Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN

HASIL PEMANTAUAN PELAKASANAAN


STANDAR ISI DAN STANDAR
KOMPETENSI LULUSAN

PUSAT KURIKULUM
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
2007
ABSTRAK
Perubahan kebijakan tentang penyelenggaraan pendidikan dari sentralistik menjadi
desentralistik berimplikasi terhadap peranan satuan pendidikan. Selama puluhan tahun,
satuan pendidikan hanya menjadi pelaksana kurikulum, dengan lahirnya Undang-Undang
Nomor 20 tahun 2003 sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang otonomi daerah dan
ditindaklanjuti melalui PP Nomor 19 tahun 2005 serta diatur pelaksanaanya melalui
Peraturan Mendiknas Nomor 22, 23, dan 24 tahun 2006, maka peran satuan pendidikan
berubah menjadi penyusun kurikulum, yang disebut dengan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Untuk itu, setiap satuan pendidikan diberi kesempatan untuk
mempersiapkan diri sampai tahun 2009/2010.

Agar sasaran kebijakan tersebut dapat dicapai secara efektif, dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional (Permendinas) No. 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan
Permendiknas No. 22 dan No. 23 tahun 2006 tentang standar isi dan standar kompetensi
lulusan disebutkan bahwa salah satu tugas pokok Badan Penelitian dan Pengembangan
(Balitbang) Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), dalam hal ini, Pusat
Kurikulum adalah memonitor secara nasional penerapan Permendiknas No. 22 Tahun
2006 tentang Standar Isi dan Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi
Lulusan, mengevaluasinya, dan mengusulkan rekomendasi kebijakan kepada BSNP dan/atau
Menteri.

Monitoring ini bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi tentang kesiapan daerah
dan satuan pendidikan dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut, khususnya
berkaitan dengan pengembangan dan pelaksanaan KTSP. Memasuki tahun pelajaran
2007, sebagian daerah dan satuan pendidikan sudah mulai menerapkanya, terutama
daerah-daerah yang sudah melaksanakan piloting kurikulum berbasis kompetensi
(KBK). Hal ini memungkinkan karena secara operasional, KTSP menggunakan
pendekatan berbasis kompetensi sehingga bagi guru yang sudah terbiasa dengan KBK,
menerapkan KTSP menjadi lebih mudah.

Berdasarkan hasil monitoring, dapat disimpulkan bahwa daerah dan satuan pendidikan
menerima dan menyambut baik kebijakan tersebut. Perubahan kebijakan ini disikapi
sebagai upaya pembaharuan yang menyeluruh di bidang pendidikan yang mememberikan
peluang kepada setiap satuan pendidikan untuk mengembangkan berbagai keunggulan
sesuai dengan kekhasan masing-masing. Kendala yang umumnya dialami oleh masing-
masing daerah adalah keterbatasan sumber dana untuk membiayai kegiatan penyusunan
KTSP.

Terlepas dari itu, hasil mintoring ini mendorong kita untuk meningkatkan kemampuan
memberikan layanan profesional kepada daerah termasuk advokasi tentang pendanaan.
Selain itu, melihat berbagai persoalan yang ada, Pusat Kurikulum perlu mengembangkan
suatu sistem monitoring sehingga mempermudah dan mempercepat alur informasi
berkaitan dengan persoalan-persoalan yang perlu datangani dengan cepat dan intensif.

Laboran Hasil Monitoring Implementasi SI & SKL Puskur, 2007 i


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 1
C. Ruang Lingkup 2
D. Hasil Yang Diharapkan 2

BAB II METODOLOGI 3

A. Strategi Pelaksanaan Monitoring 3


B. Pengembangan Instrumen 4
C. Teknik Pengumpulan Data 5
D. Teknik Analisis Data 5
E. Responden 5

BAB III Deskripsi Data 7

A. Gambaran Umum 7
B. Keberadaan dan Pengembangan KTSP di Satuan Pendidikan 15
C. Persepsi Komite Sekolah (Orangtua) dalam Pengembangang dan Penerapan 22
KTSP
D. Perbandingan Hasil Tes Pemahaman KTSP antara Pejabat Struktral di Dinas 28
pendidikan dengan Sekolah (Kepala Sekolah dan Guru)
E. Observasi Kegiatan Pembelajaran 33

BAB IV ANALISIS DATA HASIL MONITORING 35

A. Pemahaman terhadap Standar Isi Dan Standar Kompetensi Lulusan 35


B. Kemampuan dan Kesiapan Sumber Daya 36
C. Implementasi atau Penerapan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 38
22, 23, dan 34 Tahun 2006

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 40

A. Kesimpulan 40
B. Rekomendasi 40

KEPUSTAKAAN

Laboran Hasil Monitoring Implementasi SI & SKL Puskur, 2007 ii


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

UU No. 20 Tahun 2003 tentang SPN Pasal 36, ayat 2 mengamanatkan bahwa Kurikulum
pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi
sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Agar keberagaman
potensi dan kebutuhan daerah serta peserta didik dapat direfleksikan dalam kurikulum,
maka pemerintah menegaskan lagi melalui pasal 38, ayat 2: UUSPN No. 20 Tahun 2003,
“bahwa Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan
relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah
di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama
Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan Propinsi untuk pendidikan menengah”.

Menindaklanjuti amanat undang-undang tersebut, Menteri Pendidikan Nasional


menegeluarkan Peraturan Menteri Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI), Nomor
23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL), dan Nomor 24 tahun 2006
tentang pelaksanaan SI dan SKL, semua satuan pendidikan dasar dan menengah paling
lambat pada tahun ajaran 2009/2010 harus sudah menetapkan dan mulai menerapkan
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) di bawah koordinasi dan supervisi dinas
pendidikan atau Kantor Depaliemen Agama. Untuk mendukung keterlaksanaan kebijakan
pemerintah tersebut, Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan Surat Edaran yang
ditujukan kepada semua Gubernur dan Bupati/Walikota untuk membantuk Tim Sosialisasi
Kurikulum di daerah masing.masing.

Tim Sosialisasi memiliki tugas: (1) melakukan sosialisasi Permendiknas Nomor 22 Tahun
2006 dan Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 kepada Tim sosialisasi KTSP
di Provinsi, (2) melatih dan membina secara terus menerus dalam pengembangan
KTSP kepada Tim Sosialisasi KTSP di Provinsi, (3) memberikan bantuan teknis ke semua
pihak agar semua tim pada semua tingkatan dapat melakukan tugas sebaik-baiknya.

Agar sasaran kebijakan tersebut dapat dicapai secara efisien dan efektif, dalam Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional (Permendinas) No. 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan
Permendiknas No. 22 dan No. 23 tahun 2006 tentang standar isi dan standar kompetensi
lulusan disebutkan bahwa salah satu tugas pokok Badan Penelitian dan Pengembangan
(Balitbang) Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), dalam hal ini, Pusat
Kurikulum adalah memonitor secara nasional penerapan Permendiknas No. 22 Tahun 2006
tentang Standar Isi dan Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi
Lulusan, mengevaluasinya, dan mengusulkan rekomendasi kebijakan kepada BSNP dan/atau
Menteri.

B. Tujuan

Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran umum tentang implementasi


kebijakan snasional berkaitan dengan pengembangan dan pelaksanaan kurikulum
operasional yang dilakukan oleh satuan pendidikan.

Laboran Hasil Monitoring Implementasi SI & SKL Puskur, 2007 1


Secara khusus, kegiatan ini bertujuan mendapatkan data dan informasi tentang:
1. Pemahaman satuan pendidikan dan pemangku kepentingan lain tentang standar
nasional pendidikan terutama standar isi dan standar kompetensi lulusan;
2. Kesiapan satuan pendidikan dalam penerapan Permendiknas No. 22 dan No. 23 tahun
2006;
3. Keterlaksanaan Permendiknas No. 22 dan No. 23 tahun 2006 oleh satuan pendidikan;
4. Peran pihak-pihak terkait baik di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota dalam
mendorong satuan pendidikan untuk mampu mengembangkan dan melaksanakan
kurikulum;
5. Merumuskan rekomendasi kebijakan kurikulum untuk mengoptimalkan penerapan
Permendiknas No. 22 dan 23 tahun 2006 secara efektif pada tingkat satuan pendidikan
dan daerah;

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup kegiatan mencakup pemantauan terhadap tingkat pemahaman terhadap


kebijakan (Permendiknas Nomor 22,23, dan 24 tahun 2006. Kesiapan satuan pendidikan
dalam mengembangkan dan melaksanakan kurikulum mencakup jenjang pendidikan dasar
(SD/MI dan SMP/MTs), pendidikan menengah (SMA/MA/MAK), dan pendidikan luar
biasa (PLB)

D. Hasil Yang Diharapkan

Data dan informasi tentang pemahaman, kesiapan daerah terutama satuan pendidikan
untuk menerapkan Permendiknas Nomor 22, 23, dan 24 tahun 2006

Laboran Hasil Monitoring Implementasi SI & SKL Puskur, 2007 2


BAB II
METODOLOGI

A. Strategi Pelaksanaan Monitoring


Kegiatan ini dilakukan melalui berbagai metode dalam bentuk studi dokumen, workshop,
rapat kerja dan koordinasi, diskusi fokus, pengembangan desain, pengembangan
instrumen, melakukan monitoring, pengolahan hasil monitoring, penyusunan dan
presentasi rekomendasi, sebagai berikut.

1. Penyusunan desain

Desain ini merupakan master plan yang disusun untuk dijadikan pedoman atau acuan
dalam kegiatan monitoring yang meliputi: latar belakang dan tujuan monitoring, ruang
lingkup, hasil yang diharapkan, kerangka berpikir atau landasan teori, metodologi,
pelaksanaan kegiatan, analisis hasil monitoring, penyusunan dan presentasi rekomendasi
mengenai hasil kegiatan keseluruhan. Penyusunan desain dilaksanakan dalam bentuk
workshop, rapat kerja dan diskusi fokus yang melibatkan berbagai nara sumber perguruan
tinggi, praktisi pendidik dan tenaga kependidikan, dan stakeholder lain yang relevan.

2. Pengembangan instrumen

Instrumen dikembangkan dan disusun untuk menjaring atau mendapatkan data dan
informasi kualitatif dan kuantitaif mengenai pencapaian pelaksanaan Permendiknas No. 22
dan 23 tahun 2006 tentang Standar Isi dan SKL oleh satuan pendidikan. Instrumen yang
disusun berbentuk tes, kuesioner, pedoman wawancara, pedoman observasi situasi dan
pelaksanaan pembelajaran. Sumber data yang digunakan adalah siswa, guru, kepala
sekolah dan tenaga kependidikan lain, pengawas sekolah, dan dinas pendidikan
kabupaten/kota/ propinsi, serta dokumen yang relevan. Instrumen yang telah disusun
diujicoba secara terbatas untuk memvalidasi keterbacaan dan kesesuaiannya dengan tujuan
monitoring

3. Rapat koordinasi membahas implikasi Permendiknas No. 22, 23 dan 24 tahun


2006

Rapat kerja ini terutama untuk menentukan kesamaan persepsi dan pemahaman berbagai
pihak pengelola pendidikan dari unsur sekolah, orangtua, dinas pendidikan, pemerintah,
dan pihak lain mengenai implikasi Permendiknas No. 22, 23 dan tahun 2006 tentang:
a. Hal-hal yang harus dilaksanakan dan dicapai satuan pendidikan seperti yang
dituntut dalam Permendiknas No. 22 dan 23 tahun 2006
b. Mekanisme satuan pendidikan dalam menyusun dan melaksanakan kurikulum
tingkat satuan pendidikan dan daya dukungnya.
c. Peran pemerintah kabupaten/kota/propinsi dalam mendukung pelaksanaan
Permendiknas No. 22 dan 23 tahun 2006 oleh satuan pendidikan
d. Peran pemerintah (Depdiknas dan departemen lain terkait) dalam merumuskan
kebijakan untuk mendukung pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan 23 tahun 2006
oleh satuan pendidikan

Rapat kerja ini juga untuk mengatur koordinasi dalam pelaksanaan monitoring sehingga
diperoleh cukup data dan informasi kualittaif dan kuantitatif yang akurat dan aktual

Laboran Hasil Monitoring Implementasi SI & SKL Puskur, 2007 3


tentang pencapaian penerapan dan pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan 23 tahun 2006
oleh satuan pendidikan pada setiap propinsi.

4. Pelaksanaan monitoring

Monitoring dilakukan dengan menggunakan instrumen-instrumen yang dikemas,


dikombinasikan dan dilakukan secara terpadu (terintegrasi) agar proses monitoring dapat
berjalan secara efisien dan sesuai sasaran dan kebutuhan. Pelaksanaan monitoring
mengacu pada pedoman monitoring yang mengatur tentang: kriteria petugas pelaksana
monitoring, kelengkapan jumlah dan jenis intrumen, metode penggunaan instrumen dan
sumber data yang diperlukan, dan kelengkapan data dan informasi yang diperlukan
sebagai hasil monitoring serta hal-hal lain yang ditemukan selama pelaksanaan
monitoring.

5. Analisis Hasil Monitoring

Data dan informasi hasil monitoring dan kajian dokumen pendukund yang relevan
dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif untuk mendapatkan gambaran, potret atau profil
tingkat pencapaian dan efektifitas penerapan atau pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan
23 tahun 2006 oleh satuan pendidikan pada seluruh propinsi. Hasil analisis ini digunakan
sebagai bahan penyusunan rekomendasi kebijakan dalam penyusunan dan pelaksanaan
kurikulum oleh satuan pendidikan dan evaluasu, supervisi atau pembinaannya oleh
pengawas sekolah, dinas pendidikan kabupaten/kota/propinsi dan pemerintah.

6. Rekomendasi kebijakan kurikulum

Rekomendasi atau saran kebijakan kurikulum disusun berdasarkan analisis hasil


monitoring meliputi rekomendasi bagi satuan pendidikan dan komite, bentuk pembinaan
oleh dinas kabupaten/kota/propinsi, tindakan kebijakan oleh pemerintah dan stakeholder
terkait.

7. Penyusunan laporan

Sebagai bentuk pertanggungjawaban kegiatan secara keseluruhan, perlu dibuat laporan


beserta hasil-hasilnya pada tiap langkah kegiatan. Hasil kegiatan ini diharapkan dapat
memberi manfaat bagi kepala sekolah, guru, komite sekolah maupun dinas pendidikan di
daerah, dalam mengefektifkan pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan 23 tahun 2006 oleh
satuan pendidikan.

B. Pengembangan Instrumen

Instrumen disusun dan digunakan untuk mengukur atau mendapatkan data dan informasi
pencapaian pelaksanaan Peremndiknas No. 22 dan 23 tahun 2006. Bentuk Instrumen yang
dikembangkan dalam monitoring ini berupa kuesioner, pedoman wawancara, dan
pedoman observasi.

Metode wawancara dapat dilakukan secara tertulis ataupun langsung dengan mengacu
pada panduan wawancara. Observasi digunakan untuk mengamati unjuk kerja (kinerja)
pada saat pembelajaran di sekolah maupun obaservasi situasi dan kondisi pembelajaran

Laboran Hasil Monitoring Implementasi SI & SKL Puskur, 2007 4


dengan menggunakan lembar pengamatan yang memuat aspek – aspek yang akan dilihat
saat monitoring dilakukan.

Metode kuesioner disusun dalam bentuk pertanyaan dan pernyataan tertulis yang telah
disiapkan yang dapat berbentuk pertanyaan dengan jawaban tertutup, terbuka, atau
pernyataan sikap. Kuesioner dengan jawaban (options) tertutup mudah dianalisis tetapi
tidak memberi peluang responden memberi tanggapan lain yang mungkin sangat berguna.
Kuesioner dengan jawaban terbuka memberi peluang pada responden menyatakan
pendapatnya secara bebas tetapi memerlukan waktu untuk menganalisis. Dalam
pengembangan kuesioner memperhatikan aspek kepraktisan, kegunaan informasi yang
dijaring, dan keakuratan jawaban. Aspek lain yang tidak mungkin dimonitor melalui
kuesioner dapat dimonitor melalui observasi atau teknik monitoring lainnya.

Penilaian diri merupakan salah satu bentuk kuisioner yang khusus untuk melakukan
evaluasi diri tentang komitmen Penilaian diri cukup bermanfaat untuk dilakukan karena
pelaksana diklat akan lebih jujur mengungkapkan pendapatnya tentang pelaksanaan
program diklat. Walaupun perlu dilakukan kroscek atau verifikasi dengan sumber data
yang lain untuk mendapat informasi yang lebih otentik.

C. Teknik Pengumpulan data

Populasi dalam monitoring ini adalah unsure dari satuan pendidikan dasar dan menengah
dan komitenya serta dinas pendidikan kabupaten/kota/propinsi pada 33 propinsi. Teknik
sampling dilakukan secara multi-stages dengan mengkombinasikan sistem cluster samples
dan purposive samples. Pada masing-masing propinsi akan dilakukan monitoring pada
tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah yang meliputi pendidik, tenaga
kependidikan, komite, siswa, orangtua, pengawas, dan sarana pendukungnya. Monitoring
pada tingkat dinas penddikan kab/kota/propinsi meliputi ketenagaan dan program kerja
dalam mendukung pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan 23 tahun 2006.

D. Teknik Analsis Data

Analisis data yang digunakan adalah content analysis berupa studi dokumen untuk
membandingkan berbagai temuan yang memiliki karakteristik berbeda-beda dan narrative
analysis untuk melihat kohorensi temuan / informasi dari dokumen ataupun tanggapan
para responden yang berkaitan dengan ketersediaan buku-buku pelajaran dan
kesesuaiannya dengan kurikulum. Selain itu, juga digunakan descriptive statistically
analysis untuk mendeskripsikan berbagai aspek variabel yang berkaitan dengan buku-buku
pelajaran.

E. Responden

Responden yang dilibatkan dalam monitoring ini berasal dari dinas pendidikan provinsi,
dinas pendidikan kota di ibu kota provinsi, dan sekolah-sekolah yang berada di ibukota
provinsi. Responden dipilih secara acak, namun karena semua responden berasal dari ibu
kota provinsi, data yang diberikan belum mewakili daerah-daerah di luar ibukota provinsi.
Namun demikian, hasil monitoring dapat dijadikan sebagai barometer untuk
memperkirakan (memprediksi) bagaimana kondisi di luar ibu kota provinsi. Berikut tabel
jumlah responden.

Laboran Hasil Monitoring Implementasi SI & SKL Puskur, 2007 5


Tabel Jumlah Responden Monitoring Pelaksanaan SI dan SKL Tahun 2007

Unsur Dikdas Dikmen Total


1. Dinas Pendidikan 217 270 487
2. Kepala Sekolah 123 98 221
3. Guru 252 195 447
4. Komite Sekolah 30 39 69
Total 622 602 1224

1. Dinas Pendidikan
Sebagain besar responden yang berasal dari pejabat struktural Dinas Pendidikan berlatar
belakang pendidikan sarjana strata 1 (64,8%), sarjana strata 2 (18,0%), SLTA (13,7%),
dan diploma (3,5%). Responden yang berlatar belakang pendidikan SLTA adalah staf
teknis yang hadir mewakili atasannya. Sebagian besar (53,9%) telah memiliki masa kerja
antara 21-30 tahun, dan hanya 14,4% yang masa kerjanya 10 tahun ke bawah.

Lebih seproh (58,5) responden mengaku belum pernah ikut sosialisasi. Dari responden
yang mengikuti sosialisasi, umumnya (97,8) menyatakan ikut sosialisasi kurang dari
seminggu.

2. Sekolah
Responden yang terdiri atas kepala sekolah dan guru dengan latar belakang pendidikan
sebagian besar sarjana. 80,3% responden kepala sekolah berpendidikan sarjana strata 1,
dan 19,7 berpendidikan sarjana strata 2. Sedangkan guru, 84,5% adalah sarjana starta 1,
11,9 sarjanan strata 2, 1,2% sarjanan strata 3, serta 2,4 masih berpendidikan diploma.

Berdasarkan masa kerjanya, 48,5% kepala sekolah yang menjadi responden memiliki
masa kerja 11-20 tahun, 37,8% dengan masa kerja 21-30 tahun, 7,6% dengan masa kerja
10 tahun ke bawah, dan hanya 6,1 % yang memiliki masa kerja di atas 31 tahun.
Sedangkan guru yang menjadi responden monitoring ini lebih separo (57,1%) memiliki
masa kerja 11-20 tahun, 29,8% di bawah 10 tahun, 13,3 % antara 21-30 tahun. 57,6% di
antara kepala sekolah berasal dari SM/MA dan 42,4% dari SMK. Keadaan ini hampir
sama dengan guru, lebih separoh responden guru berasal dari SMA/MA (58,3%), dan
41,7% berasal dari SMK.

3. Komite/Orang Tua Siswa


Lebih dari separoh (69%) responden yang berasal dari orang tua/komite berpendidikan
sarjana strata 1, 16,6 % sarjana strata 2, 8,3% SLTA, dan 5,6% diploma. Tidak ada yang
berlatar belakang pendidikan SD. Sebagian besar dari mereka memiliki pekerjaan tetap
sebagai pegawai negeri sipil dengan rincian sebagai berikut: karyawan PNS sebanyak
41,7%, guru (27,8%), dan dosen 5,6%. Selebihnya (30,1%) memiliki pekerjaan
berwiraswasta.

Laboran Hasil Monitoring Implementasi SI & SKL Puskur, 2007 6


BAB III
DESKRIPSI DATA

A. Gambaran Umum

Informasi tentang pengembangan dan penerapan KTSP secara nasional menggunakan


sumber data yang diperoleh dari dinas pendidikan propinsi. Tim studi belum bisa
mendapatkan data kuantitatif pelaksanaan KTSP oleh satuan pendidikan pada tingkat
propinsi karena propinsi belum memiliki data rincinya dari kabupaten/kota maupun dari
sekolah di wilayahnya. Hal ini disebabkan belum optimalnya koordinasi antara Dinas
Pendidikan Provinsi dengan Dinas pendidikan Kabupaten/Kota dalam hal pendataan,
terutama terkait dengan pelaksanaan KTSP.

Para pejabat struktural maupun staf teknis di Provinsi hanya bisa memberikan gambaran
tentang kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan melalui kegiatan provinsi. Kegiatan-kegiatan
yang bersifat mandiri yang dilaksanakan oleh masing-masing Kabupaten/Kota melalui
MGMP atau tidak semuanya terpantau oleh Dinas Provinsi, demikian juga kegiatan yang
dilakukan oleh sekolah-sekolah dengan memanfaatkan dana swadaya. Kegiatan-kegiatan
seperti ini cukup banyak dilakukan karena di beberapa daerah karena mereka sangat
proaktif, baik Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota maupun sekolah.

Untuk itu data yang digunakan adalah data kualitatif mengenai pengembangan dan
penerapan KTSP yang bersumber dari persepsi dinas propinsi.

1. Pelaksanaan Sosialisasi di Setiap Provinsi

Berdasarkan pengalaman yang lalu, setiap pergantian kebijakan tentang kurikulum sangat
dirasakan bahwa proses sosialisasi kurang optimal. Akibatnya, tingkat pemaham pelaksana
dilapangan kurang memadai. Atas dasar pengalaman tersebut, pelaksanaan monitoring
pada tahun 2007 ini diawali dengan melihat proses sosialisasi di masing-masing provinsi.
Data yang yang diambil adalah (1) jumlah daerah yang telah melakukan sosialisasi di tiap
provinsi, (2) sasarn sosialisasi di masing-masing daerah. Berikut gambaran secara umum
pelakasanaan sosialisasi di masing-masing provinsi.

Tabel 1 : Gambaran jumlah kabupaten/kota yang sudah mendapat sosialisasi atau


workshop SI, SKL dan KTSP pada tiap propinsi
No Provinsi Jumla Kab/Kota Frekuensi Penyelenggara
h kab/ yang sudah Kegiatan PUSAT DAERAH
kota sosialisasi Puskur Ditjen LPMP/- Dinas Dinas
Mandik PMPTK pddk Pddk
- Provinsi Kab/ko
dasmen ta
1. Nanggroe Aceh 21 21 1 V - - v -
Darussalam
2. Sumatera Utara 25 25 2 V V - v -
3. Bengkulu 9 9 1 - V - - -
4. Jambi 10 10 1 V - V -
5. Riau 11 11 1 V V - - -
6. Sumatera Barat 19 19 2 V V - V -
7. Sumatera Selatan 14 14 1 V V - V -
8. Lampung 10 10 1 - V - V -

Laboran Hasil Monitoring Implementasi SI & SKL Puskur, 2007 7


No Provinsi Jumla Kab/Kota Frekuensi Penyelenggara
h kab/ yang sudah Kegiatan PUSAT DAERAH
kota sosialisasi Puskur Ditjen LPMP/- Dinas Dinas
Mandik PMPTK pddk Pddk
- Provinsi Kab/ko
dasmen ta
9. Kepulauan 7 7 2 V V v V
Bangka-Belitung
10. Kepulauan Riau 7 6 2 V - - V -
11. Banten 6 6 1 - V - -
12. Jawa Barat 25 25 3 V V - V
13. DKI. Jakarta 6 6 4 V V V V -
14. Jawa Tengah 35 35 3 V V V V -
15. Jawa Timur 38 38 4 V V V V v
16. Daerah Istimewa 5 5 2 V - V v
Yogyakarta
17. Bali 9 9 2 V v - v -
18. Nusa Tenggara 9 9 2 V v - v -
Barat
19. Nusa Tenggara 16 16 2 V v V v -
Timur
20. Kalimantan Barat 12 12 1 V - - v -
21. Kalimantan 13 13 2 V V V v -
Selatan
22. Kalimantan 14 14 2 V v V v V
Tengah
23. Kalimantan Timur 13 13 4 V - - v V
24. Gorontalo 5 5 1 V - - - -
25. Sulawesi Selatan 23 23 1 - - v
26. Sulawesi 10 10 1 V - - v -
Tenggara
27. Sulawesi Tengah 10 10 1 - - - v -
28. Sulawesi Utara 9 9 1 v v
29. Sulawesi Barat 6 5 1 V v - - -
30. Maluku 8 8 1 V - - - -
31. Maluku Utara 8 8 1 - v -
32. Irianjaya Barat 9 9 2 V - V v -
33. Papua (Irianjaya) 20 20 1 - v - - -
34. Total 442 440

Dari tabel jelas bahwa secara keseluruhan semua kabupaten/kota telah mendapatkan
sosialisasi atau workshop tentang kebijakan dan penerapan Permendiknas No. 22 dan 23
tahun 2006 tentang SI (standar isi) dan SKL (standar kompetensi lulusan). Penyelenggara
sosialisasi pada umumnya adalah unit Pusat dan Daerah (Dinas Pendidikan
Propinsi/Kab/Kota). Tabel di atas juga menunjukkan bahwa kegiatan sosialisasi yang
dilaksanakan oleh langsung oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota hampir tidak
terpantau oleh Dinas Pendidikan Provinsi.

Meskipun pada tabel di atas terlihat bahwa hanya 4 kabupaten/kota yang melaksanakan
kegiatan sosialisasi, hal ini bukan berarti daerah lain tidak melaksanakan. Menurut
prediksi Dinas Pendidikan provinsi, hampir semua daerah telah melakukan sosialisasi
secara mandiri, tetapi belum ada laporan resmi sehingga Dinas Pendidikan Provinsi tidak
memiliki data tentang itu. Hal ini mungkin disebabkan karena tidak ada keharusan bagi
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota atau sekolah untuk melaporkan pelaksanaan kegiatan
sosialisasi yang dilakukan secara swadaya atau melalui APBD tingkat II. Oleh karena itu,

Laboran Hasil Monitoring Implementasi SI & SKL Puskur, 2007 8


seperti yang terlihat pada table di atas, data yang ada di Dinas Pendidikan provinsi,
umumnya data kegiatan sosialisasi yang melibatkan Dinas Pendidikan Provinsi, yaitu
kegiatan yang dilakukan melalui pembiayaan APBN, seperti yang dilakukan oleh
Diraktorat terkait, dan dana APBN yang ada di Dinas Pendidikan Provinsi serta APBD
provinsi. Kegiatan yang menggunakan biaya APBD Kabupaten/Kota atau swadaya
sekolah umumnya tidak dilaporkan ke Dinas Pendidikan Provinsi. Hal ini mengibatkan
Tim Monitoring kesulitan untuk mendapatkan informasi tentang kabupaten/kota atau
sekolah mana saja yang telah melakukan sosialisasi secara mandiri.

Menurut Dinas Propinsi belum ada pihak terkait lain seperti perusahaan penerbitan buku
pelajaran, LSM Pendidikan, Perusahaan swasta/BUMN, atau lembaga profesional lainnya
yang cukup partisipasif dalam program KTSP ini. Hal ini mungkin disebabkan belum
meluasnya sosialisasi dan mungkin penyelenggaraan oleh lembaga profesional lain tidak
terpantau oleh Dinas.

Selain sekolah, sosialisasi juga dilakukan terhadap organisasi profesi pendidikan lain
berikut ini. Menurut responden, mereka telah ikut di beberapa kegiatan seperti yang
digambarkan pada tabel berikut:

Tabel 2 : Organisasi Profesi dan Unit terkait yang menjadi sasaran ssosialisasi SI, SKL,
dan KTSP.
Sasaran Sosialisasi %
MGMP 78,9
KKKS 78,9
PGRI 21,1
Organisasi Pengawas 63,2
Yayasan 36,7
Dewan Pendidikan 26,3
Komite 26,3

Dari tabel tersebut jelas bahwa sasaran utama sosialisasi atau workshop KTSP adalah
sekolah ditambah gugus sekolah (kelompok sekolah), MGMP (musyawarah guru mata
pelajaran), KKKS (kelompok kerja kepala sekolah), pengawas sekolah, baru kemudian
yayasan, dewan pendidikan dan komite sekolah. Jelas bahwa unit yang terlibat dalam
sosialisasi sudah mewakili keseluruhan stakeholder pendidikan. Namun, tampaknya peran
komite sekolah masih dianggap kecil (26,3%) dalam pelibatan pengembangan KTSP.
Padahal secara kebijakan, pengembangan KTSP disusun bersama oleh pihak sekolah dan
komite sekolah. Hal ini mungkin disebabkan sekolah masih menganggap tingkat
keprofesionalan orangtua masih bervariasi, orangtua sudah menyerahkan urusan ini ke
sekolah, atau pemahaman pengembangan KTSP yang perlu dipertajam.

2. Penerapan KTSP

Dalam hal penyusunan KTSP, menurut informasi dari Dinas Pendidikan Provinsi,
umumnya sekolah-sekolah menyusun sendiri KTSP ( 73,7%). Berikut secara lengkap
informasi tentang proses penyusunan KTSP menurut informasi dari Dinas Pendidikan
Provinsi (mulai dari yang frekuensinya tinggi, jawaban boleh lebih dari satu).

Laboran Hasil Monitoring Implementasi SI & SKL Puskur, 2007 9


Tabel 3 : Penusunan KTSP oleh Satuan Pendidikan

Penyusunan KTSP %
Satuan pendidikan menyusun sendiri mengacu SI, SKL dan model kurikulum KTSP 73,3
KTSP disusun oleh sekolah dengan koordinasi Dinas Pendidikan 57,9
KTSP disusun oleh tim yang dibentuk oleh Dinas Pendidikan 26,3
Satuan pendidikan mengadaptasi model kurikulum KTSP dari pusat 42,1
Satuan pendidikan mengadopsi atau menggunakan model kurikulum KTSP dari pusat 36,8
Masih pada taraf sosialisasi dan mempelajari perangkat dokumen 15,8
Masih menggunakan kurikulum sebelumnya 26,3%

Total persentase respon melebihi dari 100% karena umumnya responden menjawab lebih
dari satu pilihan, dalam arti, penyusunan KTSP oleh sekolah dilakukan dengan metode
kombinasi melalui koordinasi, menggunakan tim, adaptasi dan sebagainyaP . Ada yang
menyatakan bahwa KTSP disusun oleh sekolah di bawah koordinasi Dinas pendidikan,
dan pada bagian-bagian tertentu diadopsi, misalnya mengenai seilabus. Banyak guru yang
belum siap menyusun silabus sendiri, sehingga ada yang mengadopsi, mengadaptasi, dan
bahkan ada yang menyusun secara bersama-sama beberapa sekolah. Untuk kategori ini,
mereka menyebut menyusun sendiri tetapi secara bersama di gusus, sehingga silabusnya
sama. Ada unsur adopsi dan adaptasi, serta menyusun senidiri.

Dalam pengembangan KTSP, beberapa sekolah menyusun sendiri, namur terbatas pada
beberapa bagian saja. Beberapa sekolah menyusun di bawah koordinasi dinas dengan
menggunakan tim pengembang dari dinas, serta mengadaptasi dan mengadopsi model
kurikulum.

Hal yang perlu dicermati hádala, masih cukup banyak sekolah yang baru pada taraf
mempelajari kebijkan KTSP dan menggunakan kurikulum sebelumnya. Menurut
pemantauan Dinas Propinsi, sebagian besar penerapan KTSP pada tiap kabupaten/kota
selama tahun 2006 belum intensif (31,6%), belum menjadi prioritas (26,3%), dan yang
menyatakan intensif hanya (15,8%), lainya tidak memberikan jawaban (26,3%). Kondisi
tersebut berbeda dengan tahun 2007, Lebih separoh daerah (57,9%) menyatakan
kabupaten/kota mulai menerapkan KTSP secara intensif. Sebanyak 15,8% daerah
menyatakan kabupaten/kota belum menempatkan penerapan KTSP sebagai prioritas, dan
26,3% responden tidak memberikan jawaban. Ini menunjukkan KTSP telah menjadi
program dengan prioritas bagi tiap propinsi/kabupaten/kota.

Beberapa alasan yang dikemukakan oleh daerah, mengapa intesitas penerapan KTSP
masih beragam, diantaranya adalah: menunggu sampai 2009 (batas akhir yang diberikan
oleh pemerintah untuk menerapkan KTSP), melihat sekolah yang terdekat dengan mereka
agar dapat secara bersama-sama menyusun KTSP. Alasan lain adalah kurangnya dana
pendukung untuk penyusunan KTSP, dan sebagian lagi menyatakan bahwa masih perlu
waktu untuk melakukan sosialisasi di kalangan warga sekolah dan masyarakat karena
sebagian besar di antara warga sekolah dan masyarakat belum memahami kebijakan
tentang KTSP ini. Berkaitan dengan hal ini, sebagian besar daerah memprogramkan mulai
tahun 2007 menerapkan KTSP, rata-rata melaksanakan secara bertahap.Jadi, peningkatan
prioritas program KTSPdisebabkan oleh tuntutan bahwa tahun 2009 KTSP harus sudah
diterapkan menyeluruh pada setiap satuan pendidikan, sosialisasi dan workshop KTSP
yang mulai meluas dan tingkat pemahaman KTSP yang membaik bagi seluruh stakholder.
Pada umumnya sekolah mulai menerapkan KTSP pada awal tahun pelajaran 2007 secara
bertahap (73,7%).

Laboran Hasil Monitoring Implementasi SI & SKL Puskur, 2007 10


Tabel: 4 Proses penerapan KTSP
Proses/Tahapan %
Telah menerapkan secara efektif pada seluruh kelas dengan silabus dan RPP 31,6
yang disusun sendiri
Telah menerapkan secara efektif pada seluruh kelas dengan silabus dan RPP 36,8
yang diadopsi
Telah menerapkan secara bertahap 73,7
Masih menggunakan kurikulum sebelumnya 31,6

Tabel di atas menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil sekolah yang masih menggunakan
kurikulum sebelumnya (31,6%). Sebagian sekolah (36,8%) telah menerapkan secara
efektif di semua kelas. Umumnya sekolah yang menerapkan secara kelseluruhan adalah
sekolah-sekolah yang sudah melaksanakan piloting KBK (2004). Tingkat kesadaran dan
komitmen sekolah untuk mengembangkan dan menerapkan KTSP cukup tinggi.

Tentang kondisi yang berkaitan dengan pelaksanaan KTSP, sebagian besar daerah
menyatakan sudah cukup baik (84,2%), 10% menyatakan sangat baik, dan hanya 5,3%
yang menyatakan kurang. Faktor yang paling mentukan keterlaksanaan KTSP menurut
pernyataan Dinas pendidikan Provinsi adalah guru (78,9%), sarana dan prasarana (47,4%),
siswa (21,1%), orang tua dan masyarakat (10,5%). Sebagian responden menjawab
gabungan antara siswa dan orang tua (20,10%). Keberhasilan program KTSP sangat
ditentukan oleh sumberdaya pendidik dan tenaga kependidikan. Hal ini mennjukkan perlu
adanya komitmen manajemen yang profesional pada tingkat sekolah untuk
mengembangkan dan menerapkan KTSP

3. Keberadaan Dokumen SI dan SKL

Menurut informasi dari Dinas Pendidikan Provinsi, umumnya kabupaten/kota sudah


mendaptkan dokumen SI, SKL, dan model KTSP (94,7%). Sebagian besar menyatakan
ketersediaan dokumen cukup memadai (52,6%) dan kurang memadai (15,8%), dan yang
menyatakan sangat memadai hanya 10,5%. Dokumen SI, SKL dan model KTSP sudah
tersedia pada tingkat kabupaten/kota, ini berarti, akses informasi oleh satuan pendidikan
tentang kebijakan KTSP seharusnya mudah. Perlu dilakukan berbagai upaya komunikasi
interaktif dan komitmen sekolah dan Dinas melalui hubungan langsung, serta pemanfaatan
teknologi informasi agar sekolah terbantu dalam mengembangkan dan menerapkan KTSP.

4. Kesiapan Sekolah dalam melaksanakan KTSP

Secara umum, menurut informasi dari Dinas Pendidikan, kesiapan guru berkaitan dengan
pengembangan dan penerapan KTSP oleh sekolah cukup memadai, kecuali dalam
pengembangan bahan ajar mandiri Lebih lengkap informasi tentang kesiapan guru dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel: 5 Kesiapan Guru dalam Pengembangan dan Penerapan KTSP


SMA (%) SMK (%)
Aspek
S C K S C K

a. Kualifikasi akademik 21,1 52,6 26,3 26,3 57,9 15,8


b. Penguasaan isi mata pelajaran 15,8 57,9 26,3 15,8 68,4 15,8
c. Menyusun kurikulum (KTSP) 5,3 68,4 26,3 10,5 73,7 15,8

Laboran Hasil Monitoring Implementasi SI & SKL Puskur, 2007 11


SMA (%) SMK (%)
Aspek
S C K S C K

d. Menyusun silabus 10,5 63,2 26,3 10,5 73,7 15,8


e. Menyusun RPP 10,5 63,2 26,3 5,3 78,9 15,8
f. Menilai kualitas kurikulum, silabus dan RPP 10,5 57,9 5,3 5,3 73,7 19,1
g. Mengembangkan alat penilaian berbasi 5,3 63,2 31,6 10,5 68,4 21,1
kompetensi
h. Menyusun bahan ajar (LKS dsb) 10,5 57,9 31,6 15,8 63,2 21,1
i. Membuat sumber belajar mandiri 5,3 47,4 47,4 10,5 52,6 37,9

Dari tabel tersebut jelas bahwa bahwa secara umum guru telah siap dalam pengembangan
dan penerapan KTSP dari kualifikasi akademik, penguasaan mata pelajaran, penyusunan
kurikulum, silabus, dan RPP. Namun yang perlu dicermati dan ditingkatkan kompetensi
guru adalah dalam melakukan pengembangan penilaian berbasis kompetensi,
pengembangan bahan ajar serta pengembangan sumber belajar mandiri. Tampaknya guru
belum konfiden dalam mengembangkan alat penilaian walaupun itu sudah dijalani sehari-
hari, padahal dalam KTSP, seorang guru harus melakukan penilaian secara profesional dan
dapat dipertanggungjawabkan. Pengembangan bahan ajar yang meliputi buku teks, modul
maupun referensi lainnya juga perlu dipertimbangkan karena guru lebih bergantung
kepada penerbit buku

Kesiapan kepala sekolah dalam pengembangan dan penerapan KTSP, menurut dinas
pendidikan adalah sebagai berikut.

Tabel 6 : Kesiapan Kepala Sekolah


SMA SMK
Aspek
S C K S C K

a. Kualifikasi akademik 26,3 42,1 31,6 21,1 57,9 21,1


b. Menyusun kurikulum (KTSP) 5,3 63,2 31,6 5,3, 68,4 26,3
c. Menilai kualitas kurikulum, silabus dan RPP 5,3 57,9 36,8 5,3 68,4 26,3
d. Membantu masalah guru dalam menyusun - 63,2 36,8 5,3 68,4 26,3
silabus dan RPP
e. Mengelola guru dan tenaga kependidikan 5,3 57,9 36,8 10,5 68,4 5,3
menyusun KTSP
f. Membina guru dalam melaksanakan 10,5 63,2 26,3 15,8 68,4 15,8
pembelajaran

Dari tabel tersebut jelas bahwa bahwa secara umum kepala sekolah telah siap dalam
pengembangan dan penerapan KTSP dari kualifikasi akademik, penguasaan mata
pelajaran, penyusunan kurikulum, silabus, dan RPP. Yang perlu dicermati dan
ditingkatkan kompetensi kepala sekolah adalah walaupun secara umum kepala sekolah
berkompeten dalam pengembangan kurikulum, namun tidak mendalam pada tingkat detil
kurikulum maupun silabus mata pelajaran. Pada jenjang pendidikan dasar, penguasaan ini
secara umum masih diperlukan. Gaya Kepeminpinan kepala sekolah juga perlu
ditingkatkan untuk mengelola guru dan tenaga lain dalam pengembangan KTSP.

Tentang kesiapan pengawasa sekolah, menurut dinas pendidikan adalah sebagai berikut.

Laboran Hasil Monitoring Implementasi SI & SKL Puskur, 2007 12


Tabel 7 : Kesiapan Pengawas
SMA SMK
Aspek
S C K S C K

a. Kualifikasi akademik 31,6 42,1 26,3 31,6 52,6 15,8


b. Menyusun kurikulum (KTSP) 15,8 52,6 29,6 15,8 63,2 21,1
c. Menilai kualitas kurikulum, silabus dan 10,5 57,9 31,6 10,5 68,4 21,1
RPP
d. Membantu masalah guru dalam menyusun 15,6 47,4 36,9 15,8 57,9 26,3
silabus dan RPP
e. Mengelola guru dan tenaga kependidikan 15,8 52,6 31,6 21,1 57,9 21,1
menyusun KTSP
f. Membina guru dalam melaksanakan 5,3 - 94,7 5,3 - 94,7
pembelajaran

Dari tabel tersebut jelas bahwa bahwa secara umum pengawas sekolah telah siap dalam
pengembangan dan penerapan KTSP dari kualifikasi akademik (namun ini masih perlu
ditingkatkan, karena angkanya baru 47.4%), penyusunan kurikulum, silabus, dan RPP,
menilai kualitas kurikulum, membantu masalah guru dalam pengembangan silabus dan
RPP (namun ini masih ditingkatkan karena angkanya baru 47.4%), serta mengelola guru
dalam pengembangan KTSP. Program peningkatan kompetensi pengawas dapat berbentuk
workshop pengembangan kurikulum, serta membina guru dalam melaksanakan
pembelajaran. Ini berarti peran pengawas harus ditingkatkan fungsinya dalam pembianaan
substansial sekolah mulai dari pengembangan kurikulum sampai pelaksanaan
pembelajaran, tidak sekedar memeriksa adminstrasi kurikulum dan pembelajaran di
sekolah.

5. Sarana dan Pendanaan

Hampir separoh responden menyatakan sarana dan prasarana sekolah sebagai pendukung
KTSP masing kurang memadai (47,3%), 47,4% menyatakan sangat baik, dan hanya 5,3 %
yang menyatakan sangat baik. Perlu dikritisi di sini bahwa pengembangan dan penerapan
KTSP harus disesuaikan dengan kondisi, potensi, kebutuhan dan karakteristik sekolah dan
peserta didik. Ini berarti, bagi sekolah dengan sarana dan prasarana kurang memadai perlu
mengembangkan KTSP yang sesuai dengan sekolah tersebut dan dapat dilaksanakan oleh
sekolah tersebut. Perlu juga ditingkatkan program mandiri pengembangan alternatif
sarana, artinya sarana-sarana yang tidak tersedia atau rusak, sekolah dapat
mengembangkan sendiri alternatif sarana yang tersedia dari lingkungan sekolah.

Berkaitan dengan pembiayaan, umumnya responden menyatakan bahwa penerapan KTSP


berdampak pada penyediaan dana. Umumnya sekolah menyediakan dana dari anggaran
belanja sekolah. Berikut tabel tentang sumber pendanaan sosialisasi KTSP:

Tabel : 8 Sumber Pendanaan KTSP


Tahun 2006 (dlm juta rupiah) Tahun 2007 (dlm juta rupiah)
Jenis Sosialisasi / Workshop APB Block Lain Tdk APB Block Lain Tdk
D Grant nya Mjwb D Grant nya Mjwb
Sosialisasi SI, SKL dan KTSP 10,5 21,1 21,1 47,4 10,5 10,5 26,4 52,6
Workshop /pengembangan KTSP, 10,5 10,5 21,1 57,9 10,5 - 31,6 57,9
silabus dan RPP dengan melibatkan
berbagai sekolah, KKG, MGMP dsb
Workshop pendampingan 10,5 - 15,8 73,7 21,1 - 15,6 63,2
pengembangan KTSP, silabus dan RPP

Laboran Hasil Monitoring Implementasi SI & SKL Puskur, 2007 13


Tahun 2006 (dlm juta rupiah) Tahun 2007 (dlm juta rupiah)
Jenis Sosialisasi / Workshop APB Block Lain Tdk APB Block Lain Tdk
D Grant nya Mjwb D Grant nya Mjwb
pada sekolah tertentu secara bertahap
Pengembangan kompetensi guru - 5,3 15,8 78,9 15,8 - 21,1 63,2
melalui uji kompetensi, diklat atau
tugas belajar
Penyediaan dan pemeliharaan prasarana - 15,8 21,1 63,2 10,5 - 36,9 52,6
dan sarana pendidikan

Dari tabel tersebut jelas bahwa program KTSP melibatkan berbagai sumber mencakup
dana APBD, Blockgrant, maupun sumber lainnya yang sah. Perlu dicermati di sini, banyak
responden justru memilih tidak menjawab. Hal dimungkinkan karena berbagai hal yaitu:
pengetahuan responden yang rendah dalam masalah anggaran (hanya fokus pada
program/kegiatan yang dijalankan), tidak tahu, dan tidak bersedia menjawab.

6. Program Sosialisasi yang Berkelanjutan

Menurut Dinas Pendidikan Provinsi, sebagian besar (73,7%) kabupaten/kota memiliki


program sosialisasi, workshop, dan pendapingan satuan pendidikan dalam
mengembangkan KTSP. Hanya 26,3% yang menyatakan bahwa kabupaten/kota belum
memiliki program untuk sosialisasi, workshop, maupun pendampingan satuan pendidikan
untuk mengembangkan KTSP.

Untuk merealisasikan program tersebut, ditetapkan berbagai prioritas. Prioritas utama


adalah melakukan koordinasi program dengan kabupaten/kota (52,6%). Berikut urutan
priritas kegiatan di Dinas Pendidikan Provinsi.
Tabel: 9 Urutan Prioritas Kegiatan

Angka Prioritas
Jenis Program
1 2 3 4 ksg
Melakukan koordinasi program dengan kab/kota 52,6 15,8 15,8 5,3 10,5
Melakukan pendataan pencapaian penerapan KTSP pada tiap 36,8 36,8 5,3 5,3 15,8
kab/kota
Melakukan workshop pengembangan KTSP dan program 36,8 10,5 15,8 21,1 15,8
supervisi klinis dengan kab/kota
Melakukan supervisi klinis langsung ke sekolah-sekolah 26,3 - 10,5 26,3 36,8
terpilih
Penyediaan dokumen SI, SKL dan model KTSP 36,8 5,3 15,8 20,5 21,1

Dari tabel tersebut jelas bahwa prioritas pertama Dinas Propinsi dalam program KTSP
adalah melakukan koordinasi tingkat internal, dengan dinas kabupaten/kota dan dengan
pusat. Tampaknya koordinasi menjadi hal penting karena dengan adanya otonomi daerah,
peran ini menjadi kurang, terutama koordinasi dengan kabupaten/kota. Prioritas kedua
adalah melakukan pendataan kuantitatif penerapan KTSP pada tingkat kab/kota,
penyediaan dokumen SI, SKL, workshop pengembangan KTSP dan supervisi klinis ke
kab/kota dan

Laboran Hasil Monitoring Implementasi SI & SKL Puskur, 2007 14


7. Tim Pengembang Kurikulum (TPK) Provinsi
(a). keberadaan TPK
Kesiapan tim sosialisasi KTSP tingkat provinsi (sesuai dengan SE Mendiknas No.
33/MPN/SE/2007 tentang Pembentukan Tim Sosialisasi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan), yang dalam hal ini disebut Tim Pengembang Kurikulum Propinsi dalam
membantu kabupaten/kota atau satuan pendidikan di wilayahnya dalam pengembangan
KTSP adalah sebagai berikut.

Tabel 10 : Keberadaan Tim Pengembang Kurikulum Provinsi


No Keberadaan Tim TPK Provinsi Sudah Belum
1 Pembentukan Tim Pengembang Kurikulum tingkat propinsi 94,7 5,3
2 Pengukuhan Tim Pengembang Kurikulum melalui Surat 68,4 31,6
Keputusan
3 Program Kerja TPK Propinsi 63,2 36,8

Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa hampir semu provinsi (94,7 %) telah
membentuk Tim Pengembang Kurikulum, dan sebagian besar (68,4%) keberadaan tim
tersebut telah dikukuhkan melalui Surat Keputusan Pemerintah Daerah. Pada sebagian
daerah, Surat Keputusan ditandatangani langsung oleh Gubernur, dan sebagian lagi
ditandatangani oleh Kepala Dinas Dinas Pendidikan atasnama Gubernur. Pengesahan ini
sangat diperlukan sebagai dasar pengajuan anggaran pembiayaan kegiatan tim
pengembang kurikulum.

Dari semu daerah yang sudah membentuk Tim Pengembang Kurikulum, umumnya
(63,2%) telah menyusun program kegiatan yang terdiri dari program jangka panjang,
jangka menengah, dan jangka pendek.

(b) Anggota TPK Propinsi


Keanggotaan Tim Pengembang Kurikulum (TPK) provinsi melibatkan berbagai unsur
terkait, seperti pengawas (89,5%), pejabat struktural dan staf dinas pendidikan (89,5%),
Guru (84,2%), kepala sekolah (73,3%), perguruan tinggi(63,2%), dan keterlibatan relatif
swasta masih kecil (21,1%). Kelihatannya, keterlibatan unsur di luar sekolah (pejabat
struktural dan staf teknis, pengawas) cukup dominan, dan keterlibatan perguruan tinggi
dan swasta relatif lebih kecil. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa tanggung
jawab pengembangan profesi bagi tim pengembang kurikulum lebih cenderung
didominasi oleh nuansa birokratis. Ini dapat dipahami mengingat perubahan kebijkan
kurikulum selama ini lebih bersifat adminstratif dari pada akademik.

(c) Sumber dana untuk membiayai kegiatan TPK Propinsi


Dalam hal pendanaan, banyak daerah yang masih bingung. Sebagaian daerah yang
tergolong proaktif, sudah mengusulkan lewat APBD (42,1%), sebagian daerah
mengkombinasikan antara APBD dengan APBN (10,3%), dan sebagian lagi digali dari
sumber lain(21,1%) misalnya APBS, dan bantuan para sponsor seperti penrbit buku.

B. Keberadaan dan Pengembangan KTSP di Satuan Pendidikan

Selain menggunakan data kualitatif dari dinas propinsi, tim studi juga melakukan studi
pengembangan dan penerapan KTSP bersumber dari pihak sekolah (sebagai sekolah
sampel) yang terlibat dalam kegiatan ini. Berikut adalah tabel latar belakang responden
yang terlibat dalam studi.

Laboran Hasil Monitoring Implementasi SI & SKL Puskur, 2007 15


1. Kelengkapan Dokumen KTSP

Berdasarkan pengalaman yang lalu, setiap pergantian kebijakan kurikulum, banyak


sekolah yang terlambat menerima informasi dan dokumen kurikulum. Untuk daerah
terpencil bisa mencapai 5 – 10 tahun. Sudah bukan hal yang aneh ketika suatu sekolah
baru menerima dokumen kurikulum pada saat kebijakan kurikulum telah berganti. Untuk
mengantisipasi hal ini, dan didukung oleh kemajuan perangkat teknologi, pemerintah
memanfaatkan teknologi komputer. Dokumen-dokumen tersebut dikemas dalam bentuk
file dan direkam ke CD. Hal ini sangat memungkinan untuk mempercepat proses
distribusi. Hanya saja, ada kendala berkaitan dengan ketersediaan perangkat dan
keterbatasan tenaga pengoperasion komputer. Namun demikian, setidaknya proses
penyempaian informasi relatif lebih cepat.

Berikut tabel kepemiliakn dokumen kelangkapan SI, SKL, dan KTSP yang mulai
disosialisasikan sejak tahun 2006.

Tabel 11: Kepemilikan dan Kelengkapan Dokumen KTSP

No Jenis Dokumen Sudah Memiliki (%)


Kepala Guru
Sekolah
1 Permendiknas No. 22 tahun 2006 93,9 70,2
2 Permendiknas No. 23 tahun 2006 92,4 66,7
3 Permendiknas No. 24 tahun 2006 90,9 66,7
4 Surat Edaran Mendiknas No. 33/MPN/SE/2007 (Tentang 56,1 40,5
Sosialisasi Kurikulum
5 Model-Model KTSP 89,4 77,4
6 Model-Model Silabus 92,4 85,7
7 Model-Model RPP 92,4 82,1
8 Model-Model Muatan Lokal 74,2 47,6
9 Model-Model Penembangan Diri 69,7 41,7
10 Model-Model Pembelajaran IPA/IPS terpadu 42,4 22,6
11 Model-Model Pembelajaran Tematik 16,7 13,1
12 Model-Model Program Khusus (PLB) 9,1 11,9

Tabel di atas memberikan gambaran bahwa secara umum kepala sekolah (93,9 % SI,
92,4 % untuk SKL, 90,9% untuk pelaksanaan SI dan SKL) menyatakan telah memiliki. Ini
berarti, sumber acuan pengembangan KTSP telah dimiliki oleh sekolah-sekolah tersebut.
Namun terdapat perbedaan pernyataan antara kepala sekolah dan guru. Frekuensi kepala
sekolah yang telah menenrima dokumen tersebut lebih tinggi dari pada guru. Menurut
guru baru sekitar 70,2 % yang menyatakan telah menerima dokumen SI, 66,7 %untuk
SKL dan aturan pelaksanaannya. Perbedaan ini menunjukkan bahwa mungkin saja
sebagian kepala sekolah belum sempat menyampaikan dokumen tersebut kepada guru oleh
karena berbagai alasan. Sayangnya tim studi tidak sempat melacak alasan mengapa terjdi
perbedaan yang cukup signifikan, sementara guru dan kepala sekolah yang diundang
berasal dari sekolah yang sama.

Hal lain yang perlu juga dicermati adalah bahan-bahan tersebut harus bisa diakses secara
mudah oleh semua insan di sekolah terssebut. Sumber acuan lain yang harus dimiliki
sekolah adalah model muatan lokal, model pengembangan diri, model pembelajaran

Laboran Hasil Monitoring Implementasi SI & SKL Puskur, 2007 16


terpadu IPA/IPS di SMP, model pembelajaran tematik di SD dan model program khusus
untuk pendidikan khusus. Hal ini agar segera diupayakan untuk menjamin pengembangan
dan penerapan KTSP oleh satuan pendidikan berjalan secara efektif dan efisien.

2. Cara Memperoleh Dokumen


Pada umunya sekolah/satuan pendidikan mendapat dokumen tersebut dengan berbagai
cara melalui mengkopi sendiri dalam bentuk CD, cetakan, dari dinas pendidikan maupun
piha lainnya. Secara rinci adalah seperti tabel berikut

Tabel 12 : Cara memperoleh dokumen kelengkapan KTSP


No Jenis Dokumen Cara Memperoleh (%)
Copy sendiri Copy sendiri Dari Dinas Dari Dinas Dibeli dari
dalam dalam Pendidikan Pendidikan pihak lain
bentuk CD bentuk cetak dalam bentuk dalam bentuk
CD cetak
KS GR KS GR KS GR KS GR KS GR
1 Permendiknas No. 22 30,3 23,8 15,2 15,5 9,1 7,1 6,1 8,3 1,5 2,4
tahun 2006
2 Permendiknas No. 23 30,3 23,8 13,6 15,5 9,1 7,1 9,1 10,7 - 2,4
tahun 2006
3 Permendiknas No. 24 34,8 25,0 12,1 15,5 9,1 8,3 6,1 8,3 1,5 2,4
tahun 2006
4 SE Mendiknas No. 19,7 9,5 10,6 9,5 3,0 3,6 7,6 9,5 - 1,2
33/MPN/SE/2007 (Ttg
Sosialisasi Kurikulum
5 Model-Model KTSP 31,8 23,8 10,6 20,2 12,1 7,1 4,5 16,7 4,5 1,2
6 Model-Model Silabus 33,3 26,2 9,1 22,6 13,6 11,9 4,5 13,1 4,5 1,2
7 Model-Model RPP 33,3 22,6 9,1 23,8 15,2 8,3 6,1 13,1 4,5 1,2
8 Model-Model Muatan 28,8 16,7 9,1 13,1 12,1 6,0 3,0 7,1 1,5 2,4
Lokal
9 Model-Model 22,7 13,1 12,1 9,5 12,1 4,8 3,0 6,0 - 1,2
Penembangan Diri
10 Model-Model 16,7 7,1 6,1 9,5 6,1 2,4 3,0 1,2 1,5 1,2
Pembelajaran IPA/IPS
terpadu
11 Model-Model 6,1 2,4 3,0 7,1 3,0 1,2 - 1,2 - -
Pembelajaran Tematik
12 Model Program Khusus 3,0 1,2 1,5 1,2 - 1,2 - 1,2 - -
(PLB)
a. Orientasi dan
mobilitas
b. Bina Komunikasi,
persepsi bunyi, dan
irama
c. Bina diri
d. Bina gerak
e. Bina pribadi dan
sosial
f. Bina diri dan bina
gerak

3. Pemahaman Isi dokumen berkaitan KTSP

Sebagian besar responden (Kepala sekolah 68,2%, guru 48,8%)`menyatakan sulit


memperoleh dokumen KTSP. Bagi yang sudah memperoleh, umumnya responden
(Kepala Sekolah 87,9%, Guru 67,9%,) menyatakan sudah mempelajari. Bagi kepala

Laboran Hasil Monitoring Implementasi SI & SKL Puskur, 2007 17


sekolah yang belum memperoleh dokumen tapi sudah pernah mendapatkan informasi
tentang peraturan tersebut. Mereka mendapatkan informasi tersebut dari Kepala Dinas
15,2%, lainya dari pengawas atau teman sejawat yang pernah mengikuti sosialisasi.
Sedangkan bagi para guru, mereka mendengar dari Kepala Sekolah (22,6%), pengawas
(10,7%) dan teman (10,7%).

Ketika diminta untuk mendeskripsikan isi dokumen tersebut untuk melihat apakah mereka
telah mempelajari dan memahaminya, berikut jawaban yang mereka berikan:

Tabel 13 Jawaban Responden tantang Dokumen SI, SKL, dan KTSP


No Jenis Dokumen Deskripsi Singkat
1 Permendiknas No. 22 tahun Tentang standar isi yaitu lingkup materi minimal dan tingkat
2006 kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan
minimal pada jenjang dan jenis pendidikan
2 Permendiknas No. 23 tahun Berisi tentang standar kompetensi lulusan utk satuan pendidikan
2006 dasar dan menengah
3 Permendiknas No. 24 tahun Mengatur tentang pelaksanaan peraturan mendiknas tentang
2006 standar isi dan SKL untuk stuan pendidikan dasar dan menengah
4 Surat Edaran Mendknas No. Edaran/himbauan untuk segera mensosialisikan & menerapkan
33/MPN/SE/2007 (Tentang KTSP mulai tahun pelajaran 2006/2007
Sosialisasi Kurikulum)
5 Model-Model KTSP Yaitu tentang contoh kurikulum tingkat satuan pendidikan yang
bisa dikembangkan
6 Model-Model Silabus Yaitu tentang contoh format silabus (deskripsi tentang pokok-
pokok materi pembelajaran)
7 Model-Model RPP Contoh format rencana pelaksanaan pembelajaran yang bisa
dikembangkan
8 Model-Model Muatan Lokal Yaitu contoh format silabus dari muatan lokal yang bisa
dikembangkan sesuai karakteristik lingkungan di sekitar sekolah
9 Model-Model Penembangan Yaitu format kegiatan untuk memberikan kesempatan kepada
Diri peserta didik untuk mengembangkan dan mengekpresikan
dirinya
10 Model-Model Pembelajaran IPA terpadu diartahkan ke lingkungan ttg pengelolaan alam
IPA/IPS terpadu sesuai dgn kondisi lingkungan di kep. Babel
11 Model-Model Pembelajaran Pada pembelajaran tematik guru harus lebih kreatif membuat alat
Tematik peraga atau pembelajaran atau menyenangkan sehingga anak
tidak bosan
12 Model-Model Program Berisikan tentang program khusus: a. tentang OM, b. BPM, c.
Khusus (PLB) tentang bina diri, d. tentang bina diri dan gerak, e. tentang bina
emosi dan sosial dan buku tentang keterampilan yang menunjang

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa responden mengetahui dokumen hanya
sekadar kulitnya saja, sedangkan apa yang tertera secara eksplisit dan implisit di
dalamnya, sama sekali belum dipahami. Perlu dilakukan berbagai upaya agar pemahaman
tentang kebijakan pengembangan dan penerapan KTSP oleh satuan pendidikan memiliki
persepsi yang sama, fleksibel, sesuai kondisi sekolah. Hal ini dapat dilakukan tidak hanya
dalam bentuk sosialisasi saja tetapi juga melalui workshop dengan menggunakan media
langsung (rapat kerja), media cetak, media televisi radio, dan internet secara interaktif,
dengan menggunakan bahan yang jelas, sederhana, dan praktis.

4. Penyusunan KTSP

Sebagian besar responden menyatakan bahwa sekolah mereka telah menyusun KTSP.
(93,9%). Menurut pernyataan responden, sebagian besar penyusunan dilakukan dengan
cara adaptasi atau penyesuaian dengan keadaan dan kebutuhan sekolah (62,1%), disusun

Laboran Hasil Monitoring Implementasi SI & SKL Puskur, 2007 18


sendiri (16,7%), dan adopsi dari contoh-contoh yang ada (3,0%), sisanya (9,2%) tidak
memberikan jawaban.

Sedangkan responden guru yang menyampaikan sekolahnya telah menyusun KTSP adalah
86,9%. Penyusunan dilakukan sebagian besar dengan cara adaptasi atau penyesuaian
dengan keadaan dan kebutuhan sekolah (61,9%), disusun sendiri (13,1%), dan adopsi dari
contoh-contoh yang ada (7,1%).

Berdasarkan pendapat responden, 60% kepala sekolah menganggap tidak sulit menyusun
KTSP. Demikian pula 51,2% responden guru beranggapan demikian.
Bagi yang merasakan kesulitan dalam penyusunan KTSP menyampaikan berbagai alasan,
di antaranya sebaai berikut:

Tabel 14 : Kesulitan dalam Menyusun KTSP

Aspek Kesulitan dan Alasan


Merumuskan Visi dan Misi Sekolah menyamakan persepsi dengan semua guru & karyawan
Merumuskan tujuan sekolah kesesuaian antara tujuan sekolah dgn situasi, kondisi masyarakat
Menetapkan mata pelajaran Mata pelajaran mana yang diajarakan lebih banyak jamnya
Menetapkan dan mengembangkan SDM yg ada belum mampu, masih kurang memadai sarana dan
muatan lokal prasarana pendukung
Menetapkan dan mengembangkan Belum ada tenaga pemikir/pakar dalam hal pengembangan diri
kegiatan pengembangan diri
Menetapkan pengaturan beban Kemampuan menyusun masih belum maksimal
belajar
Menetapkan kriteria ketuntasan Sulit menentukan KKM karena harus melihat setiap SKL dan
minimal (KKM) KD yang banyak
Menetapkan kriteria kenaikan kelas Jika siswa mendapat nilai yang sama untuk menetapkan
kriterianya agak sulit namun sudah diulang dengan tes-tes yang
lain
Menetapkan kriteria kelulusan Tidak diberikan kepada pihak sekolah dalam pengambilan
keputusan terakhir
Menentukan pelaksanaan kegiatan Tidak semua budang studi mudah dalam menerapkan
pendidikan kecakapan hidup pendidikan kecakapan hidup khususnya bidang studi PKN
Menetapkan dan mengembangkan Tidak cukupnya panduan untuk itu
pendidikan berbasis keunggulan
lokal
Mengembangkan dan melaksanakan Belum ada tenaga yang dipersiapkan untuk itu
pendidikan berbasis keunggulan
global
Menyusun kalender Pendidikan Dalam penyususnan kalender pendidikan sudah disusun oleh
dinas pendidikan disesuaikan dengan daerah masing-masing
Menjabarkan standar Dalam penyusunan berpedoman pada silabus yang ada buku
kompetensi/kompetensi dasar yang dijadikan masih harus dirancang sendiri karena tingkat
menjadi indikator kesukarannya da ditingkat kelas I, II, dan III
Menyusun kegiatan pembelajaran Dalam kegiatan pembelajaran terkendala pada waktu yang
terbatas
Menetapkan materi pokok Ada perbedaan pada referensi pendukung sehingga harus penuh
teliti berdasarkan tuntutan dan SI
Menyusun bahan ajar Masih kurangnya buku sumber yang ada diperpustakaan atau
toko buku yang ada
Menentukan strategi dan alat Banyaknya tugas guru dalam penilaian yang terlalu rumit
penilaian
Menindaklanjuti hasil penilaian Melakukan remedial terhadap siswa yang belum tuntas
Menentukan alokasi waktu Di alokasi waktu kadang-kadang tidak cukup karena siswa-

Laboran Hasil Monitoring Implementasi SI & SKL Puskur, 2007 19


Aspek Kesulitan dan Alasan
siswa asik dengan percobaan-percobaan yang di cobanya kerna
jika belum berhasil siswa tidak akan meninggalkan tempatnya
walaupun guru mengatakan sudah selesai jam pertemuannya
Menentukan sumber dan alat Sulit mencari sumber dan alat untuk kompetensi tertentu
pembelajaran
Merumuskan tujuan pembelajaran Membedakan KD dan indikator perlu pemahaman para guru
Menyusun silabus Cara mengembangkan indikator kegiatan
pembelajaran/penilaian
Menyusun RPP Cara menentukan strategi/model pembelajaran/evaluasi

Data di atas menunjukan masih terdapat inkonsistensi antara pemahaman isi dokumen
berkaitan dengan KTSP dengan kesulitan yang dialami guru dan kepala sekolah dalam
mengembangkan dan menerapkan KTSP, yang sifatnya sudah harus menjabarkan secara
teknis dan rinci.

5. Pemahaman Tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi dengan KTSP

Sebagian besar responden menyatakan bahwa kurikulum berbasis kompetensi adalah


kurikulum yang menitikberatkan atau berorientasi pada kompetensi/kemampuan siswa
dengan harapan setelah siswa selesai sekolah memiliki suatu kompetensi diri yang
kompeten. Umumnya responden menyatakan bahwa kurikulum sebelumnya (1994) perlu
diubah menjadi KTSP dengan alasan (1) Karena dengan pembelajaran berdasarkan
kompetensi, anak dapat menghasilkan pembelajaran yang lebih optimal (2) layak
disempurnakan dalam kerangka inovasi pendidikan untuk meningkatkan kualitas
pendidikan.

Umumnya responden telah mengetahui komponen-komponen KTSP, yaitu (1) visi misi
dan tujuan pendidikan, struktur dan muatan, kalender pendidikan, silabus, RPP (2) visi,
misi, tujuan Sekolah, struktur kurikulum, muatan lokal, pengaturan beban belajar, kalender
pendidikan standar kompetensi, standar kompetensi lulusan dan SKBM/KKM.

1. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh sekolah agar dapat melaksanakan KTSP

Responden berpendapat bahwa persyaratan yang harus dipenuhi oleh sekolah dalam
melaksanakan KTSP adalah adanya kesatuan pendapat dan dukungan dari warga sekolah
dalam menentukan tujuan sekolah serta keinginan masyarakat yang dituangkan dalam
KTSP. Juga perlu didukung oleh kesiapan semua komponen sekolah, ketersediaan dana,
bahan yg akan dijadikan acuan.

Sedangkan hal-hal yang harus dilakukan guru agar dapat melaksanakan KTSP secara
optimal adalah guru harus memiliki pemahaman yang baik terhadap konsep dan falsafah
KTSP serta teknis implementasinya di lapangan.

Umumnya responden menyatakan perbedaan antara KTSP dengan kurikulum 1994 adalah
bahwa KTSP berorientasi pada penguasaan kompetensi, berpusat pada siswa, guru sebagai
fasilitator, konteksual. Sedangkan kurikulum 1994 berorientasi pada tujuan, berpusat pada
guru, guru sebagai sumber belajar, abstrak.

Laboran Hasil Monitoring Implementasi SI & SKL Puskur, 2007 20


Dalam implementasinya, KTSP memerlukan silabus karena silabus merupakan
penjabaran dari standar kompetensi yang mengacu pada pencapaian standar kelulusan.

Umumnya responden melihat hal-hal positif yang ada dalam KTSP, di antaranya
kurikulum KTSP lebih menampung inspirasi dari warga sekolah serta mencakup
perubahan/menyesuaikan dengan kondisi yang ada.

6. Pelaksanaan KTSP

Umumnya responden memahami silabus sebagai penjabaran SK, KD, indikator sebagai
pedoman dalam pelaksanaan KBM. Unsur-unsur yang harus ada dalam silabus adalah SK,
KD, materi pokok, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, waktu dan sumber.
Umumnya responden menyatakan bahwa perbedaan antara silabus dan RPP adalah: RPP
sifatnya lebih operasional dari silabus. RPP dibuat untuk setiap pertemuan, sedangkan
Silabus dibuat untuk beberapa kali pertemuan. Umumnya responden meyakini bahwa
silabus dan RPP dapat menuntun atau membantu guru dalam pelaksanaan pembelajaran.

Sebagian besar responden menyatakan bahwa umumnya silabus disusun oleh para guru
secara bersama-sama dengan rekan satu sekolah maupun dalam MGMP. Umumnya
sekolah melibatkan pengawas dalam penyusunan silabus, baik sebagai pembimbing
maupun sebagai narasumber.

Secara umum responden menyatakan bahwa kondisi (sumber/alat/dan sumber daya di


sekolah belum memadai untuk mendorong keterlaksanaan KTSP.

7. Permasalahan dan upaya mengatasinya

Secara umum, masih ada permasalahan dalam implementasi KTSP. Persoalan yang
umumnya dialami oleh sekolah dalam menyusun KTSP menurut responden adalah
pemahaman yang belum maksimal dari warga sekolah, terutama guru, serta ketersediaan
sarana dan prasarana pendukung yang belum memadai.

Upaya untuk mengatasi kesulitan adalah dengan terus meningkatkan pemahaman aspek-
aspek yang terdapat dalam KTSP serta peningkatan penggunaan TIK untuk mendukung
kegiatan pembelajaran. Caranya dengan mengadakan diklat, work shop, pertemuan rutin
guru, KKG, dan KKKS.

Strategi sekolah dalam mensosialisasikan KTSP kepada warga sekolah (guru, orang tua),
dan masyarakat adalah dengan melakukan diskusi di antara guru, kepsek, serta warga
sekolah lain dengan dibimbing oleh pengawas dan kepala UPT Dinas Pendidikan
setempat.

Persyaratan dan Kebutuhan sekolah dalam menyusun KTSP adalah adanya kemauan yang
keras dari pihak sekolah untuk menyusun dan mengimplementasikan KTSP serta
dukungan dana yang besar.

Strategi sekolah dalam melakukan pemantauan pelaksanaan KTSPdi antaranya dengan


membentuk tim kecil di bawah naungan wakil kepala skeolah bidang kurikulum dan wakil
kepala skeolah bidang pengendali mutu untuk melakukan pemantauan. Juga dengan

Laboran Hasil Monitoring Implementasi SI & SKL Puskur, 2007 21


melakukan supervisi, melibatkan pengawas sekolah, dan tim pengembangan kurikulum
sekolah.

Upaya sekolah dalam mendorong guru dalam melaksanakan KTSP antara lain dengan:
1. Memberi motivasi bagi guru dan reward bagi yang telah menyusun silabus dan RPP.
2. Memberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengikuti diklat dan banyak bertanya
pada rekan sejawat yang lebih paham.
3. Membantu memberikan petunjuk; mendatangkan tenaga ahli; mendatangkan tenaga
LPMP.

8. Pendanaan

Umumnya responden kepala sekolah menyatakan bahwa penyusunan KTSP


membutuhkan biaya yang besar. Sekolah umumnya memanfaatkan sumber dana lain
(48,5%) untuk menyusun KTSP. Dana itu bukan dari dana BOS, juga bukan dari Dinas
Pendidikan (APBD), dan bukan dipungut dari siswa.

Sedangkan untuk melakukan sosialisasikan KTSP di lingkungan warga sekolah pada


umumnya dana diperoleh secara swadaya (19,7%) atau bersumber dari APBN (12,1%).

C. Persepsi Komite Sekolah (Orangtua) dalam Pengembangang dan Penerapan


KTSP

Selain menggunakan sumber data dari dinas pendidikan, guru dan kepala sekolah, dalam
monitoring ini juga dilakukan analisis tentang KTSP dengan sumber data dari oorangtua
yang bertindak sebagai komite sekolah. Berikut adalah berbagai informasi yang berkaitan
tentang KTSP menurut persepsi orangtua.

1. Pemahaman Orang Tua Siswa/Komite tentang Pelaksanaan Kurikulum

a. Perbedaaan KTSP dengan Kurikulum sebelumnya

Memahami kurikulum yang berlaku termasuk hal yang harus dilakukan oleh orang tua.
Berkaitan dengan perubahan kebijakan kurikulum saat ini, perlu digali sejauhmana orang
tua siswa memahami perbedaan kurikulum yang sekarang dengan kurikulum yang berlaku
selama ini. Hal ini menjadi penting karena perubahan kebijakan tentang kurikulum saat ini
memiliki konsekuensi terhadap peranan orang tua. Dengan adanya otonomi sekolah dalam
pengembangan kurikulum, orang tua dituntut untuk berperan aktif dalam mendukung
keberhasilan siswa dalam pencapaian kompetensi yang diharapkan.

Berdasarkan hasil wawancara, diperoleh gambaran bahwa umumnya (90%) orangtua


siswa menyatakan bahwa KTSP berbeda dengan Kurikulum 2004, dan hanya 10%
menyatakan tidak. Hal ini menunjukkan bahwa sosialisasi KTSP yang telah dilakukan
cukup berhasil. Sebanyak ± 50 % menyatakan mengetahuinya dari sekolah sedangkan ±
50 % lagi tanpa penjelasan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam penyusunan
KTSP pihak sekolah telah mensosialisasikan kepada orang tua melalui komite

Laboran Hasil Monitoring Implementasi SI & SKL Puskur, 2007 22


Berikut diagram tentang pemahaman orang tua/komite tentang KTSP.

5.0
10

0%
.00
%
Tahu
Tidak Tahu
Tidak berbeda

85
.00
%

Diagram 1. Pemahaman orang tua terhadap perbedaan


kurikulum yang sebelumnya dengan KTSP

b. Penjelasan Kebijakan Kurikulum terhadap Orang Tua Siswa`

Untuk mendukung pemahaman orang tua, perlu ada upaya sekolah untuk melibatkan
orang tua dalam sosialisasi kurikulum. Sehubungan dengan tersebut, berdasarkan
wawancara dengan orang tua siswa, sebanyak 90% orang tua menyatakan menerima
penjelasan tentang KBK dari pihak sekolah dan dinas pendidikan setempat, sedangkan
10 % menyatakan belum pernah. Namun hanya 20 % yang menyatakan mengerti
penjelasan yang diberikan sehingga dapat memberikan dukungan dan kerja sama
dengan pihak sekolah. Sedangkan 80 % lainnya sudah menerima penjelasan tapi tidak
mengetahui dengan pasti arti penjelasan tersebut. Ini menunjukkan bahwa pemahaman
orang tua tentang KTSP belum memadai sehingga perlu sosialisasi lebih lanjut agar
orang tua dapat berpartisipasi lebih aktif dalam pendidikan putra/putrinya.

b. Konsep dan Strategi Sosialisasi KTSP

Pemahaman yang benar bagi setiap orang tua terhadap KTSP sangat menentukan
keberhasilan proses pembelajaran siswa. Berdasarkan wawancara dengan orang tua,
diperoleh informasi bahwa sebanyak 65% orang tua cukup mengerti bahwa KTSP
disusun dengan memperhitungkan potensi lingkungan dan didasarkan atas Permen
Mendiknas Nomor 22, 23, dan 24. Sedangkan 15 % lainnya sudah mendengar tapi
belum menunjukkan pemahaman tentang KTSP, sedangkan 20% belum pernah sama
sekali menerima sosialisasi KTSP. Namun demikian memberi indikasi bahwa
sosialisasi KTSP di tingkat satuan pendidikan SMA (khususnya) dan SMK sudah
dilakukan sekolah dengan baik kepada orang tua (stake holder) namun perlu
ditingkatkan dan dilakukan lebih intensif.

c. Respon Orang Tua terhadap pelaksanaan KTSP di sekolah

Hampir semua responden (99 %) menyatakan senang dengan pengunaan KTSP sebab
membuat perhatian siswa terhadap kegiatan belajarnya lebih besar (siswa lebih aktif
belajar) dan kemampuanya lebih dieksplorasi. Namun secara implisit orang tua (25%)

Laboran Hasil Monitoring Implementasi SI & SKL Puskur, 2007 23


mengharapkan kemampuan dan komitmen sekolah yang sungguh-sungguh untuk
menyusun dan melaksanakan KTSP sesuai potensi daerah dan karakteristik sekolah.

Respon yang sangat baik ini memberikan indikasi bahwa KTSP mendapat sambutan
yang sangat positif dikalangan orang tua (stake holder) sehingga sosialisasinya perlu
ditingkatkan dan strategi implementasinya perlu dievaluasi secara berkala agar
implementasinya maksimal.

20.00%
25.00%
Sangat Senang

Senang, karena kemampauan siswa


Berikut diagram respon orang tua terhadap
yang pelaksanaan KTSP dan
dikembangkan banyak di sekolah
fokus.

Senang, asalkan siswa menjadi lebih


pandai dan disiplin

55.00%

Diagram 2. Tanggapan orang tua terhadap pelaksanaan KTSP dan peluangnya dalam
peningkatan kemampuan siswa

2. Hubungan penerapan KTSP dengan biaya yang dikeluarkan siswa dalam proses
belajar mengajar

a. Frekuensi siswa meminta uang tambahan untuk biaya belajar setelah


menggunakan KTSP

Sebanyak 57,15 % (14,29% sering dan 42,86% kadang-kadang orang tua mengeluarkan
uang tambahan) orang tua menyatakan adanya tambahan pengeluaran biaya yang
signifikan dengan penerapan KTSP. Sedangkan 42,86% (yang menyatakan tidak
pernah/hampir tidak pernah mengeluarkan biaya tambahan setelah penerapan KTSP)
menyatakan bahwa sekolah di mana putra/i mereka bersekolah telah menyusun anggaran
yang lengkap sehinga semua pembiayaan sudah dibayar pada awal tahun ajaran. Ini
menunjukkan bahwa pengeluaran tambahan untuk biaya studi setelah KTSP diterapkan
cukup signifikan. Namun dari data rersponden tidak ditemukan keluhan atau keberatan
orang tua (stake holder) sehubungan dengan tambahan biaya ini. Dengan demikian
walaupun penerapan KTSP mempunyai implikasi pengeluaran dana yang lebih namun
dapat diterima secara positif sebab dana-dana tambahan yang dikeluarkan dialokasikan
langsung untuk peningkatan kompetensi siswa. Untuk itu sosialisasi KTSP yang akan
datang tidak saja difokuskan pada konsep-konsep KTSP tetapi lebih dari itu difokuskan
pada strategi implementasi dan teknik pelaksanaan.

Laboran Hasil Monitoring Implementasi SI & SKL Puskur, 2007 24


Berikut diagram frekuensi siswa meminta uang tambahan untuk beiaya belajar setelah
menggunakan KTSP

14.29%

Sering

Kadang-Kadang
42.86%
Tidak Pernah

42.86%

Diagram 3. Hubungan penerapan KTSP dengan biaya yang dikeluarkan siswa


dalam proses belajar mengajar

b. Biaya tambahan yang dibayarkan orangtua setelah menggunakan KTSP

Semua responden menyatakan adanya tambahan biaya yang besar dan frekuensinya sangat
bergantung pada kegiatan yang direncanakan sekolah masing-masing. Namun jawaban
responden tengan pengeluaran tambahan ini sangat beragam antara yang sudah terencana
melalui APBS sekolah sampai dengan yang tidak memiliki rencana sama sekali. Khusus
sekolah-sekolah yang belum memiliki APBS yang baik tambahan pengeluaran ini
menambah volume pekerjaan bertambah. Untuk itu dalam pelaksanaan sosialisasi KTSP
pada level strategi peleksanaan dan di tingkat teknis operasional perlu diberikan
bimbingan pengelolaan keuangan sekolah sehingga baik sekolah maupun orang tua
mendapat kemudahan-kemudahan dalam memberikan layanan kepada putra/i-nya.

Berikut diagram biaya tambahan sehubungan dengan penerapan KTSP


10
.00
%

<= Rp.10.000,00
30

Rp.10.000,00 <= - <= Rp.80.000,00


.00
60

%
.00
%

Relatif, sesuai kebutuhan

Diagram 4. Besarnya biaya tambahan yang dibayarkan orang tua dalam


pelaksanaan KTSP di sekolah

Laboran Hasil Monitoring Implementasi SI & SKL Puskur, 2007 25


c. Ketersediaan Buku Pelajaran

Responden yang menyatakan buku yang dimiliki siswa cukup memadai dengan yang
menyatakan tidak cukup memadai sama besar. Sementara responden yang menyatakan
bahwa buku cukup memadai dalam menunjang proses pembelajaran tidak memberikan
penjelasan atas jawaban yang diberikan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
pengadaan buku-buku yang sesuai dengan potensi daerah dan sesuai dengan karakteristik
siswa perlu diupayakan secara sungguh-sungguh baik oleh pemerintah maupun
masyarakat.

Berikut diagram tentang ketersediaan buku pelajaran

20.00%

Cukup
40.00%

Tidak Cukup

Tidak Tahu

40.00%

Diagram 5. Dukungan buku dalam Proses Pembelajaran KTSP

3. Penjelasan dari Guru tentang Rapor Siswa

Hanya 45% orang tua yang menganggap rapor hasil belajar yang disampaikan sekolah ke
pada orang tua memberikan informasi tentang prestasi belajar siswa. Selain itu data
responden menunjukkan bahwa yang merasa kurang jelas adalah 25% demikian pula yang
tidak memahami sama sekali. Kemungkinannya adalah sekolah belum mampu
medayagunakan format rapor yang ada untuk menginformasikan pencapaian kompetensi
siswa, atau format rapor terlalu rumit sehingga untuk memahaminya diperlukan
penjelasan-penjelasan yang khusus. Ini menunjukkan bahwa diperlukan suatu penelitian
lebih lanjut tentang format laporan hasil belajar dan cara penggunaannya yang diikuti oleh
sosialisasi yang intensif dari pihak sekolah terhadap orang tua.

Laboran Hasil Monitoring Implementasi SI & SKL Puskur, 2007 26


30.00%

Jelas
45.00%
Kurang Jelas

Tidak Jelas

25.00%

Diagram 6. Informasi hasil belajar siswa melalui rapor hasil belajar.

4. Perubahan Sikap Siswa Setelah Sekolah Menerapkan KTSP

Secara umum responden menyatakan adanya perubahan sikap belajar putra/putri mereka
yaitu peningkatan minat dan semangat belajar yang signifikan dengan penerapan KTSP.
Dengan demikian peningkatan pemahaman dan penguasaan KTSP secara konsep, strategi
implementasi, dan teknik pelaksanaan perlu disosialisasikan lebih intensif, luas, dan
efektif.

15.00%

Lebih Rajin Belajar

Relatif Lebih Rajin


55.00%
30.00%
Tidak Berubah

Gambar 7. Pengaruh KTSP terhadap sikap belajar siswa

Informasi 65% responden menyatakan tidak pernah/hampir tidak pernah menerima


keluhan dari putra/putri mereka dan 10% yang kadang-kadang menerima keluhan
mengindikasikan bahwa penerapan KTSP cukup signifikan meningkatkan gairah belajar
siswa. Kegiatan-kegiatan di luar sekolah yang timbul setelah penerapan KTSP disikapi
sebagai implikasi dari semangat KTSP untuk meningkatkan mutu hasil belajar siswa.
Dengan demikian KTSP mendapat sambutan positif dari orang tua karena dipandang
mampu meningkatkan motivasi belajar siswa.

5. Keluhan Siswa Kepada Orang Tua setelah Sekolah menerapkan KTSP

Sebagian besar orang tua (65%0 menyatakan bahwa anaknya tidak pernah mengeluh
sehubungan dengan penerapan KTSP, 25 % menyatakan anaknya sering mengeluh, dan 10
% menyatakan kadang-kadang.

Laboran Hasil Monitoring Implementasi SI & SKL Puskur, 2007 27


Berikut diagram pernyataan orang tua tentang keluhan anak-anak mereka sehubungan
dengan penerapan KTSP.

0%
.0
0%

10
Kadang-kadang
.0
25

Tidak Pernah

Sering, sehingga menjadi beban


tambahan
0%
.0
65

Diagram 8. Persentase keluhan siswa terhadap orang tua setelah penerapan KTSP

D. Perbandingan Hasil Tes Pemahaman KTSP antara Pejabat Struktral di Dinas


pendidikan dengan Sekolah (Kepala Sekolah dan Guru)

Dalam monitoring ini juga dilakukan tes pemahaman atau tes persepsi tentang persepsi
KTSP menurut responden. Tes melibatkan seluruh responden dari dinas pendidikan, guru,
kepala sekolah dan orangtua. Selain untuk melihat persepsi tentang KTSP, tes
dimaksudkan juga untuk mendukung temuan-temuan yang diperoleh melalui kuesioner
guru, kepala, sekolah, orangtua dan dinas pendidikan. Identitas dari para responden adalah
sebagai berikut.

1. Pemahaman Tentang Pengertian Standar Isi

Sebagian besar responden dari kalangan pejabat struktural Dinas Pendidikan memahami
bahwa Standar Isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi minimal untuk
mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu (65.5%).
Hal ini senada dengan pemahaman kepala sekolah dan guru. Sebanyak 63.5% kepala
sekolah dan guru menjawab dengan jawaban yang sama. Kondisi ini menunjukkan bahwa
tidak ada perbedaan signifikan antara pemahaman Dinas Pendidikan dengan sekolah
tentang standar Isi. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada sekitar 35-37% reseponden
belum memahami pengertian standar isi dan standar kompetensi lulusan dengan benar.

Tabel 15 Pemahaman Dinas Pendidikan dan Sekolah tentang Standar Isi

Unsur (%)
Jawaban Dinas Sekolah (Guru dan
Pendidikan Kepsek)
a. Ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang
18.3 22.6
dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi
b. Mencakup lingkup materi minimal dan tingkat
kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi
65.5 63.5
lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan
tertentu.
c. Mengatur tentang struktur kurikulum satuan
12.3 10.9
pendidikan
d. Mengatur tentang kompetensi lulusan 3,9 3

Laboran Hasil Monitoring Implementasi SI & SKL Puskur, 2007 28


Tabel di atas memperlihatkan pemahaman responden terhadap Permendiknas No. 22
Tahun 2006 sangat variatif, meskipun untuk responden yang berbeda tampaknya
pemahaman kedua unsur tidak terlalu jauh berbeda.

2. Pengembangan Substansi Muatan Lokal

Tentang kewenangan penyusunan dan penentapan kurikulum muatan lokal, sebagian


besar responden dari pejabat struktural Dinas Pendidikan (84,5%) menjawab bahwa yang
berwenang menetapkan kurikulum muatan lokal adalah satuan pendidikan yang
bersangkutan. Hal senada juga terlihat dari jawaban responden yang bearasal dari sekolah
(guru dan kepala sekolah), yaitu sebanyak 87,5%. Artinya, masih ada sekitar 13-16 %
responden belum memahaminya dengan benar. Dari kelompok responden yang belum
menjawab dengan benar, terdapat sedikit perbedaan antara responden dari Struktural Dinas
Pendidikan dengan sekolah. Sebanyak 9,9% responden dari pejabat struktural Dinas
pendidikan menjawab bahwa muatan lokal ditetapkan oleh Dinas Pendidikan, sementara
4,5 % responden yang berasal dari sekolah meberikan jawaban yang sama. 8% sekolah
menjawab muatan lokal di tetapkan dari pusat, sementara hanya 0,7 responden dari
pejabat struktural Dinas pendidikan yang menjawab demikian.

Tabel 16 Pemahaman Dinas pendidikan dan Sekolah tentang Pengembangan


Substansi Muatan Lokal

Unsur (%)
Jawaban Dinas Sekolah (Guru dan
Pendidikan Kepsek)
a. Satuan pendidikan 84.5 85.7
b. Dinas pendidikan 9.9 4.5
c. Pusat 0.7 8
d. Komite sekolah 3.5 7.5

3. Tujuan dari Kegiatan Pengembangan Diri

Mengenai kegiatan pengembangan diri, sebagian besar responden dari Dinas pendidikan
menjawab ” memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan
mengekspresikan diri”, yaitu sebesar 73,6%. Hal yang sama juga terjadi pada responden
dari sekolah (Kepala Sekolah dan Guru), sebesar 75,9 %. Ini berarti terdapat sekitar 24-
27% responden memberikan jawaban yang salah atau belum memahami dengan benar.

Tabel 17 Pemahaman Dinas Pendidikan dan Sekolah Tentang Tujuan Kegiatan


Pengembangan Diri

Unsur (%)
Jawaban Dinas Sekolah (Guru dan
Pendidikan Kepsek)
a. Memperdalam penguasaan mata pelajaran 3.5 1.5
b. Menciptakan wahana kegiatan sesuai minat dan
19.4 18.0
bakat siswa
c. Memberi pelayanan konseling pada siswa 2.5 3.0
d. memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
73.6 75.9
mengembangkan dan mengekspresikan diri.

Laboran Hasil Monitoring Implementasi SI & SKL Puskur, 2007 29


4. Penggunaan Standar Kompetensi Lulusan

Dalam hal penggunaan Standar Kompetensi Lulusan sebagai pedoman penilaian dalam
menentukan kelulusan peserta didik 90,5 % responden dari pejabat struktural Dinas
Pendidikan menjawab dengan benar. Sejalan dengan hal tersebut, sekolah (kepala sekolah
dan guru) menjawab dengan benar sebanyak 89,5%. Data ini menunjukkan bahwa terdapat
sekitar 10% responden yang belum menjawab dengan benar.

Tabel 19 Pemahaman Dinas Pendidikan dan Sekolah tentang Penggunaan Standar


Kompetensi Lulusan

Unsur (%)
Jawaban Dinas Sekolah (Guru dan
Pendidikan Kepsek)
a. Pedoman penilaian kelas 1.8 0.8
b. Pedoman penilaian tertulis 2.1 1.9
c. pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan
90.5 89.5
peserta didik.
d. Panduan penilaian kinerja dan portofolio 3.5 5.3

5. Penyusunan Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)

Sebagai kurikulum operasional, KTSP disusun oleh sekolah dan disesuaikan dengan
kondisi yang ada. Hanya 68 % responden dari Dinas pendidikan yang menjawab dengan
benar, dan sebanyak 70,7 % responden sekolah (kepala sekolah dan guru) menjawab sama.
Artinya, terdapat sekitar 30 % responden belum memahami dengan benar. Dan ternyata,
sekitar 25 % responden masih beranggapan bahwa masih ada kurikulum nasional.
Kemungkinan besar yang disebut sebagai kurikulum nasional itu adalah Standar Isi dan
Standar Kompetensi Lulusan.

Tabel 20 Pemahaman Dinas Pendidikan dan Sekolah terhadap Penyusunan


Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)

Unsur (%)
Jawaban Dinas Sekolah (Guru dan
Pendidikan Kepsek)
a. Disusun oleh pusat 3.5 2.6
b. Disusun oleh sekolah dengan mengacu pada
24.6 23.7
kurikulum nasional
c. Disusun oleh sekolah sesuai dengan kondisi,
68.0 70.7
kebutuhan dan potensi sekolah
d. Disusun oleh sekolah sebagai model kurikulum 2.5 1.5

6. Acuan Penyusunan KTSP

Sebagian besar responden yang berasal dari Dinas Pendidikan (74,3%) menyatakan
bahwa ”model Kurikulum yang dikembangkan oleh satuan pendidikan lain tidak dapat
dijadikan sebagai acuan pengembangan KTSP. Hal senada juga ditunjukan oleh

Laboran Hasil Monitoring Implementasi SI & SKL Puskur, 2007 30


pernyataan kepala sekolah dan guru (79,7%). Ini menunjukkan adanya kesadaran bahwa
KTSP harus disusun sendiri mengingat situasi dan kondisi sekolah yang berbeda-beda.

Lebih lanjut dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 21 pemahaman Dinas Pendidikan dan Sekolah terhadap Acuan yang


Digunakan dalam Menyusun KTSP, kecuali....

Unsur (%)
Jawaban Dinas Sekolah (Guru dan
Pendidikan Kepsek)
a. Standar Isi 5.6 4.9
b. Standar kompetensi lulusan 6.7 4.1
c. Panduan penyusunan kurikulum dari BSNP 11.3 9.4
d. Model kurikulum satuan pendidikan lain 74.3 79.7

7. Kemungkinan Satuan pendidikan Menyusun KTSP dengan Standar yang Lebih


Tinggi

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 tentang pelaksanaan


Standar isi dan Standar Kompetensi lulusan memnyatakan bahwa satuan pendidikan dapat
mengembangkan kurikulum dengan kompetensi yang lebih tinggi dari Standar Isi dan
Standar Kompetensi Lulusan. Lebih dari separuh (55,6%) responden dari dinas
pendidikan menyatakan hal tersebut mungkin dilakukan asal tetap mengacu pada Standar
Isi dan Standar Kompetensi Lulusan sebagai ukuran kompetensi minimal. Hal yang sama
juga ditunjukkan oleh pernyataan kepala sekolah dan guru (52,6%). Artinya, tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara pandangan dinas pendidikan dengan sekolah dalam
pengembangan kompetensi yang lebih tinggi untuk satuan pendidikan tertentu.
Namun demikian, sebagian responden dari dinas pendidikan (38,4%) menyatakan bahwa
hal itu mungkin dilakukan dengan menambah dan memperdalam kompetensi atau materi
sesuai dengan ciri dan kebutuhan satuan pendidikan yang bersangkutan. Hal ini tidak jauh
berbeda dengan pemahaman kepala sekolah dan guru (38,0%). Hanya sebagian kecil
responden dari dinas pendidikan yang menyatakan perlu penambahan jam sebagai
konsekuensi dari penaikan standar kompetensi oleh satuan pendidikan. Agak berbeda
dengan pernyataan kepala sekolah dan guru yang cenderung menambah jam pelajaran
(7,9%).

Lebih lanjut lihat pada tabel dan diagram berikut:

Tabel 22 Pemahaman Dinas dan Sekolah tentang Kemungkinan Satuan pendidikan


Menyusun KTSP dengan Standar yang Lebih Tinggi
Unsur (%)
Jawaban Dinas Sekolah (Guru dan
Pendidikan Kepsek)
a. Mungkin, dengan menambah, memperdalam
kompetensi atau materi sesuai ciri dan kebutuhan 38.4 38.0
satuan pendidikan
b. Mungkin, asal tetap mengacu pada Standar Isi dan
55.6 52.6
SKL sebagai kompetensi minimal
c. Mungkin dengan tidak menambah mata pelajaran 1.1 1.5
d. Mungkin, asal tidak menambah waktu lebih dari 4
4.9 7.9
jam pelajaran per minggu

Laboran Hasil Monitoring Implementasi SI & SKL Puskur, 2007 31


Tabel dan diagram di atas memperlihatkan bahwa semua responden menyatakan tidak ada
masalah apabila satuan pendidikan mampu mengembangkan kurikulumnya melebihi
standar SI dan SKL asalkan dengan kriteria tertetu.

8. harapan Dinas Pendidikan dan Sekolah tentang Batas Akhir penerapan KTSP

Hampir semua responden (sekitar 96%) baik yang berasal dari Dinas pendidikan maupun
kepala sekolah dan guru menyatakan bahwa paling lambat penerapan KTSP pada tahun
2009/2010. Sebagian daerah optimis dengan batas akhir tahuan 2007/2008 (14,4% untuk
Dinas pendidikan dan 18,4% untuk sekolah). Daerah dan sekolah yang berpandangan
demikian umumnya bagi mereka yang telah menerapkan KBK secara keseluruhan.

Lebih lanjut lihat pada tabel dan diagram berikut.

Tabel 23 Harapan Dinas pendidikan dan Sekolah Tentang Penjadualan Penerapan


Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan

Unsur (%)
Jawaban Dinas Sekolah (Guru dan
Pendidikan Kepsek)
a. Tahun Ajaran 2007/2008 14.4 18.4
b. Tahun Ajaran 2008/2009 23.6 25.2
C Tahun Ajaran 2009/2010 57.1 52,3
d Tahun Ajaran 2010/2011 4.9 4.1

Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden berharap bahwa satuan
pendidikan dasar dan menengah seharusnya sudah mulai menerapkan Standar Isi dan
Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah paling
lambat Tahun Ajaran 2009/2010

9. Peranan Gubernur, Bupati dan walikota dalam Pengaturan Jadual Pelaksanaan


Permendiknas No. 22 dan 23 tahun 2006 oleh Satuan Pendidikan

Sebagian besar responden berpendapat bahwa pengaturan jadual pelaksanaan


Permendiknas No. 22 dan 23 Tahun 2006 telah sesuai dengan kesiapan satuan pendidikan
atas pertimbangan dinas pendidikan setempat. Lebih lanjut lihat tabel dan grafik di bawah
ini.

Tabel 24 Pemahaman Dinas Pendidikan dan Sekolah terhadap Peranan Gubernur,


Bupati dan walikota dalam Pengaturan Jadual Pelaksanaan
Permendiknas No. 22 dan 23 tahun 2006 oleh Satuan Pendidikan
Unsur (%)
Jawaban Dinas Sekolah (Guru dan
Pendidikan Kepsek)
a. Sesuai dengan kondisi dan kesiapan satuan
46,1 51,5
pendidikan
b. Secara serempak di seluruh wilayahnya 13.4 7.5
c. Ditetapkan dan dipertimbangkan oleh dinas
7.4 8.3
pendidikan
d. Ditetapkan oleh satuan pendidikan dengan
33.1 32.7
pertimbangan dinas pendidikan

Laboran Hasil Monitoring Implementasi SI & SKL Puskur, 2007 32


Dari tes pemahaman tersebut dapat disimpulkan bahwa peran dinas pendidikan adalah
sangat vital dalam membentuk persepsi, melakukan sosialisasi dan mengkoordinasikan
pengembangan dan penerapan KTSP oleh satuan pendidikan.

E. Observasi Kegiatan Pembelajaran

Selain menggunakan tes pemahaman atau tes persepsi KTSP, kuesioner guru dan kepala
sekolah, kuesioner dinas pendidikan, dan kuesiner orangtua, juga dilakukan observasi
pembelajaran. Tujuan observasi adalah untuk memotret secara faktual perencanaan dan
pelaksanaan pembelajaran dilihat dari segi: kesesuaianya dengan kebijakan pengembangan
KTSP, prinsip pembelajaran yang aktif dan umpan baliknya. Secara umum, hasilnya
adalah sebagai berikut.

No Aspek Pembahasan hasil Observasi

1 Ketepatan rumusan Komponen Silabus :


a. SK dan KD dengan SI dan SKL :
b. Rumusan Indikator dengan KD :
(1) Minimal dua indikator:
(2) Menggunakan kata kerja kemampuan:
(3) Rumusan mengacu kompetensi, yaitu jaminan
kompetensi dicapai:
c. Memuat materi pembelajaran: Dalam hal pembuatan silabus, tampak bahwa guru
d. Ketepatan rumusan kegiatan pembelajaran belum memahami konsep dan teknik pembuatan silabus
dengan KD terutama pada bagian perumusan indikator, pengalaman
belajar yang sesuai, dan teknik penilaian yang dapat
(1) Kegiatan pembelajaran bervariasi:
mengukur pencapaian kompetensi siswa.
(2) Pokok pokok kegiatan dengan kompetensi
yang ingin dicapai:
e. Ketepatan rumusan penilaian dengan KD:
(1)Teknik/bentuk penilaian dengan kompetensi:
(2) Rumusan tugas:
f. Memuat alokasi waktu:
g.Memuat sumber belajar:
2 Ketepatan rumusan komponen RPP: RPP atau Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
a. Hubungan Indikator dengan tujuan merupakan penjabaran operasional dari silabus untuk
pembelajaran: waktu yang lebih singkat yaitu tiap tatap muka
dilaksanakan. Oleh sebab itu RPP sangat bergantung
b. Rumusan materi, telah merinci dari silabus: pada silabus yang telah di buat. Kesulitan dalam
membuat silabus akan berdampak pada rumusan RPP
c. Rumusan Metode, dari segi: yang tidak saling berhubungan.
(1) Menggunakan variasi metode (individual,
kelompok, klasikal, dalam kelas, luar kelas, Dari data hasil observasi menunjukkan bahwa secara
ceramah, penugasan, diskusi, metode pemecahan rata-rata guru masih menemukan kesulitan dalam
masalah dsb. membuat RPP yang sesuai agar siswa memperoleh
kompetensi seperti yang diharapkan.
(2) Hubungan metode dengan kompetensi,
indikator dan tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai

Laboran Hasil Monitoring Implementasi SI & SKL Puskur, 2007 33


d. Ketepatan rumusan langkah langkah kegiatan,
pada aspek:
(1) Kegiatan awal: memuat konsep/kegiatan
prasyarat, problem solving,aplikasi konsep atau
orientasi kelas
(2) Kegiatan inti, dari segi:
* Telah merinci kegiatan pada silabus:
* Kegiatan dengan kompetensi, indikator dan
tujuan pembelajaran yang ingin dicapai:

* Memuat lampiran lembar kerja (LK) apabila


terdapat penugasan menggunakan lembar kerja

(3) Kegiatan penutup, memuat rangkuman,


penugasan lebih lanjut, renungan atau lainnya
e. Ketepatan rumusan penilaian dengan indikator,
dari segi:
(1) Teknik/bentuk penilaian dengan indikator:
(2) Memuat contoh penilaian:
(3) Memuat pedoman skoring/kunci jawaban:
f. Memuat alokasi waktu:
g.Memuat sumber belajar:
PELAKSANAAN PROSES PEMBELAJARAN
4 Kesesuaian pelaksanaan kegiatan belajar
dengan RPP, saat:
a. Kegiatan awal:
(1) Lama kegiatan:
(2) Hubungan konteks kegiatan dengan materi,
indikator atau tujuan pembelajaran:
b. Kegiatan inti: Secara rata-rata data ebservasi menunjukkan bahwa
(1) Lama kegiatan: dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar guru
sudah melaksanakan sesuai dengan RPP yang di buat.
(2) Hubungan konteks kegiatan dengan materi, Tetapi hal ini bertentangan dengan kenyataan
indikator atau tujuan pembelajaran: sebelumnya yaitu bahwa guru belum mampu membuat
(3) Organisasi kelas yang digunakan dengan tujuan RPP yang sesuai dengan silabus.
pembelajaran:
(4) Kegiatan pembelajaran efektif:
c. Kegiatan Akhir (penutup):
(1) Lama kegiatan:
(2) Hubungan konteks kegiatan dengan materi,
indikator atau tujuan pembelajaran:
5 Penilaian:
a. Bentuk/teknik penilaian dengan tujuan Secara rata-rata guru sudah mampu menerapkan prinsip-
pembelajaran: prinsip penilaian untuk mengetahui hasil belajar siswa.
b.Tingkat pencapaian siswa:
c. Kualitas dari konstruksi soal/penilaian:
6 Secara rata-rata guru sudah menggunakan sumber
Sumber belajar: belajar dengan baik dan efektif dalam melaksanakan
pembelajaran.

Laboran Hasil Monitoring Implementasi SI & SKL Puskur, 2007 34


BAB IV
ANALISIS HASIL MONITORING

Monitoring ini memfokuskan pada tiga aspek, yaitu: (1) Pemahaman terhadap isi
kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun
2006 tentang Satndar Isi, Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan,
serta Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi
Lulusan. (2) Kesiapan dan kemampuan sumber daya yang ada, dan (3) Implementasi atau
penerapan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22, 23, dan 24 Tahun 2006.

Berikut hasil analisis selengkapnya.

A. Pemahaman terhadap Standar Isi Dan Standar Kompetensi Lulusan

Unsur-unsur yang dijadikan patokan pengkajian adalah (a) substansi Permendiknas Nomor
22, 23, dan 24 Tahun 2006 (hal-hal apa saja yang diatur dalam peraturan tersebut); (b)
Proses adopsi atau adaptasi dalam pengembangan KTSP (hal-hal apa saja yang dapat
disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah/satuan pendidikan); (c) fungsi Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar dalam Standar Isi (d) fungsi Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar dalam Standar Kompetensi Lulusan. Unsur-unsur tersebut digali
melalui tes pemahaman, angket, dan wawancara.

Berdasarkan angket yang diberikan kepada pejabat dan staf struktural Dinas Pendidikan
provinsi dapat disimpulkan bahwa semua daerah telah melakukan sosialisasi tentang
Peraturan Mendiknas Nomor 22, 23, dan 24 tahun 2006. Hal senada juga diakui oleh
responden yang berasal dari sekolah (kepala sekolah, guru, dan komite/orang tua siswa).
Dilihat dari pemahaman yang diperoleh melalui jawaban angket, tes pemahaman dan
wawancara kepada semua responden, dapat disimpulkan bahwa secara konseptual
sebagian besar responden cukup memahami peraturan mendiknas tersebut. Sebagai
contoh, umumnya responden memahami KTSP disusun dan ditetapkan oleh masing-
masing satuan pendidikan dengan mempertimbangkan keragaman kondisi, potensi, dan
kebutuhan daerah serta peserta didik. Namun, substansi dan strategi strategi implementasi
KTSP belum cukup dipahami. Hal ini dilihat dari naskah KTSP dan perangkatnya yang
disusun oleh masing-masing satuan pendidikan. Umunya naskah tersebut baru pada tahap
”copy-paste”. Akibatnya, penerapkan KTSP di masing-masing satuan pendidikan belum
begitu kuat karakteristiknya.

Penerapan KTSP sebagai impelementasi dari kebijakan pemerintah sebagaimana yang


diamantakan oleh berbagai peraturan perundang-undangan yang mendasarinya, dapat
diterima secara baik oleh pelaksana di lapangan meskipun KTSP yang disusun oleh satuan
pendidikan, pada umumnya belum sepenuhnya menunjukkan kekhasan satuan pendidikan
yang bersangkutan. Semua pihak terkait, mengakui bahwa penyusunan KTSP lebih kepada
memenuhi tunutan kebijakan, belum sepenuhnya didasarkan atas kebutuhan satuan
pendidikan masing-masing. Dengan kata lain, sebagian besar satuan pendidikan dalam
menyusun KTSP baru pada tahap adopsi. Hal ini juga diakui oleh pihak dinas pendidikan,
”yang penting Dokumen KTSP ada dulu, soal implementasinya bisa dibenahi sambil
jalan”. Hal ini dimungkinkan karena sumber daya manusia, terutama di sekolah belum
memadai.

Laboran Hasil Monitoring Implementasi SI & SKL Puskur, 2007 35


Masih dominannya proses adopsi disebabkan oleh ”keraguan” satuan pendidikan terhadap
ketercapaian kompetensi karena proses kelulusan ditentukan oleh Ujian Nasional (UN).
Umumnya satuan pendidikan menggunakan alasan ”takut” SKL minimal sebagaimana
yang dituntut UN tidak terpenuhi. Hal ini wajar saja karena semua pihak mengakui bahwa
mereka baru tahap belajar dan KTSP-pun masih tahap sosialisasi. Sebagian orang tua
mengeluhkan tentang adanya penambahan biaya pendidikan shubungan dengan penerapan
KTSP, terutama dalam hal pengadaan buku-buku pelajaran dan biaya kegiatan
pembelajaran.

Di sisi lain, KTSP mengisyaratkan bahwa bahan ajar perlu disesuaikan dengan kebutuhan
siswa dan kekhasan daerah. Hal ini belum sepenuhnya di lakukan karena terbatasnya
sumber daya manusia di aderah yang mampu menyusun bahan ajar. Upaya yang umumny
dilakukan oleh satuan pendidikan adalah mengadakan buku-buku baru yang menurut
mereka ”sesuai” dengan KTSP atau Standar Isi.

Upaya lain adalah memperbanyak aktifitas siswa dengan konsekuensi kegiatan belajar
lebih padat. Sebagian orang tua sering menerima keluhan dari anak-anak mereka bahwa
setelah menerapkan KTSP, tugas-tugas yang harus mereka selesaikan menjadi bertambah
banyak sehingga melelahkan. Konsekuensi lain adalah bertambahnya biaya. Tentang
biaya tambahan ini juga dikeluhkan oleh orang tua siswa.

Hal lain yang juga sering dikeluhkan satuan pendidikan adalah tidak adanya kejelasan
tentang format rapor. Di satu sisi satuan pendidikan dituntut untuk mengembangkan
format rapor sendiri sesuai dengan kekhasan KTSP-nya, namun di sisi lain mereka ”takut”
jika rapor yang dikembangkan pada satuan pendidikan yang bersangkutan berbeda dengan
sekolah lain. Ada kekhawatiran jika nanti ada mutasi siswa. Di pihak lain, secara implisit
”ada keharusan” bahwa rapor ditetapkan oleh dinas pendidikan setempat. .

Berdasarkan gambaran di atas, perlu dikembangkan suatu sistem sosialisasi dan


pembinaan terhadap satuan pendidikan agar pengelolaan pembelajaran lebih efisien dan
efektif, termasuk dalam hal pengunaan sumber belajar yang tidak terbatas pada buku
tertentu saja. Sejauh ini, menurut pengakuan responden, daerah dan sekolah mampu
mengatasi berbagai persoalan tersebut melalui pemberian pengertian kepada semua pihak.

Namun upaya belum cukup mengingat proses pembelajaran yang berlangsung masih
mengikuti pola lama, terutama dalam penggunaan metode pemeblajaran yang monoton,
penggunaan sumber belajar belum bervariasi, proses penilaian belum sesuai dengan
karakter dan tingkat kompetensi yang dituntut. Hal ini mengkibatkan proses pembelajaran
belum efisien dan efektif. Informasi ini diperoleh melalui observasi dan wawancara yang
dilakukan tehadap siswa.

B. Kemampuan dan Kesiapan Sumber Daya

Kemampuan dan kesiapan sumber daya sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan


kebijakan. Unsur-unsur yang dikaji adalah (a) apakah jumlah sumber daya manusia
memadai, (b) apakah kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan memadai, (c) apakah
ada program peningkatan kompetensi melalui sosialisasi, workshop, dan pelatihan, (d)
apakah sarana dan prasarana memadai, (e) sejauhmana dukungan komite/orang tua siswa

Laboran Hasil Monitoring Implementasi SI & SKL Puskur, 2007 36


terhadap pelaksanaan kurikulum, (f) bagaimana pengganggaran dan pembiayaan kegiatan
mulai dari persiapan (sosialisasi), pengembangan, dan implementasi.

Informasi ini diperoleh melalui pejabat struktural dan staf Dinas Pendidikan, kepala
sekolah, guru, komite/orang tua siswa melalui angket, tes pemahaman dan wawancara. .

Diakui bhwa kemampuan dan kesiapan sumber daya sangat menentukan keberhasilan
pelaksanaan kebijakan. Berdasarkan hasil angket dan wawancara dapat disimpulkan
bahwa sebagian besar daerah mengalami permasalahan dengan ketersediaan sumber daya
manusia, seperti kekurangan guru dan tenaga kependidikan lainnya. Di samping
kekurangan jumlah suber daya manusia, ummnya daerah juga mengeluhkan tentang
kualitas sumber daya yang ada. Apabila tuntutan kebijakan tentang KTSP harus dipenuhi,
maka perlu dilakukan sosialisasi dan pelatihan bagi tenaga-tenaga terkait, mulai dari unsur
Dinas Pendidikan, pengawas, kepala sekolah, guru, dan tenaga administrasi.

Berdasarkan jawaban angket dari pejabat struktural di dinas pendidikan dan sekolah
(kepala sekolah dan guru), diakui bahwa peranan unsur-unsur terkait belum optimal.
Koordinasi antar pihak terkait belum berjalan lancar, ada kecenderungan masing-masing
pihak masih jalan sendiri-sendiri.

Berikut sejumlah persoalan berkaitan dengan kemampuan dan kesiapan sumber daya
dalam pengembangan dan penerapan KTSP:

a) Adanya duplikasi program yang dikelolah oleh Pusat. Berbagai duplikasi


tersebut diiringi dengan persepsi dan interpretasi yang berbeda-beda sehingga
membingungkan pelaksana dilapangan.
b) Adanya kesangsian terhadap kesiapan dan kinerja Tim Pengembang Kurikulum
yang dibentuk jika tidak dilakukan pembinaan yang berkelanjutan dan
sistematis. Kesangsian ini berawal dari system perekrutan yang tidak melalui
tes khusus.
c) LPMP sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat belum dapat dipastikan
kinerjanya, apakah betul-betul mampu memberikan jaminan terhadap mutu
pendidikan di daerahnya.
d) Umumnya sekolah menyatakan siap menerapkan KTSP, tetapi jika dilihat lebih
jauh, kenyataanya mereka belum siap terutama bila dilihat dari kesiapan
perangkat pembelajaran.
e) Hidden mission KTSP adalah mengangkat harkat dan martabat guru, namun
pada kenyataanya, juklak dan juknis yang disusun oleh pusat justeru
membelenggu kreatifitas guru, bagaimana sekolah menyikapi hal ini?
Sementara penerapan KTSP akan terkendala apabila guru tidak diberdayakan.
f) Harapan ke depan, kalau melakukan pembinaan dan pelatihan jangan lagi
seputar penyusunan perangkat pembelajaran (silabus dan RPP) karena sudah
mencapai titik jenuh. Peserta mengharapkan pelatihan lebih kepada teknis
pengembangan pembelajaran, misalnya pengembangan bahan ajar dan
penjabaran materi. Hal ini diperlukan untuk membekali guru dalam
pengembangan pembelajaran yang lebih kreatif, aplikatif, dan inivatif.
g) Perlu tindak lanjut dalam sosialisasi pemahaman susbstansi KTSP kepada para
stake holder dan satuan pendidikan.
h) Perlu perbaikan dalam teknik sosialisasi (pendampingan dan monitoring
KTSP) agar hasil yang dicapai lebih maksimal

Laboran Hasil Monitoring Implementasi SI & SKL Puskur, 2007 37


i) Perlu sosialisasi lebih jauh tentang teknik penilaian (PPK, Afektif dan
Psikomotor) dan penggunaan rapor sebagai informasi prestasi akademik dan
non akademik peserta didik.
j) Perlu pendampingan yang lebih strategis dan teknis dalam penyusunan KTSP

Di samping itu, sarana dan prasaran juga belum sepenuhnya memadai, banyak sekolah
yang belum punya laboratorium, perpustakaan, dan ruang belajar yang memenuhi
persyaratan. Untuk hal ini, perlu peningkatan kemampuan tenaga-tenaga yang ada agar
dapat memanfaatkan sarana yang seefektif dan seefisien mungkin. Hal ini untuk mengatasi
sementara pengadaan fasilitas belum memungkinkan.

Hal lain yang masih menjadi persoalan adalah ketersediaan dana yang memadai untuk
memenuhi semua tuntutan kebijakan. Sebagian sekolah sulit untuk memaksimalkan
program kegiatan karena minimnya dana. Semantara keluhan dari Dinas Pendidikan,
anggaran APBD sangat terbatas dan pengajuan dana seringkali terganjal karena
kepentingan lain. Apa lagi dana untuk pelatihan guru agar dapat menerapkan KTSP.
Setiap kali mengajukan anggaran untuk pelatihan guru seringkali dipotong karena belum
dianggap penting. Namun sebagian daerah sangat proaktif dan bisa mendapatkan dana
melalui APBD. Hal ini sangat bergantung pada tingkat kepedulian pememrintah daerah
dan DPRD terhadap pembangunan pendidikan di daerahnya.

C. Implementasi atau Penerapan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor


22, 23, dan 34 Tahun 2006.

Unsur-unsur yang dimonitor adalah (a) apakah responden telah memiliki dokumen dan
bagaiaman cara mendapatkan dokumen tersebut. Hal ini akan menggambarkan
sejauhmana pihak-pihak terkait proaktif dalam mendapatkan informasi, misalnya dengan
meng-copy sendiri atau menunggu informasi dikirimkan oleh pihak yang berwenang. (b)
apakah sudah menyusun KTSP dan perangkatnya (struktur kurikulum, silabus, RPP,
penilaian dan sebagainya), (c) apakah sudah melaksanakan KTSP, (d) apa dampak,
kendala, dan upaya yang dilakukan, (e) sejauhmana peran serta masyarakat, (f) bagaimana
penjadualan penerapan , (g) berapa persen daerah (kabupaten/kota) yang telah
melaksanakan sosialisasi, (h) apakah ada koordinasi antar pihak-pihak terkait?

Informasi ini diperoleh melalui pejabat struktural dan staf Dinas Pendidikan, kepala
sekolah, guru, komite/orang tua siswa melalui angket, tes pemahaman dan wawancara. .

Secara umum, semua responden menyatakan sekolahnya telah menyusun KTSP dan
perangkatnya, Namur sebagaimana yang disinggung di atas, sebagaian besar maíz pada
tahap adopsi. Guru sudah membuat silabus dan RPP, namun silabus yang di buat guru
belum menunjukkan penjabaran SK dan KD yang disesuaikan dengan potensi
daerah/wilayah, potensi sekolah, dan sesuai dengan karakteristik peserta didik.

Berdasarkan hasil observasi, secara keseluruhan, guru telah berupaya sebaik mungkin
untuk mengubah proses pembelajaran, namun, kelihatanya guru masih ragu-ragu dan
merasa nyaman dengan pola lama. Dilihat dari dokumen yang disusun guru, dapat
disimpulkan bahwa guru sudah berupaya menyusun rencana pembelajaran dan penilaian,
namun kelihatannya dalam pelaksanaan masih belum konsisten.

Laboran Hasil Monitoring Implementasi SI & SKL Puskur, 2007 38


Berdasarkan kondisi tersebut, perlu adanya tindak lanjut sosialisasi KTSP di kalangan
masyarakt sekolah (kepala sekolah, guru, siswa, dan orang tua). Khusus untuk guru, perlu
pelatihan tentang penyusunan silabus, RPP, penilaian, pengembangan bahan ajar, dan
pengelolaan pembelajaran.

Laboran Hasil Monitoring Implementasi SI & SKL Puskur, 2007 39


BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pemantauan scarakeseluruhan, dapat disimpulkan bahwa persoalan


mendasar yang menjadi kendala dalam setiap implementasi pembaharuan kebijakan
tentang kurikulum adalah kurang efektifnya proses sosialisasi. Kekurangefektifan tersebut
antara lain disebabkan oleh kesempatan untuk mendapatkan informasi belum merata,
daerah-daerah tertentu ada yang sudah jenuh sementara daerah lain belum sama sekali.
Faktor lain, adalah mekanisme sosialisasi yang belum mapan sebagai akibat dari
kurangnya koordinasi antar pihak terkait baik pada tingkat pusat maupun di daerah.

Faktor lain berupa kualitas penyampaian informasi, banyak responden yang mengeluhkan
bahwa pada setiap kali ikut sosialisasi, informasi yang terima selalu berbeda. Hal ini
cukup meresahkan dan membingungkan para pelaksana dan pengambil kebijakan di
lapangan. Pengalaman yang pernah terjadai pada sosialisasi kurikulum 2004, yaitu adanya
2 versi kurikulum, terulang kembali dalam bentuk lain, terutama yang berkaitan dengan
komponen-komponen yang harus disiapkan oleh satuan pendidikan, seperti kasus bentuk
rapor.

KTSP sebagai model kurikulum yang berdasar pada Standar Isi dan dikembangkan dengan
memperhatikan potensi dan karakteristik wilayah/sekolah belum disosialisasikan dengan
baik. Substansi KTSP dan strategi implementasinya belum dipahami dengan jelas oleh
pihak sekolah dan orang tua. Penggunaan KTSP di tingkat satuan pendidikan cukup
signifikan dalam meningkatkan motivasi, aktifitas dan kreatitivitas siswa dalam belajar
hampir semua responden menyatakan bahwa penggunaan KTSP membuat putra/putri
mereka lebih rajin belajar.

Penggunaan KTSP sebagai kurikulum pendidikan saat ini diterima dengan baik oleh orang
tua walaupun muncul keluhan-keluhan dari pihak siswa karena perubahan pola
pembelajaran. Ada peningkatan biaya yang signifikan dengan penggunaan KTSP.

B. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan di atas, perlu disarankan hal-hal berikut:

1. Dalam skala kecil, perlu melihat pelaksanaan KTSP di semua kabupaten/kota untuk
melihat sejauh mana dampak/pengaruh sosialisasi di daerah provinsi tersebut.
2. Perlu rentang waktu yang lebih panjang dalam melakukan pemantauan dan atau
pelaksanaannya yang lebih berkala/ periodik, untuk menghasilkan data yang lebih
akurat dan dapat dipercaya.
3. Agar monitoring ini dapat jauh lebih bermanfaat, maka untuk melihat adanya
perkembangan kemampuan guru-guru dalam melaksanakan KTSP di lapangan,
sebaiknya secara periodik (1 tahun sekali) dilakukan monitoring dan berupaya untuk
membandingkannya.

Laboran Hasil Monitoring Implementasi SI & SKL Puskur, 2007 40


Daftar Pustaka

- Subagio A.,Drs.,M.Ed., Manajemen Pelatihan, Ardadizya Jaya, 2002


- Agus Dharma, Modul Implementasi kurikulum Management of Trainers,
Pusimplementasi kurikulum Pegawai Depdiknas, 2003.
- Suryana Sumantri, Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Fakultas
psikologi Universitas Pajajaran, 2001
- M. Ngalim Purwanto, Drs., MP, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, PT
Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002
- Piet A. Sahertian, Prof., Drs., Supervisi Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2000
- Oteng sutisna, Prof., Dr., M. Sc.Ed, Admistrasi Pendidikan, Angkasa, Bandung,
1983

Laboran Hasil Monitoring Implementasi SI & SKL Puskur, 2007 41

Anda mungkin juga menyukai