Anda di halaman 1dari 5

KAITAN AGROPOLITAN DENGAN UNDANG-UNDANG

OTONOMI DAERAH

TUGAS PERBAIKAN
ANALISA LOKASI DAN POLA KERUANGAN
DOSEN Ir. Reni Safitry, MT

UNIVERSITAS KRISNADWIPAYANA
PRODI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
2011
AGROPOLITAN DALAM MAKNA OTONOMI DAERAH

Potensi sumber daya alam yang tersebar tidak merata untuk


setiap pulau/wilayah/daerah, pengembangannya perlu dikaitkan
dengan pengembangan wilayah nasional dan lokal, yang
berpedoman kepada Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
(RTRWN) dan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP)
yang telah mengidentifikasikan kawasan andalan dan kawasan
prioritas pengembangan serta jenis pengembangannya dalam
menunjang pembangunan di era otonomi daerah yang berpotensi
untuk meningkatkan PAD.

Syahrani (2001) menyatakan bahwa, pengembangan


agropolitan sangat diperlukan dalam mendukung agribisnis, yang
dimasa mendatang berperan sangat strategis dalam pembangunan
ekonomi nasional dan dearah. Agropolitan perlu diposisikan
secara sinergis dalam sistem pengembangan wilayah.
Implementasi konsep agropolitan dalam pengembangan wilayah
dilakukan melalui penerapan sistem pemukiman kota dan
pedesaan serta Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP)
dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRWK)
yang terkait dengan kawasan budidaya dan sistem transportasi
yang merupakan cakupan dalam perencanaan pembangunan
jangka pendek daerah dalam meningkatkan PAD untuk
menunjang pembangunan masyarakat di era otonomi daerah.

Pengembangan kawasan agropolitan adalah bertujuan


meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat melalui
percepatan pembangunan wilayah dan peningkatan keterkaitan
desa dan kota dengan mendorong berkembangnya sistem dan
usaha agribisnis yang berdaya saing. Sasaran pengembangan
kawasan agropolitan adalah untuk mengembangkan kawasan
pertanian yang berpotensi menjadi kawasan agropolitan, melalui :

1. Pemberdayaan masyarakat pelaku agribisnis agar mampu


meningkatkan produksi, produktivitas komoditi pertanian
serta produk-produk olahan pertanian, yang dilakukan
dengan pengembangan sistem dan usaha agribisnis yang
efisiensi;
2. Penguatan kelembagaan petani;
3. Pengembangan kelembagaan sistem agribisnis (penyedia
agroinput, pengelolaan hasil, pemasaran dan penyedia jasa);
4. Pengembangan kelembagaan penyuluhan pembangunan
terpadu;
5. Pengembangan iklim yang kondusif bagi usaha dan
investasi;
6. Peningkatan PAD yang berbasis pertanian dan multi sektor.

Program agropolitan dan agribisnis nantinya akan mengangkat


nilai PAD dalam rangka otonomi daerah yang bersumber dari
potensi pertanian dan potensi sumber daya manusia terutama di
perdesaan yang merupakan barometer untuk meningkatkan
pendapatan masyarakat yang dapat membantu daya beli
masyarakat dalam memperbaiki usaha tani dan iklim usaha
pertanian, sehingga dengan demikian rakyat makin sejahtera
maka masyarakat pun akan lebih makmur, hal ini pula yang
merupakan salah satu tujuan dalam penyuluhan pembangunan
yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan mengubah
perilaku masyarakat (knowledge, afektif dan psikomotor) melalui
pendidikan dan IPTEK agar masyarakat tersebut menjadi tau,
mau dan mampu mengembangkan IPTEK untuk tujuan
kesejahteraan hidupnya.
Melalui program agropolitan dan agribisnis pemerintah
Provinsi Gorontalo dalam membangun masyarakat di era otonomi
daerah mulai tahun 2005 sampai dengan sekarang telah
mengembangkan CCB (celebes corn belt) dan TMB (taksi mina
bahari) yang tujuannya untuk meningkatkan PAD dan
pertumbuhan ekonomi di kawasan Sulawesi. Program CCB
diperuntukkan untuk kawasan Sulawesi yang menjadi pulau
penghasil jagung dikawasan Timur Indonesia dan TMB
proyeksinya adalah untuk menata produksi laut dan perairan serta
pesisir pantai untuk meningkatkan pendapatan para nelayan dan
keluarganya disekitar Teluk Tomini (antara Sulawesi Tengah dan
Gorontalo).
Keberhasilan program CCB, maka pada tahun 2005 ini
produksi jagung di Provinsi Gorontalo mencapai 450 ribu ton
(Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan) dan ini merupakan
produksi yang sangat fantastis untuk kawasan pulau Sulawesi
pada tahun tersebut, sehingga mengharuskan pemerintah Provinsi
Gorontalo untuk mengekspor jagung tersebut ke Negeri Jiran
Malaysia melalui Federasi Petani Ternak Asosiasi Malaysia
(FLFAM). Dipilihnya Malaysia sebagai lokasi promosi dan
ekspor jagung, dikarenakan Malaysia adalah Negara tetangga
terdekat yang memiliki posisi strategis dalam jalur perdagangan
di Asia Tenggara.
Produksi perikanan melalui program TMB sebagai upaya
pelaksanaan program etalase perikanan sampai dengan tahun
2005 mencapai 46 ribu ton dengan laju peningkatan produksi
perikanan mencapai 23,18 % (Dinas Perikanan dan Kelautan)
Dengan demikian Provinsi Gorontalo merupakan salah satu
provinsi termuda di Indonesia yang akan mampu menata
kebijakan pembangunan masyarakat dalam era otonomi daerah
melalui program agropolitan, sehingga tujuan otonomi daerah,
yaitu meningkatkan kemandirian daerah dengan berbagai potensi
sumber daya lokal dapat diwujudkan oleh pemerintah dan
masyarakat Gorontalo dalam menunjang pembangunan nasional.

KESIMPULAN
Pembangunan masyarakat di era reformasi sekarang ini yang
mengantarkan rakyat sebagai stakeholder dalam menentukan
kebijakan pembangunan sangat signifikan terjadap pelaksanaan
otonomi daerah yaitu dalam kebijakan pembangunan ekonomi
yang bottom-up, sektor-sektor ekonomi yang dikembangkan di
setiap daerah harus dapat mendayagunakan sumber daya yang
terdapat atau dikuasi oleh masyarakat di daerah tersebut dan hal
inilah yang menjadi salah satu tujuan dari pelaksanaan otonomi
daerah.
Cara yang paling efektif untuk mengembangkan perekonomian
daerah adalah melalui pengembangan agribisnis. Pengembangan
agribisnis bukan hanya pengembangan pertanian primer on farm
agribusiness, tetapi juga mencakup industri-industri yang
menghasilkan sarana produksi up stream agribusiness dan
industri-industri yang mengolah hasil pertanian primer dan
kegiatan perdagangannya down stream agribusiness.
Pengembangan agribisnis yang berkesinambungan tersebut
tentunya harus berorientasi pada pembangunan masyarakat
perdesaan yang merupakan produsen pertanian utama di
Indonesia, sehingga upaya pengembangan agribisnis harus sejajar
dengan pelaksanaan agropolitan sebagai wujud nyata dari
pemberdayaan masyarakat perdesaan dengan mengedepankan
hasil pertanian.
Pengembangan agribisnis dan agropolitan dalam menunjang
otonomi daerah harus juga disertai dengan pengembangan
organisasi ekonomi, melalui pengembangan koperasi agribisnis
yang ikut mengelola upstreamagribusiness dan down-stream
agribusiness melalui usaha patungan (joint venture) dengan
BUMN/BUMD. Dengan demikian perekonomian daerah akan
mampu berkembang lebih cepat dan sebagian besar nilai tambah
agribisnis akan tertahan di daerah dan pendapatan rakyat akan
meningkat. Apabila hal tersebut terwujud akan mampu
menghambat arus urbanisasi bahkan justru mendorong ruralisasi
sumber daya manusia dalam makna otonomi daerah.

Anda mungkin juga menyukai