Anda di halaman 1dari 6

Kiat Mengembangkan Kreatifitas Anak

Latar Belakang

Kita sering bertanya-tanya kenapa anak kita yang mula pertamanya begitu kreatif, bisa
menggambar dan mengekspresikan dirinya melalui bentuk coretan deinikian spontan,
bebas dan tanpa beban (enjoy), juga dalam bentuk seni yang lain seperti seni musik, seni
tari, seni suara, seni drama dan seni lainnya mereka begitu menikmatinya dengan rasa
senang. Namun belakangan ini setelah masuk sekolah dasar dan menengah mereka bagai
orang yang tidak berjiwa lagi, otaknya hanya diisi oleh fakta dan data-data yang ada saja
dan ilmu pengetahuan yang dipelajarinya, tidak ada lagi ekspresi yang ada Cuma
keinginan pencapaian prestasi, rengking, deini untuk mencapai tingkat lanjutan yang
dipilihnya. Dan kita tidak bisa menyalahkan siapapun dalam hal ini, karena memang
deimikianlah tututan pendidikan pada saat ini. Setiap sekolah dasar dan menengah hanya
memfokuskan pada materi yang akan diujikan saja oleh negara, sedangkan seni yang
melatih kreatifitas anak, yang menjadikan anak lebih enjoy dalam belajar tidak begitu
diutamakan, alasannya kegiatan kesenian hanya akan membuat anak menjadi tidak
berprestasi dalam menempuh pelajaran intinya. Inilah anggapan yang keliru tapi tetap
dijadikan alat untuk mengenyampingkan pelajaran kreatifitas dalam bentuk seni pada
setiap sekolah daras dan menengah.

Strategi Empat P dalam Pengembangan kreativitas

Untuk mengembangkan kreatifitas kita harus berasumsi bahwa setiap anak mempunyai
potensi kreatif dalam semua bidang, ada dalam bidang matematika, bahasa, seni dan
lainnya. Oleh sebab itu kreatifitas jangan hanya dibatasi oleh batasan yang sempit, seperti
hanya dalam bidang seni saja, atau dalam satu bidang Iainnya. Yang penting dalam dunia
pendidikan semua bakat kreatif harus dikembangkan. Maka itu di sini kita membuat
strategi pengembangan kreatif dengan rumusan empat P seperti:- P1 kreatifitas ditinjau
dan aspek Pribadi.- P2 kreatifitas ditinjau dan aspek Pendorong- P3 kreatifitas ditinjau
dan aspek Proses- P4 kreatifitas ditinjau dan aspek Produk
Manilah kita bahas secara terperinci satu deini satu di bawah ini:

Pribadi

Ditinjau dari aspek pribadi kreativitas adalah ungkapan dan keunikan individu dalam
interaksi dengan lingkungannya. Dan ungkapan pribadi yang unik inilah dapat
diharapkan timbulnya ide-ide baru dan produk-produk yang inovatif Oleh karena itu,
pendidik hendaknya dapat menghargai keunikan pribadi dan bakat-bakat siswanya dan
jangan mengharapkan semua melakukan dan menghasilkan hal-hal yang sama, atau
mempunyai minat yang sama. Guru hendaknya membantu siswa menemukan bakat-
bakatnya dan menghargai bakat-bakat tersebut dengan sepenuhnya tanpa membatasi
keinginan siswa untuk berkembang dalam bidangnya masing-masing.

Pendorong
Bila ditinjau dan aspek Pendorong untuk perwujudan bakat kreatif siswa sangat
diperlukan dukungan dan lingkungan (motivasi eksternal), yang berupa apresiasi,
dukungan, pemberian penghargaan, pujian, insentif, dan lain-lainnya, dan dorongan kuat
dalam diri siswa itu sendiri (motivasi internal) untuk menghasilkan sesuatu.Anak yang
berbakat kreatif dapat berkembang dalam lingkungan yang mendukung, tetapi dapat pula
dihambat dalam lingkungan yang tidak menunjang pengembangan bakat itu. Di dalam
keluarga, sekolah, lingkungan pekerjaan maupun di dalam masyarakat harus ada
penghargaan dan dukungan terhadap sikap dan prilaku kreatif individu atau kelompok
individu. Banyak orang tua yang kurang menghargai kegiatan kreatif anak mereka,
melainkan lebih memprioritaskan pencapaian prestasi akademis yang tinggi dan
memperoleh “rangking” tinggi di kelas. Mengambil les seni atau melukis tidak begitu
penting atau tidak diprioritaskan meskipun anak menunjukan bakat dan minat terhadap
bidang tersebut, karena dikhawatirkan dapat menurunkan “rangking” di dalam kelas.
Demikian pula beberapa guru meskipun menyadari pentingnya pengembangan kreatifitas,
tetapi dengan kurikulum yang ketat dan kelas-kelas dengan jumlah murid yang banyak,
maka “tidak ada waktu untuk kreatifitas” menjadi lebih dikedepankan. Padahal kesibukan
kreatif memperkaya hidup anak dan tidak sampai merugikan prestasi akadeinis; justru
sebaliknya, karena anak merasa senang dan puas bahwa bakat dan minatnya dapat
dikembangkan, ia menjadi lebih semangat untuk belajar.Seorang pendidik harus mampu
mendorongan secara internal dan eksternal, dan pendidik harus berupaya untuk dapat
memupuk dan meningkatkan dorongan kedua dorongan tersebut; namun pendidik perlu
berhati-hati pula jangan sampai dorongan eksternal yang berlebih atau yang tidak pada
tempatnya justru dapat melemahkan dorongan internal (minat dan kebutuhan anak).

Proses

Pada aspek proses pengembangan kreativitas, anak perlu diberi kesempatan untuk
bersibuk diri secara kreatif Pendidik hendaknya dapat merangsang anak untuk melibatkan
dirinya dalam berbagai kegiatan kreatif Dalam hal ini yang penting adalah memberikan
kebebasan kepada anak untuk mengekspresikan dirinya secara kreatif misalnya dalam
tulisan, lukisan, bangunan, dan sebagainya — tentu saja dengan persyaratan tidak
merugikan orang lain atau lingkungan. Pertama-tama yang perlu adalah proses bersibuk
diri secara kreatif tanpa perlu selalu atau terlalu cepat menuntut dihasilkannya produk-
produk kreatif yang bermakna. misalnya, dalam lomba lukis, orang tua karena ingin
anaknya menjadi pemenang terus mengawasi upaya anak, memberikan instruksi atau
contoh, sehingga mengurangi spontanitas dan kegembiraan anak untuk berkreasi.Produk
yang kreatif akan muncul dengan sendirinya dalam iklim yang menunjang, menerima,
dan menghargai anak. Perlu pula diingat bahwa kurikulum sekolah yang terlalu padat
sehingga tidak ada peluang untuk kegiatan kreatif, dan jenis penugasan atau pekerjaan
yang monoton, tidak menunjang pengembangan kreativitas siswa. Hendaknya orang tua
dan guru menyadari bahwa waktu luang seyogianya digunakan untuk melakukan kegiatan
konstruktif yang diminati anak, dan tidak belajar semata-mata atau melakukan kegiatan
yang pasif apalagi destruktif.

Produk
Bila ditinjau dari aspek produk kondisi yang memungkinkan seseorang menciptakan
produk kreatif yang bermakna adalah kondisi pribadi dan lingkungan, yaitu sejauh mana
keduanya mendorong seseorang untuk melibatkan dirinya dalam proses (kesibukan,
kegiatan) kreatif. Dengan mengenali bakat dan ciri-ciri pribadi kreatif peserta didik dan
dengan dorongan (motivasi internal maupun eksternal) untuk bersibuk diri secara kreatif,
dengan menyediakan waktu dan sarana-prasarana yang menggugah minat anak meskipun
tidak perlu mahal, maka produk-produk kreativitas anak dan remaja dipastikan akan
timbul. Yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa pendidik menghargai produk
kreativitas anak dan mengkomunikasikannya kepada yang lain, misalnya dengan
mempertunjukan atau memamerkan hasil karya anak. ini akan lebih menggugah minat
anak untuk berkreasi.

TEORI TENTANG BELAHAN OTAK KANAN

Segera sesudah anak dilahirkan, gerakan-gerakannya yang semula belum berdiferensiasi


berkembang menjadi pola dengan preferensi untuk kiri atau kanan. Hampir setiap orang
mempunyai sisi yang dominan. Pada umumnya orang lebih biasa menggunakan tangan
kanan (berarti dominan belahan otak kiri); tetapi ada orang-orang yang termasuk kidal
(left-handed). Mereka lebih dikuasai oleh belahan otak kanan. Dihipotesiskan bahwa
belahan otak kanan terutama berkaitan dengan fungsi-fungsi kreatif, sehingga terjadi
“dichotomania”, membagi-bagi semua fungsi mental menjadi fungsi belahan otak kanan
atau kiri, lihat tabel di bawah ini.

Tabel dikotomi menta

Belahan Otak Kiri Belahan Otak Kanan


Intelek Intuisi

Konvergen Divergen

Intelektual Emosional

Rasional Metaforik,intuitif

Verbal Nonverbal

Horizontal Vertikal

Konkret Abstrak

Realistis Impulsif

Diarahkan Bebas

Diferensial Eksistensial
Sekuensial Multipel

Historikal Tanpa batas waktu

Analitis Sintesis,hilitik

Eksplisit Implisit

Obyektif Subyektif

Suksesif Simultan

Sumber Springer.S.P dan Deutach. G. 1981


Teori ini, walaupun didukung oleh bukti-bukti empiris, namun masih memerlukan
pengkajian lebih lanjut (Dacey, 1989; Piirto, 1992) untuk keabsahannya.

TEORI WALLAS

Berabad-abad orang berupaya menjelaskan apa yang terjadi apabila seseorang mencipta.
Salah satu teori yang sampai sekarang banyak dikutip adalah teori Wallas yang
dikemukakan pada tahun 1926 dalam bukunya “The Art of Thought” (Piirto, 1992) yang
menyatakan bahwa proses kreatif meliputi empat tahap, yaitu (1) persiapan; (2) inkubasi,
(3) iluininasi, dan (4) verifikasi.Pada tahap pertama, seseorang mempersiapkan diri untuk
memecahkan masalah dengan belajar berpikir, mencari jawaban, bertanya kepada orang
lain, dan sebagainya.Pada tahap kedua, kegiatan mencari dan menghimpun data informasi
tidak dilanjutkan. Tahap inkubasi adalah tahap di mana individu seakan-akan melepaskan
diri untuk sementara dan masalah tersebut, dalam arti bahwa ia tidak memikirkan
masalahnya secara sadar, tetapi “mengeramnya” dalam alam pra-sadar. Sebagaimana
terlihat dan analisis biografi maupun dari laporan tokoh seniman dan ilmuwan, tahap ini
penting artinya dalam proses timbulnya inspirasi yang merupakan titik mula dari suatu
penemuan atau kreasi baru berasal dan daerah pra-sadar atau timbul dalam keadaan
ketidak sadaran penuh.Tahap iluminasi adalah tahap timbulnya “insight” atau “Aha
Erlebnis”, saat timbulnya inspirasi atau gagasan baru, beserta proses-proses psikologis
yang mengawali dan mengikuti munculnya inspirasi atau gagasan baru.Tahap venifikasi
atau evaluasi adalah tahap dimana ide atau kreasi baru tersebut harus diuji terhadap
realitas. Di sini diperlukan pemikiran kritis konvergen. Dengan perkataan lain, proses
divergensi (pemikiran kreatif) harus diikuti oleh proses konvergensi (pemikiran kritis).

MODEL DARI BESEMER DAN TREFFINGER

Besemer dan Treffinger (1981), berdasarkan kajian terhadap 125 kreteria yang diusulkan
dalam lebih dari 90 publikasi mengenai topik ini, mengembangkan teori yang saling
berkaitan dan menyimpulkan gagasan-gagasan tersebut. Istilah produk dalam hal ini tidak
terbatas pada produk komersial, tetapi meliputi keragaman dari benda atau gagasan
(misalnya, konsep kreatifitas yang baru).
Besemer dan Treffinger menyarankan bahwa produk kreatif dapat digolongkan menjadi
tiga kategori, yaitu (1) kebaruan (novelty) atau sesuatu yang baru, (2) pemecahan
(resolution), dan (3) keterperincian (elaboration) dan sintesis. Masing-masing dari ketiga
kategori ini meliputi sejumlah atribut. Model ini disebut “Creative Product Analysis
Matrix” (CPAM).Kebaruan adalah sejauh mana produk itu baru, dalam hal jumlah dan
luas proses yang baru, teknik baru, bahan baru, atau konsep baru yang terlibat, dalam hal
di luar dan di dalam lapangan/bidang; dan dalam hal dampak produk kreatif di masa
depan.Produk itu “orisinal” dalam arti sangat langka di antara produk-produk yang dibuat
oleh orang-orang dengan pengalaman dan pelatihan yang sama; juga menimbulkan
kejutan (surprising) sebelum memberikan penilaian orang tercengan bahkan kaget; dan
terakhir produk itu germinal dalam hal dapat menimbulkan gagasan produk orisinal
lainnya.Pemecahan (resolution) menyangkut derajat sejauh mana produk itu memenuhi
kebutuhan untuk mengatasi situasi bermasalah. Tiga kreteria dalam dimensi ini adalah,
bahwa produk harus bermakna (valuable) menurut para pengamat, karena memanuhi
kebutuhan, harus logis, dengan mengikuti aturan yang ditentukan dalam bidang tertentu,
dan hams berguna, yaitu dapat diterapkan secara praktis.Elaborasi dan sintesis. Dimensi
ini merujuk pada derajat sejauh mana produk itu menggabungkan unsur-unsur yang tidak
sama/serupa menjadi keseluruhan yang canggih dan koheren. Lima kreteria untuk menilai
hal ini adalah produk itu harus organis, yaitu mempunyai arti inti dalam penyusunan
produk; elegan, yaitu canggih, mempunyai nilai lebih dan yang tampak; kompleks, yaitu
berbagi unsur digabung pada satu tingkat atau lebih; dapat dipahaini, karena tampil
secara jelas; dan menunjukan keteremapilan atau keahlian yang baik, dikerjakan secara
seksama.Produk itu tidak perlu menonjol dalam semua kreteria. Misalnya nilai cukup
tinggi pada semua kreteria sebandirig dengan nilai sangat tinggi pada beberapa kreteria
dan rendah pada beberapa lainnya. Sebagai contoh tabel di bawah ini:
Penilaian Kreteria terhadap Penemuan Pesawat Telepon oleh Bell

Kreteria Tingkat
Orisinil Tinggi

Kejutan Tinggi

Germinal Tinggi

Bermakna Tinggi

Logis Tinggi

Berguna Tinggi

Organis Tinggi

Elegan Rendah

Majemuk Rata-rata
Dapat dipahami Tinggi

Keterampilam Rendah

Sumber; J.S.Daeey 1989 Fundamentals of Creative Thinking, New York; Lexington


Book h. 57

Dari contoh ini nyata bahwa setiap produk dapat sangat beragam dalam kreteria tersebut.
Sebagaimana dikatakan Maslow (dikutif Dacey, 1989), “Sup kelas satu lebih kreatif dan
pada simfoni kelas dua”.Besemer dan Treffinger mengemukakan masalah dalam
penerapan modelnya. Misalnya jika kreteria “kegunaan” diterapkan secara ketat,
kebanyakan karya seni tidak memenuhi persyaratan ini.Masalah kedua menyangkut
dimensi “kebaruan”. Pertanyaannya adalah apakah produk itu harus baru untuk seluruh
masyarakat atau hanya bagi sipencipta? Jika diterapkan pada anak, kemungkinan besar
tidak ada karya anak yang dapat dinilai kreatif. Namun, kebanyakan pakar sependapat
bahwa “kebaruan” harus dipertimbangkan dari sudut pengalaman sipencipta. Sebagai
contoh, lukisan anak jika dinilai dengan kriteria orang dewasa, mungkin tidak termasuk
kreatif, karena sudah pernah dibuat sebelumnya oleh anak lain. Namun ditinjau dari
tingkat perkembangan anak, misalnya ia baru usia prasekolah, dan baginya karya itu
baru, misalnya ia belum pernah membuatnya sebelumnya dan lukisannya tidak
merupakan tiruan dari contoh, maka produk anak itu dapat dikatakan termasuk kreatif
Lain halnya jika kita bicara mengenai makna produk yang memang harus
dipertimbangkan dari makna sosialnya bagi kebudayaan di mana produk itu dihasilkan.
Besemer dan O’Quin menyimpulkan dasar pertimbangan mereka untuk mencoba
mengukur kualitas produk kreatif sebagai berikut:“Kita tidak ingin membunuh lahirnya
karya seni Dengan penilaian yang terlalu rumit, tetapi untuk karya ilmiah penilaian atas
daya tarik magis, kurang memuaskan. Mungkin dalam bidang analisis produk diperlukan
kerjasama antara seni dan sains. Dengan demikian kita memungkinkan orang-orang
dewasa membuat produk mereka lebih kreatif, dengan memperhatikan standar penilaian
yang ditentukan” (1987-398)

DAFTAR PUSTAKA

Besemer,S.P dan D.J.Treffinger. 1981 “Analysis of Creative Prod ucts: Review and
Synthesis”, Jurnal of Creative Behavior, 15, h. 158-178.
Besemer, S.P dan K. O’Quin.1987. “Creative Product Analysis:
Testing A Model by Developing A Judgment Instrument” dalam S. G. Isaksen (ed),
Frontiers of Creativity Research: Beyond the Basics. Buffalo, N.Y.: Bearly Liinited. h.
367-3 89.
Dacey ,J.S. 1989. Fundamental of Creative Thinking. New York.: Lexiington Book.
Maslow, A.H. 1967 .“Creativity in Self-Actualizing People” dalam H.H.Anderson (ed),
Creativity and Its Cultivation. New York: Harper & Brother.

Anda mungkin juga menyukai