Anda di halaman 1dari 18

semuanya las, kapan pakai 

bautnya
Posted on 25 Februari 2010 by wir| 21 Komentar
 
 
7 Votes

Sebagai dosen struktur baja di Jurusan Teknik Sipil UPH, maka rasanya ada kewajiban untuk
menjawab pertanyaan saudara Andri sbb

Andri // 23 Februari 2010 pada 02:06 )

Selamat siang Pak Wir,

Saya termasuk orang baru di dunia civil, blog bapak benar2 sangat memotivasi saya untuk terjun
lebih dalam di dunia civil engineering, bapak pun sudah saya anggap guru saya meski secara
tidak langsung.

Ada beberapa pertanyaan sederhana saya

1. Apakah semua sambungan baja bisa di buat moment connection ? Karena ada
teman saya yg mendesign struktur baja dan semua sambungannya di las, termasuk
rangka atap (struktur truss) dan sambungan sub beam ke main beam, alasannya
karena katanya lebih mudah pengerjaannya.. (terus terang sekarang sayapun
jarang melihat ada struktur baja yg menggunakan baut pada sambungannya, di
sini semuanya main las).
2. Kapan kita mesti menggunakan sambungan las dan kapan kita mesti
menggunakan sambungan baut ?
3. Apa yg terjadi kalau kita menganalisis dan memodelkan struktur dengan 100%
release terhadap moment, tapi kita mendesign sambungan dengan menggunakan
las ? (karena ada juga kejadian seperti itu, untuk membuat simple pekerjaan jadi
semua sambungan di las)
4. Bila kita memodelkan struktur Truss pada SAP2000, apakah kita bisa merelease
member 100% terhadap moment, mengingat rasanya tidak ada sambungan baja yg
betul-betul 100% “bebas moment” (mohon koreksi jika saya salah), dan
bagaimana kita menentukan persentase yg mesti kita release terhadap moment?

Sekian dulu Pak Wir, terimakasih sebelumnya.

Andri

Saya kira dari pertanyaan saudara Andri di atas, kita bisa berdiskusi tentang materi baja.
Konstruksi baja mempunyai karakter yang khas, yang disusun dari element profil baja yang
merupakan produk pabrik, yang tentunya mempunyai kontrol mutu pembuatan yang lebih baik.
Kualitasnya dapat terprediksi secara lebih cermat, sesuai dengan spesifikasi produk yang
ditawarkan. Kalaupun ternyata antara brosur dan produk terjadi perbedaan yang menyolok maka
itu tentu disebabkan oleh kualitas pabrik. Jika itu yang terjadi maka nama pabriknya bisa di
black-list. Ya seperti motor jepang dengan motor cina yang dijumpai di Indonesia tempo hari,
jadi yang nggak sesuai janji maka lama-lama pabriknya juga akan hilang.

Jadi pada intinya nama pabrik pembuatnya bisa dijadikan jaminan, tentang kualitas baja
produksinya.

Panjang profil baja yang dihasilkan pabrik juga tertentu, relatif panjang, seperti misalnya profil
H atau profil I panjangnya 12 m atau bisa juga mungkin lebih panjang disesuaikan alat angkut
yang tersedia. Profil L (siku) panjangnya adalah 6 m. Dengan panjang seperti itu, dan juga
melihat ukuran bangunan gedung yang umumnya kurang dari 12 m, maka mestinya tanpa
sambunganpun dapat dibuat lantai jika ukurannya kurang dari 12 m. Kalau lebih besar dari itu
maka itu hanya dimungkinkan jika profil-profil baja tersebut disambung.

Jika profil baja mutunya terjamin karena buatan pabrik, maka sambungan adalah tidak demikian
halnya. Detail sambungan tidak disediakan pabrik, sedangkan bentuk dan jenisnya bisa
bervariasi di lapangan, oleh karena itu mutu dan kinerjanyapun juga bervariasi. Jika demikian
maka sambungan baja adalah bagian kritis yang menentukan kekuatan dan kekakuan struktur
bangunan baja. Itu dibuktikan dengan mempelari data statistik maupun pengamatan yang
menunjukkan bahwa sebagian besar kerusakan atau bahkan kegagalan struktur bangunan baja
ditentukan oleh kinerja sistem sambungan yang digunakan.

Oleh karena itulah maka bagi seorang engineer pengetahuan mengenai perilaku sistem
sambungan yang akan digunakan adalah sangat penting. Bahkan sangat penting. Jika check stress
dan tekuk pada penampang dapat dikerjakan (dievaluasi) oleh program komputer melalui opsi
post-processing (misalnya SAP2000 dan STAAD-pro) secara otomatis, maka pemodelan struktur
dalam menentukan perilaku sambungan tidak secara otomatis dapat dipilih oleh komputer.
Biasanya komputer sudah menetapkannya secara otomatis sebagai  joint continue, istilah
sederhana dari sambungan momen. Tapi apakah seperti itu kenyataannya. Belum tentu bukan. O
ya, ingat : continue itu tidak hanya momen saja lho, bisa torsi, bisa momen sumbu lemah (dan
kuat) dsb-nya.

Pada konstruksi baja, jika struktur dimodelkan sebagai joint continue maka prakteknya, untuk
menghasilkan sambungan yang continue seperti itu perlu effort khusus. Ini berbeda dengan
konstruksi beton yang prakteknya dapat dengan mudah menghasilkan konstruksi yang menyatu,
khususnya untuk konstruksi beton cast-in-situ. Bahkan untuk menghasilkan sambungan yang
berperilaku sebagai pin pada konstruksi beton adalah lebih kompleks. Susah (mahal) !

Kembali kepada struktur baja, untuk baja profil hot-rolled atau baja pelat tebal maka alat
sambung yang dikenalnya hanya dua, yaitu las (weld) dan baut, khususnya baut mutu tinggi. Ini
tentu berbeda dengan struktur baja yang memanfaatkan baja cold-formed atau pelat tipis, yang
terakhir ini banyak macam sambungannya.
Jadi, jika yang kita bicarakan ini adalah konstruksi baja hot-rolled, maka hanya las dan baut saja
yang dapat kita ajukan. Jadi mana yang sebaiknya kita pakai, las atau baut ?

Untuk bisa menjawabnya, maka perlu pemahaman alat sambung tersebut, plus dan minusnya.

Las secara teoritis dapat menghasilkan kekuatan sambung yang sama dengan penampang aslinya,
artinya tidak ada pengurangan kekuatan. Ini khususnya jika berbicara tentang butt-weld atau las
tumpul. Jadi jika ada suatu sambungan yang ingin kita uji kekuatan las, dan cara me-las-nya
memakai butt-weld maka ketika diuji tarik, yang rusak pasti bagian lain dan bukan di tempat
sambungan las tersebut dikerjakan.
Uji sistem sambungan dengan las, perhatikan bagian yang putus, bukan pada bagian yang di las
(Sumber : Luis Calado and Elena Mele (2000) ISET Journal of Earthquake Technology Vol.37,
No.4.)

Kelemahan sistem sambungan las hanya dalam pelaksanaannya. Kita tidak bisa memeriksa
sempurna tidaknya suatu las butt-weld hanya dari penampakan luar, tapi dari prosesnya. Kecuali
tentunya dengan alat-alat khusus, seperti X-ray, uji gelombang atau semacamnya, yaitu
menentukan homogenitas bahan yang disambung. Jadi apakah seluruh penampang telah ter-las
dengan baik, atau hanya bagian luarnya saja yang tebal. Kita tidak dengan mudah menjawabnya.
Oleh karena itulah mengapa tukang las harus mempunyai sertifikasi las, sedangkan tukang
memasang baut tidak perlu.

Jika tukang baut hanya perlu tenaga kuat dan satu petunjuk khusus untuk mengencangkan baut
tersebut, maka seorang tukang las harus memahami berbagai instruksi kerja agar dapat mengelas
suatu bagian dengan baik. Perhatikan ini contoh strategi pengelasan yang dimungkinkan pada
suatu sambungan.

Anda lihat detail-detail pengelasan di atas, saya juga yakin tidak setiap sarjana teknik tahu kode-
kode di atas, apalagi tukang yang tidak dilatih. Itulah untuk menjamin tukang las tahu apa yang
sedang dikerjakannya maka diperlukan sertifikasi. Silahkan saja tanya teman anda, apakah tahu
atau pernah melakukan pekerjaan las seperti di atas. Yang jelas, dengan satu macam ketrampilan
mengelas (yg paling atas) dapat juga sih digunakan sebagai “senjata sapu jagat”, di pakai untuk
semua kasus pekerjaan.

Karena kontrol mutu las relatif sulit, dibanding pemasangan baut, maka untuk konstruksi baja
yang baik selalu mengusahakan bahwa proses las hanya dilakukan di bengkel kerja (fabrication),
yang fasilitas pengangkatan dan lainnya cukup baik, sehingga pelaksanaan pengelasan dapat
dengan mudah dikerjakan dan dikontrol. Selanjutnya jika komponen-komponen telah selesai lalu
diangkut ke lapangan dan dilakukan perakitan dengan alat sambung baut, khususnya baut mutu
tinggi.

Dengan asumsi (yang benar) bahwa pekerjaan di las harus dilakukan di bengkel, tidak berarti
tidak boleh dilakukan pengerjaan las di lapangan. Boleh, tapi hanya pada pekerjaan-pekerjaan
tertentu yang mana kontrol mutu dapat dengan ketat diberlakukan. Oleh karena itulah mengapa
pada kode las perlu diberikan tanda, mana bagian yang di las di bengkel dan mana yang harus
dilakukan di lapangan. Lihat kode las berikut.

Kode las menurut standar amerika (sumber : internet)

Perhatikan simbol “FIELD WELD”, itu kode untuk bagian yang di las di lapangan. Itu berarti
tidak semua boleh dikerjakan di lapangan bukan.
Sampai di sini sudah ketahuan, kapan kita memakai sambungan las, dan kapan memakai
sambungan baut.

Mesin las (sumber : AISC Magazine)

Kecuali investasi awal alat las yang memang mahal, maka sambungan las karena hanya
memerlukan elektrode las dan prosedur kerja (sdm) serta dapat didesain sistem sambungan yang
sama dengan batang utuhnya maka sambungan las relatif lebih unggul dibanding sambungan
baut mutu tinggi, yang meskipun sudah ada baut mutu tinggi, tetapi karena ada lubang maka
komponen yang disambung menjadi lebih lemah. Karena itulah maka jika memungkinkan selalu
digunakan sistem dengan sambungan las.

Memungkinkan yang dimaksud adalah ukuran-ukuran komponen struktur yang memudahkan


dalam transportasi dan proses erection di lapangan.
Sistem Sambungan ada Konstruksi Baja dengan las dan baut

Perhatikan gambar di atas adalah struktur baja dengan kualitas yang dapat ditiru. Sebagian besar
menggunakan sambungan las, tetapi karena terbatas dalam proses erection dan pengangkutannya,
maka perhatikan bagian yang saya beri tanda kuning itu adalah lokasi sambungan bautnya.

Jadi intinya baut dan las memang digunakan sesuai dengan fungsinya.

Tahapan-tahapan fabrikasi-transportasi-erection adalah ciri-ciri struktur baja pada umumnya.


Tetapi tentang hal tersebut, pengalaman menunjukkan bahwa kadang-kadang di praktek tidak
demikian yang terjadi. Beberapa mahasiswa kerja-praktek-ku menemukan bahwa apa yang
disebut fabrikasi adalah pelaksanaan di lapangan di site. Jelas kontrol mutu pekerjaan baja
seperti itu tidak akan sebaik jika proses tersebut dikerjakan di bengkel kerja. Umumnya ini
dilakukan oleh kontraktor abal-abal dan fakta menunjukkan itu banyak ditemukan di Indonesia.
Kenapa itu terjadi. Dari sisi sambungan, jika hanya melihat dari prespektif teori, las relatif lebih
kuat (kaku) dan lebih murah dibanding sambungan baut. Oleh karena itu untuk struktur yang
relatif sederhana dan ingin diperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya, apalagi jika mutu tidak
menjadi tolok ukur utama, maka bengkel-bengkel baja menengah kebawah memilih
menggunakan las yang dilakukan di lapangan. Untuk membayangkannya, ya seperti bengkel
pinggir jalan yang sedang membuat pagar rumah, semuanya las dan tidak ada yang memakai
baut. Tul nggak.

Jadi dapat dimaklumilah jika anda jarang melihat konstruksi baja dengan sistem sambungan
baut. Kontraktor abal-abal cukup banyak dijumpai. Itulah mengapa saya sebagai dosen
pembimbing kerja praktek meminta mahasiswa saya untuk mendapat proyek-proyek yang
representatif untuk dicontoh. Seperti ini, ini proses pengencangan baja yang dilakukan di proyek
jembatan Suramadu.

Proses pengencangan baut di jembatan utama Suramadu (Sumber : Vicky, Eindrik dan Josua,
mahasiswa UPH yang melakukan kerja praktek di sana)
Jadi kalau anda sering-sering melihat proyek yang besar maka saya yakin pertanyaan anda di atas
tidak akan ada. Tapi kalau hanya sekedar sekelas bengkel jalanan, yang penting dapat untung,
kualitas nomer sekian maka pengerjaan las di lapangan “siapa takut”.

Tentang pertanyaan anda tentang pemodelan Truss dan rencana anda merelease. Saya kiri ini
tidak ada kaitannya antara sambungan baja dan baut. Ini adalah strategi pemodelan struktur.
Coba anda perhatikan struktur truss jembatan jalan kereta api yang saya ambil fotonya di sekitar
menjelang kota Cirebon.

Ini adalah struktur Truss untuk jembatan kereta api di Jawa.

Perhatikan sistem sambungannya, kapan dan dimana dipasang baut dan dipasang las. Ini
merupakan contoh menarik dari pernyataan saya di atas. Gambarnya nggak terlalu jelas ya, baik
saya zoom bagian tengah sbb:
Penempatan sambungan (las dan baut)

Jika kita kritis, dengan melihat gambar di atas maka seorang dosen analisa struktur bisa diuji.
Apa dia tahu benar perilaku struktur atau hanya sekedar hapal prosedur menghitung. Perhatikan
bagian joint (titik pertemuan batang) yang terlihat lebih besar dibanding elemen batangnya. Jelas
secara awam, sistem sambungan seperti  itu dapat dianggap sebagai sambungan kaku, pakai las
lagi. Jadi anda dapat menyusun suatu pertanyaan, apakah struktur rangka (truss) di atas dapat
dihitung sebagai truss (lho padahal namanya sama), yaitu seperti metode joint dan metode
potongan ?

Ingat perhitungan sebagai struktur truss adalah perhitungan yang menganggap joint berupa pin
(sendi). Jadi jika bisa  mengapa , jika tidak juga mengapa ?

He, he jadikan itu pertanyaan ke dosen analisa struktur-mu, saya yakin anda akan mendapatkan
jawaban panjang lebar sehingga kamunya jadi bersemangat belajar ke beliau-nya. Ok.

Note : O ya, jika beliau kesulitan, kamu persilahkan mampir ke blog ini. Saya akan dengan
senang hati membantu. Sesama dosen khan tidak boleh saling mendahului !
 Share this:
 Email
 Facebook
 Digg
 Reddit
 StumbleUpon

 Print

This entry was posted in opini. Bookmark the permalink.


← YES for Mario Teguh
tu’ menghindari ZINA →
Suka
Be the first to like this post.

21 Responses to semuanya las, kapan pakai bautnya

1. cetakbiruku | 25 Februari 2010 pukul 01:06 | Balas

Wah terima kasih penjelasannya, sangat membantu…

2. sangga | 26 Februari 2010 pukul 17:10 | Balas

kok nggak ada dosen kayak pak dewo ya di kampusku ???

huhuhuhu

3. Andri | 1 Maret 2010 pukul 07:05 | Balas

Terimakasih penjelasannya Pak, sangat memberikan pencerahan, semoga Indonesia ini


dipenuhi oleh orang-orang seperti bapak yang tidak sungkan-sungkan untuk berbagi.

4. bayu nugroho | 2 Maret 2010 pukul 02:18 | Balas

terima kasih atas penjelasannya..


nambah ilmu untuk pekerjaan baja.
belum sempat membongkar-bongkar isi web bapak, ada penjelasan tentang kontrol mutu
sambungankah? dengan alat dan hanya dengan visual pendekatan.

terima kasih

5. hadiatna | 19 Maret 2010 pukul 01:20 | Balas

Koreksi sedikit Pak, tetang sambungan las.


Dalam pengelasan material ada 3 daerah
1. Weld metal
2. Heat affect zone (HAZ)
3. Base metal
Patahan lasan boleh di 3 daerah tersebut dengan syarat tegangan tarik patah harus lebih
besar dari tegangan tarik teoritis base metal (mis SS400 tegangan tarikya 400 Mpa,
sewaktu diuji patah pada daerah HAZ dg tg tarik 405 Mpa, uji tersebut lulus).

Biasanya daerah yang paling rawan pada HAZ, karena mengalami pembesaran butir,
sifatnya keras dan getas.

Wassalam
Hadiatna

o edrial | 31 Maret 2010 pukul 04:26 | Balas

koreksi sedikit mas,


Memang betul pada saat pengelasan HAZ terjadi pembesaran butir tetapi akan
memberikan sifat Ductile. nah akan bersifat keras dan getas jika kita tidak
memperhatikan cooling ratenya (quenching).
maaf jika saya juga salah

6. aan | 23 Maret 2010 pukul 16:17 | Balas

bagai mana cara buat alat uji defleksi struktur truses dalam ilmu mekanika teknik?

7. arief r | 10 April 2010 pukul 09:33 | Balas

struktur baut juga perlu di perhatikan torque, sepertinya jarang di perhatikan deh ini.
o wir | 10 April 2010 pukul 19:27 | Balas

berbicara tentang torque untuk pengencangan baut, maka itu berarti berbicara
tentang baut mutu tinggi setara dengan ASTM A325 atau A490. Info lebih lanjut
lihat di sini
http://www.boltcouncil.org/files/2004RCSCSpecification.pdf

Adapun perancangan sambungan dengan baut mutu tinggi dapat memanfaatkan


dua mekanisme yaitu (a) mekanisme slip-kritis dan (b) mekanisme tumpu
(bearing).

Keberadaan mekanisme slip-kritis hanya bisa bekerja jika baut tersebut diberi
pretensioning sebesar min 70% kuat tariknya (besar lho). Jika ini yang dipilih
maka pemberian torque menjadi penting untuk diperhatikan. Meskipun demikian
untuk memberikan pretensioning tidak harus pakai kunci torque, karena jika cara
Turn-of-Nut Installion (RCSC 2000, AISC) maka itu dapat dilakukan tanpa kunci
torque tersebut.

Jika tanpa pretensioning khusus, yaitu baut cukup dikencangkan pada kondisi
Snug to Tight (pakai kunci biasa sekuat rata-rata tenaga seorang pekerja) maka
mekanisme yang dapat diharapkan adalah mekanisme tumpu.

Pelaksanaan baut dengan mekanisme slip-kritis, gaya yang dapat dipikul baut
relatif lebih kecil dibanding mekanisme tumpu. Kelebihannya jika digunakan
mekanisme ini hanya pada tidak terjadinya slip. Jadi lebih kaku. Kalau
kekuatannya jelas kalah dibanding mekanisme tumpu.

Oleh karena itu mekanisme slip-kritis memerluakn jumlah baut yang lebih
banyak, untuk beban rencana yang sama. Proses pemberian pretensioning juga
perlu pengawasan ketat karena tidak gampang. Intinya mekanisme slip kritis akan
lebih mahal dibanding tumpu.

Jadi hanya struktur-struktur yang khusus, yang memerlukan sistem sambungan


yang lebih kaku, yang umumnya diperlukan jika bahaya fatiqe perlu dihindari
yang pakai baut dengan mekanisme slip-kritis. Contoh struktur yang dimaksud
adalah jembatan baja untuk lalu-lintas berat.

Adapun struktur bangunan gedung, yang relatif jarang menerima beban bolak-
balik (bergerak) persyaratan kaku tidak menjadi masalah sehingga mekanisme
tumpu sudah memuaskan.

Itulah jawaban mengapa torque jarang diperhatikan, khususnya jika proyek-


proyeknya gedung. Jika jembatan itu suatu keharusan.
8. Pingback: mekanisme tumpu pada sambungan « The works of Wiryanto Dewobroto

9. hury | 30 Juli 2010 pukul 15:12 | Balas

salam kenal pak Wir.

langsung saja pak, saya penasaran banget dengan sambungan yang ada di gambar
jembatan di atas. koq sambungan bautnya tidak satu buhul? tetapi sambungan baut untuk
gelagar memanjang tidak menjadi 1 dengan sambungan dari rangka diagonal ?
bagaimana dengan sambungan gelagar melintangnya ? apakah juga tidak satu buhul ? apa
tidak terjadi momen ? tolong penjelasannya pak.
terima kasih

o wir | 30 Juli 2010 pukul 19:56 | Balas

Bukan karena letak sambungan yang menyebabkan timbul momen atau tidak,
tetapi yang penting adalah pastikan as masing-masing elemen batang saling
bertemu (konsentris) pada titik buhulnya.

Jadi katakanlah, nggak ada sambungan semuanya menyatu dengan di-las, tetapi
tetap sumbu as masing-masing batang bertemu pada titik buhul maka jika berat
sendiri diabaikan dan beban diberikan pada titik buhul maka momen yang timbul
hanyalah momen sekunder akibat deformasi struktur, yang relatif kecil dan pada
hitungan cara manual diabaikan.

10. aji | 1 September 2010 pukul 07:43 | Balas

blog bapak sangat bagus,,


ni sekedar saran, gimana kalo dikasih contoh soal dan pengerjaanya,,
saya rasa hal tersebut akan dengan mudah dapat ddipelajari,, terimakasih pak

11. Antoni | 22 November 2010 pukul 18:29 | Balas

Ijin share pak Wir..


Thank u..

12. Hasan Hamid | 22 November 2010 pukul 20:55 | Balas


terima kasih pak wir artikelnya…
yang mau saya tanyakan adalah, jadi tidak musti jika kita struktur truss sambungan yang
kita berikan adalah baut ya pak? bisa aja kita kasi las (pada umumnya yang di ketahui
banyak orang termasuk saya las adalah sambungan momen, jadi sambungan truss kan
hanya menerima gaya aksial, maka harus di beri baut).
Mohon pencerahannya pak, jika terjawab ada pertanyaan selanjutnya dari saya

13. Tulisan di Blogspot | 24 November 2010 pukul 18:12 | Balas

makasih ya infonya.

14. duldesign | 26 November 2010 pukul 14:11 | Balas

manteps…pak, makasih atas tulisannya..jd, inget” waktu sekolah. matur nuwun.

salam,
duLs

15. nofri | 4 Desember 2010 pukul 14:42 | Balas

pak mhon bantuan informasi nya


saya mahasiswa teknik mesin..

ingin mencari informasi tentang tegangan maksimal dari SS400


terima kasih

16. angga | 12 Februari 2011 pukul 14:04 | Balas

terima kasih banyak Pak atas jawabanya, saya jadi mendapat pencerahan!

17. lv | 18 Februari 2011 pukul 00:22 | Balas

saya tertarik sekali sama pernyataan anda ini: ‘

Jika kita kritis, dengan melihat gambar di atas maka seorang dosen analisa
struktur bisa diuji. Apa dia tahu benar perilaku struktur atau hanya sekedar hapal
prosedur menghitungan’.
kayaknya menyentil banyak dosen…hihihi….

sebagai mahasiswa, selama perkuliahan memang saya merasa bahwa saya kurang dipaksa
untuk berpikir seperti ini atau menghadapi contoh kasus yang real di lapangan. lebih
banyak saya diajari hitung-hitungan yang walaupun tahu cara ngitungnya, gak tau dipakai
untuk apa….hehe…tragis..

komentar saya mengenai pertanyaan bapak,

apakah jembatan diatas masih dapat dihitung sebagai truss (metode


joint/potongan)

: menurut saya, masih bisa dihitung sebagai truss.

setelah saya coba modelkan jembatan di program SAP2000, dan batang2nya tidak saya
release, dan beban diaplikasikan pada titik buhul, hasilnya momen yang terjadi kecil dan
gaya aksial masih yang dominan. jadi kesimpulan saya ambil, sekalipun jembatan diatas
memiliki sambungan kaku, namun tetap dapat dimodelkan sebagai truss untuk
penyederhanaan perhitungan. kira-kira bener gak jawabannya pak? hehe…ragu-
ragu.com. maaf pak kalau salah…

oya, saya sudah punya buku bapak yang ke-4. pengen punya yang ke-3, masih ada gak y
di toko buku? baru kenal bapak sekarang sih, makanya baru tau karya2 bapak. tulisan-
tulisan bapak d blog ini sebenarnya kalau dikumpulin bisa jadi beberapa buku lho. bagus-
bagus lagi topiknya…saya beruntung ketemu blog ini…

God bless you, sir.

o wir | 18 Februari 2011 pukul 07:07 | Balas

Bagus lv, syukurlah kamu menindak lanjuti artikel saya di atas. Jangan anggap
apa yang kamu kerjakan itu kecil, karena hal-hal seperti itulah, yaitu mendapatkan
pemahaman yang lebih bagi diri sendiri merupakan langkah awal seperti yang
saya lakukan dahulu (saat masih muda). Ketika hal-hal tersebut terus dilakukan
secara konsisten, maka rasa-rasanya fenomena di depan mata dapat bercerita
sendiri “mengapa itu terjadi”. Jika itu kamu kaitkan dengan proses penelitian yang
ada di perguruan tinggi maka kamu akan merasa, koq banyak sekali topik yang
dapat dibahas ya.

Kembali kepada analisis rangka batang:

Betul katamu, bahwa ketika suatu bentuk rangka (truss), dibebani hanya pada titik
buhul-nya saja dan juga (ini yang penting) bahwa aksial deformasi diabaikan
(batang dianggap tidak mengalami perubahan panjang) maka hanya akan
dijumpai gaya aksial (tekan dan tarik) saja. Tidak ada momen.

Kenapa ditempatmu (analisis kamu) ada sedikit momen, karena program sap2000
secara otomatis (jika tidak dilakukan manipulasi) akan menghasilkan deformasi
pada titik buhulnya. Akibat deformasi tersebut, dan karena strukturnya kaku
(tidak direlease) maka hal itulah yang menghasilkan momen. CK Wang
menyebutnya sebagai momen sekunder.

Pertanyaan dikembangkan lagi. Bisakah kita membuat SAP2000 benar-benar


menganalisis dengan konsep di atas sehingga tidak ada momen.

“bisa” dalam tanda kutip. Yaitu membuat momen sekunder yang terjadi relatif
kecil atau dengan kata lain membuat deformasi titik buhul yang terjadi sekecil
mungkin. Caranya adalah dengan memanipulasi A (area aksial). Tahu sendiri
khan kekakuan aksial adalah AE/L. Jadi jika paramater A dan E setelah dibagi
dengan L sangat besar maka deformasi yang terjadi menjadi sangat kecil.

Bisakah dipaksa deformasinya = 0. (nol).

Kalau pakai SAP2000 atau program yang sejenis , yaitu yang memakai cara
metode matrik kekakuan maka jawabannya adalah tidak bisa. Hanya bisa “relatif
sangat kecil” dibanding yang lain.

Kenapa, karena metode matrik kekakuan rumusnya {F} =[K] {d}, ada hubungan
langsung antara {F} dan {d}, atau gaya dan lendutan. Jadi jika lendutan
(deformasi) dibikin nol, maka gayanya juga nol juga. Jadi yang bisa kita lakukan
adalah manipulasi, dan dalam benak kita hasilnya dianggap momen adalah nol
(sangat kecil sekali).

Moga-moga membantu memahami analisa struktur klasik rangka batang (truss)


maupun analisa struktur berbasis komputer (SAP2000).

Jika kita punya pemahaman-pemahaman seperti itu, maka hasil dari program
komputer pada dasarnya sudah ada dibenak kita. Jadik kita bisa tahu hasil
komputer tersebut benar atau salah. Orang menyebutnya sebagai “Engineering
Judgement”.

Anda mungkin juga menyukai