Anda di halaman 1dari 2

DOA UNTUK ISTRI

Seperti biasanya, suasana senyap langsung terasa begitu saya menginjakkan


kaki di ruang tamu. Jam sepuluh malam. Anak-anak dan isteri sudah berkelana
di alam mimpi, terlelap di peraduan. Kadang dengan setumpuk baju yang belum
selesai diseterika, kadang dengan buku bacaan yang berserakan di sekitar
tempat tidur anak-anak. Wajah isteri saya terlihat sangat 'lelah'.

Besuk pagi setelah subuh, ada jadwal mengisi kajian di masjid dekat kampus.
Sorenya ada rapat di sebuah yayasan, dan malamnya ada kajian lingkar studi
Islam. Itu artinya, seharian berada di luar rumah dan pulang larut malam.
Seperti malam ini.
Sejak awal pernikahan, isteri saya faham bahwa suaminya adalah seorang dai
yang aktif berdakwah. Hampir setiap hari keluar rumah untuk menyampaikan
pengajian, mengisi training, atau mengikuti kegiatan dakwah lainnya. Tak
jarang harus keluar kota beberapa hari. Dan sampai hari ini, Alhamdulillah,
semua berjalan dengan baik.
Saya sering berfikir, betapa besar jasa isteri saya. Semua kegiatan saya
yang lancar-lancar saja selama ini, tidak terlepas dari dukungan dan
pengorbanannya. Keadaan rumah yang baik-baik saja selama saya pergi, membuat
hati saya terasa aman dan nyaman melakukan aktifitas di luar. Dan begitu
pulang, suasana 'beres" yang terlihat, membuat saya merasa lega. Tidak ada
hal-hal yang membebani batin.
Tentunya juga suami-suami yang lain. Isteri-isteri mereka memiliki andil
yang tidak kecil. Saya yakin, bahwa di belakang setiap lelaki sukses, hampir
selalu ada seorang wanita yang mem-back up keberhasilannya. Seperti juga
setiap isteri yang tidak becus mengurus rumah, hanya akan menambah
kejengkelan para suami, dan membebani pikiran.
Para suami kemudian melampiaskannya di luar rumah karena tidak betah, karena
rumah tidak cukup memberi ketenangan dan kenyamanan. Berapa banyak suami
yang lebih suka menghabiskan malam-malamnya di perempatan jalan atau pos
ronda, ngobrol ngalor ngidul tanpa manfaat yang berarti? Tak jarang berujung
pada terbentuknya kelompok penjudi, pemabok atau perbuatan haram lainnya.
Dengan alasan berbeda, saya pun termasuk banyak keluar rumah.
Jadwal kesibukan saya yang padat, sering tidak memberikan waktu yang cukup
bagi isteri saya beristirahat. Saya kuliah, bekerja, berdakwah dan menulis
untuk majalah. Dan itu menyita sebagian besar waktu yang saya miliki.
Praktis, isteri saya mengambil alih hampir seluruh pekerjaan
kerumahtanggaan. Memasak, mencuci, menemani anak-anak bermain dan belajar,
mengecek hafalan mereka, melayani saya atau pekerjaan lain yang terus
mengalir seolah tanpa henti.
Sementara saya belum mampu meringankan pekerjaannya. Secara fisik dengan
menyediakan alat-alat bantu elektronik ataupun pembantu rumah tangga. Karena
saya bukan termasuk yang berpenghasilan besar. Atau secara psikis dengan
selingan hiburan yang memadai. Hari Ahad -hari keluarga- pun, sering keluar
rumah karena ada acara penting yang datang mendadak. Hal yang kadang membuat
saya merasa bahwa yang saya berikan kepadanya hanya setumpuk beban dan
tanggung jawab.
Bayangkan, para isteri kita harus membereskan semua pekerjaan rumah yang
melelahkan fisik, mengalokasikan uang belanja yang pas-pasan agar tidak
kehabisan energi di tengah bulan, mengatur menu agar variatif meski tetap
terjangkau, mendidik anak-anak yang lebih sering menambah kerepotan daripada
meringankan pekerjaan, dan memberi perhatian dan melayani kita.
Dengan jam kerja yang nyaris duapuluh empat jam, mereka masih harus juga
menjaga kebugaran tubuh dengan mencuri-curi waktu untuk beristirahat,
menjaga kesabaran dan keseimbangan emosi melihat polah tingkah anak-anak
yang kadang memancing kemarahan, atau mengatur waktu ibadah dan merawat
semangat spiritual mereka. Alangkah beratnya! Saya jadi tahu, di balik
kelembutan mereka, para isteri adalah manusia perkasa.
Kita para suami, sering egois meminta hak. Apa yang kita cium haruslah
wangi, yang kita lihat harus bersih rapi, yang kita dengar haruslah
kemerduan, yang kita rasa adalah kelezatan, dan tidur pun haruslah lelap.
Sementara isteri-isteri kita adalah manusia biasa yang kadang khilaf dan
lupa.
Adalah hal yang wajar, jika beberapa hasil pekerjaan mereka tidak sempurna,
atau ada kekurangannya. Dan itu bukan alasan untuk mencari-cari kesalahan
dari ketidak sempurnaan mereka. Ada fluktuasi iman dan ada saat-saat
tertentu, dimana para wanita terkena sindrom prahaid. Ketika hormon estrogen
dan progesteron mereka sedang mengalami ketidakseimbangan.
Pasa saat itulah para wanita menjadi lebih sensitif, lebih galak, suka
merengut, atau marah-marah tanpa sebab. Disamping secara fisik akan membuat
mereka pegal-pegal, jerawatan, sakit kepala, ngilu pada sendi, bahkan
mungkin, pusing dan depresi.
Meski tidak bisa memahami wanita secara sempurna, pengetahuan kita terhadap
hal-hal seperti ini, akan bisa membantu banyak. Paling tidak, kita menjadi
tidak terlalu menuntut dan bisa menerima kekurangan mereka apa adanya,
kemudian menghargainya. Syukur kalau bisa membantu meringankan pekerjaan
mereka, meski sekedar ucapan terima kasih, wajah cerah, sedikit pujian, atau
hadiah-hadiah kecil. Juga mendoakan mereka di setiap munajat kita, agar
Allah membantu mereka selalu mengikhlaskan niat dan tetap istiqamah.
Percayalah, itu sangat berarti.
Sederhana, namun sering diabaikan para suami yang memang cenderung bersifat
egosentris, self-oriented dan lebih suka berfikir zakelijk. Yang karenanya
sering tidak peka menangkap isyarat dan mengabaikan hal-hal kecil. Normatif
dan tidak estetis. Padahal wanita dicipta dengan kecenderungan
hetero-sentris dan karenanya, menjadi lebih sosial. Mereka lebih mampu
berkorban untuk orang lain dan sering mengabaikan kepentingan diri sendiri.
Bagi mereka, penghargaan orang lain atas pekerjaan mereka, sangatlah
berarti.
Malam ini saya tertidur lelap, namun saya berjanji untuk memulainya besok.
Bangun pagi dengan senyum mengembang dan mendekati isteri seraya berucap, "
Terima kasih isteriku, semoga Allah menerima amal ibadahmu'. Dan akan saya
lihat semburat merah di wajahnya.

Suamimu

Budi Waskito DP

Anda mungkin juga menyukai