Kemandirian Ekonomi Nasional (Umar Juoro)
Kemandirian Ekonomi Nasional (Umar Juoro)
Membangunnya?
Umar Juoro
Pendahuluan
Kemandirian ekonomi semestinya didefinisikan secara fleksibel dan bersifat
dinamis. Kemandirian lebih dilihat dari kemampuan suatu bangsa mengembangkan
perekonomiannya dengan sebesar mungkin mempergunakan daya sendiri, terutama
dalam bentuk daya saing yang tinggi, untuk kemakmuran rakyatnya. Kemandirian tidak
dilihat dari keterisolasian terhadap perekonomian negara lain atau perekonomian
dunia, tetapi bagaimana dalam perekonomian yang semakin terbuka dan terintegrasi
dengan perekonomian global, daya saing dan kemamkmuran rakyat dapat terus
ditingkatkan.
Pada masa Orde Baru kemandirian tidaklah banyak dinyatakan pada awal
pemerintahan karena perhatian utama adalah pada stabilitas ekonomi, terutama
memenuhi kebutuhan pangan dan mengendalikan inflasi. Tambahan lagi modal asing
sangat diharapkan untuk mengelola asset yang masih terpendam terutama Sumber
Daya Alam (SDA). Pertumbuhan ekonomi dapat meningkat dengan cukup tinggi
dengan stabilas perekonomian yang terjaga. Modal asing juga semakin memasuki
banyak sektor perekonomian, sehingga beberapa kali menimbulkan protes dalam
bentuk demonstrasi mahasiswa yang menantang modal asing ini. Baru pada masa
mendekati akhir Orde Baru, slogan kemandirian perekonomian mulai kembali
1
dikumandangkan terutama berkaitan dengan posisi Menko Perekonomian yang
dipegang oleh Ginanjar Kartasasmita.
Utang luar negeri Indonesia sekalipun secara abosult cukup besar sekitar Rp
2.000 triliun, namun secara relative rendah dan cenderung menurun pada tingkatan
sekitar 27% dari PDB.
2
dengan semakin sulitnya investor domestik untuk memenuhi persyaratan permodalan
perbankan, maka semakin banyak bank yang akan jatuh ke tangan asing. Sekalipun
demikian pada umumnya para nasabah tidaklah terlalu mempermasalahkan
kepemilikan bank, selama kepercayaan dan pelayanan dari perbankan dipandang baik.
Dilihat dari ekspor, perekonomian Indonesia juga tidak terlalu bergantung pada
perekonomian dunia. Pangsa ekspor terhadap perekonomian hanya sekitar 28% jauh
lebih rendah dari negara-negara tetangga. Rendahnya pangsa ekspor ini juga
menyebabkan Indonesia tidak terlalu terpukul oleh krisis ekonomi global pada tahun
2008.
Jadi dari berbagai data khususnya yang berkaitan dengan peran modal asing,
perekonomian Indonesia pada umumnya masih bersifat domistik. Kecenderungan
kepemilikan asing terhadap asset perekonomian memang meningkat, namun masih
jauh dari keadaan yang tergolong dikuasai asing. Bahkan Indonesia masih
membutuhkan modal asing yang lebih besar terutama di sektor riil, seperti
manufaktur, pertanian, dan pertambangan. Keadaan yang mengkhawatirkan adalah
pada sektor keuangan khususnya investasi portofolio. Besarnya kepemilikan asing pada
investasi portofolio beresiko tinggi terhadap pengaruh pembalikan arus modal yang
dapat mengganggu kestabilan perekonomian.
Daya saing Indonesia semakin bergeser kembali pada SDA. Daya saing
Indonesia secara keunggulan komparatif terletak pada CPO, batubara, dan karet.
Sedangkan daya saing produk manufaktur semakin lemah terutama menghadapi
persaingan dengan produk-produk China. Keadaan ini menjadi kurang menguntungkan
bagi Indonesia karena dengan perekonomian yang besar, Indonesia tidak hanya dapat
mengandalkan pada SDA, tetapi juga harus mengembangkan daya saing industri
manufakturnya. Industri manufaktur semestinya menjadi pencipta kesempatan kerja
yang utama.
3
tidak hanya menjadi pasar produk impor dari China, tetapi juga mendorong
perkembangan industri di dalam negeri dan menciptakan kesempatan kerja. Selain itu
pengembangan industri pengolahan SDA dapat juga menjadi unggulan Indonesia.
Tentu saja perbaikan infrastruktur dan peraturan sangat menentukan dalam
pengembangan industri dalam negeri.
4
sebagian besar masih berpendidikan rendah. Dengan keadaan pekerja seperti ini maka
masih jauh bagi Indonesia untuk dapat berdaya saing dan mempunyai tingkat
kemandirian yang tinggi. Upaya untuk memperluas kesempatan kerja di sektor formal
dan meningkatkan kualitas pekerja akan sangat menentukan daya saing dan
kemandirian perekonomian nasional.
Kesimpulan
Kemandirian perekonomian nasional semestinya dilihat secara dinamis.
Kemandirian tidak dapat dilihat dari keterisolasian perekonomian terhadap asing dan
perkonomian dunia. Pendekatannya haruslah realistas yaitu bagaimana kemandirian
dibangun dengan perekonomian yang terbuka dan semakin terintegrasi pada
perekonomian global.
Membangun kemandirian sebaiknya terkait dengan daya saing. Untuk itu daya
saing perekonomian Indonesia yang kembali bergeser ke SDA dan melemah di produk
manufaktur harus dirubah dengan memperkuat daya saing produk manufaktur. Tentu
saja upaya ini tidak mudah apalagi harus menghadapi persaingan dengan produk-
produk China. Perbaikan infrastruktur dan berbagai peraturan harus pula dilakukan
untuk merevitalisasi dan meningkatkan daya saing produk manufaktur.