Anda di halaman 1dari 3

Release

Biennale Jogja XI Mengawali Berskala Internasional


YOGYAKARTA - Biennale Jogja (BJ) kembali hadir. Sebagai even 2 tahunan, BJ telah berlangsung
secara konsisten selama 22 tahun dan telah menjadi acuan utama dari perkembangan seni rupa
Indonesia. Namun kehadiran BJ XI berbeda dengan BJ sebelumnya.

Mengacu pada pemahaman BJ adalah biennale berskala internasional yang bertujuan membangun
dialog, kerjasama dan kemitraan antarbangsa, maka Yayasan Biennale Yogya (YBY) memutuskan
penyelenggaraan Biennale – dimulai dengan BJ XI – dalam 10 tahun ke depan BJ dalam setiap
pelaksanaannya akan berpartner dengan 1 negara yang berada di bagian planet bumi 23.27 derajat di
atas dan 23.27 derajat di bawah ekuator atau garis khatulistiwa. Biennale Equator, begitulah singkatnya.

Menurut Yustina Wahyu Nugraheni, Ketua Panitia BJ XI yang juga menjadi Ketua Pengurus YBY),
khatulistiwa diharapkan menjadi semacam bingkai yang mewadahi kesamaan, sekaligus juga menjadi
garis menerus yang menembus merangkai dan bersaksi atas pengejawantahan berbagai keragaman.
Khatulistiwa akan menjadi common platform untuk ‘membaca kembali‘ dunia. Menegasi keberadaan
pusat-pusat dengan menawarkan area kerja wilayah sabuk katulistiwa dengan sudut pandang yang tak
berpusat, nir-pusat. “Khatulistiwa dalam perpektif geologis, geografis, ekologis, etnografis, juga historis,
serta politis, dll, merupakan wilayah kerja yang luar biasa menarik untuk diekplorasi,” ujar Yustina yang
akrab dipanggil Neni ini.

Adapun arah gerak BJ Zona Equator yang dimulai pada BJ XI adalah ke arah barat dengan memilih India
sebagai partner pertama. Mengapa? Sejarah keragaman Indonesia selalu berhubungan dengan India
sejak India memberi pengaruh besar pada kebudayaan Indonesia, khususnya wilayah Sumatera, Jawa,
Bali dan beberapa kelompok etnis di wilayah timur kepulauan Indonesia. “India adalah basis kebudayaan
dunia dan asia khususnya yang ikut membentuk sejarah kebudayaan bangsa ini yang teramat penting
untuk diabaikan begitu saja”, kata Nindityo Adipurnomo, anggota Pembina Yayasan Biennale Yogyakarta.
Ditambahkan Nindityo, latar belakang kebudayaan India yang kuat dan beragam menjadi modal besar
bagi sejarah kemunculan kebudayaan kontemporer negara itu. Selain itu, problematika sosial dan
kebudayaan yang dihadapi India dirasa memiliki sedikit persamaan dengan apa yang sedang dialami
oleh Indonesia sendiri pada saat ini.

Sesuai dengan namanya, Biennale Equator mengkaitkan tema-tema acaranya sesuai dengan Negara
yang diajak bekerja sama, yang kali ini negara India. Program dari Biennale ini akan dikembangkan atas
irisan kata-kata kunci dari tema yakni Faith (keyakinan), religiosity (keagamaan), diversity
(keragaman), dan India dengan menghadapkannya pada dinamika realitas keseharian masyarakat
Yogyakarta

Dalam pelaksanaan BJ XI, Yayasan Biennale Yogya menunjuk Alia Swastika sebagai kurator. Alia akan
bekerjasama dengan Suman Gopinath dari India sebagai co-kurator. Untuk mempersiapkan ini, Alia juga
telah melakukan riset mengenai realitas pada masyarakat India dan Indonesia. Ia memakai kata-kata
kunci Faith, Religiosity dan Spirituality sebagai pendekatan kuratorialnya. “Saya ingin melihat agama
sebagai bagian dari praktik kepercayaan dan keyakinan.Isu ini juga dipilih karena sangat relevan dan
dapat dilihat dalam berbagai dimensi.”
Menurut Alia, ada sekitar 40 seniman kontemporer baik dari Indonesia maupun India yang akan tampil
pada BJ XI. Sebut saja beberapa di antaranya ada dari India antara lain N.S Harsha, Atul Dodiya.
Sementara dari Indonesia antara lain Nurdian Ihsan dan Wimo Ambala Bayang. Patut dicatat
pula, Biennale Jogja dalam seri khatulistiwa ini tidak hanya bekerja dengan seniman individual maupun
kelompok, tetapi juga bekerjasama dengan organisasi-organisasi seni, baik di Indonesia maupun di
negara-negara partner. Sehingga dialog, kerjasama, dan kemitraan yang dirintis akan berkelanjutan serta
melahirkan kerjasama-kerjasama baru yang lebih luas.

Para seniman akan mempresentasikan karya-karya yang kontekstual dan merepresentasikan situasi
sosial terkini yang melingkupi ruang hidup mereka. Mereka akan menampilkan karya-karya secara
individual, kelompok, maupun proyek-proyek seni komunitas.

Selain pameran utama seni rupa yang merupakan program utama Biennale Jogja XI, akan ada enam
program lainnya seperti Festival Equator, Pertunjukan Garapan Baru Balet Ramayana, Parallel Events,
Konferensi, Seminar, Artists Talk, dan Diskusi, Workshop, Lifetime Achievement Award dan Parallel
Events’ Best Program serta Program Magang dan Kesukarelawanan untuk memperluas gaung event
Biennale Jogja.

Festival Equator (FE) adalah festival yang sifatnya mendukung dan mendampingi pameran utama dalam
BJ XI. Festival ini bertujuan memfasilitasi dialog pengetahuan yang disebarkan ke masyarakat luas di luar
kesenian sehingga refleksi seniman dan kenyataan sosial berhadapan. Selain itu ia juga memfasilitasi
kreativitas sebaran lain dalam masyarakat dalam kaitan peran mereka membentuk dinamika Jogja, baik
dinamika kesenian maupun kebudayaan masyarakatnya secara lebih luas.

Dalam kaitan dengan tujuan itu, alih-alih mengadakan perayaan festival di gedung kesenian, galeri atau
kampung-kampung sebagaimana yang sudah lazim, program festival ini akan diadakan di tempat
masyarakat bekerja seperti kantor dan pasar. Sebagaimana kampung, tempat kerja membuat
masyarakat terus-menerus mengembangkan praktik hidup bersama, hidup berdampingan dan terus-
menerus merefleksikan keberagaman. Untuk kasus Jogjakarta, praktik keberagaman yang juga menjadi
tema BJ XI terasa lebih keras dan nyata di situs ini ketimbang situs tempat tinggal mereka.

Salah satu program yang akan digarap dalam Festival Equator adalah perancangan ulang pagelaran
Ramayana. Ide ini berasal dari Gunawan Maryanto yang kemudian ditulis ulang oleh Joned Suryatmoko.
Gagasan gubahan pagelaran Ramayana diambil dari sudut pandang Lawa Kusya sebagai wakil teks
tandingan. Lawa Kusya adalah teks yang tidak populer yang sedemikian lama harus menandingi teks
yang sudah mapan.

Untuk lebih menguatkan gaung Biennale Jogja XI pada masyarakat luas, diselenggarakan pula Parallel
Events (PE). melalui program Parallel Events BJ XI mengajak pemikir dan praktisi keilmuan khusus, serta
public intellectuals untuk turut aktif terlibat. Melalui penyelenggaraan Parallel Events, diharapkan gaung
perbincangan antar-banyak-pihak perihal tema BJ XI bisa membuka sekat-sekat dan mencairkannya
kembali dalam dinamika keutuhan interaktif khas masyarakat madani Yogyakarta. Dengan demikian,
melalui Parallel Events BJ XI bidang seni rupa bisa bersinggungan dengan bidang keilmuan lain yang
lebih luas dan beragam.
Panitia BJ XI mengundang pihak-pihak berlatar disiplin beragam untuk menjadi mitra dialog dan/atau
calon mitra kolaborator praktisi seni rupa untuk merancang kegiatan yang akan diikutsertakan dalam
Parallel Events. Secara umum, mereka mewakili bidang-bidang sosial, ekonomi, kajian ilmu pengetahuan
dan teknologi (antropologi, filsafat, geologi, tata ruang, dan lain-lain), hingga kelompok minat tertentu
(fotografi, film, pelesir, dan sebagainya). “Kami juga akan memberi penghargaan kepada kegiatan-
kegiatan yang terselenggara dalam Parallel Events dalam bentuk uang tunai total Rp 30 juta untuk dua
kegiatan Parallel Events terbaik,” ungkap Aisyah Hilal, selaku koordinator PE.

BJ XI 2011 yang akan berlangsung pada 25 November 2011 sampai dengan 8 Januari 2012,
dilaksanakan di wilayah Kotamadya Yogyakarta, Kabupaten Bantul, Sleman, Gunung Kidul serta Kulon
Progo. Adapun sebagai pusat penyelenggaraan mengambil tempat di Taman Budaya Yogyakarta dan
Jogja National Museum. “Satu hal yang patut dicatat pula, sebagaimana tradisi yang terus dilakukan
dalam setiap penyelenggaraan BJ, kami akan memberikan pula Lifetime Achievement Award kepada
seniman yang kami pandang konsisten menggeluti dunia seni,” ungkap Neni.

--END--

------------------------------------------------------------------------------------
Biennale Jogja (BJ) adalah event seni rupa berkala dua tahunan yang diselenggarakan di
wilayah geografis Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Biennale Jogja telah berlangsung
secara konsisten selama 22 tahun (sejak 1988) dan telah menjadi acuan utama dari
perkembangan seni rupa Indonesia. Selain itu, BJ telah menempati posisi sangat penting
(bahkan dijadikan acuan utama) untuk mengukur kemajuan seni rupa Indonesia.

Biennale Jogja 10 tahun ke depan akan dikenal sebagai Biennale Equator, bekerja dan
bergerak di wilayah tropis antara 23.27 derajat Lintang Utara dan 23.27 derajat Lintang
Selatan. Dalam setiap penyelenggaranya Biennale Jogja akan bekerja dan bertatap muka
dengan satu negara di daerah khatulistiwa. Berjalan ke arah barat ke Asia Selatan, Timur
Tengah, Afrika, Amerika Latin, lalu ke kepulauan di Samudera Pasifik. Perjalanan panjang
Biennale Jogja diawali dengan menjumpai India pada tahun 2011 ini.

Yayasan Biennale Yogyakarta (YBY) berdiri pada 23 Agustus 2009. The Equator:
Biennale Jogja XI 2011 diinisiasi dan diselenggarakan oleh YBY. Misi YBY adalah menginisiasi
dan memfasilitasi berbagai upaya mendapatkan konsep strategis perencanaan kota yang
berbasis seni-budaya, penyempurnaan blue print kultural kota masa depan sebagai ruang
hidup bersama yang adil dan demokratis. Untuk informasi lebih lanjut, silahkan kunjungi
www.biennalejogja.org
---------------------------------------------------------------------------------------
Media Contact:
Jl. Sri Wedani No. 1
Yogyakarta - Indonesia
Telepon : (0274) 587712
E-mail : media@biennalejogja.org atau marketing-pr@biennalejogja.org
Website : www.biennalejogja.org
Contact Person: Yuyuk Sugarman 0813 2815 1474 , Elga Ayudi 0813 284 99 008

Anda mungkin juga menyukai