Anda di halaman 1dari 4

 

 ► e-ti  
  Nama:  
Cut Nyak Meutia

Lahir:
Perlak, Aceh,
pada tahun 1870
Meninggal:
Pasai, Aceh, 24
Oktober 1910
Suami:
- Suami pertama:
Teuku
Muhammad alias
Teuku Cik
Tunong
(meninggal Mei
1905)
- Suami kedua:
Pang Nangru
(meninggal
September 1910
di Paya Cicem)
Anak:
Raja Sabil
Perjuangan:
Perang gerilya di
daerah Pasai
Tanda
Penghormatan:
Pahlawan
Kemerdekaan
Nasional
     
Cut Nyak Meutia (1870-1910)

Berani Menerjang Peluru


Pameo yang mengatakan wanita sebagai insan lemah dan harus selalu dilindungi
tidak selamanya benar. Itu dibuktikan oleh Cut Nyak Meutia, wanita asal Nangroe
Aceh Darussalam, yang terus berjuang melawan Belanda hingga tewas diterjang
tiga peluru di tubuhnya.

Wanita kelahiran Perlak, Aceh, tahun 1870, ini adalah seorang Pahlawan
Kemerdekaan Nasional yang hingga titik darah penghabisan tetap memegang
prinsip tak akan mau tunduk kepada kolonial.

Sebelum Cut Nyak Meutia lahir, pasukan Belanda sudah menduduki daerah Aceh
yang digelari serambi Mekkah tersebut. Perlakuan Belanda yang semena-mena
dengan berbagai pemaksaan dan penyiksaan akhirnya menimbulkan perlawanan
dari rakyat. Tiga tahun sebelum perang Aceh-Belanda meletus, ketika itulah Cut
Nyak Meutia dilahirkan. Suasana perang pada saat kelahiran dan
perkembangannya itu, di kemudian hari sangat memengaruhi perjalanan hidupnya.

Ketika sudah beranjak dewasa, dia menikah dengan Teuku Muhammad, seorang
pejuang yang lebih terkenal dengan nama Teuku Cik Tunong. Walaupun ketika
masih kecil ia sudah ditunangkan dengan seorang pria bernama Teuku Syam
Syarif, tetapi ia memilih menikah dengan Teuku Muhammad, pria yang sangat
dicintainya.

Perang terhadap pendudukan Belanda terus berkobar seakan tidak pernah berhenti.
Cut Nyak Meutia bersama suaminya Teuku Cik Tunon langsung memimpin perang
di daerah Pasai. Perang yang berlangsung sekitar tahun 1900-an itu telah banyak
memakan korban baik dari pihak pejuang kemerdekaan maupun dari pihak
Belanda.

Pasukan Belanda yang mempunyai persenjataan lebih lengkap memaksa pasukan


pejuang kemerdekaan yang dipimpin pasangan suami istri itu melakukan taktik
perang gerilya. Berkali-kali pasukan mereka berhasil mencegat patroli pasukan
Belanda. Di lain waktu, mereka juga pernah menyerang langsung ke markas
pasukan Belanda di Idie.

Sudah banyak kerugian pemerintahan Belanda baik berupa pasukan yang tewas
maupun materi diakibatkan perlawanan pasukan Cut Nyak Meutia. Karenanya,
melalui pihak keluarga Meutia sendiri, Belanda selalu berusaha membujuknya agar
menyerahkan diri. Namun Cut Nyak Meutia tidak pernah tunduk terhadap bujukan
yang terkesan memaksa tersebut.

Bersama suaminya, tanpa kenal takut dia terus melakukan perlawanan. Namun
naas bagi Teuku Cik Tunong, suaminya. Suatu hari di bulan Mei tahun 1905,
Teuku Cik Tunong berhasil ditangkap pasukan Belanda. Ia kemudian dijatuhi
hukuman tembak.

Berselang beberapa lama setelah kematian suaminya, Cut Nyak Meutia menikah
lagi dengan Pang Nangru, pria yang ditunjuk dan dipesan suami pertamanya
sebelum menjalani hukuman tembak. Pang Nangru adalah teman akrab dan
kepercayaan suami pertamanya, Teuku Cik Tunong. Bersama suami keduanya itu,
Cut Nyak Meutia terus melanjutkan perjuangan melawan pendudukan Belanda.

Di lain pihak, pengepungan pasukan Belanda pun semakin hari semakin mengetat
yang mengakibatkan basis pertahanan mereka semakin menyempit. Pasukan Cut
Meutia semakin tertekan mundur, masuk lebih jauh ke pedalaman rimba Pasai.

Di samping itu, mereka pun terpaksa berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat
lain untuk menyiasati pencari jejak pasukan Belanda. Namun pada satu
pertempuran di Paya Cicem pada bulan September tahun 1910, Pang Nangru juga
tewas di tangan pasukan Belanda. Sementara Cut Nyak Meutia sendiri masih dapat
meloloskan diri.

Kematian Pang Nangru membuat beberapa orang teman Pang Nangru akhirnya
menyerahkan diri. Sedangkan Meutia walaupun dibujuk untuk menyerah namun
tetap tidak bersedia. Di pedalaman rimba Pasai, dia hidup berpindah-pindah
bersama anaknya, Raja Sabil, yang masih berumur sebelas tahun untuk
menghindari pengejaran pasukan Belanda.

Tapi pengejaran pasukan Belanda yang sangat intensif membuatnya tidak bisa
menghindar lagi. Rahasia tempat persembunyiannya terbongkar. Dalam suatu
pengepungan yang rapi dan ketat pada tanggal 24 Oktober 1910, dia berhasil
ditemukan.

Walaupun pasukan Belanda bersenjata api lengkap tapi itu tidak membuat hatinya
kecut. Dengan sebilah rencong di tangan, dia tetap melakukan perlawanan. Namun
tiga orang tentara Belanda yang dekat dengannya melepaskan tembakan. Dia pun
gugur setelah sebuah peluru mengenai kepala dan dua buah lainnya mengenai
dadanya.

Cut Nyak Meutia gugur sebagai pejuang pembela bangsa. Atas jasa dan
pengorbanannya, oleh negara namanya dinobatkan sebagai Pahlawan
Kemerdekaan Nasional yang disahkan dengan SK Presiden RI No.107 Tahun
1964, tanggal 2 Mei 1964. 

Anda mungkin juga menyukai