa Arab menyebut tanah air kita Jaza'ir al-Jawi (Kepulauan Jawa). Nama Latin
untuk kemenyan adalah benzoe, berasal dari bahasa Arab luban jawi (kemenyan
Jawa), sebab para pedagang Arab memperoleh kemenyan dari batang pohon
Styrax sumatrana yang dahulu hanya tumbuh di Sumatra. Sampai hari ini jemaah
haji kita masih sering dipanggil "Jawa" oleh orang Arab. Bahkan orang Indonesia
luar Jawa sekalipun. Dalam bahasa Arab juga dikenal Samathrah (Sumatra),
Sholibis (Sulawesi), Sundah (Sunda), semua pulau itu dikenal sebagai kulluh Jawi
(semuanya Jawa).
Bangsa-bangsa Eropa yang pertama kali datang beranggapan bahwa Asia hanya
terdiri dari Arab, Persia, India, dan Tiongkok. Bagi mereka, daerah yang terbentang
luas antara Persia dan Tiongkok semuanya adalah "Hindia". Semenanjung Asia
Selatan mereka sebut "Hindia Muka" dan daratan Asia Tenggara dinamai "Hindia
Belakang". Sedangkan tanah air memperoleh nama "Kepulauan Hindia" (Indische
Archipel, Indian Archipelago, l'Archipel Indien) atau "Hindia Timur" (Oost Indie, East
Indies, Indes Orientales). Nama lain yang juga dipakai adalah "Kepulauan Melayu"
(Maleische Archipel, Malay Archipelago, l'Archipel Malais).
Pada jaman penjajahan Belanda, nama resmi yang digunakan adalah
Nederlandsch-Indie (Hindia Belanda), sedangkan pemerintah pendudukan
Jepang 1942-1945 memakai istilah To-Indo (Hindia Timur).
Eduard Douwes Dekker (1820-1887), yang dikenal dengan nama samaran Multatuli,
pernah mengusulkan nama yang spesifik untuk menyebutkan kepulauan tanah air
kita, yaitu Insulinde, yang artinya juga "Kepulauan Hindia" (bahasa Latin insula
berarti pulau). Nama Insulinde ini kurang populer.

Daftar isi
[sembunyikan]
1 Nusantara

2 Nama Indonesia

3 Politik

4 Pranala luar

[sunting] Nusantara
Pada tahun 1920-an, Ernest Francois Eugene Douwes Dekker (1879-1950), yang
dikenal sebagai Dr. Setiabudi (cucu dari adik Multatuli), memperkenalkan suatu
nama untuk tanah air kita yang tidak mengandung unsur kata "India". Nama itu tiada
lain adalah Nusantara, suatu istilah yang telah tenggelam berabad-abad lamanya.
Setiabudi mengambil nama itu dari Pararaton, naskah kuno zaman Majapahit yang
ditemukan di Bali pada akhir abad ke-19 lalu diterjemahkan oleh J.L.A. Brandes dan
diterbitkan oleh Nicholaas Johannes Krom pada tahun 1920.
Pengertian Nusantara yang diusulkan Setiabudi jauh berbeda dengan pengertian
nusantara zaman Majapahit. Pada masa Majapahit, Nusantara digunakan untuk
menyebutkan pulau-pulau di luar Jawa (antara dalam bahasa Sansekerta artinya
luar, seberang) sebagai lawan dari Jawadwipa (Pulau Jawa). Sumpah Palapa dari
Gajah Mada tertulis "Lamun huwus kalah nusantara, isun amukti palapa" (Jika telah
kalah pulau-pulau seberang, barulah saya menikmati istirahat).
Oleh Dr. Setiabudi kata nusantara zaman Majapahit yang berkonotasi jahiliyah itu
diberi pengertian yang nasionalistis. Dengan mengambil kata Melayu asli antara,
maka Nusantara kini memiliki arti yang baru yaitu "nusa di antara dua benua dan
dua samudra", sehingga Jawa pun termasuk dalam definisi nusantara yang modern.
Istilah nusantara dari Setiabudi ini dengan cepat menjadi populer penggunaannya
sebagai alternatif dari nama Hindia Belanda.
Sampai hari ini istilah nusantara tetap dipakai untuk menyebutkan wilayah tanah air
dari Sabang sampai Merauke.

[sunting] Nama Indonesia


Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the
Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA), yang dikelola oleh James Richardson
Logan (1819-1869), seorang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas
Edinburgh. Kemudian pada tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Inggris,
George Samuel Windsor Earl (1813-1865), menggabungkan diri sebagai redaksi
majalah JIAEA.
Dalam JIAEA Volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel On the
Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations.
Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk
Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (a distinctive
name), sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan
India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama: Indunesia atau Malayunesia
(nesos dalam bahasa Yunani berarti pulau). Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis:
"... the inhabitants of the Indian Archipelago or Malayan Archipelago would become
respectively Indunesians or Malayunesians".
Earl sendiri menyatakan memilih nama Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada
Indunesia (Kepulauan Hindia), sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu,
sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon (Srilanka) dan Maldives
(Maladewa). Earl berpendapat juga bahwa bahasa Melayu dipakai di seluruh
kepulauan ini. Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah Malayunesia
dan tidak memakai istilah Indunesia.
Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan
menulis artikel The Ethnology of the Indian Archipelago. Pada awal tulisannya,
Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan tanah air kita, sebab
istilah "Indian Archipelago" terlalu panjang dan membingungkan. Logan memungut
nama Indunesia yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar
ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia.
Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada
halaman 254 dalam tulisan Logan:
"Mr. Earl suggests the ethnographical term Indunesian, but rejects it in favour of
Malayunesian. I prefer the purely geographical term Indonesia, which is merely a
shorter synonym for the Indian Islands or the Indian Archipelago".
Ketika mengusulkan nama "Indonesia" agaknya Logan tidak menyadari bahwa di
kemudian hari nama itu akan menjadi nama resmi. Sejak saat itu Logan secara
konsisten menggunakan nama "Indonesia" dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan
lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang
etnologi dan geografi.
Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf
Bastian (1826-1905) menerbitkan buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen
Archipel sebanyak lima volume, yang memuat hasil penelitiannya ketika
mengembara ke tanah air pada tahun 1864 sampai 1880. Buku Bastian inilah yang
memopulerkan istilah "Indonesia" di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat
timbul anggapan bahwa istilah "Indonesia" itu ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak
benar itu, antara lain tercantum dalam Encyclopedie van Nederlandsch-Indie tahun
1918. Padahal Bastian mengambil istilah "Indonesia" itu dari tulisan-tulisan Logan.
Pribumi yang mula-mula menggunakan istilah "Indonesia" adalah Suwardi
Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika dibuang ke negeri Belanda tahun 1913
beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Pers-bureau.
Nama indonesisch (Indonesia) juga diperkenalkan sebagai pengganti indisch
(Hindia) oleh Prof Cornelis van Vollenhoven (1917). Sejalan dengan itu, inlander
(pribumi) diganti dengan indonesiër (orang Indonesia).

[sunting] Politik
Pada dasawarsa 1920-an, nama "Indonesia" yang merupakan istilah ilmiah dalam
etnologi dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan
tanah air kita, sehingga nama "Indonesia" akhirnya memiliki makna politis, yaitu
identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan. Akibatnya pemerintah
Belanda mulai curiga dan waspada terhadap pemakaian kata ciptaan Logan itu.
Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa Handels
Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi pelajar dan
mahasiswa Hindia di Negeri Belanda (yang terbentuk tahun 1908 dengan nama
Indische Vereeniging) berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging atau
Perhimpoenan Indonesia. Majalah mereka, Hindia Poetra, berganti nama menjadi
Indonesia Merdeka.
Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya,:
"Negara Indonesia Merdeka yang akan datang (de toekomstige vrije Indonesische
staat) mustahil disebut "Hindia Belanda". Juga tidak "Hindia" saja, sebab dapat
menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli. Bagi kami nama Indonesia
menyatakan suatu tujuan politik (een politiek doel), karena melambangkan dan
mencita-citakan suatu tanah air di masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap
orang Indonesia (Indonesier) akan berusaha dengan segala tenaga dan
kemampuannya."
Di tanah air Dr. Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club pada tahun 1924.
Tahun itu juga Perserikatan Komunis Hindia berganti nama menjadi Partai Komunis
Indonesia (PKI). Pada tahun 1925 Jong Islamieten Bond membentuk kepanduan
Nationaal Indonesische Padvinderij (Natipij). Itulah tiga organisasi di tanah air yang
mula-mula menggunakan nama "Indonesia". Akhirnya nama "Indonesia" dinobatkan
sebagai nama tanah air, bangsa dan bahasa pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi
Indonesia tanggal 28 Oktober 1928, yang kini dikenal dengan sebutan Sumpah
Pemuda.
Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat; parlemen
Hindia Belanda), Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, dan Sutardjo
Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada Pemerintah Hindia Belanda agar nama
"Indonesia" diresmikan sebagai pengganti nama "Nederlandsch-Indie". Tetapi
Belanda menolak mosi ini.
Dengan jatuhnya tanah air ke tangan Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, lenyaplah
nama "Hindia Belanda". Lalu pada tanggal 17 Agustus 1945, lahirlah Republik
Indonesia.

Asal Usul Nama Indonesia


Oleh IRFAN ANSHORY

PADA zaman purba, kepulauan tanah air kita disebut dengan aneka nama. Dalam catatan bangsa
Tionghoa kawasan kepulauan kita dinamai Nan-hai (Kepulauan Laut Selatan). Berbagai catatan
kuno bangsa India menamai kepulauan ini Dwipantara (Kepulauan Tanah Seberang), nama yang
diturunkan dari kata Sansekerta dwipa (pulau) dan antara (luar, seberang). Kisah Ramayana
karya pujangga Valmiki yang termasyhur itu menceritakan pencarian terhadap Sinta, istri Rama
yang diculik Ravana, sampai ke Suwarnadwipa (Pulau Emas, yaitu Sumatra sekarang) yang
terletak di Kepulauan Dwipantara.

Bangsa Arab menyebut tanah air kita Jaza'ir al-Jawi (Kepulauan Jawa). Nama Latin untuk
kemenyan adalah benzoe, berasal dari bahasa Arab luban jawi (kemenyan Jawa), sebab para
pedagang Arab memperoleh kemenyan dari batang pohon Styrax sumatrana yang dahulu hanya
tumbuh di Sumatra. Sampai hari ini jemaah haji kita masih sering dipanggil "Jawa" oleh orang
Arab. Bahkan orang Indonesia luar Jawa sekalipun. "Samathrah, Sholibis, Sundah, kulluh Jawi
(Sumatra, Sulawesi, Sunda, semuanya Jawa)" kata seorang pedagang di Pasar Seng, Mekah.

Lalu tibalah zaman kedatangan orang Eropa ke Asia. Bangsa-bangsa Eropa yang pertama kali
datang itu beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari Arab, Persia, India, dan Cina. Bagi
mereka, daerah yang terbentang luas antara Persia dan Cina semuanya adalah "Hindia".
Semenanjung Asia Selatan mereka sebut "Hindia Muka" dan daratan Asia Tenggara dinamai
"Hindia Belakang". Sedangkan tanah air kita memperoleh nama "Kepulauan Hindia" (Indische
Archipel, Indian Archipelago, l'Archipel Indien) atau "Hindia Timur" (Oost Indie, East Indies,
Indes Orientales). Nama lain yang juga dipakai adalah "Kepulauan Melayu" (Maleische
Archipel, Malay Archipelago, l'Archipel Malais).

Ketika tanah air kita terjajah oleh bangsa Belanda, nama resmi yang digunakan adalah
Nederlandsch-Indie (Hindia Belanda), sedangkan pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945
memakai istilah To-Indo (Hindia Timur). Eduard Douwes Dekker (1820-1887), yang dikenal
dengan nama samaran Multatuli, pernah mengusulkan nama yang spesifik untuk menyebutkan
kepulauan tanah air kita, yaitu Insulinde, yang artinya juga "Kepulauan Hindia" (bahasa Latin
insula berarti pulau). Tetapi rupanya nama Insulinde ini kurang populer. Bagi orang Bandung,
Insulinde mungkin cuma dikenal sebagai nama toko buku yang pernah ada di Jalan Otista.

Pada tahun 1920-an, Ernest Francois Eugene Douwes Dekker (1879-1950), yang kita kenal
sebagai Dr. Setiabudi (beliau adalah cucu dari adik Multatuli), memopulerkan suatu nama untuk
tanah air kita yang tidak mengandung unsur kata "India". Nama itu tiada lain adalah Nusantara,
suatu istilah yang telah tenggelam berabad-abad lamanya. Setiabudi mengambil nama itu dari
Pararaton, naskah kuno zaman Majapahit yang ditemukan di Bali pada akhir abad ke-19 lalu
diterjemahkan oleh J.L.A. Brandes dan diterbitkan oleh Nicholaas Johannes Krom pada tahun
1920.

Namun perlu dicatat bahwa pengertian Nusantara yang diusulkan Setiabudi jauh berbeda dengan
pengertian, nusantara zaman Majapahit. Pada masa Majapahit Nusantara digunakan untuk
menyebutkan pulau-pulau di luar Jawa (antara dalam bahasa Sansekerta artinya luar, seberang)
sebagai lawan dari Jawadwipa (Pulau Jawa). Kita tentu pernah mendengar Sumpah Palapa dari
Gajah Mada, "Lamun huwus kalah nusantara, isun amukti palapa" (Jika telah kalah pulau-pulau
seberang, barulah saya menikmati istirahat). Oleh Dr. Setiabudi kata nusantara zaman Majapahit
yang berkonotasi jahiliyah itu diberi pengertian yang nasionalistis. Dengan mengambil kata
Melayu asli antara, maka Nusantara kini memiliki arti yang baru yaitu "nusa di antara dua benua
dan dua samudra", sehingga Jawa pun termasuk dalam definisi nusantara yang modern. Istilah
nusantara dari Setiabudi ini dengan cepat menjadi populer penggunaannya sebagai alternatif dari
nama Hindia Belanda.

Sampai hari ini istilah nusantara tetap kita pakai untuk menyebutkan wilayah tanah air kita dari
Sabang sampai Merauke. Tetapi nama resmi bangsa dan negara kita adalah Indonesia. Kini akan
kita telusuri dari mana gerangan nama yang sukar bagi lidah Melayu ini muncul.

Nama Indonesia

Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian
Archipelago and Eastern Asia (JIAEA), yang dikelola oleh James Richardson Logan (1819-
1869), orang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh. Kemudian pada
tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Inggris, George Samuel Windsor Earl (1813-1865),
menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA.
Dalam JIAEA Volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel On the Leading
Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations. Dalam artikelnya itu
Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan
Melayu untuk memiliki nama khas (a distinctive name), sebab nama Hindia tidaklah tepat dan
sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama: Indunesia
atau Malayunesia (nesos dalam bahasa Yunani berarti pulau). Pada halaman 71 artikelnya itu
tertulis: ... the inhabitants of the Indian Archipelago or Malayan Archipelago would become
respectively Indunesians or Malayunesians.

Earl sendiri menyatakan memilih nama Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia
(Kepulauan Hindia), sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia
bisa juga digunakan untuk Ceylon (Srilanka) dan Maldives (Maladewa). Lagi pula, kata Earl,
bukankah bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini? Dalam tulisannya itu Earl memang
menggunakan istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia.

Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis artikel
The Ethnology of the Indian Archipelago. Pada awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya
nama khas bagi kepulauan tanah air kita, sebab istilah "Indian Archipelago" terlalu panjang dan
membingungkan. Logan memungut nama Indunesia yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya
dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia.

Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada halaman 254 dalam
tulisan Logan: Mr. Earl suggests the ethnographical term Indunesian, but rejects it in favour of
Malayunesian. I prefer the purely geographical term Indonesia, which is merely a shorter
synonym for the Indian Islands or the Indian Archipelago. Ketika mengusulkan nama
"Indonesia" agaknya Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama itu akan menjadi
nama bangsa dan negara yang jumlah penduduknya peringkat keempat terbesar di muka bumi!

Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama "Indonesia" dalam tulisan-tulisan
ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang
etnologi dan geografi. Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin yang bernama
Adolf Bastian (1826-1905) menerbitkan buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen
Archipel sebanyak lima volume, yang memuat hasil penelitiannya ketika mengembara ke tanah
air kita tahun 1864 sampai 1880. Buku Bastian inilah yang memopulerkan istilah "Indonesia" di
kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah "Indonesia" itu
ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak benar itu, antara lain tercantum dalam Encyclopedie van
Nederlandsch-Indie tahun 1918. Padahal Bastian mengambil istilah "Indonesia" itu dari tulisan-
tulisan Logan.

Putra ibu pertiwi yang mula-mula menggunakan istilah "Indonesia" adalah Suwardi Suryaningrat
(Ki Hajar Dewantara). Ketika di buang ke negeri Belanda tahun 1913 beliau mendirikan sebuah
biro pers dengan nama Indonesische Pers-bureau.

Makna politis

Pada dasawarsa 1920-an, nama "Indonesia" yang merupakan istilah ilmiah dalam etnologi dan
geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan tanah air kita, sehingga
nama "Indonesia" akhirnya memiliki makna politis, yaitu identitas suatu bangsa yang
memperjuangkan kemerdekaan! Akibatnya pemerintah Belanda mulai curiga dan waspada
terhadap pemakaian kata ciptaan Logan itu.

Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa Handels Hoogeschool
(Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri
Belanda (yang terbentuk tahun 1908 dengan nama Indische Vereeniging) berubah nama menjadi
Indonesische Vereeniging atau Perhimpoenan Indonesia. Majalah mereka, Hindia Poetra,
berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.

Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya, "Negara Indonesia Merdeka yang akan datang (de
toekomstige vrije Indonesische staat) mustahil disebut "Hindia Belanda". Juga tidak "Hindia"
saja, sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli. Bagi kami nama Indonesia
menyatakan suatu tujuan politik (een politiek doel), karena melambangkan dan mencita-citakan
suatu tanah air di masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia (Indonesier) akan
berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya."

Sementara itu, di tanah air Dr. Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club pada tahun 1924.
Tahun itu juga Perserikatan Komunis Hindia berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia
(PKI). Lalu pada tahun 1925 Jong Islamieten Bond membentuk kepanduan Nationaal
Indonesische Padvinderij (Natipij). Itulah tiga organisasi di tanah air yang mula-mula
menggunakan nama "Indonesia". Akhirnya nama "Indonesia" dinobatkan sebagai nama tanah air,
bangsa dan bahasa kita pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28 Oktober 1928,
yang kini kita sebut Sumpah Pemuda.

Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat; DPR zaman Belanda),
Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, dan Sutardjo Kartohadikusumo,
mengajukan mosi kepada Pemerintah Belanda agar nama "Indonesia" diresmikan sebagai
pengganti nama "Nederlandsch-Indie". Tetapi Belanda keras kepala sehingga mosi ini ditolak
mentah-mentah.

Maka kehendak Allah pun berlaku. Dengan jatuhnya tanah air kita ke tangan Jepang pada
tanggal 8 Maret 1942, lenyaplah nama "Hindia Belanda" untuk selama-lamanya. Lalu pada
tanggal 17 Agustus 1945, atas berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa, lahirlah Republik
Indonesia.

Dirgahayu Indonesiaku!***

Penulis, Direktur Pendidikan "Ganesha Operation"

Asal-usul Kata Indonesia


Oleh Batara R. Hutagalung

Di masa penjajahan India-Belanda ini muncul nama Indonesia. Pertama kali digunakan oleh dua orang
Inggris, yaitu George Samuel Windsor Earl, seorang pengacara kelahiran London, yang bersama James
Richardson Logan, seorang pengacara kelahiran Scotlandia, menulis artikel sebanyak 96 halaman di
Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia No. 4, tahun 1850 dengan judul "The Ethnology of the
Indian Archipelago: Embracing Enquiries into the Continental Relations of the Indo-Pacific Islanders."
Mereka menamakan penduduk India-Belanda bagian barat yang berasal Proto-Malaya (Melayu tua) dan
Deutero-Malaya (Melayu muda), sebagai Indunesians (Indu, bahasa Latin, artinya: India; Nesia, asal
katanya adalah nesos, bahasa Yunani, artinya: kepulauan). Sedangkan penduduk di wilayah India-
Belanda bagian timur masuk ke dalam kategori Melanesians (Mela = hitam. Melanesia = kepulauan
orang-orang hitam). Oleh karena itu, Earl sendiri kemudian cenderung menggunakan istilah Melayu-
nesians, untuk menamakan penduduk India-Belanda bagian barat. Kemudian Logan merubah Indunesia
menjadi Indonesia (Indos dan Nesos, keduanya berasal dari bahasa Yunani) dalam tulisan-tulisannya di
Journal tersebut.
Adalah Adolf Bastian, seorang dokter dan sekaligus etnolog Jerman, yang mempopulerkan nama
Indonesia ketika menerbitkan laporan perjalanan dan penelitiannya di Berlin, yang diterbitkan dalam
karya 5 jilid (1864 – 1894) dengan judul “Indonesien, oder die Inseln des malaysischen Archipels”
(bahasa Jerman, artinya: “Indonesia, atau Pulau-Pulau dari Kepulauan Malaya”). Jilid I berjudul Maluku,
jilid II Timor dan Pulau-Pulau Sekitarnya, jilid III Sumatera dan Daerah Sekitarnya, jilid IV Kalimantan dan
Sulawesi, jilid V Jawa dan Penutup.
Sejak dahulu hingga sekarang, para ilmuwan Eropa lebih senang menggunakan istilah/kata bahasa Latin
atau Yunani untuk penamaan hal-hal yang sehubungan dengan ilmiah, demikian juga untuk menamakan
ras penduduk di wilayah Malaya dan India Belanda bagian barat.
Eduard Douwes Dekker, dalam bukunya “Max Havelaar” menyebut India-Belanda dengan nama
Insulinde, variasi bahasa Belanda untuk Kepulauan India. Ketika Indische Partij (Partai India) yang
didirikan oleh keponakannya dilarang oleh Pemerintah India Belanda tahun 1913, para anggotanya
mendirikan Partai Insulinde.
Baik Indunesian, Indonesien atau Insulinde semua artinya adalah Kepulauan India, untuk menunjukkan
identitas pribumi yang hidup di bagian barat wilayah India- Belanda, sedangkan yang hidup di wilayah
timur –Flores, Timor, Maluku dan Papua-sebenarnya adalah orang-orang Melanesia (Kepulauan orang-
orang hitam).
Yang termasuk pertama menggunakan kata Indonesia pada awal tahun 20-an adalah Perhimpunan
Indonesia di Belanda, Sam Ratu Langie dan Partai Komunis Indonesia.
Jadi kata Indonesia yang sampai sekarang digunakan oleh Republik Indonesia artinya tak lain adalah:
Kepulauan India.
Selain Indonesia, yang menggunakan nama yang “diciptakan” oleh orang-orang Inggris dan kemudian
dipopulerkan oleh orang Jerman, juga Phillipina (Filipina), yang masih tetap menggunakan nama
peninggalan penjajahan. Ketika orang-orang Spanyol menguasai wilayah tersebut, sebagai persembahan
kepada raja Spanyol, Phillip, jajahan itu diberi nama Philippina.
Banyak negara setelah merdeka mengganti nama yang “diciptakan” atau diberikan oleh penjajahnya,
seperti Ceylon menjadi Sri Lanka, Burma menjadi Myanmar, Indo-Cina menjadi Vietnam, Rhodesia
menjadi Zimbabwe, Gold Coast menjadi Ghana, South-West Afrika menjadi Namibia, dll.
Jadi seandainya bangsa ini sepakat untuk meninggalkan nama yang diciptakan oleh orang Eropa, maka
Indonesia bukanlah negara pertama yang mengganti nama peninggalan masa penjajahan.
Dapat menjadi bahan pertimbangan, untuk kembali menggunakan nama yang telah lebih dari 1000 tahun
digunakan oleh nenek moyang kita, yaitu NUSANTARA.

Soekarno
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
Soekarno

Presiden Indonesia Pertama

Masa jabatan
17 Agustus 1945 – 12 Maret 1967

Wakil Presiden Mohammad Hatta

Pendahulu Jabatan terbentuk

Pengganti Soeharto

Tanggal lahir 6 Juni 1901


Surabaya, Jawa Timur

Meninggal 21 Juni 1970 (umur 69)


Jakarta

Partai politik PNI

Pasangan Fatmawati (salah satunya)

Ir. Soekarno1 (6 Juni 1901 - 21 Juni 1970) adalah Presiden Indonesia pertama yang
menjabat pada periode 1945 - 1966. Ia memainkan peranan penting untuk
memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Ia adalah penggali
Pancasila. Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan
Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945.
Ia menerbitkan Surat Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang kontroversial itu,
yang konon, antara lain isinya adalah menugaskan Letnan Jenderal Soeharto untuk
mengamankan dan menjaga kewibawaannya. Tetapi Supersemar tersebut
disalahgunakan oleh Letnan Jenderal Soeharto untuk merongrong kewibawaannya
dengan jalan menuduhnya ikut mendalangi Gerakan 30 September. Tuduhan itu
menyebabkan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara yang anggotanya telah
diganti dengan orang yang pro Soeharto, mengalihkan kepresidenan kepada
Soeharto.

Daftar isi
[sembunyikan]

1 Latar belakang dan pendidikan

2 Masa pergerakan nasional

3 Masa penjajahan Jepang

4 Masa Perang Revolusi

5 Masa kemerdekaan

6 Tentang nama Soekarno

6.1 Siapa Ahmad Soekarno?

7 Istri Soekarno

8 Lain-lain

9 Sumber

10 Lihat pula

11 Pranala luar

[sunting] Latar belakang dan pendidikan


Soekarno dilahirkan dengan nama Kusno Sosrodihardjo. Ayahnya bernama Raden
Sukemi Sosrodihardjo, seorang guru di Surabaya, Jawa. Ibunya berasal dari Bali.
Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya di Tulungagung, Jawa Timur. Pada
usia 14 tahun, seorang kawan bapaknya yang bernama Oemar Said Tjokroaminoto
mengajak Soekarno tinggal di Surabaya dan disekolahkan ke Hoogere Burger
School (H.B.S.) di sana sambil mengaji di tempat Tjokroaminoto. Di Surabaya,
Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang
dipimpin Tjokroaminoto saat itu. Soekarno kemudian bergabung dengan organisasi
Jong Java (Pemuda Jawa).
Tamat H.B.S. tahun 1920, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoge School
(sekarang ITB) di Bandung, dan tamat pada tahun 1925. Saat di Bandung,
Soekarno berinteraksi dengan Tjipto Mangunkusumo dan Dr. Douwes Dekker, yang
saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij.

[sunting] Masa pergerakan nasional


Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung.
Organisasi ini menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang didirikan pada
tahun 1927. Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkannya ditangkap Belanda pada
bulan Desember 1929, dan memunculkan pledoinya yang fenomenal: Indonesia
Menggugat, hingga dibebaskan kembali pada tanggal 31 Desember 1931.
Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo),
yang merupakan pecahan dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada bulan
Agustus 1933, dan diasingkan ke Flores. Di sini, Soekarno hampir dilupakan oleh
tokoh-tokoh nasional. Namun semangatnya tetap membara seperti tersirat dalam
setiap suratnya kepada seorang Guru Persatuan Islam bernama Ahmad Hassan.
Soekarno baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942.

[sunting] Masa penjajahan Jepang


Pada awal masa penjajahan Jepang (1942-1945), pemerintah Jepang sempat tidak
memperhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia terutama untuk "mengamankan"
keberadaannya di Indonesia. Ini terlihat pada Gerakan 3A dengan tokohnya Shimizu
dan Mr. Syamsuddin yang kurang begitu populer.
Namun akhirnya, pemerintahan pendudukan Jepang memperhatikan dan sekaligus
memanfaatkan tokoh tokoh Indonesia seperti Soekarno, Mohammad Hatta dan lain-
lain dalam setiap organisasi-organisasi dan lembaga lembaga untuk menarik hati
penduduk Indonesia. Disebutkan dalam berbagai organisasi seperti Jawa Hookokai,
Pusat Tenaga Rakyat (Putera), BPUPKI dan PPKI, tokoh tokoh seperti Soekarno,
Hatta, Ki Hajar Dewantara, K.H Mas Mansyur dan lain lainnya disebut-sebut dan
terlihat begitu aktif. Dan akhirnya tokoh-tokoh nasional bekerjasama dengan
pemerintah pendudukan Jepang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, meski
ada pula yang melakukan gerakan bawah tanah seperti Sutan Syahrir dan Amir
Sjarifuddin karena menganggap Jepang adalah fasis yang berbahaya.
Presiden Soekarno sendiri, saat pidato pembukaan menjelang pembacaan teks
proklamasi kemerdekaan, mengatakan bahwa meski sebenarnya kita bekerjasama
dengan Jepang sebenarnya kita percaya dan yakin serta mengandalkan kekuatan
sendiri.
Ia aktif dalam
d usahha persiapan kemerddekaan Indoonesia, dia
antaranya adalah
a
merumu uskan Panc casila, UUD
D 1945 dann dasar dasar pemerintahan Inddonesia
termasu uk merumu uskan naskkah proklam
masi Kemerdekaan. Ia a sempat dibujuk
d untuk
menying gkir ke Ren
ngasdengkklok Peristiw
wa Rengassdengklok.
Pada ta
ahun 1943, Perdana Menteri
M Jep
pang Hidekki Tojo men ngundang tokoh
t
Indonessia yakni So oekarno, Mohammad
M d Hatta dann Ki Bagoes Hadikoessoemo ke
Jepang dan diterimma langsun ng oleh Kaisar Hirohitto. Bahkann kaisar meemberikan
Bintang kekaisaran (Ratna Suci)
S kepadda tiga toko
oh Indonessia tersebutt.
Penganugerahan Bintang itu u membuatt pemerinta ahan pendu udukan Jeppang terkejjut,
karena hal itu beraarti bahwa ketiga toko
oh Indonessia itu diang
ggap keluaarga Kaisarr
Jepang sendiri. Pa ada bulan Agustus
A 19
945, ia diun
ndang olehh Marsekal Terauchi,
pimpina
an Angkatan Darat wilayah Asia Tenggara di Dalat Vietnam
V yan
ng kemudiaan
menyataakan bahw wa proklama asi kemerddekaan Ind donesia adaalah urusan rakyat
Indonessia sendiri.
Namun keterlibata
annya dalamm badan-bbadan orga
anisasi benttukan Jepa
ang membuuat
Soekarnno dituduh oleh Belan
nda bekerja
a sama dengan Jepang,antara lain dalam
kasus ro
omusha.

[sunting
g] Masa Perang
g Revo
olusi

Ruang ta
amu rumah persembun
nyian Bung Karno di Re
engasdengkklok

.
Soekarn
no bersama a tokoh-tokkoh nasional mulai mempersiap pkan diri meenjelang
Proklam
masi kemerrdekaan Re epublik Indonesia. Se
etelah sidan
ng Badan Penyelidik
P
Usaha Persiapan
P Kemerdekaan Indone esia BPUPPKI,Panitia Kecil yangg terdiri darri
delapan orang (resmi), Panitia Kecil yang terdiri dari sembilan orang/Panitia
Sembilan (yang menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia PPKI, Soekarno-Hatta mendirikan Negara Indonesia
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Setelah menemui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, terjadilah Peristiwa
Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945; Soekarno dan Mohammad Hatta
dibujuk oleh para pemuda untuk menyingkir ke asrama pasukan Pembela Tanah Air
Peta Rengasdengklok. Tokoh pemuda yang membujuk antara lain Soekarni,
Wikana, Singgih serta Chairul Saleh. Para pemuda menuntut agar Soekarno dan
Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia, karena di
Indonesia terjadi kevakuman kekuasaan. Ini disebabkan karena Jepang sudah
menyerah dan pasukan Sekutu belum tiba. Namun Soekarno, Hatta dan para tokoh
menolak dengan alasan menunggu kejelasan mengenai penyerahan Jepang.
Alasan lain yang berkembang adalah Soekarno menetapkan moment tepat untuk
kemerdekaan Republik Indonesia yakni dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945 saat itu
bertepatan dengan tanggal 17 Ramadhan, bulan suci kaum muslim yang diyakini
merupakan tanggal turunnya wahyu pertama kaum muslimin kepada Nabi
Muhammad SAW yakni Al Qur-an. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan
Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi Presiden dan Wakil Presiden
Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945 pengangkatan menjadi presiden
dan wakil presiden dikukuhkan oleh KNIP.Pada tanggal 19 September 1945
kewibawaan Soekarno dapat menyelesaikan tanpa pertumpahan darah peristiwa
Lapangan Ikada dimana 200.000 rakyat Jakarta akan bentrok dengan pasukan
Jepang yang masih bersenjata lengkap.
Pada saat kedatangan Sekutu (AFNEI) yang dipimpin oleh Letjen. Sir Phillip
Christison, Christison akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto
setelah mengadakan pertemuan dengan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno
juga berusaha menyelesaikan krisis di Surabaya. Namun akibat provokasi yang
dilancarkan pasukan NICA (Belanda) yang membonceng Sekutu. (dibawah Inggris)
meledaklah Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya dan gugurnya Brigadir
Jendral A.W.S Mallaby.
Karena banyak provokasi di Jakarta pada waktu itu, Presiden Soekarno akhirnya
memindahkan Ibukota Republik Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta. Diikuti wakil
presiden dan pejabat tinggi negara lainnya.
Kedudukan Presiden Soekarno menurut UUD 1945 adalah kedudukan Presiden
selaku kepala pemerintahan dan kepala negara (presidensiil/single executive).
Selama revolusi kemerdekaan,sistem pemerintahan berubah menjadi semi-
presidensiil/double executive. Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara dan Sutan
Syahrir sebagai Perdana Menteri/Kepala Pemerintahan. Hal itu terjadi karena
adanya maklumat wakil presiden No X, dan maklumat pemerintah bulan November
1945 tentang partai politik. Hal ini ditempuh agar Republik Indonesia dianggap
negara yang lebih demokratis.
Meski sistem pemerintahan berubah, pada saat revolusi kemerdekaan, kedudukan
Presiden Soekarno tetap paling penting, terutama dalam menghadapi Peristiwa
Madiun 1948 serta saat Agresi Militer Belanda II yang menyebabkan Presiden
Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan sejumlah pejabat tinggi negara
ditahan Belanda. Meskipun sudah ada Pemerintahan Darurat Republik Indonesia
(PDRI) dengan ketua Sjafruddin Prawiranegara, tetapi pada kenyataannya dunia
internasional dan situasi dalam negeri tetap mengakui bahwa Soekarno-Hatta
adalah pemimpin Indonesia yang sesungguhnya, hanya kebijakannya yang dapat
menyelesaikan sengketa Indonesia-Belanda.

[sunting] Masa kemerdekaan


Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan sebagai
Penyerahan Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik
Indonesia Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat sebagai perdana menteri
RIS. Jabatan Presiden Republik Indonesia diserahkan kepada Mr Assaat, yang
kemudian dikenal sebagai RI Jawa-Yogya. Namun karena tuntutan dari seluruh
rakyat Indonesia yang ingin kembali ke negara kesatuan, maka pada tanggal 17
Agustus 1950, RIS kembali berubah menjadi Republik Indonesia dan Presiden
Soekarno menjadi Presiden RI. Mandat Mr Assaat sebagai pemangku jabatan
Presiden RI diserahkan kembali kepada Ir. Soekarno. Resminya kedudukan
Presiden Soekarno adalah presiden konstitusional, tetapi pada kenyataannya
kebijakan pemerintah dilakukan setelah berkonsultasi dengannya.
Mitos Dwitunggal Soekarno-Hatta cukup populer dan lebih kuat dikalangan rakyat
dibandingkan terhadap kepala pemerintahan yakni perdana menteri. Jatuh
bangunnya kabinet yang terkenal sebagai "kabinet semumur jagung" membuat
Presiden Soekarno kurang mempercayai sistem multipartai, bahkan menyebutnya
sebagai "penyakit kepartaian". Tak jarang, ia juga ikut turun tangan menengahi
konflik-konflik di tubuh militer yang juga berimbas pada jatuh bangunnya kabinet.
Seperti peristiwa 17 Oktober 1952 dan Peristiwa di kalangan Angkatan Udara.
Presiden Soekarno juga banyak memberikan gagasan-gagasan di dunia
Internasional. Keprihatinannya terhadap nasib bangsa Asia-Afrika, masih belum
merdeka, belum mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri, menyebabkan
presiden Soekarno, pada tahun 1955, mengambil inisiatif untuk mengadakan
Konferensi Asia-Afrika di Bandung yang menghasilkan Dasa Sila. Bandung dikenal
sebagai Ibu Kota Asia-Afrika. Ketimpangan dan konflik akibat "bom waktu" yang
ditinggalkan negara-negara barat yang dicap masih mementingkan imperialisme
dan kolonialisme, ketimpangan dan kekhawatiran akan munculnya perang nuklir
yang merubah peradaban, ketidakadilan badan-badan dunia internasional dalam
pemecahan konflik juga menjadi perhatiannya. Bersama Presiden Josip Broz Tito
(Yugoslavia), Gamal Abdel Nasser (Mesir), Mohammad Ali Jinnah (Pakistan), U Nu,
(Birma) dan Jawaharlal Nehru (India) ia mengadakan Konferensi Asia Afrika yang
membuahkan Gerakan Non Blok. Berkat jasanya itu, banyak negara-negara Asia
Afrika yang memperoleh kemerdekaannya. Namun sayangnya, masih banyak pula
yang mengalami konflik berkepanjangan sampai saat ini karena ketidakadilan dalam
pemecahan masalah, yang masih dikuasai negara-negara kuat atau adikuasa.
Berkat jasa ini pula, banyak penduduk dari kawasan Asia Afrika yang tidak lupa
akan Soekarno bila ingat atau mengenal akan Indonesia.
Guna menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif dalam dunia internasional,
Presiden Soekarno mengunjungi berbagai negara dan bertemu dengan pemimpin-
pemimpin negara. Di antaranya adalah Nikita Khruschev (Uni Soviet), John
Fitzgerald Kennedy (Amerika Serikat), Fidel Castro (Kuba), Mao Tse Tung (RRT).
Masa-masa kejatuhan Soekarno dimulai sejak ia "bercerai" dengan Wakil Presiden
Moh. Hatta, pada tahun 1956, akibat pengunduran diri Hatta dari kancah
perpolitikan Indonesia. Ditambah dengan sejumlah pemberontakan separatis yang
terjadi di seluruh pelosok Indonesia, dan puncaknya, pemberontakan G 30 S,
membuat Soekarno di dalam masa jabatannya tidak dapat "memenuhi" cita-cita
bangsa Indonesia yang makmur dan sejahtera.
Soekarno sendiri wafat pada tanggal 21 Juni 1970 di Wisma Yaso, Jakarta, setelah
mengalami pengucilan oleh suksesornya yang "durhaka" Jenderal Suharto.
Jenazahnya dikebumikan di Kota Blitar, Jawa Timur, dan kini menjadi ikon kota
tersebut, karena setiap tahunnya dikunjungi ratusan ribu hingga jutaan wisatawan
dari seluruh penjuru dunia. Terutama pada saat penyelenggaraan Haul Bung Karno.
[sunting] Tentang nama Soekarno
Nama lengkap Soekarno ketika lahir adalah Kusno Sosrodihardjo. Ketika masih
kecil, karena sering sakit-sakitan, menurut kebiasaan orang Jawa; oleh orang
tuanya namanya diganti menjadi Soekarno. Di kemudian hari ketika menjadi
Presiden R.I., ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno
karena menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan penjajah (Belanda). Ia tetap
menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan
tersebut adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia yang tidak boleh diubah.
Sebutan akrab untuk Ir. Soekarno adalah Bung Karno.
[sunting] Siapa Ahmad Soekarno?
Di beberapa negara Barat, nama Soekarno kadang-kadang ditulis Ahmad Soekarno.
Hal ini terjadi karena ketika Soekarno pertama kali berkunjung ke Amerika Serikat,
sejumlah wartawan bertanya-tanya, "Siapa nama kecil Soekarno?" karena mereka
tidak mengerti kebiasaan sebagian masyarakat di Indonesia yang hanya
menggunakan satu nama saja atau tidak memiliki nama keluarga. Entah
bagaimana, seseorang lalu menambahkan nama Ahmad di depan nama Soekarno.
Hal ini pun terjadi di beberapa Wikipedia.

[sunting] Istri Soekarno


Soekarno pernah mempunyai hubungan dengan beberapa wanita. Mereka adalah:

1. Oetari
2. Inggit Garnasih
3. Fatmawati
4. Hartini
5. Ratna Sari Dewi (nama asli: Naoko Nemoto)
6. Haryati
7. Yurike Sanger
8. Kartini Manoppo
9. Heldy Djafar
Beberapa di antaranya kemudian dinikahinya.

[sunting] Lain-lain
Presiden Indonesia masa jabatan 2001-2004, Megawati Soekarnoputri, adalah putri
sulungnya.

[sunting] Sumber
(id) Dr. Syafiq A. Mughnie,M.A.,PhD. Hassan Bandung, Pemikir Islam Radikal.
PT. Bina Ilmu, 1994, pp 110-111.
(en) Leslie H. Palmier. Sukarno, the Nationalist. Pacific Affairs, vol. 30, No, 2
(Jun. 1957), pp 101-119.
(en) Bob Hering, 2001, Soekarno, architect of a nation, 1901-1970, KIT
Publishers Amsterdam, ISBN 90-6832-510-8, KITLV Leiden, ISBN 90-6718-178-
1
(nl) Lambert J. Giebels, 1999, Soekarno. Nederlandsch onderdaan. Biografie
1901-1950. Deel I, uitgeverij Bert Bakker Amsterdam, ISBN 90-351-2114-7
(nl) Lambert J. Giebels, 2001, Soekarno. President, 1950-1970, Deel II,
uitgeverij Bert Bakker Amsterdam, ISBN 90-351-2294-1 geb., ISBN 90-351-
2325-5 pbk.
(nl) Lambert J. Giebels, 2005, De stille genocide: de fatale gebeurtenissen
rond de val van de Indonesische president Soekarno, ISBN 90-351-2871-0
Cindy Adamas, 1965, "Sukarno, an autobiography as told to Cindy Adams, The
Bobs Merryl Company Inc, New York
[sunting] Lihat pula
De-Soekarnoisasi
Daftar Presiden Indonesia

De-Soekarnoisasi
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
De-Soekarnoisasi adalah kebijakan yang diambil oleh pemerintah Orde Baru
di bawah Jenderal Soeharto untuk memperkecil peranan dan kehadiran
Soekarno dalam sejarah dan dari ingatan bangsa Indonesia.
Langkah-langkah tersebut dilakukan antara lain dengan jalan mengganti
nama Soekarno yang diberikan pada berbagai tempat atau bangunan di
Indonesia. Misalnya, Stadion Gelora Bung Karno diubah menjadi Stadion
Utama Sena
U ayan, kota Soekarno opura (sebelumnya bernama
b Hoollandia)
diubah nam manya menjjadi Jayapu ura, dan Puuncak Soe ekarno diuubah namanya
m
menjadi Punncak Jaya.. Selain itu, pada saat Soekarno o meningga al,
keinginanny ya untuk dikebumikan n di Istana Batu Tulis,, Bogor tida
ak dipenuhhi
o
oleh pemeriintah. Seba aliknya, So
oekarno dikkebumikan di Blitar, te empat tingggal
kedua orang g tua beserta kakaknya, Ibu Wa ardojo.
U
Upaya-upay ya lain yang lebih fundamental dilakukan
d d
dengan me emperkecil
p
peranan So
oekarno dalam mence etuskan Pa ancasila serta tanggal kelahiran
p
pemikiran yang
y kemud dian dijadikkan ideologgi nasional pada 1 Juni 1945.
N
Nugroho Nootosusantoo, yang merrupakan se ejarahwan resmi Orde e Baru dann
yang sanga at dekat denngan milite
er, mengaju ukan penda apat bahwa a tokoh uta
ama
yang mence etuskan Paancasila buukanlah Bung Karno, melainkan Mr.
M
Mohammad d Yamin, pa ada tangga al 29 Mei 1945. Pendapat resmii inilah yang
selalu dipeg
gang selam ma masa Orde
O Baru, dan
d dicoba a ditanamka an lewat
p
program P-4
4.
[ssunting] Pranala
P luar
Dafttar Pre
esiden
n Indo
onesia
Dari Wikkipedia Indo
onesia, ensikklopedia bebas berbahasa Indonesia.
Berikut adalah dafftar Presiden Indone esia yang mulai
m memerintah settelah
Proklam
masi Kemerrdekaan Re epublik Ind
donesia pad
da tahun 1945 sampa ai sekarang
g.
Nama Awal Jab
batan Habis Jabattan Pa
artai
1 Ir. Soekkarno 17 Agustu
us 1945 27 Desembe
er 1949 PN
NI
– Mr. Asssaat 27 Desem
mber 1949 17 Agustus 1950
1 Ir. Soekkarno 17 Agustu
us 1950 12 Maret 1967 PN
NI
2 Jen. (P
Purn.) Soehartto 12 Maret 1967 21 Mei 1998
8 Go
olkar
3 Prof. Dr. Dipl. Ing. B.
B J. Habibie 21 Mei 19
998 20 Oktober 1999 Go
olkar
4 Abdurra
ahman Wahid
d 20 Oktober 1999 23 Juli 2001 PK
KB
5 Megaw
wati Soekarnoputri 23 Juli 20
001 20 Oktober 2004
2 PD
DI Perjuangan
n
6 Susilo Bambang
B Yudhoyono 20 Oktober 2004 (2009) Pa
artai Demokra
at

Bendera
a Presiden Republik
R Ind
donesia
Catatan
n:

Soekkarno mengundurkan n diri sebag


gai presiden pada saaat pengaku
uan kedaula atan
Repuublik Indon
nesia oleh Belanda.
B Ia
a kemudiann menjadi Presiden
P R
Republik
Indonesia Serik
kat (RIS) dan jabatan n presiden Republik In
ndonesia diserahkan
d
kepa
ada Assaatt. Pada saa at RIS dibuubarkan, tepatnya padda 17 Agusstus 1950,
Assa
aat mengun ndurkan diri sebagai presiden Republik
R Indonesia da
an Soekarn no
kembali menjad di presiden
n.
Soehharto meng gundurkan diri dari jabatan pressiden pada 21 Mei 1998 akibat
akum
mulasi krisis politik, ekkonomi, da
an kepemim mpinan. La angkah mun ndur dari
jabattannya diaw
wali oleh gelombang
g demonstraasi dari berrbagai elem
men
masyyarakat dari berbagai sudut kota a di Indone
esia, teruta
ama di kotaa besar sep
perti
Jaka
arta, Surabaya, Bandu ung, Makassar, Meda an, dan lainn sebagainnya.
Abduurrahman Wahid
W meleetakkan jabatannya setelah
s Ma ajelis Permuusyawarata
an
Rakyyat mencabbut mandatnya pada Sidang Istimewa MP PR 2001. Ja abatannya
kemudian diserrahkan keppada Mega awati Soeka
arnoputri yang
y sebelu
umnya
menjjabat sebagai Wakil Presiden.
P

Pressiden Republik In
ndonessia
Dari Wikkipedia Indo
onesia, ensikklopedia bebas
berbahasa Indonesiia. Artikel ini ba
agian dari seri
Sistem Keta
S atanegaraaan
Republik Indonesia
a

U
Undang Undan
ng Dasar 1945

Ma
ajelis Permusya
awaratan Raky
yat

Dewan Perwa
akilan Rakyat

Dewan Perwa
akilan Daerah

Presiiden
Presiden Republik Indonesia adalah kepala
Kementerian Negara
negara sekaligus kepala pemerintahan Republik
Sekretariat Negara
Indonesia.
Sekretariat Kabinet

Menurut Perubahan Ketiga UUD 1945 Pasal 6A, Lembaga Pemerintah Non Departemen

Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu Kejaksaan

pasangan secara langsung oleh rakyat. Badan Ekstra Struktural

Sebelumnya, Presiden (dan Wakil Presiden) dipilih Badan Independen

oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dengan Tentara Nasional Indonesia

adanya Perubahan (Amandemen) UUD 1945, Kepolisian Negara RI

Presiden tidak lagi bertanggung jawab kepada Perwakilan RI di Luar Negeri

MPR, dan kedudukan antara Presiden dan MPR


adalah setara. Mahkamah Agung

Presiden (dan Wakil Presiden) menjabat selama 5 Mahkamah Konstitusi

tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam Komisi Yudisial

jabatan yang sama untuk satu kali masa jabatan.


Badan Pemeriksa Keuangan
Daftar isi
[sembunyikan]
Lihat pula:

1 Wewenang, Kewajiban, dan Hak Pemerintahan Daerah

2 Pemilihan Presiden Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

3 Pengusulan Pemberhentian Presiden/Wakil Presiden

4 Pemilihan Wakil Presiden Yang Lowong

5 Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Yang Lowong

6 Lihat pula

[sunting] Wewenang, Kewajiban, dan Hak


Wewenang, Kewajiban, dan Hak Presiden antara lain:

Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD


Memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan
Angkatan Udara
Mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada DPR. Presiden melakukan
pembahasan dan pemberian persetujuan atas RUU bersama DPR serta
mengesahkan RUU menjadi UU.
Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (dalam
kegentingan yang memaksa)
Menetapkan Peraturan Pemerintah
Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri
Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain
dengan persetujuan DPR
Membuat perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan DPR
Menyatakan keadaan bahaya
Mengangkat duta dan konsul. Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan
pertimbangan DPR
Menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan
DPR.
Memberi grasi, rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah
Agung
Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR
Memberi gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan lainnya yang diatur dengan
UU
Meresmikan anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang dipilih oleh DPR dengan
memperhatikan pertimbangan DPD
Menetapkan hakim agung dari calon yang diusulkan oleh Komisi Yudisial dan
disetujui DPR
Menetapkan hakim konstitusi dari calon yang diusulkan Presiden, DPR, dan
Mahkamah Agung
Mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan persetujuan
DPR
Sebagai kepala negara, Presiden adalah simbol resmi negara Indonesia di dunia.
Sebagai kepala pemerintahan, Presiden dibantu oleh menteri-menteri dalam
kabinet, memegang kekuasaan eksekutif untuk melaksanakan tugas-tugas
pemerintahan sehari-hari.

[sunting] Pemilihan Presiden


Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan langsung oleh rakyat
melalui Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres). Calon Presiden
dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta
pemilu sebelumnya. Pilpres pertama kali di Indonesia diselenggarakan pada tahun
2004.
Jika dalam Pilpres didapat suara >50% jumlah suara dalam pemilu dengan
sedikitnya 20% di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari separuh jumlah provinsi
Indonesia, maka dinyatakan sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Jika tidak
ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, maka pasangan yang
memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam Pilpres mengikuti Pilpres
Putaran Kedua. Pasangan yang memperoleh suara terbanyak dalam Pilpres
Putaran Kedua dinyatakan sebagai Presiden dan Wakil Presiden Terpilih.

Pengusulan Pemberhentian Presiden/Wakil


[sunting]
Presiden
Usul pemberhentian Presiden/Wakil Presiden dapat diajukan oleh DPR.
Apabila DPR berpendapat bahwa Presiden/Wakil Presiden telah melakukan
pelanggaran hukum atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden/Wakil
Presiden (dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan DPR), DPR dapat
mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi, jika mendapat dukungan
sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir dalam sidang paripurna
yang dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota.
Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus paling lama 90
hari setelah permintaan diterima. Jika terbukti, maka DPR menyelenggarakan
sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian kepada MPR.
MPR wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul DPR paling lambat
30 hari sejak usul diterima. Keputusan diambil dalam sidang paripurna, dihadiri
sekurang-kurangnya 3/4 jumlah anggota, disetujui sekurang-kurangnya 2/3 jumlah
yang hadir, setelah Presiden/Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan
penjelasan. Apabila usul presiden diterima, Presiden/Wakil Presiden kemudian
diberhentikan.

[sunting] Pemilihan Wakil Presiden Yang Lowong


Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, Presiden mengajukan 2 calon
Wapres kepada MPR. Selambat-lambatnya, dalam waktu 60 hari MPR
menyelenggarakan Sidang MPR untuk memilih Wapres.
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Yang
[sunting]
Lowong
Dalam hal Presiden dan Wakil Presiden keduanya berhalangan tetap secara
bersamaan, maka partai politik (atau gabungan partai politik) yang pasangan Calon
Presiden/Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam
Pilpres sebelumnya, mengusulkan pasangan calon Presiden/Wakil Presiden kepada
MPR.
Selambat-lambatnya dalam waktu 30 hari, MPR menyelenggarakan Sidang MPR
untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden.

Pergantian tampuk pimpinan

pemerintahan Indonesia.

[sunting] Lihat pula


Daftar Presiden Indonesia
Wakil Presiden Republik Indonesia
Daftar Wakil Presiden Indonesia

Daftar Wakil Presiden Indonesia


Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
(Dialihkan dari Wakil Presiden Republik Indonesia)

[sunting] Daftar Wakil Presiden Indonesia


Memulai Mengakhiri
Nama Foto Partai
Jabatan Jabatan

1 Dr. H. Mohammad Hatta 1945 1956 PNI

Sri Sultan
2 1973 1978
Hamengkubuwono IX

3 H. Adam Malik 1978 1983 Golongan Karya

Jend. TNI (Purn.) Umar


4 1983 1988 Golongan Karya
Wirahadikusumah
Letjend. TNI (Purn.)
5 1988 1993 Golongan Karya
Sudharmono, S.H.

Jend. TNI (Purn.) Try


6 1993 1998 Golongan Karya
Sutrisno

7 Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie 1998 1999 Golongan Karya

8 Hj. Megawati Soekarnoputri 1999 2001 PDI Perjuangan

Partai Persatuan
9 Dr. H. Hamzah Haz 2001 2004
Pembangunan

Drs. H. Muhammad Jusuf


10 2004 2009 Golongan Karya
Kalla

[sunting] Lihat pula


Daftar Presiden Indonesia

Assaat
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
Mr. Assaat (18 September 1904–16 Juni 1976) adalah tokoh pejuang Indonesia,
pemangku jabatan Presiden Republik Indonesia pada masa pemerintahan Republik
Indonesia di Yogyakarta yang merupakan bagian dari Republik Indonesia Serikat
(RIS).
Mr. Assaat dilahirkan di Kubang Putih Banuhampu adalah orang sumando Sungai
Pua, menikah dengan Roesiah, wanita Sungai Pua di Rumah Gadang Kapalo Koto,
yang telah meninggalkan beliau pada 12 Juni 1949, dengan dua orang putera dan
seorang puteri.
Sekitar tahun 1946-1949, di Jalan Malioboro, Yogyakarta, sering terlihat seorang
berbadan kurus semampai berpakaian sederhana sesuai dengan irama revolusi.
Terkadang ia berjalan kaki, kalau tidak bersepeda menelusuri Malioboro menuju ke
kantor KNIP tempatnya bertugas. Orang ini tidak lain adalah Mr. Assaat, yang selalu
menunjukkan sikap sederhana berwajah cerah di balik kulitnya yang kehitam-
hitaman. Walaupun usianya saat itu baru 40 tahun, terlihat rambutnya mulai
memutih. Kepalanya tidak pernah lepas dari peci beludru hitam.
Mungkin generasi muda sekarang kurang atau sedikit sekali mengenal perjuangan
Mr. Assaat sebagai salah seorang patriot demokrat yang tidak kecil andilnya bagi
menegakkan serta mempertahankan Republik Indonesia. Assaat adalah seorang
yang setia memikul tanggung jawab, baik selama revolusi berlangsung hingga pada
tahap akhir penyelesaian revolusi. Pada masa-masa kritis itu, Assaat tetap
memperlihatkan dedikasi yang luar biasa.
Ia tetap berdiri pada posnya di KNIP, tanpa mengenal pamrih dan patah semangat.
Sejak ia terpilih menjadi ketua KNIP, jabatan ini tidak pernah terlepas dari
tangannya. Sampai kepadanya diserahkan tugas sebagai Penjabat Presiden RI di
kota perjuangan di Yogyakarta.
Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan, Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan
Badan Pekerjanya selama revolusi sedang berkobar telah dua kali mengadakah
hijrah. Pertama di Jakarta, dengan tempat bersidang di bekas Gedung Komedi (kini
Gedung Kesenian) di Pasar Baru dan di gedung Palang Merah Indonesia di Jl.
Kramat Raya. Karena perjuangan bertambah hangat, demi kelanjutan Revolusi
Indonesia, sekitar tahun 1945 KNIP dipindahkan ke Yogyakarta.
Kemudian pada tahun itu juga KNIP dan Badan Pekerja, pindah ke Purwokerto,
Jawa Tengah. Ketika situasi Purwokerto dianggap kurang aman untuk kedua kalinya
KNIP hijrah ke Yogyakarta. Pada saat inilah Mr. Assaat sebagai anggota
sekretariatnya. Tidak lama berselang dia ditunjuk menjadi ketua KNIP beserta
Badan Pekerjanya.

Daftar isi
[sembunyikan]

1 Diasingkan

2 Latar belakang Mr. Assaat

3 Praktek Advokat

4 Menentang Komunis

5 Upacara Kebesaran

6 Pranala luar

[sunting] Diasingkan
Api revolusi mempertahankan proklamasi 17 Agustus 1945 terus menggelora.
Belanda dengan kekuatan militernya melancarkan apa yang mereka namakan
Agresi Militer II. Mr. Assaat ditangkap Belanda bersama Bung Karno dan Bung
Hatta serta pemimpin Republik lainnya, kemudian di asingkan di Manumbing di
Pulau Bangka.
Rambutnya bertambah putih, karena uban makin melebat sejak diasingkan di
Manumbing dan Mr. Assaat mulai memelihara jenggot. Assaat bukan ahli pidato, dia
tidak suka banyak bicara, tetapi segala pekerjaan bagi kepentingan perjuangan
semua dapat diselesaikannya dengan baik, semua rahasia negara dipegang teguh,
itulah sebabnya dia disenangi dan disegani oleh kawan dan lawan politiknya.
Ketika menjadi Penjabat Presiden, pers memberitakan tentang pribadinya, antara
lain beliau tidak mau dipanggil Paduka Yang Mulia, cukup dengan panggilan
Saudara Acting Presiden. Panggilan demikian memang agak canggung di zaman
itu. Akhirnya Assaat bilang, panggil saja saya "Bung Presiden". Di sinilah letak
kesederhanaan Assaat sebagai seorang pemimpin.
Hal itu tergambar pula dengan ketaatannya melaksanakan perintah agama, yang
tak pernah meninggalkan shalat lima waktu. Dan dia termasuk seorang pemimpin
yang sangat menghargai waktu, sama halnya dengan Bung Hatta.

[sunting] Latar belakang Mr. Assaat


Assaat belajar di sekolah agama "Adabiah" dan MULO Padang, selanjutnya ke
School tot Opleiding van Inlandsche Artsen Jakarta. Karena jiwanya tidak terpanggil
menjadi seorang dokter, ditinggalkannya STOVIA dan melanjutkan ke AMS (SMU
sekarang). Dari AMS, Assaat melajutkan studinya ke Rechts Hoge School (Sekolah
Hakim Tinggi) juga di Jakarta.
Ketika menjadi mahasiswa RHS inilah, beliau memulai berkecimpung dalam
gerakan kebangsaan, ialah gerakan pemuda dan politik. Masa saat itu Assaat giat
dalam organisasi pemuda "Jong Sumatranen Bond". Karir politiknya makin
menanjak lalu berhasil menduduki kursi anggota Pengurus Besar dari "Perhimpunan
Pemuda Indonesia". Ketika Perhimpunan Pemuda Indonesia mempersatukan diri
dalam "Indonesia Muda", ia terpilih mejadi Bendahara Komisaris Besar " Indonesia
Muda".
Dalam kedudukannya sebagai mahasiswa, Assaat memasuki pula gerakan politik
"Partai Indonesia" disingkat Partindo. Dalam partai ini, Assaat bergabung dengan
pemimpin Partindo seperti: Adnan Kapau Gani, Adam Malik, Amir Sjarifoeddin dll.
Kegiatannya di bidang politik pergerakan kebangsaan, akhirnya tercium oleh
profesornya dan pihak Belanda, sehingga dia tidak diluluskan walaupun setelah
beberapa kali mengikuti ujian akhir. Tersinggung atas perlakuan demikian, gelora
pemudanya makin bergejolak, dia putuskan meninggalkan Indonesia pergi ke
Belanda. Di Belanda dia memperoleh gelar "Meester in de Rechten" (Mr) atau
Sarjana Hukum.

[sunting] Praktek Advokat


Sebagai seorang non kooperator terhadap penjajahan Belanda, sekembalinya ke
tanah air di tahun 1939 Mr. Assaat berpraktek sebagai advokat hingga masuknya
Jepang tahun [[1942]. Di zaman Jepang dia diangkat sebagai Camat Gambir,
kemudian Wedana Mangga Besar di Jakarta.
Dalam sejarah perjuangannya ikut menegakkan Republik Proklamasi, beberapa
catatan mengenai Assaat ialah: tahun 1946-1949 (Desember) menjadi Ketua KNIP
dengan Badan Pekerja. Desember 1949 hingga Agustus 1950 menjadi Penjabat
Presiden Republik Indonesia di Yogyakarta. Dengan terbentuknya RIS (Republik
Indonesia Serikat), jabatannya sebagai Penjabat Presiden pada Agustus 1950
selesai, demikian juga jabatannya selaku ketua KNIP dan Badan Pekerjanya. Sebab
pada bulan Agustus 1950 negara-negara bagian RIS melebur diri dalam Negara
Kesatuan RI.
Selama memangku jabatan, Assaat menandatangani statuta pendirian Universitas
Gadjah Mada di Yogyakarta. "Menghilangkan Assaat dari realitas sejarah
kepresidenan Republik Indonesia sama saja dengan tidak mengakui Universitas
Gadjah Mada sebagai universitas negeri pertama yang didirikan oleh Republik
Indonesia," ujar Bambang Purwanto dalam pidato pengukuhan sebagai guru besar
UGM September 2004.
Setelah pindah ke Jakarta, Mr. Assaat menjadi anggota parlemen (DPR-RI), sampai
ia duduk dalam Kabinet Natsir jadi Menteri Dalam Negeri September 1950 sampai
Maret 1951. Kabinet Natsir bubar, kembali jadi anggota Parlemen, semenjak itulah
Assaat kurang terdengar namanya dalam bidang politik.
Pada tahun 1955 namanya muncul lagi di permukaan, sebagai formatur Kabinet
bersama Dr. Soekiman Wirjosandjojo dan Mr. Wilopo untuk mencalonkan Bung
Hatta sebagai Perdana Menteri. Karena waktu itu terhembus angin politik begitu
kencang, daerah-daerah kurang puas dengan beleid (kebijakan) pemerintahan
Pusat. Daerah-daerah menyokong Bung Hatta, tetapi upaya tiga formatur tersebut
menemui kegagalan, karena formal politis waktu itu, Parlemen menolaknya.

[sunting] Menentang Komunis


Ketika Demokrasi Terpimpin dicetuskan Soekarno, Assaat sebagai demokrat dan
orang Islam menentangnya. Secara pribadi Bung Karno tetap dihormatinya, tetapi
yang ditentangnya politik Bung Karno yang seolah-olah memberi angin pada Partai
Komunis Indonesia.
Mr. Assaat saat itu merasakan jiwanya terancam, karena Demokrasi Terpimpin
adalah tak lain dari diktator terselubung, ia selalu diintip oleh intel serta orang-orang
PKI. Kemudian dengan cara menyamar sebagai orang "akan berbelanja" bersama
dengan keluarganya naik becak dari Jl. Teuku Umar ke Jl. Sabang, dari sana
dilanjutkan dengan naik becak menuju Stasion Tanah Abang.
Mr. Assaat besertaa keluarga berhasil menyeberan
m ng ke Summatera. Dia berdiam
beberap
pa hari di Palembang
P . Ketika itu
u Sumatra Selatan
S sudah dibenttuk "Dewan
n
Gajah" yang
y dipim
mpin oleh Leetkol Barlia
an. Di Sum
matra Barat Letkol Ahm
mad Husein
membentuk "Dewa an Bantengg". Kol. Sim
mbolon mendirikan "D
Dewan Gajjah" di
Sumateera Utara, sementara
s Kol. Sumu ual membangun "Dew wan Mangu uni" di
Sulawessi.
Akhirnya
a dewan-dewan terse ebut bersattu menenta
ang Sukarnno yang tellah diselimuti
oleh PK
KI. Terbentuuklah PRRRI (Pemerintahan Revvolusioner Republik
R In
ndonesia).
Assaat yang
y ketika
a itu sudah
h tiba di Sumatera Ba
arat bergab
bung denga an PRRI.
Kemudian berkelia aran di huta
an-hutan Sumatera,
S s
setelah Pemerintah Pusat
P
menggeempur keku uatan PRRRI.

[sunting
g] Upaca
ara Keb
besaran
n
Ketika berada
b di hutan-hutan
h n Sumateraa Barat dann Sumatera a Utara, Mr. Assaat
sudah merasa
m dirinya sering terserang sakit. Akhirnya dia ditangkap, dalam
d
keadaann fisik lema ah dan mejjalani "hidu
up" di dalam
m penjara "Demokrassi Terpimpiin"
selama 4 tahun da ari tahun 19
962-1966. Ia baru keluar dari ta
ahanan di Jakarta,
J
setelah munculnya a Orde Barru.
Pada ta
anggal 16 Juni
J 1976, Mr.
M Assaatt meningga al dirumahn
nya yang sederhana di
d
Warungg Jati Jakarrta Selatan. Mr. Assaa
at gelar Daatuk Mudo diantar ole
eh teman-
teman seperjuang
s annya, sahhabat, hand
dai tolan dan semua keluarganyya, dia
dihorma
ati oleh neg
gara denga an kebesarran militer.

[sunting
g] Prana
ala luar
Soeharto
Dari Wikkipedia Indo
onesia, ensikklopedia bebas berbahasa Indonesia.
Arrtikel ini tid
dak memiliki referen nsi sumbe er sehingg
ga isinya tiidak bisa
div
verifikasi.
Ba
antulah mem mperbaiki artikel
a ini de
engan mena ambahkan referensi ya
ang layak.
Artikel yang tidakk dapat dive
erifikasikan dapat dihaapus sewakktu-waktu oleh
o Pengurrus

Keselurruh artikel atau bag


gian artike
el di bawa
ah ini munngkin merrupakan klaim
k
sepihak
k yang be elum bisaa dibuktikkan atau diverifikas
si oleh sumber resmi.
Anda dapat membantu Wikipedia dengan menambahkan referensi. Lihat halaman
diskusi untuk detil diskusi..

Soeharto

Presiden Indonesia ke-2

Masa bakti 12 Maret 1967—21 Mei


1998
Pendahulu Soekarno
Pengganti B.J. Habibie
Istri Tien Soeharto
Profesi Tentara
Partai politik Golongan Karya

Jenderal Besar Purnawirawan Soeharto, (ER, EYD: Suharto), atau juga dikenal
sebagai Haji Muhammad Soeharto (lahir di Kemusuk, Argomulyo, Yogyakarta, 8
Juni 1921) adalah Presiden Indonesia yang kedua, menggantikan Soekarno.
Ia mulai menjabat sejak keluarnya Supersemar yang dinilai kontroversial pada
tanggal 12 Maret 1967 sebagai Pejabat Sementara Presiden dan dipilih sebagai
Presiden pada tanggal 21 Maret 1967 oleh MPRS.
Soeharto dipilih kembali oleh suara MPR pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993,
dan 1998. Pada tahun 1998, masa jabatannya berakhir setelah mengundurkan diri
pada tanggal 21 Mei tahun tersebut, menyusul terjadinya Kerusuhan Mei 1998 dan
pendudukan gedung DPR/MPR RI oleh ribuan mahasiswa. Ia merupakan orang
Indonesia terlama dalam jabatannya sebagai presiden.
Soeharto menikah dengan Suhartini "Tien" dan dikaruniai 6 anak, yaitu Sigit
Harjojudanto, Siti Hardijanti Rukmana (Tutut), Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati
Hariyadi (Titiek), Hutomo Mandala Putra (Tommy), dan Siti Hutami Endang
Adiningsih (Mamiek). Nama panggilan beliau adalah "Pak Harto".

Daftar isi
[sembunyikan]

1 Latar belakang

2 Naik ke kekuasaan

3 Meredam oposisi

4 Puncak Orde Baru

5 Beberapa catatan atas tindakan represif Orde Baru

6 Soeharto turun takhta

7 Kasus dugaan korupsi

8 Peninggalan

9 Lihat pula

10 Referensi

11 Pranala luar

[sunting] Latar belakang


Soeharto lahir di Kemusuk, Argomulyo, Yogyakarta. Dia bergabung dengan
pasukan kolonial Belanda, KNIL. Selama Perang Dunia II, dia menjadi komandan
batalion di dalam militer yang disponsori oleh Jepang yang dikenal sebagai tentara
PETA (Pembela Tanah Air).
Setelah proklamasi kemerdekaan oleh Soekarno pada 1945, pasukannya bentrok
dengan Belanda yang sedang berupaya mendirikan kembali hukum kolonialisme.
Soeharto dikenal luas dalam militer dengan serangan tiba-tibanya yang menguasai
Yogyakarta pada 1 Maret 1949 (lihat Serangan Umum 1 Maret) hanya dalam satu
hari. Namun gerakan ini cenderung ditafsirkan sebagai simbol perjuangan rakyat
Indonesia terhadap pasukan Belanda. Penggagas sebenarnya dalam serangan ini
adalah Sri Sultan Hamengkubuwono IX, sebagai raja Yogyakarta, Gubernur Militer
serta Menteri Pertahanan.
Di tahun berikutnya dia bekerja sebagai pejabat militer di Divisi Diponegoro Jawa
Tengah. Pada 1959 dia dituduh terlibat kasus penyelundupan dan kasusnya hampir
dibawa ke pengadilan militer oleh Kolonel Ahmad Yani. Namun atas saran Jendral
Gatot Subroto saat itu, dia dibebaskan dan dipindahkan ke Sekolah Staf dan
Komando Angkatan Darat (SESKOAD) di Bandung, Jawa Barat meskipun menurut
koleganya di SESKOAD, Kolonel Hario Kecik yang akhirnya menjadi Pangdam
Mulawarman, Soeharto mengalami konflik pribadi dengan Kolonel D.I. Panjaitan.
Sebelumnya Letkol Soeharto menjadi komandan penumpasan pemberontakan di
Makassar dibawah komando Kolonel Alex Kawilarang di mana Soeharto mengalami
konflik pribadi dengan Kawilarang akibat keteledorannya sehingga huru-hara
meletus kembali ketika Kawilarang melaporkan situasi Makassar yang dianggap
aman kepada Presiden Soekarno di Jakarta.
Pada 1961 dia mencapai pangkat brigadir jendral dan memimpin Komando Mandala
yang bertugas merebut Irian Barat. Sekembalinya dari Indonesia Timur, Soeharto
yang telah naik pangkat menjadi mayor jenderal, ditarik ke markas besar ABRI oleh
Jenderal A.H. Nasution. Di pertengahan tahun 1962, Soeharto diangkat sebagai
Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) hingga 1965.
Pada 1965, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, khususnya Angkatan Darat
mengalami konflik internal, terutama akibat politik Nasakom pada saat itu sehingga
digambarkan pecah menjadi dua faksi, satu sayap kiri dan satu lagi sayap kanan,
dengan Soeharto berada di bagian sayap kanan. Hal terpenting yang diperoleh
Soeharto dari operasi militer ini adalah perkenalannya dengan Kol. Laut Sudomo,
Mayor Ali Murtopo, Kapten Benny Murdani yang kemudian tercatat sebagai orang-
orang terpenting dan strategis di tubuh pemerintahannya kelak.

[sunting] Naik ke kekuasaan


Pergantian tampuk pimpinan

pemerintahan Indonesia.

Artikel utama: Gerakan 30 September


Pada pagi hari 1 Oktober 1965, beberapa pasukan pengawal Kepresidenan,
Tjakrabirawa di bawah Letnan Kolonel Untung Syamsuri bersama pasukan lain
menculik dan membunuh enam orang jendral. Pada peristiwa itu Jendral A.H.
Nasution yang menjabat sebagai Menteri Koordinator bidang Hankam dan Kepala
Staf Angkatan Bersenjata berhasil lolos. Satu yang terselamatkan, yang tidak
menjadi target dari percobaan kudeta adalah Mayor Jendral Soeharto, meski
menjadi sebuah pertanyaan apakah Soeharto ini terlibat atau tidak dalam peristiwa
yang dikenal sebagai G-30-S itu. Beberapa sumber mengatakan, Pasukan
Tjakrabirawa yang terlibat itu menyatakan bahwa mereka mencoba menghentikan
kudeta militer yang didukung oleh CIA yang direncanakan untuk menyingkirkan
Presiden Soekarno dari kekuasaan pada "Hari ABRI", 5 Oktober 1965 oleh badan
militer yang lebih dikenal sebagai Dewan Jenderal.
Peristiwa ini segera ditanggapi oleh Mayjen Soeharto untuk segera mengamankan
Jakarta, menurut versi resmi sejarah pada masa Orde Baru, terutama setelah
mendapatkan kabar bahwa Letjen Ahmad Yani, Menteri / Panglima Angkatan Darat
tidak diketahui keberadaannya. Hal ini sebenarnya berdasarkan kebiasaan yang
berlaku di Angkatan Darat bahwa bila Panglima Angkatan Darat berhalangan hadir,
maka Panglima Kostrad yang menjalankan tugasnya. Tindakan ini diperkuat dengan
turunnya Surat Perintah yang dikenal sebagai Surat Perintah 11 Maret
(Supersemar) dari Presiden Soekarno yang memberikan kewenangan dan mandat
kepada Soeharto untuk mengambil segala tindakan untuk memulihkan keamanan
dan ketertiban. Langkah yang diambil Soeharto adalah segera membubarkan Partai
Komunis Indonesia (PKI) sekalipun sempat ditentang Presiden Soekarno,
penangkapan sejumlah menteri yang diduga terlibat G-30-S (Gerakan 30
September). Tindakan ini menurut pengamat internasional dikatakan sebagai
langkah menyingkirkan Angkatan Bersenjata Indonesia yang pro-Soekarno dan pro-
Komunis yang justru dialamatkan kepada Angkatan Udara Republik Indonesia di
mana jajaran pimpinannya khususnya Panglima Angkatan Udara Laksamana Udara
Omar Dhani yang dinilai pro Soekarno dan Komunis, dan akhirnya memaksa
Soekarno untuk menyerahkan kekuasaan eksekutif. Tindakan pembersihan dari
unsur-unsur komunis (PKI) membawa tindakan penghukuman mati anggota Partai
Komunis di Indonesia yang menyebabkan pembunuhan sistematis sekitar 500 ribu
"tersangka komunis", kebanyakan warga sipil, dan kekerasan terhadap minoritas
Tionghoa Indonesia. Soeharto dikatakan menerima dukungan CIA dalam
penumpasan komunis. Diplomat Amerika 25 tahun kemudian mengungkapkan
bahwa mereka telah menulis daftar "operasi komunis" Indonesia dan telah
menyerahkan sebanyak 5.000 nama kepada militer Indonesia. Been Huang, bekas
anggota kedutaan politik AS di Jakarta mengatakan di 1990 bahwa: "Itu merupakan
suatu pertolongan besar bagi Angkatan Bersenjata. Mereka mungkin membunuh
banyak orang, dan saya kemungkinan memiliki banyak darah di tangan saya, tetapi
tidak seburuk itu. Ada saatnya di mana anda harus memukul keras pada saat yang
tepat." Howard Fenderspiel, ahli Indonesia di State Department's Bureau of
Intelligence and Research di 1965: "Tidak ada yang peduli, selama mereka adalah
komunis, bahwa mereka dibantai. Tidak ada yang bekerja tentangnya."1 Dia
mengakhiri konfrontasi dengan Malaysia dalam rangka membebaskan sumber daya
di militer.
Jendral Soeharto akhirnya menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia setelah
pertanggungjawaban Presiden Soekarno (NAWAKSARA) ditolak MPRS pada tahun
1967, kemudian mendirikan apa yang disebut Orde Baru.
Beberapa pengamat politik baik dalam negeri maupun luar negeri mengatakan
bahwa Soeharto membersihkan parlemen dari komunis, menyingkirkan serikat
buruh dan meningkatkan sensor. Dia juga memutuskan hubungan diplomatik
dengan Republik Rakyat Tiongkok dan menjalin hubungan dengan negara barat dan
PBB. Dia menjadi penentu dalam semua keputusan politik.
Jendral Soeharto dikatakan meningkatkan dana militer dan mendirikan dua badan
intelijen - Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) dan Badan
Koordinasi Intelijen Nasional (Bakin). Sekitar 2 juta orang dieksekusi dalam
pembersihan massal dan lebih dari 200.000 ditangkap hanya karena dicurigai
terlibat dalam kudeta. Banyak komunis, tersangka komunis dan yang disebut
"musuh negara" dihukum mati (meskipun beberapa hukuman ditunda sampai 1990).
Diduga bahwa daftar tersangka komunis diberikan ke tangan Soeharto oleh CIA.
Sebagai tambahan, CIA melacak nama dalam daftar ini ketika rezim Soeharto mulai
mencari mereka. Dukungan yang tidak dibicarakan ini dari Pemerintah Amerika
Serikat untuk rezim Soeharto tetap diam sampai invasi Timor Timur, dan terus
berlangsung sampai akhir 1990-an. Karena kekayaan sumber daya alamnya dan
populasi konsumen yang besar, Indonesia dihargai sebagai rekan dagang Amerika
Serikat dan begitu juga pengiriman senjata tetapi dipertahankan ke rezim Soeharto.
Ketika Soeharto mengumjungi Washington pada 1995 pejabat administratif Clinton
dikutip di New York Times mengatakan bahwa Soeharto adalah "orang seperti kita"
atau "orang golongan kita".
Pada 12 Maret 1967 Soeharto diangkat sebagai Pejabat Presiden Indonesia oleh
MPR Sementara. Pada 21 Maret dia resmi terpilih di masa lima tahun pertamanya
sebagai Presiden. Dia secara langsung menunjuk 20% anggota MPR. Partai Golkar
menjadi partai favorit dan satu-satunya yang diterima oleh pejabat pemerintah.
Indonesia juga menjadi salah satu pendiri ASEAN.
Ekonomi Indonesia benar-benar amburadul di pertengahan 1960-an. Soeharto pun
kemudian meminta nasehat dari tim ekonom hasil didikan Barat yang banyak
dikenal sebagai "mafia Berkeley". Tujuan jangka pendek pemerintahan baru ini
adalah mengendalikan inflasi, menstabilkan nilai rupiah, memperoleh hutang luar
negeri, serta mendorong masuknya investasi asing. Dan untuk satu hal ini,
kesuksesan mereka tidak bisa dipungkiri. Peran Sudjono Humardani sebagai
asisten finansial besar artinya dalam pencapaian ini.
Di bidang sosial politik, Soeharto menyerahkannya kepada Ali Murtopo sebagai
asisten untuk masalah-masalah politik. Menghilangkan oposisi dengan melemahkan
kekuatan partai politik dilakukan melalui fusi dalam sistem kepartaian.

[sunting] Meredam oposisi


Soeharto membangun dan memperluas konsep "Jalan Tengah"-nya Jenderal
Nasution menjadi konsep dwifungsi untuk memperoleh dukungan basis teoritis bagi
militer untuk memperluas pengaruhnya melalui pejabat-pejabat pemerintahan,
termasuk cadangan alokasi kursi di parlemen dan pos-pos utama dalam birokrasi
sipil. Peran dwifungsi ini adalah peran militer di bidang politik yang permanen.
Sepak terjang Ali Murtopo dengan badan inteligennya mulai mengancam Soeharto.
Persaingan antara Ali Moertopo dan Sumitro dipergunakan untuk menyingkirkan Ali.
Namun Sumitro pun segera ditarik dari jabatannya dan kendali Kopkamtib dipegang
langsung oleh Soeharto karena dianggap potensial mengancam. Beberapa bulan
setelah peristiwa Malari sebanyak 12 surat kabar ditutup dan ratusan rakyat
Indonesia termasuk mahasiswa ditangkap dan dipenjarakan.
Pada 1978 untuk mengeliminir gerakan mahasiswa maka segera diberlakukannya
NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan).
Kebijakan ini ditentang keras oleh banyak organisasi mahasiswa. Hubungan
kegiatan mahasiswa dengan pihak kampus hanyalah kepada mereka yang
diperbolehkan pemerintah lewat mekanisme kontrol dekanat dan rektorat.
Mulut pers pun dibungkam dengan lahirnya UU Pokok Pers No. 12 tahun 1982. UU
ini mengisyaratkan adanya restriksi atau peringatan mengenai isi pemberitaan
ataupun siaran. Organisasi massa yang terbentuk harus memperoleh izin
pemerintah dengan hanya satu organisasi profesi buatan pemerintah yang
diperbolehkan berdiri. Sehingga organisasi massa tak lebih dari wayang-wayang
Orde Baru.
Kemudian pada tahun 1979-1980 muncul sekelompok purnawirawan perwira tinggi
angkatan bersenjata dan tokoh-tokoh sipil yang dikenal kritis, yang tergabung dalam
Petisi 50, mengeluarkan serial selebaran yang mengeluhkan sikap politik
pemerintah Orde Baru yang menjadikan Angkatan Darat sebagai pendukung
kemenangan Golkar, serta menuntut adanya reformasi politik. Sebagai balasannya,
pemerintah mencekal mereka. Kelompok ini pun gagal serta tak pernah mampu
tampil lagi sebagai kelompok oposisi yang efektif terhadap pemerintahan Orde Baru.

[sunting] Puncak Orde Baru


Pada masa pemerintahannya, Presiden Soeharto menetapkan pertumbuhan
ekonomi sebagai pokok tugas dan tujuan pemerintah. Dia mengangkat banyak
teknokrat dan ahli ekonomi yang sebelumnya bertentangan dengan Presiden
Soekarno yang cenderung bersifat sosialis. Teknokrat-teknokrat yang umumnya
berpendidikan barat dan liberal (Amerika Serikat) diangkat adalah lulusan Berkeley
sehingga mereka lebih dikenal di dalam klik ekonomi sebagai Mafia Berkeley di
kalangan Ekonomi, Industri dan Keuangan Indonesia. Pada masanya, Indonesia
mendapatkan bantuan ekonomi dan keuangan dari negara-negara donor (negara-
negara maju) yang tergabung dalan IGGI yang diseponsori oleh pemerintah
Belanda. Namun pada tahun 1992, IGGI dihentikan oleh pemerintah Indonesia
karena dianggap turut campur dalam urusan dalam negeri Indonesia, khususnya
dalam kasus Timor Timur pasca Insiden Dili. Peran IGGI ini digantikan oleh lembaga
donor CGI yang disponsori Perancis. Selain itu, Indonesia mendapat bantuan dari
lembaga internasional lainnya yang berada dibawah PBB seperti UNICEF,
UNESCO dan WHO. Namun sayangnya, kegagalan manajemen ekonomi yang
bertumpu dalam sistem trickle down effect (menetes ke bawah) yang mementingkan
pertumbuhan dan pengelolaan ekonomi pada segelintir kalangan serta buruknya
manajemen ekonomi perdagangan industri dan keuangan (EKUIN) pemerintah,
membuat Indonesia akhirnya bergantung pada donor Internasional terutama paska
Krisis 1997. Dalam bidang ekonomi juga, tercatat Indonesia mengalami
swasembada beras pada tahun 1984. Namun prestasi itu ternyata tidak dapat
dipertahankan pada tahun-tahun berikutnya. Kemudian kemajuan ekonomi
Indonesia saat itu dianggap sangat signifikan sehingga Indonesia sempat
dimasukkan dalam negara yang mendekati negara-negara Industri Baru bersama
dengan Malaysia, Filipina dan Thailand, selain Singapura, Taiwan dan Korea
Selatan.
Di bidang politik, Presiden Soeharto melakukan penyatuan partai-partai politik
sehingga pada masa itu dikenal tiga partai politik yakni Partai Persatuan
Pembangunan (PPP), Golongan Karya (Golkar) dan Partai Demokrasi Indonesia
(PDI) dalam upayanya menyederhanakan kehidupan berpolitik di Indonesia sebagai
akibat dari politik masa presiden Soekarno yang menggunakan sistem multipartai
yang berakibat pada jatuh bangunnya kabinet dan dianggap penyebab mandeknya
pembangunan. Kemudian dikeluarkannnya UU Politik dan Asas tunggal Pancasila
yang mewarnai kehidupan politik saat itu. Namun dalam perjalanannya, terjadi
ketimpangan dalam kehidupan politik di mana muncullah istilah "mayoritas tunggal"
di mana GOLKAR dijadikan partai utama dan mengebirikan dua parpol lainnya
dalam setiap penyelenggaraan PEMILU. Berbagai ketidakpuasan muncul, namun
dapat diredam oleh sistem pada masa itu.
Seiring dengan naiknya taraf pendidikan pada masa pemerintahannya karena
pertumbuhan ekonomi, muncullah berbagai kritik dan ketidakpuasan atas
ketimpangan ketimpangan dalam pembangunan. Kesenjangan ekonomi, sosial dan
politik memunculkan kalangan yang tidak puas dan menuntut perbaikan. Kemudian
pada masa pemerintahannya, tercatat muncul peristiwa kekerasan di masyarakat
yang umumnya sarat kepentingan politik, selain memang karena ketidakpuasan dari
masyarakat.

[sunting] Beberapa catatan atas tindakan represif Orde


Baru
Presiden Soeharto dinilai memulai penekanan terhadap suku Tionghoa, melarang
penggunaan tulisan Tionghoa tertulis di berbagai material tertulis, dan menutup
organisasi Tionghoa karena tuduhan simpati mereka terhadap komunis.
Pada 1970 Soeharto melarang protes pelajar setelah demonstrasi yang meluas
melawan korupsi. Sebuah komisi menemukan bahwa korupsi sangat umum.
Soeharto menyetujui hanya dua kasus dan kemudian menutup komisi tersebut.
Korupsi kemudian menjadi sebuah endemik.
Dia memerintah melalui kontrol militer dan penyensoran media. Dia menguasai
finansial dengan memberikan transaksi mudah dan monopoli kepada saudara-
saudaranya, termasuk enam anaknya. Dia juga terus memainkan faksi berlainan di
militer melawan satu sama lain, dimulai dengan mendukung kelompok nasionalis
dan kemudian mendukung unsur Islam.
Pada 1973 dia memenangkan jangka lima-tahun berikutnya melalui pemilihan
"electoral college". dan juga terpilih kembali pada 1978, 1983, 1988, 1993, dan
1998. Soeharto mengubah UU Pemilu dengan mengizinkan hanya tiga partai yang
boleh mengikuti pemilihan, termasuk partainya sendiri, Golkar. Oleh karena itu
semua partai Islam yang ada diharuskan bergabung menjadi Partai Persatuan
Pemban ngunan, seementara partai-parta
p ai non-Islam
m (Katolik dan
d Protesttan) serta
partai-partai nasionalis digab
bungkan menjadi Parrtai Demokrrasi Indone
esia.
Pada 19975, denga an persetujuan bahka an permintaaan Amerikka Serikat dan
d Austra alia,
ia meme erintahkan pasukan Indonesia untuk
u mem masuki beka as koloni Portugal
P Tim
mor
Timur seetelah Porttugal mund dur dan gerakan Fretilin memeg gang kuasa a yang
menimbbulkan keka acauan di masyaraka
m at Timor Timmur Sendirri, serta kekkhawatiran
n
Amerikaa Serikat attas tidakan
n Fretilin ya
ang menuru utnya mengundang campur
c tangan
Uni Sovviet. Kemuddian pemerrintahan prro integrasii dipasang oleh Indon nesia meminta
wilayah tersebut berintegras
b i dengan Inndonesia. Pada
P 15 Juuli 1976 Tim
mor Timur
menjadii provinsi Timor
T Timur sampai wilayah
w terssebut dialih
hkan ke administrasi PBB
pada 19999.

Soeharto
o dengan William
W Cohe
en

Korupsi menjadi beban beratt pada 198 80-an. Padaa 5 Mei 1980 sebuah h kelompokk
yang keemudian leb bih dikenall dengan naama Petisi 50 menun ntut kebebaasan politikk
yang lebbih besar. Kelompok ini terdiri dari
d anggota militer, politisi, akad
demik, dan n
mahasisswa. Media a Indonesiaa menekan n beritanya dan peme erintah meccekal
penanda atanganny ya. Setelah pada 1984 4 kelompokk ini menud
duh bahwa a Soeharto
mencipttakan nega ara satu pa
artai, beberrapa pemimmpinnya dippenjarakan n.
Catatan
n hak asasi manusia Soeharto
S ju
uga semakkin memburruk dari tah
hun ke tahuun.
Pada 19993 Komisii HAM PBBB membuatt resolusi yang
y mengungkapkan n keprihatin
nan
yang meendalam te
erhadap peelanggaran hak-hak asasi
a manu
usia di Indoonesia dan di
Timor Timur.
T Presiden AS Biill Clinton mendukung
m gnya.
Pada 19996 Soeha arto berusaha menyingkirkan Meegawati So oekarnoputtri dari
kepemimmpinan Partai Demokkrasi Indonnesia (PDI), salah satu dari tiga partai resm
mi.
Di bulan
n Juni, pendukung Me egawati me
enduduki markas
m bessar partai te
ersebut.
Setelah pasukan keamanan
k menahan mereka, keerusuhan pecah
p di Ja
akarta pada
a
tanggal 27 Juli 199
96 (peristiw
wa Sabtu Kelabu)
K yan
ng dikenal sebagai "P
Peristiwa
Kudatulli" (Kerusuh
han Dua Tu ujuh Juli).

[sunting
g] Soeha
arto turrun takh
hta

Pada 21 Mei 1998, setelah tekaanan politik besar dan beberapa demonstrasi
d , para
penduku ung revolusi mendapatkkan hadiahnnya: Soeharrto mengum
mumkan pen ngunduran
dirinya di
d televisi.

Pada 19 997, menurut Bank Dunia,


D 20 sa
ampai 30%% dari danaa pengembangan
Indonessia telah dis
salahgunakkan selama
a bertahun
n-tahun. Kriisis finansia
al Asia di
tahun yaang sama tidak membawa hal bagus
b bagi pemerinta
ahan Presid den Soeha arto
ketika ia
a dipaksa untuk
u memminta pinjam
man, yang juga
j berartti pemerikssaan
menyelu uruh dan mendetail
m d IMF.
dari
Mekipunn sempat menyataka
m n untuk tidak dicalonkkan kemba ali sebagai Presiden
pada peeriode 19988-2003, terrutama pad da acara Golongan Karya, Soeh harto tetap
memasttikan ia terp
pilih kembaali oleh parrlemen untuk ketujuh kalinya di Maret 19998.
Setelah beberapa demonstra asi, kerusuhan, tekannan politik dan
d militer,, serta
berpunccak pada pendudukan
p n gedung DPR/MPR
D RI, Preside
en Soehartto
mengun ndurkan dirri pada 21 Mei
M 1998 untuk
u mengghindari peerpecahan dan
meletussnya ketida
akstabilan di
d Indonesia. Pemerin ntahan dilanjutkan ole
eh Wakil
Presiden Republikk Indonesiaa, B.J. Habibie.
Dalam pemerintah
p hannya yan ng berlangssung selam ma 32 tahun lamanya, telah terja
adi
penyala
ahgunaan kekuasaan
k termasuk korupsi daan pelangga
aran HAM.. Hal ini
merupakan salah satu faktorr berakhirnyya era Soe
eharto.

[sunting
g] Kasus
s dugaa
an koru
upsi
Artikel utama:
u Kas
sus dugaan
n korupsi Soeharto
S
Soehartto memiliki dan menggetuai tujuh
h buah yaya
asan, yaitu
u Yayasan Dana
Sejahtera Mandiri,, Yayasan Supersemar, Yayasa an Dharma Bhakti Sosial
(Dharmais), Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti (Dakab), Yayasan Amal Bhakti
Muslim Pancasila, Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan, Yayasan Trikora.
Pada 1995, Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 1995.
Keppres ini menghimbau para pengusaha untuk menyumbang 2 persen dari
keuntungannya untuk Yayasan Dana Mandiri.
Hasil penyidikan kasus tujuh yayasan Soeharto menghasilkan berkas setebal 2.000-
an halaman. Berkas ini berisi hasil pemeriksaan 134 saksi fakta dan 9 saksi ahli,
berikut ratusan dokumen otentik hasil penyitaan dua tim yang pernah dibentuk
Kejaksaan Agung, sejak tahun 1999.
Menurut Transparency International, Soeharto menggelapkan uang dengan jumlah
terbanyak dibandingkan pemimpin dunia lain dalam sejarah dengan perkiraan 15–
35 miliar dolar A.S. selama 32 tahun masa pemerintahannya.[1]
Pada 12 Mei 2006, bertepatan dengan peringatan sewindu Tragedi Trisakti, Jaksa
Agung Abdul Rahman Saleh mengeluarkan pernyataan bahwa pihaknya telah
mengeluarkan Surat Keputusan Penghentian Penuntutan (SKPP) perkara mantan
Presiden Soeharto, yang isinya menghentikan penuntutan dugaan korupsi mantan
Presiden Soeharto pada tujuh yayasan yang dipimpinnya dengan alasan kondisi
fisik dan mental terdakwa yang tidak layak diajukan ke persidangan. SKPP itu
dikeluarkan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan pada 11 Mei 2006, namun SKPP ini
lalu dinyatakan tidak sah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 12 Juni
2006.

[sunting] Peninggalan
Sebagai presiden Indonesia selama lebih dari 30 tahun, Soeharto telah banyak
mempengaruhi sejarah Indonesia. Dengan pengambil alihan kekuasaan dari
Soekarno, Soeharto dengan dukungan dari Amerika Serikat memberantas paham
komunisme dan melarang pembentukan partai komunis. Penjajahan Timor Timur
juga dilakukan karena kekhawatirannya bahwa Fretilin (Frente Revolucinaria De
Timor Leste Independente /partai yang berhaluan sosialis-komunis) akan berkuasa
di sana bila dibiarkan merdeka. Hal ini menelan ratusan ribu korban jiwa sipil.
Untuk mengendalikan jumlah penduduk Indonesia, Soeharto memulai kampanye
Keluarga Berencana yang menganjurkan pasangan untuk memiliki 2 anak. Hal ini
dilakukan untuk menghindari ledakan penduduk yang dapat mengakibatkan
berbagai masalah, mulai dari kelaparan, penyakit sampai kerusakan lingkungan
hidup. Dalam bidang pendidikan Soeharto mempelopori proyek Wajib Belajar yang
bertujuan meningkatkan rata-rata taraf tamatan sekolah anak Indonesia. Pada
awalnya, proyek ini membebaskan murid pendidikan dasar dari uang sekolah
(Sumbangan Pembiayaan Pendidikan) sehingga anak-anak dari keluarga miskin
juga dapat bersekolah. Hal ini kemudian dikembangkan menjadi Wajib Belajar 9
tahun.

[sunting] Lihat pula


Butir-Butir Budaya Jawa
Daftar Presiden Indonesia
[sunting] Referensi
1. Blum, William. Killing Hope: US Military and CIA Interventions Since World War II,
Black Rose, 1998, pp. 193-198
[sunting] Pranala luar
Artikel di TIME
Dikhianati Pembantu Dekatnya
Soeharto Media Center
Riwayat Dalang Politik Nomer Satu
Riwayat Dalang Politik Nomer Satu
Belajar dari pengalaman tiga dasawarsa kekuasaan Soeharto, banyak kalangan masih risau
dan mencoba mereka-reka skenario politik macam apa di balik pidato pengunduran dirinya
itu. Musuh-musuh politik Soeharto jelas bisa bercerita panjang betapa ia canggih dan
terampil mengelola atau bahkan mendalangi hampir setiap momen penting dalam sejarah
sistem politik Indonesia sejak Soekarno ditumbangkan. Atau, benarkah ini pertanda
berakhirnya era Soeharto yang kerap mengidentifikasikan dirinya sebagai sosok Semar itu?
SOEHARTO lahir di Kemusuk, desa kecil 12 kilometer sebelah tenggara Yogyakarta,
tanggal 8 Juni 1921. Selepas pendidikannya perguruan Muhammadiyah Yogyakarta, pada
usia 18 tahun Soeharto memutuskan bekerja sebagai juru tulis di sebuah bank desa. Setahun
kemudian, lewat "pertolongan" seorang familinya ia masuk KNIL. Ketika Belanda kalah,
Soeharto bergabung dengan Pembela Tanah Air (PETA), milisi lokal yang diorganisir
Jepang. Jepang pergi, Soeharto bergabung dengan tentara republik lainnya berjuang mengusir
Belanda yang datang kembali. Di sinilah karir militernya secara misterius melejit dalam
lembaga angkatan bersenjata yang baru terbentuk.
Diagung-agungkan sebagai otak Serangan Umum 1 Maret 1949, Soeharto juga dinilai
berhasil meredam pergolakan bersenjata di Sulawesi. Sekembalinya dari Sulawesi, Soeharto
kembali ke Jawa Tengah dan terlibat dalam penumpasan pemberontakan Darul Islam. Pada
tahun 1957, ia dipromosikan menjadi komandan Divisi Diponegoro.
Menikah dengan Siti Hartinah yang masih kerabat dengan Keraton Solo, Soeharto
dianugerahi enam orang anak, tiga laki-laki dan tiga perempuan. Soeharto seakan tersadarkan
bahwa ia butuh lebih dari gaji prajuritnya untuk memberikan gaya hidup aristokrat pada
keluarga. Posisinya sebagai komandan memberikannya peluang untuk menjalin bisnis
dengan pengusaha setempat seperti Liem Sioe Liong (Sudono Salim) dan The Kian Siang
(Bob Hasan).
Di tahun 1959, secara diam-diam Soeharto dipindahkan dari pos tugasnya oleh pucuk
pimpinan ABRI karena ketahuan belangnya. Namun hubungan dekatnya dengan Kepala Staf
Angkatan Darat Jendral Subroto saat itu berhasil menyelamatkan karir militernya. Ia
Kemudian ditugaskan mengikuti pendidikan di Sekolah Staf Komando Angkatan Darat
(SESKOAD) di Bandung. Lulus dari Seskoad, Soeharto dipromosikan menjadi brigadir
jendera dan ditugasi memimpin operasi militer perebutan wilayah Irian Barat yang masih
dikolonisasi oleh Belanda dalam Operasi Mandala. Namun kepemimpinannya itu belum lagi
terbukti karena Belanda lebih dulu hengkang dari wilayah tersebbut.
Hal terpenting yang diperoleh Soeharto dari operasi militer ini adalah perkenalannya dengan
Kol. Laut Sudomo, Mayor Ali Murtopo, Kapten Benny Murdani yang kemudian tercatatkan
sebagai orang-orang terpenting dan strategis di tubuh pemerintahannya kelak. Sekembali dari
Indonesia Timur, Soeharto yang telah naik pangkat menjadi mayor jenderal, ditarik ke
markas besar ABRI oleh Jenderal A.H. Nasution. Mungkin mengimbangi diangkatnya
Letnan Jenderal Achmad Yani sebagai Kepala Staf AD, di pertengahan tahun 1962, Soeharto
diangkat sebagai komandan Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (KOSTRAD)
hingga 1965.
Dalam posis barunya ini, Soeharto tak jarang mengambil tindakan yang berlawanan dengan
perintah dari Panglima Besar Revolusi, Soekarno. Pada masa konfrontasi dengan Malaysia,
diam-diam Soeharto melakukan pembicaraan rahasia dengan pihak lawan. Lewat Ali
Murtopo yang kala itu perwira intelijen Kostrad, dibukalah kontak dengan komando pasukan
Inggris dan sekretaris kementrian luar negeri Malaysia, Tan Sri Ghazali Shafie, pada Agustus
1964.
Sebagai orang penting, adalah cukup mengherankan mengapa Soeharto luput dari incaran
kelompok tentara penculik dalam kudeta berdarah 1965. Bahkan ia menjadi "dewa
penyelamat" . Berbagai dugaan muncul. Apakah adanya konspirasi antara Soeharto dan
Kolonel Untung, yang sempat menjadi bawahannya semasa Operasi Mandala itu. Ataukah
kesepakatan informal antara trio H.R. Dharsono, Kemal Idris dan Sarwo Edhie Wibowo
untuk mengedepankan Soeharto yang nantinya akan menyerahkan kembali kekuasaan kepada
pihak yang berwenang, atau setidaknya akan mendistribusikannya lebih lanjut kepada para
koleganya. Namun para kingmaker harus kecewa karena Soeharto tak berniat melepas
kekuasaannya. Akibatnya mereka berbalik menggalang kekuatan informal untuk menentang
kepemimpinan Soeharto.
Jelas Soeharto tak tinggal diam. Mayjen H.R. Dharsono yang dituduh mendalangi kerusuhan
kelompok muslim di tanjung Priok 1984 harus mendekam di penjara samapai akhir hayatnya.
Sarwo Edhie, komandan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) yang bertugas
mengamankan situasi Jakarta selepas kudeta yang gagal, meninggal pada tahu 1989 tanpa
pernah sekalipun dikedepankan kepada publik. Kemal Idris sejak 1975 "dibuang" ke luar
negeri sebagai duta besar di negara asing dan mengelola perusahaan jasa pembersih jalan
sekembalinya di Jakarta.
Untuk mempertahankan kekuasaan yang direbut lewat pertumpahan darah itu selalu
menggunakan taktik devide et impera pada elit sipil dan militer. Salah satunya dengan
mengutamakan keluarga dan orang-orang dekatnya dalam bisnis. Akibatnya seringkali
persekongkolan melawannya hanya setengah hati dan penuh kecurigaan satu sama lain.
Sebagai arsitek dari pembangunan Orde Baru, Soeharto mendefinisikan misi utamanya
sebagai: keinginan untuk memantapkan kembali tatanan kehidupan masyarakat. Caranya
dengan menyebarkan ketakutan pada masyarakat akan demokrasi parlementer, ideologi
sosialis-komunis komunis dan radikalisasi agama. Semua kelompok yang mendukung
"ancaman" ini dihabisi. Kekuatan militer ia kukung dengan pernyataan Supersemar di tangan
dan bekerja secara sistematis mengekang kekuatan komandan-komandan wilayah.
Bersamaan dengan kembalinya militer ke barak, Soeharto membangun dan memperluas
konsep "Jalan Tengah"-nya Jenderal Nasution menjadi konsep dwifungsi untuk memperoleh
dukungan basis teoritis bagi militer untuk memperluas pengaruhnya melalui pejabat-pejabat
pemerintahan, termasuk cadangan alokasi kursi di parlemen dan pos-pos utama dalam
birokrasi sipil. Secara kontras, berbeda dengan tindakan politik militer di negara-negara
Dunia Ketiga, kalangan petinggi militer Indonesia tidak pernah mempertahankan peran luas
politiknya sebagai suatu fase temporer yang akan berlalu suatu waktu, ketika suatu krisis
tiba-tiba berakhir. Sebaliknya, peran dwifungsi adalah peran militer di bidang politik yang
permanen.
Untuk mempertahankan dukungan publik Soeharto sadar bahwa masalah perut harus
diselesaikan. Padahal ekonomi Indonesia benar-benar amburadul di pertengahan 1960-an.
Soeharto pun kemudian meminta nasehat dari tim ekonom hasil didikan Barat yang banyak
dikenal sebagai "mafia Berkeley". Tujuan jangka pendek pemerintahan baru ini adalah
mengendalikan inflasi, menstabilkan nilai rupiah, memperoleh hutang luar negeri, serta
mendorong masuknya investasi asing. Dan untuk satu hal ini, kesuksesan mereka tidak bisa
dipungkiri. Peran Sudjono Humardani sebagai asisten finansial besar artinya dalam
pencapaian ini.
Di bidang sosial politik, Soeharto menyerahkannya kepada Ali Murtopo sebagai asisten
untuk masalah-masalah politik. Menghilangkan rival dengan melemahkan kekuatan lawan
dilakukan melalui fusi dalam sistem kepartaian. Ini adalah proses pelemahan yang sistematis
terhadap kekuatan politik yang ada di Indonesia. Perbedaan latar belakang sejarah dan
ideologi di antara partai-partai yang dilebur itu jelas menjadi masalah internal yang tidak bisa
dengan mudah diselesaikan begitu saja.
Kekuatan sipil semakin memburuk dengan dikembangkannya konsep massa mengambang
yang pada intinya merupakan tindakan depolitisasi masyarakat. Pers dikebiri, mahasiswa
dikotakkan dalam kampus. Tak ada penggalangan massa kecuali oleh pemerintah PEMILU
pun kemudian tinggallah ritus untuk melegitimasikan keberadaan Soeharto di kursi
kepresidenan.
Perlawanan pun mulai bermunculan. Tapi Soeharto tak segan mempergunakan kekerasan.
Penanganannya pada peritiwa Malari 1974 dan gerakan mahasiswa 1978 cukup
membuktikannya.
Pada peristiwa Malari tampak pula kesigapan Soeharto menghilangkan saingannya. Sepak
terjang Ali Murtopo dengan badan inteligennya mulai mengancam Soeharto. Persaingan
antara Ali Moertopo dan Sumitro dipergunakan untuk menyingkirkan Ali. Namun Sumitro
pun segera ditarik dari jabatannya dan kendali Kopkamtib dipegang langsung oleh Soeharto
karena dianggap potensial mengancam. . Beberapa bulan setelah peristiwa Malari sebanyak
12 surat kabar ditutup dan ratusan rakyat Indonesia termasuk mahasiswa ditangkap dan
dipenjarakan.
Mengeliminir "pemberontakan" mahasiswa maka segera diberlakukannya NKK/BKK
(Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan) pada tahun 1978.
Intinya mengunci setiap kemungkinan mahasiswa untuk berpolitik di luar kampusnya. UU
yang ditentang keras oleh banyak organisasi mahasiswa ini menempatkan mahasiswa sebagai
kutu buku yang lebih berkonsentrasi pada studinya daripada kegiatan-kegiatan di luar
kampus. Hubungan dengan pihak kampus hanyalah kepada mereka yang diperbolehkan
pemerintah lewat mekanisme kontrol dekanat dan rektorat.
Mulut pers pun dibungkam dengan lahirnya UU Pokok Pers No. 12 tahun 1982. UU ini
mengisyaratkan adanya restriksi atau peringatan mengenai isi pemberitaan ataupun siaran.
Organisasi massa yang terbentuk harus memperoleh izin pemerintah dengan hanya satu
organisasi profesi buatan pemerintah yang diperbolehkan berdiri. Sehingga organisasi massa
tak lebih dari wayang-wayang Orde Baru.
Kemudian pada tahun 1979-1980 muncul sekelompok purnawirawan perwira tinggi angkatan
bersenjata dan tokoh-tokoh sipil yang dikenal kritis, yang tergabung dalam Petisi 50,
mengeluarkan serial selebaran yang mengeluhkan sikap politik pemerintah Orde Baru yang
menjadikan Angkatan Darat sebagai pendukung kemenangan Golkar, serta menuntut adanya
reformasi politik. Sebagai balasannya, pemerintah mencekal mereka. Kelompok ini pun
gagal serta tak pernah mampu tampil lagi sebagai kelompok oposisi yang efektif terhadap
pemerintahan Orde Baru.
Pada awal 80-an, Soeharto telah memegang kendali atas semua kekuatan yang melawannya.
GOLKAR yang selalu menolak disebut partai politik menjadi pilihannya untuk
memenangkan PEMILU. DPR/MPR dapat selalu dipastikan memilihnya sebagai presiden
selama ia masih menginginkannya.
Melihat menyusutnya dukungan ABRI, awal 1990-an ia melirik komunitas Islam untuk
membangun kembali basis legitimasi pendukungnya sekaligus untuk melunakkan kerasnya
kritik-kritik para pemimpin Islam terhadap pemerintahannya. Hasilnya pun kongkret, sebagai
mesin pemilu, Golkar kembali menang dengan 63% suara, dan pada Maret 1993 MPR
kembali memilih Soeharto sebagai presiden untuk keenam kalinya. Mantan ajudannya, Try
Sutrisno diangkat menjadi Wapres, sedang iparnya Wismoyo Arismunandar ditunjuk sebagai
KSAD, dan mantan-mantan ajudan lainnya tersebar di pucuk-pucuk pimpinan angkatan
lainnya. Selain itu, lakon politik baru digelarnya, misalnya Soeharto membungkam kritik
para petinggi militer dengan mempertahankan pendukung loyalnya sejak lama, Ketua Umum
Golkar Harmoko sebagai menteri penerangan dan mendudukkan dua anaknya di Dewan
Eksekutif Golkar. Bagian dari skenario Soeharto pulalah di tahun yang sama pemilihan ketua
umum PDI diintervensi, dan di-plotnya calon-calon gubernur pilihan dari Jakarta.
Tapi tidak semua lakom politik Soeharto berhasil Gelombang kritik terus berdatangan. Di
luar dugaan, kalangan Islam pun mengkritik kebijakan pemerintahannya. Bahkan sempat
sekelompok demonstran berhasil menggelar protesnya di muka istana kepresidenan, satu hal
yang pertama kali lagi terjadi sejak gelombang demonstrasi anti-Soekarno di awal 1966. Di
akhir 1993, sejumlah mahasiswa memberanikan diri menggelar demonstrasi di gedung
DPR/MPR dengan tuntutan yang lebih politis: dicabutnya mandat Soeharto sebagai presiden.
Kecolongan lain yang juga sempat terjadi adalah gagalnya upaya Soeharto menggolkan
kerabat isterinya, Sahid Gitosardjono, sebagai ketua KADIN, karena forum lebih memilih
Aburizal Bakrie.
Melihat sejumlah "kekalahan" ini, banyak pendukung Soeharto mulai mengira jangan-jangan
ia sudah mulai kehilangan pengaruh dan kontrol efektifnya.. Namun, satu hal yang pasti
waktu itu masih terlalu pagi untuk mulai mendendangkan obituari politik Soeharto.
Betapapun terjadi pasang naik kritisisme terhadap Soeharto, dengan kendalinya terhadap
ABRI dan Golkar ia masih merupakan aktor politik terkuat dalam sistem politik Indonesia.
Bukti betapa tidak bergemingnya Soeharto terlihat dari berbagai skandal separatisme macam
Peristiwa Tanjung Priok (1984), Peristiwa Lampung (1989), Peristiwa Liquisa (1991), hingga
Peristiwa 27 Juli 1997. Meski begitu, setelah sekian tahun nyaris tak tersentuh, pelan-pelan
skenario Soeharto yang menggunakan mekanisme kontrol sosial, daripada kontrol militer,
melalui jargon pendekatan keamanannya mulai banyak dipersoalkan dengan lebih terbuka.
Menelaah "kecanggihan" Soeharto menata sistem sosial-ekonomi-politik Orde Baru, banyak
orang bertanya-tanya: gerangan apa yang membuatnya terjungkal dari pucuk kekuasaan.
Krisis ekonomi berkepanjangan yang gagal dengan seksama dicarikan jalan keluar yang
tuntas diyakini sebagai salah satu faktor penting yang membuat Soeharto banyak kehilangan
kepercayaan publik, bahkan dari lingkungan terdekatnya. Golkar yang selama 30 tahun
dijadikan sebagai salah satu perangkat politik terpenting Soeharto untuk membawakan
kepentingan eksekutif di forum legislatif pun belakangan turut mendesak Soeharto untuk
mundur. Bahkan sekonyong-konyong nyaris semua elemen pendukung politik Soeharto
membangun aliansi diam-diam untuk menyingkirkannya dari kursi kepresidenan.
Argumentasi yang paling sering muncul menjelaskan kejatuhan Soeharto adalah bahwa krisis
moneter di pertengahan 1997 bermetamorfosis menjadi krisis politik: kebangkrutan ekonomi
menjadi kebangkrutan politik yang kemudian menguras habis nyaris seluruh legitimasi. Ada
kompleksitas politik di balik terus anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika.
Kisah sukses pertumbuhan ekonomi Indonesia yang selama ini terbangun kokoh berkat
institusionalisasi distorsi politik ternyata gagal memberikan jawaban dan jalan keluar dari
krisis. Jalur akumulasi kekuatan ekonomi-politik yang dilakukan Soeharto dengan
memberikan banyak fasilitas dan kemudahan bagi anak, keluarga, kerabat, dan klien-klien
politiknya menjadikan sistem ekonomi Indonesia amat rentan krisis.
Argumentasi tadi bisa saja benar, tapi belajar dari pengalaman 30 tahun di bawah
cengkeraman Orde Baru, sah jika berkembang kecurigaan bahwa hal ini jangan-jangan
hanyalah bagian dari skenario politik Soeharto lainnya. Barangkali suatu skenario yang
sedemikian rumit bentuknya hingga mampu membuat banyak dari kita alpa mencermatinya
dengan kritis. Maklumlah, pastinya amat banyak pengalaman ditambah "kejeniusan" --selain
tangan besi tentunya— untuk Soeharto bisa bertahan sebegitu lama dipucuk kepemimpinan.
Memang, Soeharto yang biasa kita kenal pastinya tak akan sanggup berdiam diri menghadapi
penistaan yang begitu deras dari publik seperti belakangan ini. Sebuah rejim yang berkuasa
terlalu lama cenderung mengalami kekakuan serta sulit melakukan perubahan internal secara
signifikan. Oleh karena itu selagi sumber daya-sumber daya politik Soeharto belum sungguh-
sungguh dilucuti, belum ada bukti empirik untuk mengamini bahwa saat ini eranya telah
berakhir.
Kita tunggu saja satu-dua hari ke depan sebelum memutuskan untuk bersikap optimis-atau
pesimis menyikapi pergantian kekuasaan Soeharto-Habibie. Barangkali, dalam waktu dekat
akan segera terjawab pertanyaan: inikah obituari politik sang dalang, ataukah skenario dari
lakon terbaru karyanya.
Hanny Sulistyaningtyas

HM Soeharto (1)

Dikhianati Pembantu Dekatnya


Haji Muhammad Soeharto, dipanggil akrab Pak Harto, adalah sosok nama besar yang memimpin
Republik Indonesia, selama 32 tahun. Suatu kemampuan kepemimpinan luar biasa yang harus
diakui oleh teman dan lawan politiknya (senang atau tidak). Ia menggerakkan pembangunan
dengan strategi Trilogi Pembangunan (stabilitas, pertumbuhan dan pemerataan). Bahkan sempat
mendapat penghargaan dari FAO atas keberhasilan menggapai swasembada pangan (1985).
Maka, saat itu pantas saja ia pun dianugerahi penghargaan sebagai Bapak Pembangunan
Nasional.

Namun, akhirnya ia harus meletakkan jabatan secara tragis, bukan semata-mata karena desakan
demonstrasi mahasiswa (1998), melainkan lebih akibat pengkhianatan para pembantu dekatnya
yang sebelumnya ABS dan ambisius tanpa fatsoen politik.

Saat ia baru meletakkan jabatan, ada rumor yang berkembang. Seandainya Pak Harto mendengar
hati nurani isteri yang dicintainya, Ibu Tien Soeharto, yang konon, sudah menyarankannya
berhenti sepuluh tahun sebelumnya, pasti kepemimpinnya tidak berakhir dengan berbagai
hujatan yang memojokkannya seolah-olah ia tak pernah berbuat baik untuk bangsa dan
negaranya.

Ia memang seperti kehilangan ‘inspirasi’ dan ‘teman sehati’ setelah Ibu Tien Soeharto meninggal
dunia(Minggu 28 April 1996). Pak Harto bukan pria satu-satunya yang merasakan hal seperti ini.
Banyak pria (pemimpin) yang justru ‘kuat’ didukung keberadaan isterinya. Salah satu contoh,
Bill Clinton mungkin sudah akan jatuh sebelum waktunya jika tak ditopang isterinya Hillary
Clinton.

Pak Harto tidak segera mencari pengganti isterinya. Kesepiannya seperti teratasi atas dorongan
pengabdian kepada bangsa dan negaranya. Ia menghabiskan waktunya dalam mengemban tugas
beratnya sebagai presiden. Apalagi beberapa pembantunya memberinya laporan dan harapan
yang mendorongnya untuk tetap bertahan sebagai presiden. Bahkan, bersama pembantunya
(menterinya) BJ Habibie, ia bisa berjam-jam berbicara. Tak jarang para staf harus menyediakan
mie instan jika menunggui pertemuan mereka itu.

Rakyat bangsa ini tentu masih ingat. Seusai Pemilu 1997 dan sebelum Sidang Umum MPR,
Maret 1998, para pembantunya, di antaranya Harmoko, selaku Ketua Umum DPP Golkar,
menyatakan akan tetap mencalonkan Soeharto sebagai presiden 1998-2003. Tapi, justeru pada
HUT Golkar ke-33, Oktober 1997 itu, HM Soeharto mengembalikan pernyataan itu untuk dicek
ulang: Apakah rakyat sungguh-sungguh masih menginginkannya menjadi presiden?

Setelah berselang beberapa bulan, tepatnya tanggal 20 Januari 1998, tiga pimpinan Keluarga
Besar Golkar atau yang lazim disebut Tiga Jalur Golkar, yakni jalur Golkar/Beringin (Harmoko),
jalur ABRI (Feisal Tanjung) dan jalur birokrasi (Yogie SM), datang ke Bina Graha
menyampaikan hasil pengecekan ulang keinginan rakyat dalam pencalonan HM Soeharto
sebagai Presiden RI.

Saat itu mereka melaporkan bahwa “ternyata rakyat memang hanya mempunyai satu calon
Presiden RI untuk periode 1998-2003 yaitu HM Soeharto,” kata Harmoko mengumumkan
kepada pers usai melapor kepada Pak Harto. "Mayoritas rakyat Indonesia memang tetap
menghendaki Bapak Haji Muhammad Soeharto untuk dicalonkan sebagai Presiden RI masa bakti
1998-2003," tutur Harmoko yang didampingi M Yogie SM dan Jenderal TNI Feisal Tanjung
ketika itu.

Menurut Harmoko, Jenderal TNI (Purn) H Muhammad Soeharto, setelah menerima hasil
pengecekan itu, menyatakan bersedia dicalonkan kembali sebagai Presiden RI masa bhakti 1998-
2003. Selain mengumumkan kesediaan Pak Harto dipilih kembali sebagai Presiden RI, menurut
Harmoko, Keluarga Besar Golkar juga membuat kriteria untuk calon Wakil Presiden, antara lain
memahami ilmu pengetahuan dan industri. Pernyataan ini mengarah kepada BJ Habibie.

Dari hasil pengecekan yang dilakukan oleh keluarga besar Golkar itu, masih menurut Harmoko,
Soeharto menghargai kepercayaan sebagian besar rakyat Indonesia tersebut walaupun harus ada
pengorbanan bagi kepentingan keluarga. Tetapi untuk kepentingan bangsa dan negara, Haji
Muhammad Soeharto tidak mungkin menghindar dari tanggung jawab sebagai patriot dan
pejuang bangsa.

"Dengan adanya kepercayaan rakyat ini tidak membuat Bapak Haji Muhammad Soeharto
bersikap 'tinggi glanggang colong playu.' Itu istilah Pak Harto yang artinya tidak meninggalkan
tanggung jawab dan mengelak dari kepercayaan rakyat tersebut demi kepentingan negara dan
bangsa," tegas Harmoko.

Tapi, ternyata itulah awal sebuah tragedi pengkhianatan digulirkan. HM Soeharto memang
terpilih kembali menjadi Presiden periode 1998-2003 pada Sidang Umum MPR, 1-11 Maret
1998. Didampingi BJ Habibie sebagai wakil presiden.
Namun, komponen mahasiswa dan berbagai kelompok masyarakat terus melancarkan
demonstrasi meminta Presiden Soeharto dan Wapres BJ Habibie turun serta Golkar dibubarkan.
Saat itu, Pak Harto masih terlihat yakin bahwa demonstrasi itu akan surut dalam waktu yang
tidak terlalu lama lagi. Maka pada awal Mei 1998, ia berangkat ke Kairo, Mesir, untuk
menghadiri KTT Nonblok. Saat berangkat, di bandara Halim Perdanakusuma, ia dilepas Wakil
Presiden BJ Habibie, Fangab Feisal Tanjung, juga Ketua Harian ICMI Tirto Sudiro dan sejumlah
menteri lainnya yang sebagian diantaranya kemudian mengkhianatinya.

Sementara, sepeninggal Soeharto, dalam beberapa hari kemudian, suasana Jakarta semakin
mencekam. Selain akibat demonstrasi mahasiswa makin marak, juga tersiar isu terjadi sesuatu
misteri dalam tubuh ABRI. Misteri itu diwarnai arah pengelompokan dalam tubuh militer itu.
Selain banyak aktivis pro demikrasi ‘hilang’ entah kemana, juga diisukan ribuan anggota militer
‘menghilang’ dari kesatuannya memembawa persenjataan lengkap dan amunisi cadangan.

“Apa yang sesungguhnya sedang terjadi di Indonesia, adalah suatu tanda tanya besar yang harus
segera dicari jawabannya. Apakah suatu power game sedang dimainkan di Indonesia? Siapa
yang bermain dengan kelompok bersenjata, serta bagaimana peta kekuatan gerakan sipil? Adalah
sesuatu yang harus kita analisa bersama,” tulis sebuah majalah ketika itu. Beberapa pertanyaan
yang sampai hari ini tetap misterius.

Suasana makin mencekam, pada 12 Mei 1998, akibat terjadinya penembakan mahasiswa di
kampus Universitas Trisakti, yang kemudian dikenal sebagai Tragedi Trisakti. Empat orang
mahasiswa gugur. Mahasiswa makin ‘marah’. Hampir di seluruh kampus terjadi demonstrasi.
Bahkan sebagian mulai keluar dari kampusnya. Bersamaan dengan itu, terjadi pembakaran mobil
di sekitar parkir dekat Universitas Trisakti.

Bahkan, 13 Mei 1998, mahasiswa seperti dipancing untuk keluar dari kampusnya. Situasi di
Universitas Katolik Atmajaya Jakarta justeru mengundang tanda tanya. Ada sekelompok
demonstran yang melempari mahasiswa dalam kampus itu karena mereka tidak keluar dari
kampusnya. Para mahasiswa tetap berada dalam kampus dalam suasana berkabung.

Besoknya, 14 Mei 1998, terjadilah malapetaka di Jakarta. Warga keturunan Cina menjadi
sasaran. Pertokoan dan pusat-pusat perbelanjaan dibakar. Saat itu, Jakarta seperti tak punya
petugas keamanan. Sementara para petinggi ABRI berada di Malang. Di lapangan sangat terasa
ada provokator yang menggerakkan. Di beberapa tempat, ada teriakan: “Mahasiswa datang…
mahasiawa datang!”

Dalam kondisi chaos itu, rupanya mahasiswa sangat jeli. Tampaknya, mereka menghindari
dijadikan kambinghitam. Karena hari itu, dan besoknya, tidak ada demonstrasi mahasiswa yang
keluar dari kampusnya. Bahkan ada beberapa mahasiswa yang sebelumnya tidak biasa ikut
demonstrasi, memilih tidak pulang dari kampus daripada terjebak di jalan yang penuh
kerumunan.

Situasi ini memaksa HM Soeharto pulang lebih cepat dari jadual dari Mesir. Sebelum pulang,
beredar isu bahwa ia akan dihadang oleh mahasiswa. Tapi Soeharto tetap pulang, tanpa terjadi
penghadangan seperti diperkirakan sebelumnya. Sebelum pulang, di hadapan warga Indonesia di
Mesir, ia menyatakan bersedia mundur jika rakyat menghendakinya. Saat itu, ia menegaskan
tidak akan menggunakan kekuatan bersenjata melawan mahasiswa dan kehendak rakyat.

Setiba di Jakarta, HM Soeharto kemudian mengundang beberapa tokoh masyarakat, di antaranya


Abdurrahman Wahid dan Nurcholis Madjid, tanpa Amien Rais dan Adi Sasono, untuk
membicarakan pembentukan Komite Reformasi. Ia juga berencana merombak kabinetnya
menjadi Kabinet Reformasi. Ia menawarkan reformasi secara gradual untuk mencegah terjadinya
keguncangan.

Ia juga menerima rombongan rektor Universitas Indonesia. Mereka ini datang untuk meminta
Presiden Soeharto berhenti dengan hormat. HM Soeharto mempersilahkan mereka
menyampaikan aspirasi itu melalui MPR. Demonstrasi mahasiswa pun akhirnya terpusat ke
gedung MPR/DPR. Mereka menduduki gedung legislatif itu.

Harmoko, yang menjabat Ketua MPR dan pimpinan MPR lainnya menampung desakan
mahasiswa yang meminta Pak Harto turun. Di hadapan para mahasiswa itu, Harmoko
menyatakan bahwa pimpinan MPR setuju dengan desakan mahasiswa untuk meminta Pak Harto
mundur. Harmoko seperti tak terpengaruh atas pernyataannya saat meminta kesediaan Pak Harto
untuk dicalonkan kembali menjadi presiden jauh hari sebelum SU MPR.

Pernyataan Harmoko ini kemudian dijelaskan (dibantah) Pangab Jenderal Wiranto sebagai bukan
pernyataan institusi tapi lebih merupakan pernyataan pribadi.

HM Soeharto tentu dengan cermat terus mengikuti perkembangan itu. Sampai sore tanggal 20
Mei 1998, tampaknya ia masih yakin akan bisa mengatasi keadaan secara damai dengan
membentuk Komite Reformasi dan merombak kabinet menjadi Kabinet Reformasi. Tapi
keinginan baik Pak Harto ini disambut dingin berbagai kalangan bahkan tragisnya ditolak
sebagian pembantunya (menteri) yang dibesarkannya.

Rupanya inilah detik-detik terakhir ia menjabat presiden. Hari itu, Rabu 20 Mei 1998 sekitar
pukul 19:30, Pak Harto menerima Mantan Wakil Presiden Sudharmono di kediaman Jalan
Cendana 8 Jakarta. Saat itu, menurut Sudharmono, Presiden Soeharto menyatakan tetap akan
melaksanakan tugas-tugas kepresidenan dan segera akan mengumumkan pembentukan Komite
Reformasi serta mengadakan perubahan susunan Kabinet Pembangunan VII.

Sekitar setengah jam berikutnya, pukul 20.00, Wakil Presiden B.J. Habibie menghadap Pak
Harto. Lalu sekitar pukul 20:30, Saadillah Mursyid diminta menemui Presiden Soeharto yang
sedang bersama Wakil Presiden B.J. Habibie di ruang tamu kediaman Jalan Cendana 8 itu. Di
hadapan Wakil Presiden BJ Habibie, Presiden Soeharto meminta Saadillah Mursyid, Menteri
Sekretaris Negara, mempersiapkan naskah final: Keputusan Presiden tentang Komite Reformasi
dan Keputusan Presiden tentang Pembentukan Kabinet Reformasi.

Saat itu, Presiden Soeharto menyatakan akan mengumumkan dan melaksanakan pelantikannya
besok hari, Kamis 21 Mei 1998. Untuk keperluan itu Presiden Soeharto juga minta agar ruang
upacara atau yang lazim disebut ruang kredensial di Istana Merdeka dipersiapkan.

Kemudian Wakil Presiden B.J Habibie pulang. Sementara itu, sebanyak empat belas orang
menteri membuat pernyataan tidak bersedia ikut serta dalam Kabinet Reformasi yang
direncanakan Pak Harto. Mereka itu adalah para menteri yang sebelumnya dibesarkan Pak Harto.

Lalu, sekitar pukul 21:00, setelah BJ Habibie pulang itu, Saadillah Mursyid mohon untuk bisa
melanjutkan bertemu dengan Pak Harto. Dalam kesempatan itu, Saadillah Mursyid melaporkan
bahwa sejumlah orang-orang yang direncanakan untuk menjadi anggota Komite Reformasi telah
menyatakan menolak. Saadillah juga melaporkan adanya informasi bahwa empat belas orang
menteri yang direncanakan akan duduk dalam Kabinet Reformasi menyatakan tidak bersedia ikut
serta dalam Kabinet. Setelah itu, Saadillah pulang.

Tapi sekitar pukul 21:40, Saadillah Mursyid diminta menemui Presiden Soeharto lagi. Saadillah
bergegas menuju ruangan di tempat biasanya Presiden menerima tamu, termasuk menerima para
menteri. Saadillah terkejut karena Presiden tidak ada di ruangan itu. Ketika ditanyakan, barulah
ajudan memberitahukan bahwa Presiden Soeharto menunggu di ruang kerja pada bagian
kediaman pribadi.

Sekitar pukul 22:15 hari Rabu 20 Mei 1998 itu, HM Soeharto mempersilakan Saadillah duduk di
sebelahnya. Kursi hanya ada satu, di situ HM Soeharto duduk. Lalu Saadillah dipersilahkan
menggeser puff, sebuah tempat duduk empat persegi, agar bisa lebih dekat.

Setelah hening sejenak, kemudian HM Soeharto mengatakan: “Segala usaha untuk


menyelamatkan bangsa dan negara telah kita lakukan. Tetapi Tuhan rupanya berkehendak lain.
Bentrokan antara mahasiswa dan ABRI tidak boleh sampai terjadi. Saya tidak mau terjadi
pertumpahan darah. Oleh karena itu, saya memutuskan untuk berhenti sebagai Presiden, menurut
Pasal 8 Undang-Undang Dasar 1945.“

Lalu, kepada Saadillah sebagai Menteri Sekretaris Negara, diminta untuk mempersiapkan empat
hal. Pertama, konsep ‘Pernyataan Berhenti dari jabatan Presiden RI’; Kedua, memberitahu
pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat bahwa permintaan pimpinan DPR untuk bertemu dan
melakukan konsultasi dengan Presiden akan dilaksanakan hari Kamis, 21 Mei 1998 pukul 09:00
di ruang Jepara Istana Merdeka; Ketiga, memberitahu Wakil Presiden BJ Habibie agar hadir di
Istana Merdeka hari Kamis tanggal 21 Mei 1998 pukul 09:00 dan agar siap untuk mengucapkan
Sumpah Jabatan Presiden di hadapan Ketua Mahkamah Agung; Keempat, memohon kehadiran
Ketua Mahkamah Agung di Istana Merdeka hari Kamis 21 Mei 1998 pukul 09:00.

Saadillah pun segera memberitahu Pimpinan DPR, Wakil Presiden dan Ketua Mahkamah Agung
melalui telepon. Malam sudah larut menjelang tengah malam. Lalu, bersama-sama staf, Saadillah
segera mulai melakukan penyusunan naskah Pernyataan Berhenti Presiden. Setelah mendapatkan
pokok-pokok dan arahan, Bambang Kesowo, waktu itu Wakil Sekretaris Kabinet, dan Soenarto
Soedharmo, ketika itu Asisten Khusus Menteri Sekretaris Negara mulai menyusun konsep awal.
Sementara Yusril Ihza Mahendra, ketika itu Pembantu Asisten (Banas) Menteri Sekretaris
Negara, memberikan masukan-masukan terutama dari segi hukum tata negara.

Konsep disusun secara bersama-sama, sebagaimana layaknya suatu pekerjaan staf. Bukan hasil
kerja orang perorangan. Setelah konsep diteliti dan dikoreksi beberapa kali, pada pukul 03:00
menjelang subuh tanggal 21 Mei 1998 naskah Pernyataan telah siap untuk diajukan kepada
Presiden.

Naskah diajukan melalui prosedur yang sudah baku pada Sekretariat Negara. Konsep yang sudah
diketik rapi diserahkan kepada Ajudan. Ajudan menaruh naskah itu di meja kerja Presiden.
Pagi harinya, Kamis, 21 Mei 1998 sekitar pukul 10:00 pagi di ruang upacara Istana Merdeka,
yang lazim ketika itu disebut ruang kredensial, Presiden Soeharto menyampaikan pidato
Pernyataan Berhenti Sebagai Presiden Republik Indonesia.

Dalam pidatonya itu Presiden Soeharto antara lain menyatakan: “Saya telah menyatakan rencana
pembentukan Komite Reformasi dan mengubah susunan Kabinet Pembangunan VII. Namun
demikian kenyataan hingga hari ini menunjukkan Komite Reformasi tersebut tidak dapat
terwujud, karena tidak adanya tanggapan yang memadai terhadap rencana pembentukan Komite
tersebut. Dalam keinginan untuk melaksanakan reformasi dengan cara yang sebaik-baiknya tadi,
saya menilai bahwa dengan tidak dapat diwujudkannya Komite Reformasi maka perubahan
susunan Kabinet Pembangunan VII menjadi tidak diperlukan lagi.”

“Dengan memperhatikan keadaan di atas, saya berpendapat sangat sulit bagi saya untuk dapat
menjalankan tugas pemerintahan negara dan pembangunan dengan baik. Oleh karena itu, dengan
memperhatikan ketentuan Pasal 8 UUD 1945 dan setelah dengan sungguh-sungguh
memperhatikan pandangan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat dan pimpinan Fraksi-Fraksi
yang ada di dalamnya, saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai
Presiden Republik Indonesia, terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini, pada hari ini, Kamis
21 Mei 1998.“

Selepas itu, dengan ditemani puteri sulungnya, Siti Hardiyanti Rukmana (Mbak Tutut) dan
Saadillah Mursyid, Pak Harto melambaikan tangan meninggalkan Istana Merdeka pulang ke
kediaman di Jalan Cendana 8. Ketika sampai di kediaman, sebelum duduk di ruang keluarga, Pak
Harto mengangkat kedua belah tangan sambil mengucap: “Allahu Akbar. Lepas sudah beban
yang terpikul di pundakku selama berpuluh-puluh tahun.“ Kemudian, putera-puteri dan keluarga
menyalaminya.

Setelah itu, Pak Harto pun menjadi bulan-bulanan caci-maki dan hujatan. Bukan hanya dari
orang-orang yang sebelumnya tidak sejalan dengan Pak Harto, melainkan lebih lagi dari para
menteri dan tokoh-tokoh Golkar yang selama ini tak sungkan-sungkan melakukan berbagai cara
untuk bisa mendekat. Bahkan BJ Habibie yang mengaku dibesarkan HM Soeharto juga tampak
tanpa fatsoen politik mengambil sikap bahwa dalam politik tidak ada persahabatan yang kekal,
hanya kepentinganlah yang abadi.

Mereka tidak segan-segan memosisikan Pak Harto dan keluarga Cendana ibarat keranjang
sampah. Tempat pembuangan semua yang kotor. Bahwa semua kekotoran pada era Orde Baru
ditimpakan ke pundak Pak Harto dan keluarganya. Sepertinya, HM Soeharto dan keluarganya
sebagai satu-satunya yang melakukan korupsi pada era itu.

HM Soeharto pun ‘diasingkan’ dari Golkar yang dibesarkannya. Elit-elit Golkar malah yang
duluan teriak agar Soeharto ditahan karena kejahatan-kejahatan yang dituduhkan kepadanya
selama memerintah. Golkar yang sebelumnya lebih didonimasi pengaruh ABRI tampak bergeser
lebih didominasi elit-elit ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia).

Suatu tragedi tendensius konstitusi, yang kental diwarnai subjektivitas politik pun terjadi. Pada
Sidang Istimewa MPR 13 November 1998 – MPR yang masih didominasi kekuatan Golkar hasil
Pemilu 1997 – menetapkan Ketetapan MPR No.XI/MPR/1998. Pasal 4 ketetapan MPR itu
berbunyi: “Upaya pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme harus dilakukan secara tegas
terhadap siapapun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga, dan kroninya
maupun pihak swasta/ konglomerat termasuk mantan Presiden Soeharto dengan tetap
memperhatikan prinsip praduga tidak bersalah dan hak-hak asasi manusia.”

Penyebutan nama orang secara eksplisit – mantan Presiden Soeharto – dalam pasal ini tampak
tendensius, absurd dan sangat diwarnai sifat subjektivitas politik serta di luar kelaziman sistem
ketatanegaraan Indonesia. Bukankah sebaiknya format suatu Tap MPR merupakan garis-garis
umum dari suatu kebijakan negara? Jadinya, pasal ini seperti hendak diposisikan hanya berlaku
kepada mantan Presiden Soeharto, tetapi tidak berlaku bagi mantan presiden yang lainnya.

Tampaknya, itulah puncak pengkhianatan beberapa mantan menteri dan elit Golkar yang
dibesarkannya. Kendati Pak Harto tidak pernah mengatakan secara eksplisit bahwa mereka ini
mengkhianatinya. Tapi sikapnya yang sampai hari ini belum bersedia menerima kunjungan BJ
Habibie dan beberapa mantan menteri dan elit Golkar lainnya bisa dipahami berbagai pihak
sebagai indikasi ke arah itu.

Pak Harto pun menunjukkan ketabahan dan keteguhannya. Ia pun akhirnya sempat diadili
dengan tuduhan korupsi, penyalahgunaan dana yayasan-yayasan yang didirikannya. Ia
menyatakan bersedia mempertanggungjawabkan dana yayasan itu. Tapi, ia pun jatuh sakit yang
menyebabkan proses peradilannya dihentikan.

Tapi tidak semua mantan menterinya tega mengkhianat, tidak mempunyai moral politik. Ada
beberapa yang justeru makin dekat dengannya secara pribadi setelah bukan lagi berkuasa. Satu di
antaranya adalah Saadillah Mursyid, mantan Menteri Sekretaris Negara. Saadillah menyatakan:
“Mudah-mudahan saya terhindar dari orang-orang yang semasa Pak Harto memegang jabatan
Presiden, selalu mendekat-dekat, menjilat dan mencari muka. Pada waktu Pak Harto tidak lagi
menjadi Presiden orang-orang itu pula yang bersuara lantang menghujat, mencaci, melempar
segala kesalahan kepada Pak Harto. Kelompok orang-orang seperti itu memperoleh kutukan
Allah dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk, jahanam (Al Qur‘an, Surah Ar Ra’ad ayat
25).” ► ti/crs, dari beragai sumber.

*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)

Bersambung:
= Kejuangan Pemimpin Pejuang [Bngs Tnp Pahlawan] (2)
= Konspirasi Asing dan Krisis Moneter (3)
= Golkar, ABRI dan ICMI (4)
= Jakarta-Jakarta, oh Indonesia (5)
= Tanggung Jawab Sang Pemimpin (6)
= Anak Petani Miskin dari Kemusuk (7)
= Prajurit Pejuang (8)
= Penumpasan G-30-S/PKI (9)
= NKRI dan Propinsi Timor Timur (10)
= Repelita dan Trilogi Pembangunan (11)
= Swasembada Pangan (12)
= Mercusuar Industri dan Teknologi (13)
= Seminar AD, CSIS dan Cides (14)
= Yayasan dan Kepedulian Sosial (15)
= Indonesia Masa Depan (16)

Didahului oleh: Kepala Staf TNI Angkatan Darat Digantikan oleh:


Ahmad Yani 1965-1967 Maraden Panggabean

Didahului oleh: Presiden Republik Indonesia Digantikan oleh:


Soekarno 1967 - 1998 BJ Habibie
Kerusuhan Mei 1998
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
Kerusuhan Mei 1998 adalah kerusuhan yang terjadi di Indonesia pada 13 Mei - 15
Mei 1998, khususnya di ibu kota Jakarta namun juga terjadi di beberapa daerah lain.
Kerusuhan ini diawali oleh krisis finansial Asia dan dipicu oleh tragedi Trisakti.
Pada kerusuhan ini banyak toko-toko dan perusahaan-perusahaan dihancurkan
oleh amuk massa — terutama perusahaan-perusahaan yang dianggap ada
hubungannya dengan keluarga Soeharto dan konco-konconya — dirusak secara
membabi-buta oleh massa yang mengamuk. Selain itu banyak warga Indonesia
keturunan Tionghoa juga menjadi sasaran amuk massa, terutama di Jakarta dan
Surakarta. Sampai saat ini belum begitu jelas siapa yang menunggangi mereka.
Amuk massa ini membuat para pemilik toko di kedua kota tersebut ketakutan dan
menulisi muka toko mereka dengan tulisan "Milik pribumi" atau "Pro-reformasi". Hal
yang memalukan ini mengingatkan seseorang kepada peristiwa Kristallnacht di
Jerman pada tanggal 9 November 1938 yang menjadi titik awal penganiayaan
terhadap orang-orang Yahudi dan berpuncak pada pembunuhan massal atas
mereka di hampir seluruh benua Eropa oleh pemerintahan Jerman Nazi.
Sebab dan alasan kerusuhan ini masih banyak diliputi ketidakjelasan dan
kontroversi sampai hari ini. Namun demikian umumnya orang setuju bahwa
peristiwa ini merupakan sebuah lembaran hitam sejarah Indonesia, sementara
beberapa pihak, terutama pihak Tionghoa, berpendapat ini merupakan tindakan
pembasmian orang-orang tersebut.

[sunting] Pengusutan dan penyelidikan


Tidak lama setelah kejadian berakhir dibentuklah Tim Gabungan Pencari Fakta
(TGPF) untuk menyelidiki masalah ini. TGPF ini mengeluarkan sebuah laporan yang
dikenal dengan "Laporan TGPF" [1].
Pada 2004 Komnas HAM mempertanyakan kasus ini kepada Kejaksaan Agung
namun sampai 1 Maret 2004 belum menerima tanggapan dari Kejaksaan Agung [2].

[sunting] Lihat pula


Tim Gabungan Pencari Fakta
Ita Martadinata Haryono
[sunting] Pranala luar
(id) Sejarah Reformasi - Semanggi Peduli
(id) "Komnas HAM Pertanyakan Kasus Mei 1998", Tempo Interaktif

Baharuddin Jusuf Habibie


Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
(Dialihkan dari BJ Habibie)

Baharuddin Jusuf Habibie

Presiden Indonesia ke-3

Masa jabatan
21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999

Wakil Presiden Tidak ada

Pendahulu Soeharto

Pengganti Abdurrahman Wahid

Tanggal lahir 25 Juni 1936 (umur 71)


Pare-Pare, Sulawesi Selatan

Partai politik Golkar

Agama Muslim

Baharuddin Jusuf Habibie adalah Presiden Republik Indonesia yang ketiga. Ia


menggantikan Soeharto yang mengundurkan diri dari jabatan presiden pada tanggal
21 Mei 1998. Jabatannya digantikan oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang
terpilih pada 20 Oktober 1999 oleh suara MPR dari hasil Pemilu 1999. Dengan 373
suara MPR, Gus Dur mengalahkan calon presiden Megawati Soekarnoputri yang
memperoleh 313 suara.
Dia dilahirkan di Pare-Pare, Sulawesi Selatan dan belajar teknik mesin di Institut
Teknologi Bandung tahun 1954. Pada 1955-1965 dia melanjutkan studi teknik
penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat terbang, di RWTH Aachen, Jerman
Barat, menerima gelar diplom ingineur pada 1960 dan gelar doktor ingineur pada
1965 dengan predikat summa cum laude. Dia kemudian bekerja di Messerschmitt-
Bölkow-Blohm di Hamburg, hingga mencapai puncak karir sebagai wakil presiden
bidang teknologi. Pada 1973 kembali ke Indonesia atas permintaan mantan
presiden Suharto.

Daftar isi
[sembunyikan]

1 Karir di Indonesia

2 Publikasi

3 Publikasi tentang B.J. Habibie

4 Lihat pula

[sunting] Karir di Indonesia


Sebelum menjabat Presiden, B.J. Habibie adalah Wakil Presiden (Maret 1998 - 21
Mei 1998) dalam Kabinet Pembangunan VII di bawah Presiden Soeharto dan
Menteri Negara Riset dan Teknologi sejak tahun 1978 sampai Maret 1998. Pada
masa jabatannya sebagai menteri ia pun diangkat menjadi ketua umum ICMI (Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia).

[sunting] Publikasi
Proceedings of the International Symposium on
Aeronautical Science and Technology of Indonesia /
B. J. Habibie; B. Laschka [Editors]. Indonesian
Aeronautical and Astronautical Institute; Deutsche
Gesellschaft für Luft- und Raumfahrt 1986
Eine Berechnungsmethode zum Voraussagen des
Fortschritts von Rissen unter beliebigen Belastungen
und Vergleiche mit entsprechenden
Versuchsergebnissen, Presentasi pada Simposium
DGLR di Baden-Baden,11-13 Oktober 1971
Beitrag zur Temperaturbeanspruchung der
orthotropen Kragscheibe, Disertasi di RWTH Aachen,
1965
Sophisticated technologies : taking root in developing
countries, International journal of technology
management : IJTM. - Geneva-Aeroport : Inderscience
Enterprises Ltd, 1990
Einführung in die finite Elementen Methode,Teil 1,
Hamburger Flugzeugbau GmbH, 1968
Entwicklung eines Verfahrens zur Bestimmung des
Rißfortschritts in Schalenstrukturen, Hamburger
Flugzeugbau GmbH, Messerschmitt-Bölkow-Blohm
GmbH, 1970
Entwicklung eines Berechnungsverfahrens zur
Bestimmung der Rißfortschrittsgeschwindigkeit an
Schalenstrukturen aus A1-Legierungen und Titanium,
Hamburger Flugzeugbau GmbH, Messerschmitt-
Bölkow-Blohm GmbH, 1969
Detik-detik Yang Menentukan - Jalan Panjang
Indonesia Menuju Demokrasi, 2006 (memoir
mengenai peristiwa tahun 1998)
...selengkapnya
[sunting] Publikasi tentang B.J. Habibie
Hosen, Nadirsyah, Indonesian political laws in Habibie
Era : Between political struggle and law reform,
,Nordic journal of international law, ISSN 0029-151X,
Bd. 72 (2003), 4, hal. 483-518
Rice, Robert Charles, Indonesian approaches to
technology policy during the Soeharto era : Habibie,
Sumitro and others, Indonesian economic
development (1990), hal. 53-66
...selengkapnya
[sunting
g] Lihat pula

Wikiquo
ote memilik
ki koleksi ku
utipan yang
g berkaitan
n dengan:
Baharuuddin Jusuuf Habibie

Daftar Prresiden Ind


donesia
Daftar Wakil Presiden Indonessia

Didahului oleh: Menterri Negara Rise


et dan Teknologi Digantikan oleh
h:
??? 1998
8 Ra
ahardi Ramela an

Didahului oleh: Pre


esiden Repubblik Indonesia
a Digantikan oleh
h:
S
Soeharto 1998 - 1999
1 Abdu
urrahman Wa ahid

Didahului oleh: Wakil Presiden Reppublik Indone


esia Digantikan oleh
h:
Try
y Sutrisno 1998 - 1998
1 Megaw
wati Sukarno oputri

Abdurrahm
man Wahid
W
Dari Wikkipedia Indo
onesia, ensikklopedia bebas berbahasa Indonesia.

Ab
bdurrahma
an Wahid
(Gus Dur)
D
Presiden Indonesia ke-4

Masa jabatan
20 Oktober 1999 – 23 Juli 2001

Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri

Pendahulu B.J. Habibie

Pengganti Megawati Soekarnoputri

Tanggal lahir 4 Agustus 1940 (umur 67)

Partai politik PKB

Pasangan Sinta Nuriah Wahid

Agama Muslim

Abdurrahman Wahid (akrab dipanggil Gus Dur) adalah Presiden Republik


Indonesia yang keempat. Ia menggantikan Presiden B. J. Habibie setelah dipilih
oleh MPR hasil Pemilu 1999. Masa kepresidenan yang dimulai pada 20 Oktober
1999 berakhir pada Sidang Istimewa MPR pada tahun 2001. Tepat 23 Juli 2001,
kepemimpinannya digantikan oleh Megawati Soekarnoputri.
Abdurrahman Wahid menyelenggarakan pemerintahan dengan dibantu oleh Kabinet
Persatuan Nasional.

Daftar isi
[sembunyikan]

1 Latar belakang keluarga

2 Gus Dur dan Tionghoa

3 Pendidikan
4 Penghargaan

5 Lihat pula

6 Pranala luar

[sunting] Latar belakang keluarga


Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara. Dia dilahirkan di Denanyar,
Jombang, Jawa Timur.
Walaupun Gus Dur selalu merayakan hari ulang tahunnya pada tanggal 4 Agustus,
sebenarnya hari lahir Gus Dur bukanlah tanggal itu. Sebagaimana juga dengan
banyak aspek dalam hidupnya dan pribadinya, banyak hal tidaklah seperti apa yang
terlihat. Memang Gus Dur dilahirkan pada hari keempat bulan kedelapan. Namun
perlu diketahui bahwa tanggal itu menurut penanggalan Islam, yaitu bahwa ia
dilahirkan pada bulan Sya'ban, bulan kedelapan dalam penanggalan itu.
Sebenarnya tanggal 4 Sya'ban 1940 adalah tanggal 7 September.
Ayahnya, K.H. Wahid Hasyim, mantan menteri Agama tahun 1949. Kakek dari
ayahnya adalah K.H. Hasyim Asy'ari, pendiri jami'yah Nahdlatul Ulama (NU),
sebuah organisasi massa Islam terbesar di Indonesia. Ibunya, Ny. Hj. Sholehah,
adalah putri pendiri Pondok Pesantren Denanyar Jombang. Kakek dari ibunya
adalah K.H. Bisri Syamsuri juga merupakan tokoh NU.

[sunting] Gus Dur dan Tionghoa


Gus Dur secara terbuka pernah menyatakan bahwa ia masih keturunan dari Tan
Kim Han, seorang Tionghoa muslim yang membantu Raden Patah untuk merebut
kekuasaan dari Kerajaan Majapahit dan mendirikan Kerajaan Demak. Tan Kim Han
sendiri kemudian berdasarkan penelitian seorang peneliti Perancis, Louis-Charles
Damais diidentifikasikan sebagai Syekh Abdul Qodir Al-Shini yang diketemukan
makamnya di Trowulan.

[sunting] Pendidikan
SD di Jombang lalu pindah ke Jakarta
SMEP (Sekolah Menengah Ekonomi Pertama)
Gowongan Yogyakarta
Sambil belajar di SMEP, Gus Dur juga mondok di
pondok pesantren Krapyak Yogyakarta
Setamat SMEP, Gu us Dur pind
dah mondo
ok di pesantren
Tegalrejo
o Magelang
g Jawa Tenngah
Setelah 2 tahun di Tegalrejo,
T Gus Dur piindah ke
Pesantren Tambak Beras Jom mbang
Pada usiaa 22 tahun
n, Gus Dur berangkat haji dan
melanjutkkan pendid
dikan di Universitas Al-Azhar
A Me
esir.
Tahun 19 966 Gus Duur pindah ke
k Universiitas Bagdaad
Irak, massuk di Depa
artment of Religion, sampai
s tahu
un
1970
[sunting
g] Pengh
hargaan
Pada 11 1 Agustus 2006,
2 Gadis Arivia da
an Gus Dur mendapa atkan Tasrif Award-AJJI
sebagaii Pejuang Kebebasan
K n Pers 20066. Penghargaan ini diberikan oleh Aliansi
Jurnaliss Independe
en (AJI). Gus
G Dur dan Gadis din nilai memiliki semang
gat, visi, da
an
komitme en dalam memperjua
m angkan kebbebasan beerekpresi, persamaan
p n hak,
semang gat keberag
gaman, dan n demokra
asi di Indonesia.
Gus Dur dan Gadiis dipilih ole
eh dewan juri
j yang te erdiri dari budayawan
b n Butet
Kertarad
djasa, pem
mimpin reda aksi The Ja
akarta Postt Endy Bayyuni, dan Ketua
K Komisi
Nasionaal Perempu
uan Chandra Kirana. Mereka be erhasil men nyisihkan 23
2 kandidatt
lain.

Dida
ahului oleh: Preside
en Republik Indonesia
I Digantikkan oleh:
B. J.
J Habibie 1998 - 1999
9 Megawati Sooekarnoputri

[sunting
g] Lihat pula
Daftar Prresiden Ind
donesia
[sunting
g] Prana
ala luar

Wikiquo
ote memilik
ki koleksi ku
utipan yang
g berkaitan
n dengan:
Abdurra
rahman Wa ahid
(id) Abd
durrahman
n Wahid di TokohIndo
onesia.com
m
(id) Gus Dur dan Gadis Arivvia Raih Ta
asrif Award-AJI
2006

Pre
esiden Repub
blik Indonesia
a

Soekarno | Soeharto | B. J. Habibie | Abdurrahman


A Wa
ahid | Megawati Soekarnoputri
S | Susilo
S Bambang
g
Yudhoyo
ono

Kategorri: Presiden
n Indonesia
a | Politikuss Indonesia
a | Tokoh Nahdlatul
N U
Ulama |
Kelahira
an 1940 | Orang
O hidup

Berkkas:Megawa
ati.jpg
g
Dari Wikkipedia Indo
onesia, ensikklopedia bebas berbahasa Indonesia.

Tak terssedia resolu


usi yang leb
bih tinggi.
Megawa ati.jpg (145
5 × 212 piksel, ukuran n berkas: 6 KB, tipe MIME:
M imag
ge/jpeg)

Riwayat berrkas
Klik pada tanggal/waktu untuk melihat berkas ini pada saat tersebut.
Tanggal/Waktu Pengguna Dimensi Besar berkas Komentar
(saat 03:54, 3 Indon 145×212 6 KB {{Information |Description=Megawati
ini) November 2006 Sukarnoputri, the 8th vice president of
Indonesia. |Source=Secretary of Vice
President of Republic of Indonesia.
[http://www.setwapres.go.id/profil-
megawati.htm] |Date= |Author=Govt. of
Indon

Pranala
Halaman-halaman berikut memiliki pranala ke berkas ini:

Daftar Wakil Presiden Indonesia


Hamengkubuwono IX
Adam Malik
Soekarno
Soeharto
Megawati Soekarnoputri
Abdurrahman Wahid
Baharuddin Jusuf Habibie
Hamzah Haz
Try Sutrisno
Susilo Bambang Yudhoyono
Muhammad Jusuf Kalla
Mohammad Hatta
Soedharmono
Templat:HariIniDalamSejarah/23 Januari
Umar Wirahadikusumah
Templat:Presiden Indonesia
Templat:Wakil Presiden Indonesia
Wikipedia:Hari ini dalam sejarah/Januari

Megawati Soekarnoputri
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
Megawati Soekarnoputri

Presiden Indonesia ke-5

Masa jabatan
23 Juli 2001 – 20 Oktober 2004

Wakil Presiden Hamzah Haz

Pendahulu Abdurrahman Wahid

Pengganti Susilo Bambang Yudhoyono

Tanggal lahir 23 Januari 1947 (umur 60)


Yogyakarta, Indonesia

Partai politik PDI-Perjuangan

Pasangan Taufiq Kiemas

Agama Muslim

Diah Permata Megawati Setiawati Soekarnoputri (lahir di Yogyakarta pada 23


Januari 1947) adalah Presiden Indonesia dari 23 Juli 2001 - 20 Oktober 2004. Ia
merupakan presiden wanita pertama dan presiden kelima di Indonesia. Namanya
cukup dikenal dengan Megawati Soekarnoputri. Pada 20 September 2004, ia
kalah dalam tahap kedua pemilu presiden 2004. Ia menjadi presiden setelah MPR
mengadakan Sidang Istimewa pada tahun 2001. Sidang Istimewa MPR diadakan
dalam menanggapi langkah Presiden Abdurrahman Wahid yang membekukan
lembaga MPR/DPR dan Partai Golkar. Ia dilantik pada 23 Juli 2001. Sebelumnya
dari tahun 1999-2001, ia adalah Wakil Presiden. Megawati adalah presiden pertama
dalam sejarah Indonesia yang turun takhta secara terhormat.
Daftar isi
[sembunyikan]

1 Kehidupan awal

2 Karir Politik

3 Perjalanan karir

4 Perjalanan pendidikan

5 Lihat pula

6 Pranala luar

[sunting] Kehidupan awal


Dilahirkan di Yogyakarta pada 23 Januari 1947, Megawati adalah anak kedua
Presiden Soekarno yang telah memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17
Agustus 1945. Ibunya Fatmawati kelahiran Bengkulu dimana Sukarno dahulu
diasingkan pada masa penjajahan belanda. Megawati dibesarkan dalam suasana
kemewahan di Istana Merdeka.
Megawati pernah menuntut ilmu di Universitas Padjadjaran di Bandung (tidak
sampai lulus) dalam bidang pertanian, selain juga pernah mengenyam pendidikan di
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (tetapi tidak sampai lulus).
Karir politik Mega yang penuh liku seakan sejalan dengan garis kehidupan rumah
tangganya yang pernah mengalami kegagalan. Suami pertamanya, seorang pilot
AURI, tewas dalam kecelakaan pesawat di laut sekitar Biak, Irian Jaya. Waktu itu
usia Mega masih awal dua puluhan dengan dua anak yang masih kecil. Namun, ia
menjalin kasih kembali dengan seorang pria asal Mesir yang tampan, tetapi
pernikahannya tak berlangsung lama. Kebahagiaan dan kedamaian hidup rumah
tangganya baru dirasakan setelah ia menikah dengan Moh. Taufiq Kiemas,
rekannya sesama aktivis di GMNI dulu, yang juga menjadi salah seorang penggerak
PDIP.

[sunting] Karir Politik


Jejak politik sang ayah berpengaruh kuat pada Megawati. Karena sejak mahasiswa,
saat kuliah di Fakultas Pertanian Universitas Pajajaran, ia pun aktif di GMNI
(Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia).
1986
Pergantian tampuk pimpinan

pemerintahan Indonesia.

Tahun 1986 ia mulai masuk ke dunia politik, sebagai wakil ketua PDI Cabang
Jakarta Pusat.Karir politiknya terbilang melesat. Mega hanya butuh waktu satu
tahun menjadi anggota DPR RI.
1993
Dalam Kongres Luar Biasa PDI yang diselenggarakan di Surabaya 1993, Megawati
terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum PDI.
1996
Namun, pemerintah tidak puas dengan terpilihnya Mega sebagai Ketua Umum PDI.
Mega pun didongkel dalam Kongres PDI di Medan pada tahun 1996, yang memilih
Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI.
Mega tidak menerima pendongkelan dirinya dan tidak mengakui Kongres Medan. Ia
masih merasa sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Kantor dan perlengkapannya
pun dikuasai oleh pihak Mega. Pihak Mega tidak mau surut satu langkah pun.
Mereka tetap berusaha mempertahankan kantor DPP PDI. Namun, Soerjadi yang
didukung pemerintah memberi ancaman akan merebut secara paksa kantor DPP
PDI yang terletak di Jalan Diponegoro.
Ancaman Soerjadi kemudian menjadi kenyataan. Tanggal 27 Juli 1996 kelompok
Soerjadi benar-benar merebut kantor DPP PDI dari pendukung Mega. Aksi
penyerangan yang menyebabkan puluhan pendukung Mega meninggal itu,
berbuntut pada kerusuhan massal di Jakarta yang dikenal dengan nama Peristiwa
27 Juli. Kerusuhan itu pula yang membuat Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik
(PRD) Budiman Sudjatmiko mendekam di penjara.
Peristiwa penyerangan kantor DPP PDI tidak menyurutkan langkah Mega. Malah, ia
makin mantap mengibarkan perlawanan. Ia memilih jalur hukum, walaupun
kemudian kandas di pengadilan. Mega tetap tidak berhenti. Tak pelak, PDI pun
terbalah dua: PDI di bawah Soerjadi dan PDI pimpinan Mega. Pemerintah mengakui
Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Namun, massa PDI lebih berpihak
pada Mega.
1997
Keberpihakan massa PDI kepada Mega makin terlihat pada pemilu 1997. Perolehan
suara PDI di bawah Soerjadi merosot tajam. Sebagian massa Mega berpihak ke
Partai Persatuan Pembangunan, yang kemudian melahirkan istilah "Mega Bintang".
Mega sendiri memilih golput saat itu.
1999
Pemilu 1999, PDI Mega yang berubah nama menjadi PDI Perjuangan berhasil
memenangkan pemilu. Meski bukan menang telak, tetapi ia berhasil meraih lebih
dari tiga puluh persen suara. Massa pendukungnya, memaksa supaya Mega
menjadi presiden. Mereka mengancam, kalau Mega tidak jadi presiden akan terjadi
revolusi.
Namun alur yang berkembang dalam Sidang Umum 1999 mengatakan lain: memilih
KH Abdurrahman Wahid sebagai Presiden. Ia kalah tipis dalam voting pemilihan
Presiden: 373 banding 313 suara.
2001
Namun, waktu juga yang berpihak kepada Megawati Sukarnoputri. Ia tidak harus
menunggu lima tahun untuk menggantikan posisi Presiden Abdurrahman Wahid,
setelah Sidang Umum 1999 menggagalkannya menjadi Presiden. Sidang Istimewa
MPR, Senin (23/7/2001), telah menaikkan statusnya menjadi Presiden, setelah
Presiden Abdurrahman Wahid dicabut mandatnya oleh MPR RI.
2004
Masa peemerintaha an Megawa ati ditandaii dengan se
emakin meenguatnya konsolidassi
demokraasi di Indonesia, dalaam masa pemerintaha annyalah, pemilihan
p u
umum
presiden
n secara laangsung dilaksanakan n dan secaara umum dianggap
d m
merupakann
salah sa
atu keberha asilan prosses demokratisasi di Indonesia.
I Ia mengalami kekala
ahan
(40% - 60%)
6 dalam
m pemilihan umum prresiden 2004 tersebu ut dan harus
menyeraahkan tong ggak kepre esidenan ke epada Sussilo Bamban ng Yudhoyyono mantaan
Menteri Koordinato or pada ma asa pemerrintahannya a.
[suntin
ng] Perja
alanan karir
1. Anggo
ota Gerakan Mahasiswa Nasion
nal Indonsia
a (Bandung
g), (1965)
2. Anggo
ota DPR-RI, (1993)
3. Anggo
ota Fraksi DPI
D Komisii IV
4. Ketua DPC PDI Jakarta Pu
usat, Anggo
ota FPDI DPR-RI,
D (19
987-1997)
5. Ketua Umum PD
DI versi
6. Munaas Kemangg (1993-sekkarang) PD
DI yang dipimpinnya berganti
b na
ama menjadi
PDI Perjuangan
P n pada 19999-sekarangg
7. Wakill Presiden RI, (Oktober 1999-23
3 Juli 2001)
8. Presiden RI ke-5, (23 Juli 2001-2004
4)
[suntiing] Perjalanan pendid
dikan
1. SD Perguruan Cikini
C Jakarta, (1954--1959)
2. SLTP
P Perguruan Cikini Ja
akarta, (196
60-1962)
3. SLTA
A Perguruan Cikini Ja
akarta, (196
63-1965)
4. Fakulltas Pertan
nian UNPAD Bandung
g (1965-19
967), (tidak selesai)
5. Fakulltas Psikolo
ogi Universsitas Indonesia (1970
0-1972), (tid
dak selesai)
[suntiing] Liha
at pula
Dafta
ar Presiden Indonesia
a
Dafta
ar Wakil Pre
esiden Indo
onesia
Presiden Wanita
a
[suntiing] Pran
nala lua
ar
Wikiquote memiliki koleksi kutipan yang berkaitan dengan:
Megawati

(id) Profil di situs web Kepustakaan Presiden Perpustakaan Nasional Republik


Indonesia
(id) Megawati Soekarnoputri di Tokoh Indonesia
(en) Artikel majalah Forbes: The World's Top Ten Most Powerful Women 2004
(en) Artikel majalah TIME: The Princess Who Settled for the Presidency

Presiden Digantikan
Didahului
Republik oleh:
oleh:
Indonesia Susilo
Abdurrahman
2001 - Bambang
Wahid
2004 Yudhoyono

Wakil
Presiden Digantikan
Didahului
Republik oleh:
oleh:
Indonesia Hamzah
BJ Habibie
1999 - Haz
2001

Susilo Bambang Yudhoyono


Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.

Susilo Bambang Yudhoyono


Presiden Republik Indonesia ke-6

Masa jabatan
20 Oktober 2004 – Sekarang

Wakil Presiden Jusuf Kalla (dari Golkar)

Pendahulu Megawati Soekarnoputri

Pengganti Sedang Menjabat

Tanggal lahir 9 September 1949 (umur 58)


Pacitan, Jawa Timur, Indonesia

Partai politik Partai Demokrat

Pasangan Kristiani Herawati

Jenderal (TNI) Susilo Bambang Yudhoyono (lahir 9 September 1949 di Pacitan,


Jawa Timur, Indonesia) adalah mantan pensiunan jenderal militer Indonesia dan
Presiden Indonesia ke-6 yang terpilih dalam pemilihan umum secara langsung oleh
rakyat pertama kali. Yudhoyono menang dalam pemilu presiden September 2004
melalui dua tahapan pemilu presiden Indonesia atas kandidat Presiden Megawati
Sukarnoputri. Ia mulai menjabat pada 20 Oktober 2004 bersama Jusuf Kalla
sebagai Wakil Presiden.
Yudhoyono yang dipanggil Sus oleh orang tuanya dan populer dengan panggilan
SBY lahir di Pacitan, Jawa Timur pada 9 September 1949). Melalui amandemen
UUD 1945 yang memungkinkan presiden dipilih secara langsung oleh rakyat, ia
kemudian terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia pertama pilihan rakyat. Ia
menjadi presiden Indonesia keenam setelah dilantik pada 20 Oktober 2004 bersama
Wakil Presiden Jusuf Kalla. Karier militernya terhenti ketika ia diangkat Presiden
Abdurrahman Wahid sebagai Menteri Pertambangan dan Energi pada tahun 1999
dan tampil sebagai salah seorang pendiri Partai Demokrat. Pangkat terakhir Susilo
Bambang Yudhoyono adalah Jenderal TNI sebelum pensiun pada 25 September
2000.
Keunggulan suaranya dari Presiden sebelumnya, Megawati Soekarnoputri pada
pemilu 2004 membuatnya terpilih sebagai kepala negara Indonesia. Dalam
kehidupan pribadinya, Ia menikah dengan Kristiani Herawati yang merupakan anak
perempuan ketiga Jenderal (Purn) Sarwo Edhi Wibowo (alm), komandan RPKAD
(kini Kopassus) yang turut membantu menumpas Partai Komunis Indonesia (PKI)
pada tahun 1965.
Daftar isi
[sembunyikan
n]

1 Latar Be
elakang dan Keluarga

1.1 Pendidikan
P

2 Karier Militer
M

3 Karier Politik

4 Ringkasan Karir

5 Penugassan

6 Pengharrgaan

7 Masa Ke
epresidenan

8 Layanan
n SMS Preside
en

9 Lihat pula

10 Pranala
a luar

[sunting
g] Latar Belaka
ang dan
n Keluarga

Keluarga
a Yudhoyon
no

Ia lahir di
d Pacitan, Jawa Timur pada 9 September
S r 1949 darii anak pasa
angan Rad den
Soekotjo o dan Siti Habibah.
H S
Seperti ayahnya, ia pu un berkecim
mpung di dunia
d
kemiliteran. Selainn tinggal di kediaman keluarga di d Bogor (Jawa Barat), SBY juga a
tinggal di
d Istana Merdeka,
M Ja
akarta. Sussilo Bamba ang Yudhoyyono menikkah dengan n
Kristiani Herawati yang adala ah anak peerempuan ketiga
k Jend deral (Purn
nawirawan))
Sarwo Edhi
E Wibow wo (alm). Komandan
K militer Jenderal Sarwwo Edhi Wibowo turutt
membantu menum mpas PKI (P Partai Kom
munis Indon nesia) padaa tahun 1965. Dari
pernikah han merek ka lahir dua
a anak lelakki, yaitu Ag
gus Harimuurti Yudhoyyono (lahir
1979) dan Edhie Baskoro
B Yu
udhoyono (lahir
( 1982).
Agus addalah lulusaan SMA Ta aruna Nusa antara tahu un 1997 da
an Akadem mi Militer
Indonessia tahun 2000. Seperti ayahnya a, ia juga mendapatka
m an penghargaan Adhi
Mekayaasa dan seo orang prajuurit dengann pangkat Letnan
L Sattu TNI Angkatan Dara at
yang be
ertugas di sebuah
s battalion infantri di Bandung, Jawa Barat. Agu us menikah hi
Anissa Larasati
L Poohan, seorang aktris yang juga anak dari mantan
m waakil preside
en
Bank Indonesia. Sejak
S pertengahan 20 005, Agus menjalani
m p
pendidikan untuk gela
ar
master-nya di Stra
ategic Studdies at Instiitute of Deffense and Strategic
S S
Studies,
Singapuura. Anak yang
y bungssu, Edhie Baskoro
B lulus dengan
n gelar ganda dalam
Financia
al Commerrce dan Ele ectrical Com mmerce ta ahun 2005 dari
d Curtin Universityy of
Technollogy di Perrth, Australia Barat.
[sunting
g] Pendid
dikan

Presiden
n Susilo Bam
mbang Yudhoyono

Akad
demi Angka
atan Berse
enjata RI (A
Akabri) tahu
un 1973
Ame
erican Lang
guage Course, Lackla
and, Texas AS, 1976
Airbo
one and Ra
anger Course, Fort Benning
B , AS, 1976
Infan
ntry Officerr Advanced
d Course, Fort
F Bennin
ng, AS, 198
82-1983
On the job train
ning di 82-n
nd Airbone
e Division, Fort
F Bragg, AS, 1983
3
Jung
gle Warfare
e School, Panama,
P 19
983
Kurssus Senjata
a Antitank di
d Belgia da
an Jerman
n, 1984
Kurssus Komando Batalyo
on, 1985
Seko
olah Komando Angka
atan Darat, 1988-1989
9
Com
mmand and General Staff
S Colleg
ge, Fort Lea
avenwort, Kansas,
K AS
S
Mastter of Art (M
MA) dari Managemen
M nt Webster Universityy, Missouri, AS
Dokttor dalam bidang
b Eko
onomi Perta
anian dari Institut Perrtanian Bog
gor (IPB),
tahun 2004.
[sunting] Karier Militer
Tahun 1973, ia lulus dari Akademi Militer Indonesia (Akabri: Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia dengan penghargaan Adhi Makayasa sebagai murid lulusan
terbaik dan Tri Sakti Wiratama yang merupakan prestasi tertinggi gabungan mental,
fisik, dan intelek. Periode 1974-1976, ia memulai karier di Dan Tonpan Yonif Linud
330 Kostrad. Pada tahun 1976, ia belajar di Airborne School dan US Army Rangers,
American Language Course (Lackland-Texas), Airbone and Ranger Course (Fort
Benning) Amerika Serikat.
Kariernya berlanjut pada periode 1976-1977 di Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad, Dan
Tn Mo 81 Yonif Linud 330 Kostrad (1977), Pasi-2/Ops Mabrigif Linud 17 Kujang I
Kostrad (1977-1978, Dan Kipan Yonif Linud 330 Kostrad (1979-1981, Paban Muda
Sops SUAD (1981-1982. Periode 1982-1984, ia belajar di Infantry Officer Advanced
Course (Fort Benning) Amerika Serikat.
Tahun 1983, ia belajar pada On the job training in 82-nd Airbone Division (Fort
Bragg) Amerika Serikat, Jungle Warfare School (Panama, Kursus Senjata Antitank
di Belgia dan Jerman pada tahun 1984, Kursus Komando Batalyon (1985) dan
meniti karier di Komandan Sekolah Pelatih Infanteri (1983-1985), Dan Yonif 744
Dam IX/Udayana (1986-1988), dan Paban Madyalat Sops Dam IX/Udayana (1988).
Periode 1998-1989, ia Sekolah Komando Angkatan Darat dan belajar di US
Command and General Staff College pada tahun 1991. Periode (1989-1993), ia
bekerja sebagai Dosen Seskoad Korspri Pangab, Dan Brigif Linud 17 Kujang 1
Kostrad (1993-1994, Asops Kodam Jaya (1994-1995) dan Danrem 072/Pamungkas
Kodam IV/Diponegoro (1995) serta Chief Military Observer United Nation Peace
Forces (UNPF) di Bosnia-Herzegovina (1995-1996). Pada tahun 1997, ia diangkat
sebagai Kepala Angkatan Bersenjata dan Staf Urusan Sosial dan Politik. Ia pensiun
dari kemiliteran pada 1 April 2001 oleh karena pengangkatannya sebagai menteri.
Lulusan Command and General Staff College (Fort Leavenwort) Kansas Amerika
Serikat dan Master of Art (MA) dari Management Webster University Missouri ini
juga meniti karier di Kasdam Jaya (1996), dan Pangdam II/Sriwijaya sekaligus Ketua
Bakorstanasda. Karier militernya terhenti sebagai Kepala Staf Teritorial (Kaster
ABRI) dengan pangkat Letnan Jenderal.

[sunting] Karier Politik


Tampil sebagai juru bicara Fraksi ABRI menjelang Sidang Umum MPR 1998 yang
dilaksanakan pada 9 Maret 1998 dan Ketua Fraksi ABRI MPR dalam Sidang
Istimewa MPR 1998. Pada 29 Oktober 1999, ia diangkat sebagai Menteri
Pertambangan dan Energi di pemerintahan pimpinan Presiden Abdurrahman Wahid.
Setahun kemudian, tepatnya 26 Oktober 1999, ia dilantik sebagai Menteri
Koordinator Politik, Sosial, dan Keamanan (Menko Polsoskam) sebagai
konsekuensi penyusunan kembali kabinet Abdurrahman Wahid.
Dengan keluarnya Maklumat Presiden pada 28 Mei 2001 pukul 12.00 WIB, Menko
Polsoskam ditugaskan untuk mengambil langkah-langkah khusus mengatasi krisis,
menegakkan ketertiban, keamanan, dan hukum secepat-cepatnya lantaran situasi
politik darurat yang dihadapi pimpinan pemerintahan. Saat itu, Menko Polsoskam
sebagai pemegang mandat menerjemahkan situasi politik darurat tidak sama
dengan keadaan darurat sebagaimana yang ada dalam Undang-undang Nomor 23
tahun 1959.
Belum genap satu tahun menjabat Menko Polsoskam atau lima hari setelah
memegang mandat, ia didesak mundur pada 1 Juni 2001 oleh pemberi mandat
karena ketegangan politik antara Presiden Abdurrahman Wahid dan DPR. Jabatan
pengganti sebagai Menteri Dalam Negeri atau Menteri Perhubungan yang
ditawarkan presiden tidak pernah diterimanya.
Kabinet Gotong Royong pimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri melantiknya
sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) pada 10
Agustus 2001. Merasa tidak dipercaya lagi oleh presiden, jabatan Menko Polkam
ditinggalkannya pada 11 Maret 2004. Berdirinya Partai Demokrat pada 9 September
2002 menguatkan namanya untuk mencapai kerier politik puncak. Ketika Partai
Demokrat dideklarasikan pada 17 Oktober 2002, namanya dicalonkan menjadi
presiden dalam pemilu presiden 2004.
Setelah mengundurkan diri dari jabatan Menko Polkam dan sejalan dengan masa
kampanye pemilu legislatif 2004, ia secara resmi berada dalam koridor Partai
Demokrat. Keberadaannya dalam Partai Demokrat menuai sukses dalam pemilu
legislatif dengan meraih 7,45 persen suara. Pada 10 Mei 2004, tiga partai politik
yaitu Partai Demokrat, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia, dan Partai Bulan
Bintang secara resmi mencalonkannya sebagai presiden dan berpasangan dengan
kandidat wakil presiden Jusuf Kalla.

[sunting] Ringkasan Karir


Dan Tonpan Yonif Linud 330 Kostrad (1974-1976)
Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad (1976-1977)
Dan Tn Mo 81 Yonif Linud 330 Kostrad (1977)
Pasi-2/Ops Mabrigif Linud 17 Kujang I Kostrad (1977-1978)
Dan Kipan Yonif Linud 330 Kostrad (1979-1981)
Paban Muda Sops SUAD (1981-1982)
Komandan Sekolah Pelatih Infanteri (1983-1985)
Dan Yonif 744 Dam IX/Udayana (1986-1988)
Paban Madyalat Sops Dam IX/Udayana (1988)
Dosen Seskoad (1989-1992)
Korspri Pangab (1993)
Dan Brigif Linud 17 Kujang 1 Kostrad (1993-1994)
Asops Kodam Jaya (1994-1995)
Danrem 072/Pamungkas Kodam IV/Diponegoro (1995)
Chief Military Observer United Nation Peace Forces (UNPF) di Bosnia-
Herzegovina (sejak awal November 1995)
Kasdam Jaya (1996-hanya lima bulan)
Pangdam II/Sriwijaya (1996-) sekaligus Ketua Bakorstanasda
Ketua Fraksi ABRI MPR (Sidang Istimewa MPR 1998)
Kepala Staf Teritorial (Kaster ABRI (1998-1999)
Mentamben (sejak 26 Oktober 1999)
Menko Polsoskam (Pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid)
Menko Polkam (Pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri)
mengundurkan diri 11 Maret 2004
[sunting] Penugasan
Susilo Bambang Yudhoyono

Operasi Timor Timur (1979-1980), dan 1986-1988


Jenderal TNI (Purnawirawan) Susilo Bambang Yudhoyono yang pernah ditugaskan
dalam sebuah operasi di Timor-Timur pada periode 1979-1980 dan 1986-1988 ini
meraih gelar doktor (PhD) dalam bidang Ekonomi Pertanian dari Institut Pertanian
Bogor (IPB) pada 3 Oktober 2004. Pada 15 Desember 2005, ia menerima gelar
doktor kehormatan di bidang ilmu politik dari Universitas Thammasat Bangkok
(Thailand). Dalam pidato pemberian gelar, ia menegaskan bahwa politik merupakan
seni untuk perubahan dan transformasi dalam sebuah negara demokrasi yang
damai. Ia tidak yakin sepenuhnya kalau politik itu adalah ilmu.

[sunting] Penghargaan
Tri Sakti Wiratama (Prestasi Tertinggi Gabungan Mental Fisik, dan Intelek), 1973
Adhi Makayasa (lulusan terbaik Akabri 1973)
Satya Lencana Seroja, 1976
Honor Graduate IOAC, USA, 1983
Satya Lencana Dwija Sista, 1985
Lulusan terbaik Seskoad Susreg XXVI, 1989
Dosen Terbaik Seskoad, 1989
Satya Lencana Santi Dharma, 1996
Satya Lencana United Nations Peacekeeping Force (UNPF), 1996
Satya Lencana United Nations Transitional Authority in Eastern Slavonia,
Baranja, and Western Sirmium (UNTAES), 1996
Binta
ang Kartika
a Eka Pakssi Nararya, 1998
Binta
ang Yudha Dharma Nararya,
N 19
998
Wing
g Penerban
ng TNI-AU, 1998
Wing
g Kapal Se
elam TNI-A
AL, 1998
Binta
ang Kartika
a Eka Pakssi Pratama,, 1999
Binta
ang Yudha Dharma Pratama,
P 19
999
Binta
ang Dharm
ma, 1999
Binta
ang Maha Putera Uta
ama, 1999
Toko
oh Berbaha
asa Lisan Terbaik,
T 20
003
Binta
ang Asia (S
Star of Asia
a), 2005, oleh Busine
essWeek
Binta
ang Kehorm
matan Darjjah Keraba
at Laila Uta
ama, 2006, oleh Sulta
an Brunei
Dokttor Honoris
s Causa, 20
006, oleh Universitas
U s Keio
Susilo Bambang
B Yudhoyono
Y o juga perna
ah dicalonkan untuk menjadi pe
enerima
penghargaan Nobel perdama aian 2006 bersama dengan
d Gerakan Acehh Merdeka
a dan
Martti Ahtisaari
A ata
as inisiatif mereka
m untuk perdam
maian di Acceh.

[sunting
g] Masa Kepressidenan
n

Yudhoyo
ono di Gedu
ung MPR/DP
PR (Parlemen) Senaya
an, Jakarta

MPR pe eriode 1999 9-2004 mengamande emen Unda ang-Undang Dasar 19 945 UUD 1945
sehingg ga memung gkinkan pre esiden dan wakil pressiden dipilih
h secara la
angsung oleeh
rakyat. Pemilu
P pre
esiden dua tahap kem mudian dimenanginya dengan 60 0,9 persen
suara pe emilih dan terpilih seb
bagai presiden. Dia kemudian
k d
dicatat seba
agai presid
den
terpilih pertama
p pilihan rakyaat dan tamp
pil sebagai presiden Indonesia
I k
keenam
setelah dilantik pada 20 Okto ober 2004 bersama Wakil
W Presiden Jusuf Kalla. Ia
unggul dari
d pasangan Presid den Megaw wati Soekarrnoputri-Ha asyim Muza adi pada
pemilu 2004.
2
Kolusi, Korupsi,
K da
an Nepotisme (KKN) sebagai prrioritas pennting dalam
m
kepemim mpinannya a selain kassus terorism
me global. Penanggu
ulangan bahaya narko
oba,
perjudia
an, dan perrdagangan manusia juga sebagai beban berat
b yang membutuh
hkan
kerja ke
eras bersam
ma pimpinaan dan rakyyat.
Di masaa jabatanny
ya, Indonessia mengalami sejummlah bencanna alam se
eperti
gelombaang tsunammi, gempa bumi, dll. Semua
S ini merupakann tantangan tambaha
an
bagi Pre
esiden yang masih beergelut denngan upayaa memulihkkan kehidupan ekono
omi
negara dan kesejaahteraan ra
akyat.
Susilo Bambang
B Yudhoyono
Y o juga memmbentuk UK KP3R, sebu uah lembag ga
kepresiddenan yang g diketuai oleh
o Marsilam Siman ndjuntak paada 26 Okto ober 2006..
Lembag ga ini pada awal pembentukann nya mendap pat tentanggan dari Pa
artai Golkar
seiring dengan
d isu
u tidak dilibatkannya Wakil
W Presiden Jusuff Kalla dalaam
pemben ntukannya serta isu dibentuknya a UKP3R untuk
u memangkas kew wenangan
Wakil Presiden, teetapi akhirnnya diterimaa setelah SBY
S sendirri menjelaskannya daalam
sebuah keterangan pers.[1]

[sunting
g] Layan
nan SM
MS Pressiden
Sekitar bulan Juni 2005, Presiden SBY Y memulai layanan
l peesan singkaat (SMS) ke
nomor telepon selulernya di 081110994 49 namun esok harinnya terjadi gangguan
g
teknis karena banyyaknya SM MS yang ma asuk dan sekarang
s d
diganti cukuup dengan
SMS ke e 9949 sete
elah itu SM
MS akan dip pilah dan disampaikan
n ke presid
den. Nomor
9949 addalah tangg
gal lahir be
eliau (9 Sep
ptember 19949).
Tanggal 28 Juni 2005, Presid
den SBY mengirimka
m an SMS kep pada masyyarakat
dengan nama pen ngirim Presiden RI yang berisi teentang penncegahan narkoba.
n
Kebenaaran SMS inni sudah diikonfirmasiikan dan ju
uru bicara Presiden
P m
menyatakan
n
berbaga
ai SMS akaan menyusul.

[sunting
g] Lihat pula
Daftar Prresiden Ind
donesia
[sunting
g] Prana
ala luar

Wikiquo
ote memilik
ki koleksi ku
utipan yang
g berkaitan
n dengan:
Susilo Bambang
B Yudhoyon no
Wikisou
urce memiliiki naskah atau teks asli
a yang berkaitan de
engan:
Pengarrang:Susiloo Bamban ng Yudhoy yono

(id) Situ
us resmi
(id) Situ
us kampan
nye pemilu SBY-Kalla
a
(id) Sussilo Bamba
ang Yudhoyono di To
okoh Indone
esia

Dida
ahului oleh: Preside
en Republik Indonesia
I Digantikkan oleh:
Megawati Soekarnopu utri 2004- masih menjabat
m

Anda mungkin juga menyukai