Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Etiologi pada ulserasi diabetik yaitu neuropati, penyakit arteri, dan deformitas kaki
atau abnormalitas musculoskeletal. Neuropati perifer mempengaruhi sensorik, motorik,
dan otonom. Neuropati sensorik mengganggu pasien mengenali tanda-tanda awal nyeri
atau tekanan dari alaskaki atau infeksi, yang menjadi faktor risiko primer. Kontrol
optimal kadar glukosa darah menurunkan insidensi kebanyakan morbiditas sistem organ
terkait diabetes. Faktor risiko sekunder yaitu penyakit vaskuler perifer iskemik, yang
biasanya progresif ke arah distal pada pasien diabetes. Faktor risiko ketiga terkait dengan
defisiensi imun, sehingga pasien rentan terhadap infeksi organisme yang biasanya tidak
mempengaruhi orang sehat.
Faktor risiko untuk berkembangnya ulkus diabetik yaitu: (1) deformitas, (2) penyakit
vaskuler perifer, (3) riwayat luka kaki sebelumnya, (4) amputasi sebelumnya, (5)
neuropati. Faktor risiko penyokong lain yang harus diidentifikasi dan yaitu: (1) obesitas,
(2) penyakit ginjal tahap lanjut, (3) alas kaki tidak sesuai, (4) malnutrisi, (5) penyakit
vaskuler kolagen, (6) penggunaan steroid atau imunosupresan lain, dan (7) usia.
Selain untuk mengetahui etiologi serta faktor-faktor yang menyebabkan
berkembangnya luka diabetik, maka kelompok membahas tentang definisi, patofisiologi,
tanda dan gejala serta manajemen keperawatan pada luka diabetic dalam makalah ini
berdasarkan kasus pemicu.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat diangkat yaitu bagaimana mengidentifikasi
patofisiologi, klasifikasi, tanda dan gejala, manajemen luka diabetik.

C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu memberikan pengetahuan terhadap
patofisiologi, klasifikasi, tanda dan gejala, manajemen luka diabetik.
D. Metode Penulisan
Adapun metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah dengan
metode deskriptif yaitu dengan mengumpulkan beberapa literatur-literatur dari internet
maupun dari buku-buku yang berhubungan dengan patofisiologi, klasifikasi, tanda dan
gejala, manajemen luka diabetik.

E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan yang digunakan dalam penyusunan makalah ini meliputi :
BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan,
metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : Pembahasan yang terdiri dari definisi, patofisiologi, respon lokal dan luas
luka, penatalaksanaan serta manajemen pada luka diabetic
BAB III : Pembahasan kasus.
BAB IV : Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi Ulkus diabetik.


Ulkus diabetika adalah salah satu bentuk komplikasi kronik Diabetes mellitus
berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan
setempat. Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya
komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang
lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat
berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob. Pasien
diabetes sangat beresiko terhadap kejadian luka dikaki (Litzelman, 1993) dan merupakan
jenis luka kronis yang sangat sulit penyembuhannya. Perawtan luka diabetes khususnya
dikaki relatif mahal, namun menjadi lebih berkualitas dibanding pasien harus kehilangan
salah satu anggota tubuhnya.
Ada banyak alasan mengapa klien diabetes beresiko tinggi terhadap kejadian luka
dikaki diantaranya diakibatkan karena kaki yang sulit bergerak terutama jika klien dengan
obesitas, neoropati sensorik, iskhemia sehingga proses penyembuhan menjadi lambat
akibat konstriksi pembuluh darah.
Adanya gannguan sistem imunitas, pada klien diabetes menyebabkan luka mudah
terinfeksi dan jika terkontaminasi bakteri akan menjadi ganren sehingga makin sulit pada
perawatannya serta beresiko terhadap amputasi.

B. Klasifikasi ulkus diabetika


Untuk tujuan klinis praktis, kaki diabetika dapat dibagi menjadi 3 katagori, yaitu
kaki diabetika neuropati, iskemia dan neuroiskemia. Pada umumnya kaki diabetika
disebabkan oleh faktor neuropati (82%) sisanya adalah akibat neuroiskemia dan murni
akibat iskemia.
Pada ulkus yang dilator belakangi neuropati ulkus biasanya bersifat kering,fisura,
kulit hangat, kalus, warna kulit normal dan lokasi biasanya di plantar, lesi sering berupa
punch out. Sedangkan lesi akibat iskemia bersifat sianotik, gangren, kulit dingin dan
lokasi tersering adalah di jari. Bentuk ulkus perlu digambarkan seperti; tepi, dasar,
ada/tidak pus, eksudat, edema, kalus, kedalaman ulkus perlu dinilai dengan bantuan
probe steril. Probe dapat membantu untuk menentukan adanya sinus, mengetahui ulkus
melibatkan tendon, tulang atau sendi.
a. Diabetika neuropati
b. Iskemia
c. Neuroiskemia
Klasifikasi Ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus menurut Wagner, terdiri dari
6 tingkatan :
0. Tidak ada luka terbuka, kulit utuh.
1. Ulkus Superfisialis, terbatas pada kulit.
2. Ulkus lebih dalam sering dikaitkan dengan inflamasi jaringan.
3. Ulkus dalam yang melibatkan tulang, sendi dan formasi abses.
4. Ulkus dengan kematian jaringan tubuh terlokalisir seperti pada ibu jari kaki, bagian
depan kaki atau tumit.
5. Ulkus dengan kematian jaringan tubuh pada seluruh kaki.

C. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala ulkus diabetika yaitu :
a. Sering kesemutan.
b. Nyeri kaki saat istirahat.
c. Sensasi rasa berkurang.
d. Kerusakan Jaringan (nekrosis).
e. Penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea.
f. Kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal.
g. Kulit kering.

D. Diagnosis Ulkus diabetika


Diagnosis ulkus diabetika meliputi :
a. Pemeriksaan Fisik : inspeksi kaki untuk mengamati terdapat luka/ulkus pada kulit
atau jaringan tubuh pada kaki, pemeriksaan sensasi vibrasi/rasa berkurang atau hilang,
palpasi denyut nadi arteri dorsalis pedis menurun atau hilang. Pemeriksaan Doppler
ultrasound adalah penggunaan alat untuk memeriksa aliran darah arteri maupun vena.
Pemeriksaan ini ntuk mengidentifikasi tingkat gangguan pada pembuluh darah arteri
maupun vena. Dengan pemeriksaan yang akurat dapat membantu proses perawatan
yang tepat. Pemeriksaan ini sering disebut dengan Ankle Brachial Pressure Index.
Pada kondisi normal, tekanan sistolik pada kaki sama dengan di tangan atau lebih
tinggi sedikit. Pada kondisi terjadi gangguan di area kaki, vena ataupun arteri, akan
menghasilkan tekanan sistolik yang berbeda. hasil pemeriksaan yang akurat dapat
membantu diagnostic ke arah gangguan vena atau arteri sehingga manajemen
perawatan juga berbeda.

Cara pemeriksaan ABPI adalah sebagai berikut :


a) Baringkan klien kurang lebih selama 20 menit.
b) Pastikan area kaki tidak ada sumbatan atau hambatan dari pakaian ataupun posisi.
c) Tutup area luka dengan lapisan melindungi cuff yang menekan.
d) Tempatkan cuff di atas ankle.
e) Doppler probe letakkan di dorsalis pedis dan anterior tibial pulse (dengan
konekting gel). Arah probe Doppler 450
f) Tekan cuff hingga bunyi pulse menghilang
g) Tekan cuff perlahan untuk menurunkan tekanan sampai terdengar bunyi pulse
lagi. Point ini disebut tekanan sistolik ankle.
h) Pindahkan cuff ke lengan di sisi yang sama dengan ekstremitas bawah.
i) Cari pulse brachial dengan dopler probe ( konekting gel).
j) Tekan cuff hingga bunyi pulse menghilang
k) Turunkan tekanan perlahan hingga terdengar bunyi pulse lagi, point ini disebut
tekanan sistolik brachial.
l) Hitung ABPI dengan membagi hasil sistolik ankle dengan hasil sistolik brachial.
ABPI= Tekanan sistolik ankle
Tekanan sistolik brachial
Hasil perhitungan di atas di interpretasi pada tabel di bawah ini.
< 0.5 0.5-0.7 0.7-0.8 > 0.8 > 1.2

Arterial ulcer Arterial dan Arterial dan Venous ulcer calcified


venus ulcer venous ulcer

Gangguan Gangguan Gangguan Gangguan Periksa ulang


pembuluh arteri dan vena arteri dan vena pembuluh
arteri vena

Hasil pemeriksaan APBI tidak hanya berfungsi mendeteksi pulse pada pasien
diabetes tetapi juga sebagai panduan dalam “Bandaging” pada kasus “leg ulcer”
atau luka kaki.

b. Pemeriksaan Penunjang : X-ray, EMG dan pemeriksaan laboratorium untuk


mengetahui apakah ulkus diabetika menjadi infeksi dan menentukan kuman
penyebabnya.

E. Patogenesis Ulkus diabetika


Salah satu akibat komplikasi kronik atau jangka panjang Diabetes mellitus adalah
ulkus diabetika. Ulkus diabetika disebabkan adanya tiga faktor yang sering disebut Trias
yaitu: Iskemik, Neuropati, dan Infeksi.
Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali akan terjadi
komplikasi kronik yaitu neuropati, menimbulkan perubahan jaringan syaraf karena
adanya penimbunan sorbitol dan fruktosa sehingga mengakibatkan akson menghilang,
penurunan kecepatan induksi, parastesia, menurunnya reflek otot, atrofi otot, keringat
berlebihan, kulit kering dan hilang rasa, apabila diabetisi tidak hati-hati dapat terjadi
trauma yang akan menjadi ulkus diabetika.
Iskemik merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh karena kekurangan darah
dalam jaringan, sehingga jaringan kekurangan oksigen. Hal ini disebabkan adanya proses
makroangiopati pada pembuluh darah sehingga sirkulasi jaringan menurun yang ditandai
oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea,
kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis
jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai.
Aterosklerosis merupakan sebuah kondisi dimana arteri menebal dan menyempit
karena penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh darah. Menebalnya arteri di kaki
dapat mempengaruhi otot-otot kaki karena berkurangnya suplai darah, sehingga
mengakibatkan kesemutan, rasa tidak nyaman, dan dalam jangka waktu lama dapat
mengakibatkan kematian jaringan yang akan berkembang menjadi ulkus diabetika.
Proses angiopati pada penderita Diabetes mellitus berupa penyempitan dan
penyumbatan pembuluh darah perifer, sering terjadi pada tungkai bawah terutama kaki,
akibat perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi berkurang kemudian timbul
ulkus diabetika.
Pada penderita DM yang tidak terkendali akan menyebabkan penebalan tunika intima
(hiperplasia membram basalis arteri) pada pembuluh darah besar dan pembuluh kapiler
bahkan dapat terjadi kebocoran albumin keluar kapiler sehingga mengganggu distribusi
darah ke jaringan dan timbul nekrosis jaringan yang mengakibatkan ulkus diabetika.
Eritrosit pada penderita DM yang tidak terkendali akan meningkatkan HbA1C yang
menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen di jaringan oleh eritrosit
terganggu, sehingga terjadi penyumbatan yang menggangu sirkulasi jaringan dan
kekurangan oksigen mengakibatkan kematian jaringan yang selanjutnya timbul ulkus
diabetika. Peningkatan kadar fibrinogen dan bertambahnya reaktivitas trombosit
menyebabkan tingginya agregasi sel darah merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat
dan memudahkan terbentuknya trombosit pada dinding pembuluh darah yang akan
mengganggu sirkulasi darah.
Penderita Diabetes mellitus biasanya kadar kolesterol total, LDL, trigliserida plasma
tinggi. Buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan akan menyebabkan hipoksia dan
cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan yang akan merangsang terjadinya
aterosklerosis.
Perubahan/inflamasi pada dinding pembuluh darah, akan terjadi penumpukan lemak
pada lumen pembuluh darah, konsentrasi HDL (highdensity-lipoprotein) sebagai
pembersih plak biasanya rendah. Adanya faktor risiko lain yaitu hipertensi akan
meningkatkan kerentanan terhadap aterosklerosis. Konsekuensi adanya aterosklerosis
yaitu sirkulasi jaringan menurun sehingga kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal.
Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya
dimulai dari ujung kaki atau tungkai. Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah
tidak terkendali menyebabkan abnormalitas lekosit sehingga fungsi khemotoksis di lokasi
radang terganggu, demikian pula fungsi fagositosis dan bakterisid menurun sehingga bila
ada infeksi mikroorganisme sukar untuk dimusnahkan oleh sistem phlagositosis-
bakterisid intra selluler.
Pada penderita ulkus diabetika, 50 % akan mengalami infeksi akibat adanya glukosa
darah yang tinggi, yang merupakan media pertumbuhan bakteri yang subur. Bakteri
penyebab infeksi pada ulkus diabetika yaitu kuman aerobik Staphylokokus atau
Streptokokus serta kuman anaerob yaitu Clostridium perfringens, Clostridium novy, dan
Clostridium septikum. Hampir 2/3 pasien dengan ulkus kaki diabetik memberikan
komplikasi osteomielitis. Osteomielitis yang tidak terdeteksi akan mempersulit
penyembuhan ulkus. Oleh sebab itu setiap terjadi ulkus perlu dipikirkan kemungkinan
adanya osteomielitis. Diagnosis osteomielitis tidak mudah ditegakkan. Secara klinis bila
ulkus sudah berlangsung >2 minggu, ulkus luas dan dalam serta lokasi ulkus pada tulang
yang menonjol harus dicurigai adanya osteomielitis. Spesifisitas dan sensitivitas
pemeriksaan rontgen tulang hanya 66% dan 60%, terlebih bila pemeriksaan dilakukan
sebelum 10–21 hari gambaran kelainan tulang belum jelas. Seandainya terjadi gangguan
tulang hal ini masih sering sulit dibedakan antara gambaran osteomielitis atau artropati
neuropati. Pemeriksaan radiologi perlu dilakukan karena di samping dapat mendeteksi
adanya osteomielitis juga dapat memberikan informasi adanya osteolisis, fraktur dan
dislokasi, gas gangren, deformitas kaki. Uji probe to bone menggunakan probe logam
steril dapat membantu menegakkan osteomielitis karena memiliki nilai prediksi positif
sebesar 89%. Untuk lebih memastikan osteomielitis pemeriksaan MRI sangat membantu
karena memiliki sensitivitas dan spesifisitas lebih dari 90%.Namun diagnosis pasti
osteomielitis tetap didasarkan pada pemeriksaan kultur tulang

F. Bagan terjadinya luka diabetes


Diabetes
melitus

neuropath Trauma Kelainan vaskuler

motorik sensorik otonomik mikrovaskuler makrovaskuler

- Kelemahan Kehilangan - Keringat - Penurunan/ Arteriosklerosis


otot/atropi sensasi pada berkuran / penyumbatan
penipisan
ekstremitas/trau g struktur dinding pembuluh
- Deformitas ma tidak terasa darah besar/
membran
- Kulit iskemia
- Stress kapiler darah
kering,ru
abnormal
sak dan - Peningkatan
- Tekanan timbul aliran darah
berlebihan fisura

- Penuruna
n saraf
simpatik
(perubah
an
Berkurangnya nutrisi
pada aliran darah
ostheoarthropathy kapiler

Penurunan respon imun


terhadap infeksi

Ulserasi kaki
diabetikum

GANGRENE

AMPUTASI

G. Pengkajian Luka Diabetikum

a. Lokasi
dan letak
luka
b. stadium
f. infeksi
luka/RYB

LUKA

DIABETES

c. luas luka
e. status
neurologik

d. status
vaskuler

a. Lokasi dan letak luka

Dapat digunakan sebagai indikator terhadap kemungkinan penyebab terjadinya

luka, sehingga luka dapat diminimalkan. Misalnya klien datang dengan letak luka

pada ibu jari kaki, penyebab tertinggi letak luka pada ibu jari kaki adalah akibat

penekanan karena penggunaan sepatu yang terlalu sempit, angka kejadian luka

diminimalkan dengan tidak lagi menggunakan sepatu yang sempit.


b. Stadium luka

Stadium luka dapat dibedakan berdasarkan atas :

a) Partial thickness yaitu hilangnya lapisan epidermis hingga lapisan dermis paling
atas dan terbagi atas stadium I dan II

Stadium I : kulit berwarna merah, belum tampak adanya lapisan epidermis yang
hilang

Stadium II : hilangnya lapisan epidermis atau lecet sampai batas dermis paling
atas.

b) Full Thickness yaitu hilangnya lapisan dermis hingga lapisan subkutan dan
terbagi atas stadium III dan IV

Stadium III : rusaknya lapisan dermis bagian bawah hingga lapisan subkutan

Stadium IV : rusaknya lapisan subkutan hingga otot dan tulang.

Stadium Wagner untuk luka kaki diabetic

a. Superficial Ulcer

a) Stadium 0 yaitu tidak terdapat lesi . kulit dalam keadaan baik, tetapi dengan
bentuk tulang kaki yang menonjol / charcot arthropathies.

b) Stadium 1 yaitu hilangnya lapisan kulit hingga dermis dan kadang-kadang


tampak tulang yang menonjol.
b. Deep ulcers

a) Stadium 2 yaitu lesi terbuka dengan penetrasi ke tulang atau tendon ( dengan
goa)

b) Stadium 3 yaitu Penetrasi hingga dalam, osteomyelitis, pyarhrosis, plantar


abses atau infeksi hingga tendon.

c. Gangrene

a) Stadium 4 yaitu gangrene sebagian, menyebar hingga sebagian dari jari kaki,
kulit sekitarnya selulitis, gangrene lembab/kering.

b) Stadium 5 yaitu seluruh kaki dalam kondisi nekrotik dan gangrene.

c. Warna dasar luka

Selama ini kita mengenal banyak sekali metode yang dipakai di klinik untuk
menentukan tingkatan atau stadium dan klasifikasi dari derajat keseriusan suatu luka.
Kemudahan yang ingin diperkenalkan untuk menilai derajat keseriusan luka adalah
menilai warna dasar luka.

Sistem ini bersifat konsisten , mudah dimengerti dengan bahasa sederhana dan sangat
tepat guna dalam membantu memilih tindakan dan terapi perawatan luka serta
mengevaluasi kondisi luka.

Sistem ini dikenal dengan sebutan RYB / Red Yellow Black ( Merah-Kuning-Hitam)

a) Red/Merah. Luka dengan dasar warna luka merah tua atau terang dan tampak
selalu lembab. Merupakan luka bersih, dengan banyak vaskularisasi, karenanya
mudah berdarah. Tujuan perawatan luka dengan warna merah dasar merah adalah
mempertahankan lingkungan luka dalam keadaan lembab dan mencegah
terjadinya trauma dan perdarahan.
b) Yellow kuning. Luka dengan dasar luka warna luka kuning atau kecokelatan atau
kuning kehijauan atau kuning pucat adalah jaringan nekrosis. Merupakan kondisi
luka yang terkontaminasi atau terinfeksi dan avaskularisasi. Hal tersebut harus
dicermati bahwa semua luka kronis merupakan luka yang terkontaminasi namun
belum tentu terinfeksi. Terinfeksi tidaknya luka dapat dinilai dengan adanya
peningkatan jumlah leukosit darah dalam tubuh dan perubahan tanda infeksi lain
seperti peningkatan suhu tubuh. Tujuan perawatannya adalah dengan
meningkatkan system autolysis debridement agar luka berwarna merah, absorb
eksudate,menghilangkan bau tidak sedap dan mengurangi atau menghindari
kejadian infeksi.
c) Black/hitam. Luka dengan dasar warna luka hitam adalah jaringan nekrosis,
merupakan jaringan avaskularisasi. Tujuan perawatannya sama dengan dasar
warna luka kuning.

d. Bentuk dan ukuran luka

Pengkajian bentuk dan ukuran luka dapat dilakukan dengan pengukuran tiga dimensi
atau dengan pengambilan photography. Tujuannya untuk mengevaluasi tingkat
keberhasilan proses penyembuahan luka.

Hal yang harus diperhatikan dalam pengukuran luka adalah mengukur dengan
menggunakan alat ukur yang tepat dan jika alat ukur tersebut digunakan berulangkali,
hindari terjadinya infeksi silang/nosokomial.
Pengukuran tiga dimensi dilakukan dengan mengkaji panjang, lebar dan
kedalaman luka, kemudian dengan menggunak kapas lidi steril, masukkan ke dalam
luka dengan hati-hati untuk menilai ada tidaknya goa, dan mengukurnya mengikuti
arah jarum jam.

e. Status vascular

Menilai status vascular berhubungan erat dengan pengangkutan atau penyebaran


oksigenn yang adekuat ke seluruh lapisan sel yang merupakan unsure penting dalam
proses penyembuhan luka.

Pengkajian status vaskuler meliputi :

a) Palpasi. Palpasi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya denyut nadi, perabaan
pada daerah tibial atau dorsal pedis. Klien lanjut usia biasanya ada kesulitan
meraba denyut nadi, dapat dikerjakan dengan menggunakan stetoskop atau
ultrasonic dopler. Tingkatan denyut nadi : (1) absen/tidak teraba, (2) ada denyut
nadi sebentar, (3) teraba tappi kemudian hilang, (4) normal, (5) sangat jelas,
kemungkinan ada bendungan/aneurysm

b) Capillary refill. Waktu pengisian kapiler dievaluasi dengan memberi tekanan


pada ujung jari, setelah tampak kemerahan, segera lepaskan tekanan dan lihat
apakah pada ujung jari segera kembali ke kulit normal. Pada beberapa kondisi,
menurun atau menghilangnya denyut nadi, pucat, kulit dingin, kulit jari yang tipis
dan rambut yang tidak tumbuh, merupakan indikasi iskemia, dengan kapilari refill
lebih dari 40 detik.

Capillary refill time:

Normal 10-15 detik

Iskemia sedang 15-25 detik

Iskemia berat 25-40 detik

Iskemia sangat berat > 40 detik

c) Edema. Pengkajian ada tidaknya edema dilakukan dengan mengukur lingkar pada
midcalf, ankle, dorsum kaki kemudian dilanjutkan dengan menekan jari pada
tulang menonjol di tibia atau medial malleolus. Kulit yang edema akan tampak
lebih coklat kemerahan atau mengkilat, seringkali merupakan tanda adanya
gangguan darah balik vena. Tingkatan pada edema : 0 - 1/4 inch yaitu 1+ ( mild),
¼ - ½ inch yaitu 2+ (moderate), ½ - 1 inch yaitu 3+ (severe) temperature kulit
memberikan informasi tentang kondisi perfusi jaringan dan fase inflamasi, serta
merupakan variabel penting dalam menilai adanya peningkatan atau penurunan
perfusi jaringan terhadap tekanan. Cara melakukan penilaian dengan
menempelkan punggung tangan pada kulit sekitar luka dan membandingkannya
dengan kulit bagian lain yang sehat.
f. Status neurologic

Pengkajian status neurologic terbagi dalam pengkajian status fungsi motorik,


fungsi sensorik dan fungsi autonom.

a) Fungsi motorik. Pengkajian status fungsi motorik berhubungan dengan adanya


kelemahan otot secara umum, yang menampakkan adanya perubahan bentuk
tubuh, terutama pada kaki, seperti jari-jari yang menekuk atau mencengkeram dan
telapak kaki menonjol. Penurunan fungsi motorik menyebabkan penggunaan
sepatu atau sandal menjadi tidak sesuai terutama pada daerah sempit dan
menonjol sehingga akan menjadi penekanan terus menerus yang kemudian timbul
kalus dan disertai luka

b) Fungsi sensorik. Pengkajian fungsi sensorik berhubungan dengan penilaian


terhadap adanya kehilangan sensasi pada ujung-ujung ekstremitas. Banyak klien
dengan diabetic mengalami gangguan neuropati sensorik akan merasakan bahwa
luka yang baru saja terjadi padahal kenyataannya sudah terjadi pada beberapa
waktu sebelumnya.
c) Fungsi autonom. Pengkajian fungsi autonom pada klien diabetic dilakukan untuk
menilai tingkat kelembaban kulit. Biasanya klien akan mengatakan keringatnya
berkurang dan kulitnya kering. Penurunan factor kelembaban kulit akan
menandakan terjadinya lecet atau pecah-pecah (terutama pada ekstremitas)
akibatnya akan timbul fisura yang diikuti dengan formasi luka.

Gb.26. kulit yang kering dapat menyebabkan luka pada penderita diabetes.

g. Infeksi

Kejadian infeksi dapat diidentifikasi dengan adanya tanda-tanda infeksi secara


klinis seperti peningkatan suhu tubuh dan jumlah hitungan leukosit yang meningkat.
Pseudomonas aeuruginase danStaphylococcus aereus, keduanya merupakan
organisme patogenik yang paling sering muncul pada perawatan luka. Namun selama
komponen sistemik tubuh mampu mengatasi hal ini dan kolonisasi bakteri tidak
melebihi dari jumlah normal, teknik pencucian dan perawatan yang tepat cukup
mampu mengatasi hal tersebut. Luka yang terinfeksi didefinisikan apabila terjadi
peningkatan konsentrasi bakteri > 105 organisme/gram pada jaringan luka. Luka yang
terinfeksi seringkali ditandai dengan eritema yang semakin meluas, edema, cairan
berubah purulent, nyeri yang lebih sensitive, peningkatan temperature tubuh,
peningkatan jumlah sel darah putih dan timbul bau yang khas.

h. Faktor Risiko Ulkus diabetika

Gangren (diabetic foot ulcer) mempunyai beberapa faktor resiko seperti pada gambar I.2

Gambar I.2 Faktor resiko terjadinya foot ulcer (Frykberg, R.G., 2006)

Umumnya infeksi pada diabetic foot ulcer adalah polimikroba (gambar I.3) dengan
Staphylococcus serta Streptococcus adalah bakteri yang paling dominan menyebabkan
infeksi. Penanganan infeksi pada gangren memerlukan antibiotika yang sesuai. Pemilihan
antibiotik secara empiris berdasarkan tingkat keparahan dengan kriteria luka yang
mengancam ekstremitas (resiko amputasi) dan mengancam nyawa. Berikut ini adalah
antibiotik yang terpilih:
1. Non limb-threatening infection dengan kriteria ulcer berada pada lapisan
superficial, tanpa tanda iskemia, serta penyakit tulang dan sendi (misal
osteomylitis) : Untuk infeksi ini dapat digunakan antibiotika peroral yaitu
cephalosporin (cefadroxil, cephalexin), fluoroquinolon (levofloxacin), penicilin
(amoxilin/clavulanat), kotrimoxazol, doxycycline.
2. Limb-threatening infection dengan kriteria infeksi yang lebih serius dan akut, dijumpai
pada pasien diabetes dengan PAD, terjadi leukositosis serta gejala infeksi lain.
Antibiotika yang dapat digunakan : Ampicilin/sulbactam, ticarcillin/clavulanat,
ceftazidime + klindamisin, cefotaxim ± klindamisin, Fluoroquinolon + klindamisin,
vancomisin + levofloxacin + metronidazol, imepenem/cilastin.
3. Life-threatening infection. Antibiotika yang dapat digunakan :
Ampicilin/sulbactam+aztreonam, Fluoroquinolon+vancomisin +metronidazol,
imepenem/cilastin (Frykberg, R.G., 2006)

Gambar I.3. Distribusi bakteri pada diabetic foot ulcer (Frykberg, R.G., 2006)
Faktor risiko terjadi ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus menurut
Lipsky dengan modifikasi dikutip oleh Riyanto dkk. terdiri atas :
a. Faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah :
a) Umur ≥ 60 tahun.
b) Lama DM ≥ 10 tahun.
b. Faktor-Faktor Risiko yang dapat diubah, (termasuk kebiasaan dan gaya hidup) :
a) Neuropati (sensorik, motorik, perifer).
b) Obesitas.
c) Hipertensi.
d) Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) tidak terkontrol.
e) Kadar glukosa darah tidak terkontrol.
f) Insusifiensi Vaskuler karena adanya Aterosklerosis yang disebabkan :
Kolesterol Total tidak terkontrol, Kolesterol HDL tidak terkontrol dan Trigliserida
tidak terkontrol.
g) Kebiasaan merokok.
h) Ketidakpatuhan Diet DM.
i) Kurangnya aktivitas Fisik.
j) Pengobatan tidak teratur.
k) Perawatan kaki tidak teratur.
l) Penggunaan alas kaki tidak tepat.

Faktor-faktor risiko terjadinya ulkus diabetika lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut :
a. Umur ≥ 60 tahun.
Umur ≥ 60 tahun berkaitan dengan terjadinya ulkus diabetika karena pada usia tua,
fungsi tubuh secara fisiologis menurun karena proses aging terjadi penurunan sekresi
atau resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian
glukosa darah yang tinggi kurang optimal. Pada lansia umur > 60 tahun, didapatkan
hanya 12% saja pada usia tua dengan DM yang kadar glukosa darah terkendali, 8%
kadar kolesterol normal, hipertensi 40%, dan 50% mengalami gangguan pada
aterosklerosis, makroangiopati, yang factor-faktor tersebut akan mempengaruhi
penurunan sirkulasi darah salah satunya pembuluh darah besar atau sedang di tungkai
yang lebih mudah terjadi ulkus diabetika.
b. Lama DM ≥ 10 tahun.
Ulkus diabetika terutama terjadi pada penderita Diabetes mellitus yang telah
menderita 10 tahun atau lebih, apabila kadar glukosa darah tidak terkendali, karena
akan muncul komplikasi yang berhubungan dengan vaskuler sehingga mengalami
makroangiopati-mikroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan neuropati yang
mengakibatkan menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan/luka pada kaki.
Penderita diabetik yang sering tidak dirasakan.
c. Neuropati.
Kadar glukosa darah yang tinggi semakin lama akan terjadi gangguan mikrosirkulasi,
berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf yang
mengakibatkan degenerasi pada serabut syaraf yang lebih lanjut akan terjadi
neuropati. Syaraf yang rusak tidak dapat mengirimkan sinyal ke otak dengan baik,
sehingga penderita dapat kehilangan indra perasa selain itu juga kelenjar keringat
menjadi berkurang, kulit kering dan mudah robek.
Neuropati perifer berupa hilangnya sensasi rasa berisiko tinggi terjadi ulkus
diabetika. Keberadaan neuropati berkaitan dengan kejadian ulkus diabetika.
d. Obesitas.
Pada obesitas dengan IMT ≥ 23 kg/m2 (wanita) dan IMT ≥ 2 kg/m2 (pria) atau BBR
lebih dari 120 % akan lebih sering terjadi resistensi insulin. Apabila kadar insulin
melebihi 10 μU/ml, keadaan ini menunjukkan hiperinsulinmia yang dapat
menyebabkan aterosklerosis yang berdampak pada vaskulopati, sehingga terjadi
gangguan sirkulasi darah sedang/besar pada tungkai yang menyebabkan tungkai akan
mudah terjadi ulkus/ganggren diabetika.
e. Hipertensi.
Hipertensi (TD > 130/80 mm Hg) pada penderita Diabetes mellitus karena adanya
viskositas darah yang tinggi akan berakibat menurunnya aliran darah sehingga terjadi
defesiensi vaskuler, selain itu hipertensi yang tekanan darah lebih dari 130/80 mm Hg
dapat merusak atau mengakibatkan lesi pada endotel. Kerusakan pada endotel akan
berpengaruh terhadap makroangiopati melalui proses adhesi dan agregasi trombosit
yang berakibat vaskuler defisiensi sehingga dapat terjadi hipoksia pada jaringan yang
akan mengakibatkan terjadinya ulkus. Penelitian studi kasus kontrol oleh Robert di
Iowa menghasilkan bahwa riwayat hipertensi akan lebih besar 4 X terjadi ulkus
diabetika dengan tanpa hipertensi pada DM15.
f. Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) dan kadar glukosa darah tidak terkendali.
Glikosilasi Hemoglobin adalah terikatnya glukosa yang masuk dalam sirkulasi
sistemik dengan protein plasma termasuk hemoglobin dalam sel darah merah.
Apabila Glikosilasi Hemoglobin (HbA1c) ≥ 6,5 % akan menurunkan kemampuan
pengikatan oksigen oleh sel darah merah yang mengakibatkan hipoksia jaringan yang
selanjutnya terjadi proliferasi pada dinding sel otot polos subendotel. Kadar glukosa
darah tidak terkontrol ( GDP > 100 mg/dl dan GD2JPP > 144 mg/dl) akan
mengakibatkan komplikasi kronik jangka panjang, baik makrovaskuler maupun
mikrovaskuler salah satunya yaitu ulkus diabetika.
g. Kolesterol Total, HDL, Trigliserida tidak terkendali.
Pada penderita Diabetes mellitus sering dijumpai adanya peningkatan kadar
trigliserida dan kolesterol plasma, sedangkan konsentrasi HDL (highdensity-
lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah (≤ 45 mg/dl).
Kadar trigliserida ≥ 150 mg/dl , kolesterol total ≥ 200 mg/dl dan HDL ≤ 45 mg/dl
akan mengakibatkan buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan dan menyebabkan
hipoksia serta cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan dan terjadinya
aterosklerosis. Konsekuensi adanya aterosklerosis adalah penyempitan lumen
pembuluh darah yang akan menyebabkan gangguan sirkulasi jaringan sehingga suplai
darah ke pembuluh darah menurun ditandai dengan hilang atau berkurangnya denyut
nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan
kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus
yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai. Penelitian kasus kontrol oleh
Pract, pada penderita DM dengan kolesterol, HDL, trigliserida tidak terkontrol
mempunyai risiko ulkus diabetika 3 kali lebih tinggi dari pada kadar kolesterol,
trigliserida normal
h. Kebiasaan merokok.
Penelitian case control di California oleh Casanno dikutip oleh WHO pada penderita
Diabetes mellitus yang merokok ≥ 12 batang per hari mempunyai risiko 3 X untuk
menjadi ulkus diabetika dibandingkan dengan penderita DM yang tidak merokok.
Kebiasaan merokok akibat dari nikotin yang terkandung di dalam rokok akan dapat
menyebabkan kerusakan endotel kemudian terjadi penempelan dan agregasi
trombosit yang selanjutnya terjadi kebocoran sehingga lipoprotein lipase akan
memperlambat clearance lemak darah dan mempermudah timbulnya aterosklerosis.
Aterosklerosis berakibat insufisiensi vaskuler sehingga aliran darah ke arteri dorsalis
pedis, poplitea, dan tibialis juga akan menurun.
i. Ketidakpatuhan Diet DM
Kepatuhan Diet DM merupakan upaya yang sangat penting dalam pengendalian
kadar glukosa darah, kolesterol, dan trigliserida mendekati normal sehingga dapat
mencegah komplikasi kronik, seperti ulkus diabetika. Kepatuhan Diet DM
mempunyai fungsi yang sangat penting yaitu mempertahankan berat badan normal,
menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik, menurunkan kadar glukosa darah,
memperbaiki profil lipid, meningkatkan sensitivitas reseptor insulin dan memperbaiki
sistem koagulasi darah.
j. Kurangnya aktivitas Fisik.
Aktivitas fisik (olah raga) sangat bermanfaat untuk meningkatkan sirkulasi darah,
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas terhadap insulin, sehingga
akan memperbaiki kadar glukosa darah. Dengan kadar glukosa darah terkendali maka
akan mencegah komplikasi kronik Diabetes mellitus. Olah raga rutin (lebih 3 kali
dalam seminggu selama 30 menit) akan memperbaiki metabolisme karbohidrat,
berpengaruh positif terhadap metabolisme lipid dan sumbangan terhadap penurunan
berat badan. Salah satu penelitian tentang efek olah raga pada penderita DM
menunjukkan bahwa olah raga akan menurunkan kadar trigliserida. Penelitian di
Swiss oleh Rocher dikutip oleh Wibisono pada penderita DM dengan neuropati, hasil
penelitian olah raga tidak teratur akan terjadi Ulkus diabetika lebih tinggi 4 kali
dibandingkan dengan olah raga yang teratur.
k. Pengobatan tidak teratur.
Pengobatan rutin pada penderita Diabetes mellitus tipe I, menurut hasil penelitian di
Amerika Serikat dikutip oleh Minadiarly didapatkan bahwa pengobatan intensif akan
dapat mencegah dan menghambat timbulnya komplikasi khronik, seperti ulkus
diabetika.
l. Perawatan kaki tidak teratur.
Perawatan kaki diabetisi yang teratur akan mencegah atau mengurangi terjadinya
komplikasi kronik pada kaki. Penelitian di Spain yang dilakukan oleh Calle dkk. pada
318 diabetisi dengan neuropati dilakukan edukasi perawatan kaki kemudian diikuti
selama 3-6 tahun dihasilkan pada kelompok I (223 responden) melaksanakan
perawatan kaki teratur dan kelompok II (95 responden) tidak melaksanakan
perawatan kaki, pada kelompok I terjadi ulkus sejumlah 7 responden dan kelompok II
terjadi ulkus sejumlah 30 responden. Kelompok I dilakukan tindakan amputasi
sejumlah 1 responden dan kelompok II sejumlah 19 responden. Hasil penelitian pada
diabetisi dengan neuropati yaitu kelompok yang tidak melakukan perawatan kaki 13
kali risiko terjadi ulkus diabetika dibandingkan kelompok yang melakukan perawatan
kaki secara teratur.
m. Penggunaan alas kaki tidak tepat.
Diabetisi tidak boleh berjalan tanpa alas kaki karena tanpa menggunakan alas kaki
yang tepat memudahkan terjadi trauma yang mengakibatkan ulkus diabetika,
terutama apabila terjadi neuropati yang mengakibatkan sensasi rasa berkurang atau
hilang. Penelitian eksperimental oleh Gayle tentang tekanan pada kaki karena
penggunaan alas kaki yang tidak tepat dengan kejadian ulkus diabetika,
menghasilkan bahwa penggunaan alas kaki tidak tepat menyebabkan tekanan yang
tinggi pada kaki sehingga risiko terjadi ulkus diabetika 3 kali dibandingkan dengan
penggunaan alas kaki yang tepat.

i. Pencegahan dan Pengelolaan Ulkus diabetic


Pencegahan dan pengelolaan ulkus diabetik untuk mencegah komplikasi lebih lanjut
adalah :
a. Memperbaiki kelainan vaskuler.
b. Memperbaiki sirkulasi.
c. Pengelolaan pada masalah yang timbul ( infeksi, dll).
d. Edukasi perawatan kaki.
e. Pemberian obat-obat yang tepat untuk infeksi (menurut hasil laboratorium lengkap)
dan obat vaskularisasi, obat untuk penurunan gula darah maupun menghilangkan
keluhan/gejala dan penyulit DM.
f. Olah raga teratur dan menjaga berat badan ideal.
g. Menghentikan kebiasaan merokok.
h. Merawat kaki secara teratur setiap hari, dengan cara :
a) Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih.
b) Membersihkan dan mencuci kaki setiap hari dengan air, suam-suam kuku dengan
memakai sabun lembut dan mengeringkan dengan sempurna dan hati-hati terutama
diantara jari-jari kaki.
c) Memakai krem kaki yang baik pada kulit yang kering atau tumit yang retak-retak,
supaya kulit tetap mulus, dan jangan menggosok antara jari-jari kaki (contoh: krem
sorbolene).
d) Tidak memakai bedak, sebab ini akan menyebabkan kulit menjadi kering dan retak-
retak.
e) Menggunting kuku hanya boleh digunakan untuk memotong kuku kaki secara lurus
dan kemudian mengikir agar licin. Memotong kuku lebih mudah dilakukan sesudah
mandi, sewaktu kuku lembut.
f) Kuku kaki yang menusuk daging dan kalus, hendaknya diobati oleh podiatrist. Jangan
menggunakan pisau cukur atau pisau biasa, yang bias tergelincir; dan ini dapat
menyebabkan luka pada kaki. Jangan menggunakan penutup kornus/corns. Kornus-
kornus ini seharusnya diobati hanya oleh podiatrist.
g) Memeriksa kaki dan celah kaki setiap hari apakah terdapat kalus, bula, luka dan lecet.
h) Menghindari penggunaan air panas atau bantal panas.
i) Penggunaan alas kaki tepat, dengan cara :
1. Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir.
2. Memakai sepatu yang sesuai atau sepatu khusus untuk kaki dan nyaman dipakai.
3. Sebelum memakai sepatu, memerika sepatu terlebih dahulu, kalau ada batu dan
lain-lain, karena dapat menyebabkan iritasi/gangguan dan luka terhadap kulit.
4. Sepatu harus terbuat dari kulit, kuat, pas (cukup ruang untuk ibu jari kaki) dan
tidak boleh dipakai tanpa kaus kaki.
5. Sepatu baru harus dipakai secara berangsur-angsur dan hati-hati.
6. Memakai kaus kaki yang bersih dan mengganti setiap hari.
7. Kaus kaki terbuat dari bahan wol atau katun. Jangan memakai bahan sintetis,
karena bahan ini menyebabkan kaki berkeringat.
8. Memakai kaus kaki apabila kaki terasa dingin.
9. Menghindari trauma berulang, trauma dapat berupa fisik, kimia dan termis, yang
biasanya berkaitan dengan aktivitas atau jenis pekerjaan.
j) Menghidari pemakaian obat yang bersifat vasokonstriktor misalnya adrenalin, nikotin.
k) Memeriksakan diri secara rutin ke dokter dan memeriksa kaki setiap control walaupun
ulkus diabetik sudah sembuh.
j. Manajemen perawatan luka diabetic
a. Pencucian luka
Pencucian bertujuan untuk membuang jaringan nekrosis, cairan luka yang bersih, sisa
balutan yang digunakan dan sisa metabolic tubuh pada cairan luka. Mencuci dapat
meningkatkan, memperbaiki, dan mempercepat proses penyembuhan luka dan
menghindari kemungkinan terjadinya infeksi.
Pencucian luka merupakan aspek yang paling penting mendasar dalam manajemen
luka. Merupakan basis untuk proses penyembuhan luka yang baik, karena luka akan
sembuh dengan baik jika luka dalam kondisi bersih.
Teknik pencucian pada luka.
Teknik pencucian pada luka antara lain dengan swabbing, scrubbing, showering,
hydrotherapi, whirlpool, dan bathing.
mencuci dengan teknik swabbing dan scrubbing tidak terlalu dianjurkan pada
pencucian luka, karena dapat menyebabkan trauma pada jaringan granulasi dan
epithelium, juga membuat bakteri terdistribusi bukan mengangkat bakteri. pada saat
scrubbing atau menggosok dapat menyebabkan luka menjadi terluka sehingga dapat
meningkatkan inflamasi ( persisten inflamasi). teknik showering (irigasi), whirpool,
dan bathing adalah teknik yang paling sering digunakan dan banyak riset yang
mendukung teknik ini. keuntungan dari teknik ini adalah dengan teknik tekanan yang
cukup dapat mengangkat bakteri yang terkolonisasi, mengurangi terjadinya trauma
dan mencegah terjadinya infeksi silang serta tidak menyebabkan luka mengalami
trauma.
b. Debridement
Nekrotik adalah perubahan morfologi yang diindikasi kan oleh adanya sel
matiyang disebabkan oleh degradasi enzim secara progresif, ini merupakan respon
yang normal dari tubuh terhadap jaringan yang rusak.

Gbr. Autolisis Debridemang


Jaringan nekrotik dapat dibedakan menjadi 2 bentuk :
a) Eschar yang berwarna hitam, keras, serta dehidrasi
impermeable dan lengket pada permukaan luka.
b) Slough-basah, kuning, berupa cairan dan tidak lengket pada luka.
Jaringan nekrotik dapat menghalangi proses penyembuhan luka dengan
menyediakan tempat untuk pertumbuhan bakteri.untuk menolong penyembuhan
luka, tindakan debridement sangat dibutuhkan.
Debridement dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti mekanikal,
surgical, enzimatik, autolysis, dan biochemical.
Debridemen mekanik dilakukan menggunakan irigasi luka cairan fisiolofis,
Ultrasonic laser, dan sebagainya, dalam rangka untuk membersihkan jaringan
nekrotik. Debridemen secara enzimatik dilakukan dengan pemberian enzim
eksogen secara topikal pada permukaan lesi. Enzim tersebut akan menghancurkan
residu-residu protein. Contohnya, kolagenasi akan melisikan kolagen dan elastin.
Beberapa jenis debridement yang sering dipakai adalah papin, DNAse dan
fibrinolisin. Debridemen autolitik terjadi secara alami apabila seseorang terkena
luka. Proses ini melibatkan makrofag dan enzim proteolitik endogen yang secara
alami akan melisiskan jaringan nekrotik. Secara sintetis preparat hidrogel dan
hydrocolloid dapat menciptakan kondisi lingkungan yang optimal bagi fagosit
tubuh dan bertindak sebagai agent yang melisiskan jaringan nekrotik serta
memacu proses granulasi. Belatung (Lucilla serricata) yang disterilkan sering
digunakan untuk debridemen biologi. Belatung menghasilkan enzim yang dapat
menghancurkan jaringan nekrotik. Debridemen bedah merupakan jenis
debridemen yang paling cepat dan efisien.

Tujuan debridemen bedah adalah untuk:


a) mengevakuasi bakteri kontaminasi,
b) mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat
penyembuhan,
c) Menghilangkan jaringan kalus,
d) mengurangi risiko infeksi lokal.

Cara yang paling efektif dalam membuat dasar luka yang baik adalah dengan
metode autolysis debridement. Autolysis debridement adalah suatu cara peluruhan
jaringan nekrotik yang dilakukan oleh tubuh sendiri dengan syarat utama lingkungan
luka harus dalam keadaan lembab. Pada keadaan lembab, proteolytic enzim secara
selektif akan melepas jaringan nekrosis dari tubuh. Pada keadaan melunak jaringan
nekrosis akan mudah lepas dengan sendirinya ataupun dibantu dengan surgical atau
mechanical debridement.
Tindakan debridement lain yang biasa digunakan adalah dengan cara
biomechanical menggunakan magots atau larva. Larva akan dengan sendirinya secara
selektif memakan jaringan nekrosis sehingga dasar luka menjadi merah.

c. Dressing
Memilih balutan merupakan suatu kebutuhan suatu keputusan yang harus dilakukan
untuk memperbaiki kerusakan jaringan integument. Berhasil tidaknya luka membaik,

tergantung pada kemampuan perawat dalam memilih balutan yang tepat, efektif dan
efisien.

Tujuan Memilih Balutan


a) Balutan dapat mengontrol kejadian infeksi /
Melindungi luka dari trauma dan invasi bakteri
b) Mampu Mempertahankan Kelembaban'
c) Mempercepat Prosespenyembuhan Luka,
d) Absorbs Cairan Luka
e) Nyaman Digunakan,Steril Dan Cost Effective.

Tehnik dressing pada luka diabetes yang terkini menekankan metode moist wound healing
atau menjaga agar luka dalam keadaan lembab. Luka akan menjadi cepat sembuh apabila
eksudat dapat dikontrol, menjaga agar luka dalam keadaan lembab, luka tidak lengket dengan
bahan kompres, terhindar dari infeksi dan permeable terhadap gas. Tindakan dressing
merupakan salah satu komponen penting dalam mempercepat penyembuhan lesi.
Prinsip dressing adalah bagaimana menciptakan suasana dalam keadaan lembab sehingga
dapat meminimalisasi trauma dan risiko operasi.Berikut ini akan dikenalkan beberapa jenis
bahan topical terapi yang dapat digunakan untuk penatalaksanaan perawatan luka diabetic,
diantaranya adalah calcium alginate, hydrokoloid, hydroaktif gel, metcovazin, gamgee,
polyurethane foam, silver dressing.
Calcium Alginate

Berasal dari rumput laut, dapat berubah menjadi gel jika bercampur dengan luka. Berupa
jenis balutan yang dapat menyerap jumlah cairan luka yang berlebihan. Dan keunggulannya
adalah kemampuannya menstimulasi proses pembekuan darah jika terjadi perdarahan
minorserta barier terjadi kontaminasi oleh psedomonas.

Hydrokoloid

Jenis topikal terapi yang berfungsi untuk mempertahankanluka dalam keadaan lembab,
melindungi luka dari trauma, dan menghindari dari resiko infeksi, mampumenyerap eksudat
minimal. Baik digunakan pada luka yang berwarna merah, abses tau luka yang terinfeksi.
Bentuknya adaberupa lembaran tipis serta pasta. Keunggulannya adalah berbentuk lembaran,
tidak memerlukan balutan lain diatasnya sebagai penutup, cukup ditempel dan ganti jika
sudah bocor.

Contoh produk hydrocoloid

Hydroaktif gel

Jenis topikal terapi yang mampu melakukan peluruhan jaringan nekrotik oleh tubuh sendiri.
Banyak mengandung air, akan membuat suasana luka yang kering karena jaringan nekrosis
menjadi lembab. Air yang berbentuk gel akan masuk kesela-sela jaringan yang mati dan
kemudian akan menggembung jaringan nekrosis seperti lebam mayat yang kemudian akan
memisahkan antara jaringan yang sehat dan jaringan mati. Pada keadaan lunak inilah
biasanya akan lebih mudah melakukan surgical debridemang atau biarkan tubuh sendiri yang
melakukannya.
Polyurethane Foam

Jenis balutan dengan daya serap yang tinggi, sehingga sering digunakan pada keadaan luka
yang cukup banyak mengeluarkan eksudat/cairan tang berlebihan dan pada dasar luka yang
berwarna merajh sajka. Kemampuannya menampung cairan dapat memperpanjang waktu
penggantian balutan. Selain itu balutan ini juga tidak memerlukan balutan tambahan,
langsung dapat ditempel pada luka, dan membuat dasar luka menjadi rata, terutama pada
hypergranulasi

Gamgee, balutan anti mikrobial dan pengikat bakteri

Gamgee adalah jenis topikal terapi berupa tumpukan bahan balutan yang tebal dengan daya
serap cukup tinggi dan diklaim jika bercampur dengan cairan luka dapat mengikat
bakteri.palingh sering digunakan sebagain balutan tambahan setelah balutan utama yang
menempel pada luka. Beberapa balutan pada jenis ini ada yang mengandung antimikrobial
dan hydrophobic atau mengikat bakteri.

Metcovazin
Jenis topical terapi dengan paten wocare klinik. Sangat mudah digunakan karena hanya
tinggal mengoles saja. Bentuk salep, berwarna putih dan kemasan. Berfungsi untuk support
autolisis debridement (meluruhkan jaringan nekrosis / mempersiapkan dasar luka berwarna
merah) menghindari trauma saat membuka balutan, mengurangi bau tidak sedap,
mempertahankan suasana lembab dan suport granulasi. Keunggulannya dapat digunakan
untuk semua warna dasar luka dan mempersiapkan dasar luka menjadi sehat.

Silver dressing

Kondisi infeksi yang ssulit ditangani, luka mengalami fase statis, dasar luka menebal seperti
membentuk agar-agar atau yang dikenal dengan biofilm, penggunaan silver dressing
merupakan pilihan paling tepat. Pada keadaan ini luka mengalami sakit yang berat, eksudat
dapat menjadi purulen dan mengeluarkan bau yang tidak sedap. Dressing ini digunakan
dalam jumlah pemakaian 4 x ganti balutan dimana silver menempel pada luka sekurangnya 5-
7 hari saja. dengan daya.
d. Edukasi pasien dan keluarga
Edukasi bagi pasien dan keluarga dengan diabetes sangat penting. Hal ini disebabkan
penyakit diabetes adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat
dikontrol dengan pola hidup sehat (makan sesuai kebutuhan dan olahraga teratur) dan
menggunakan oral maupun insulin.
Lima Pilar Menuju Sehat

KONTROL
DIIT
GULA DARAH
KONTROL
TEKANAN DARAH
PENDIDIKAN LATIHAN

Aplikasi perawatan luka

1. pengkajian: catat riwayat pasien dan keluhan utama.

2. Siapkan alat-alat yang dibutuhkan dalam melakukan pengkajian dan perawatan luka.

3. Cuci tangan.

4. Buka luka perlahan, hindari terjadinya perdarahan / terauma pada luka. Tidak perlu
menggunakan pinset dalam membuka balutan, cukup menggunakan tangan yang
menggunakan sarung tangan.

5. Luka dikaji dengan seksama sesuai dengan cara mengkaji luka, jangan lupa
dokumentasikan dengan tepat hal-hal yang harus ditulis dan diambil gambar luka. Jika
harus dilakukan pengambilan kultur, sesuaikan dengan prosedur cara pengambilan
kultur.

6. Cuci luka, boleh dilakukan dengan perendaman air hangat atau air yang mengandung
antiseptik. Hati-hati dalam mencuci luka jangan sampai menyebabkan trauma,
terakhir jika luka tidak terdapat infeksi dapat dibilas dengan NS 0,9 % saja atau jika
ada infeksi dapat menggunakan larutan antiseptik lain, kemudian bilas dengan NS 0,9
% atau hanya dengan larutan Feracrylum 1%.
7. Siapkan alas bersih dan mulailah dengan merawat luka. ganti sarung tangan saat akan
melakukan pembalutan.

8. Pilih topikal terapi sesuai dengan kondisi luka, misalnya sesuai dengan warna dasar
luka, bentuk luka, luas dan kedalamannya, terinfeksi atau tidak.

9. Tutup luka dengan seksama, jangan sampai ada luka yang tampak kelihatan dari luar,
ukur ketebalan kasa atau bahan topikal yang ditempelkan keluka harus mampu
membuat suasana luka optimal (moisture balance) dan memsuport luka kearah
perbaikan/segera sembuh.

10. Jika terdapat edema, lakukan pemeriksaan tentang penggunaan balutan kompresi
(dopler).

11. Perhatikan kualitas hidup pasien, hindari pasienm tidak bisa melakukan aktifitasnya
setelah dikenakan balutan.

12. Jelaskan pada pasien kapan harus kembali lagi untuk melakukan penggantian balutan
dan kontrol gula darah.

13. Rapika semua alat-alat dan perhatikan tentang pembuangan sampah medis.

BAB III
KASUS

KASUS PEMICU 5
Bapak lulu 34 tahun mengeluh adanya luka diabetic di kaki kiri, bernanah sejak 1 minggu 2
bulan yang lalu, awalnya karena gatal dan sering digaruk. Keluhan luka di bagian punggung
kaki dengan luas 25 cm, kondisi klien lemah, GDS 340 mg/dl, ada demam dengan suhu 38’c,
nadi 86 x/menit, RR 20 x/menit. Klien mengalami luka selama 6 hari dengan kondisi yang
tidak baik dan pernah klien mendeteksi perawatan dalam mandiri dengan menggunakan
revanol, TD 140/90 mmHg, diet DM (+), terapi latibet + metformin.
PEMERIKSAAN FISIK : PENGKAJIA N
LABORATORIUM :
A. MUSKULOSKE AMPUTASI
LETAL - GDS 340 mg/dl

B. NEUROLOGI

C. VASKULER PENGKAJIAN DIAGNOSIS :

D. INTEGUMENT Pengkajian
- ABPI luka

- RYB- Lokasi dan


TERAPI ANTIBIOTIK :
letak luka
- PEMERIKSAAN SENSORI
a) Non limb threatening
infection - Stadium luka/
wagner scale
b) Limb threatening
infection LUKA DFU ,RYB
KRONIS
c) Life threatening - luas luka
infection
- status
vaskuler
WOUND BED : Factor resiko DFU :

a. Calcium - DM
Alginate
- Hipertensi

b. Hydrokoloid - Obesitas

c. Polyurethane - Kolesterol
foam
- e
Neuropati
d. Hydroaktif
- Glikolosis hb
gel
- Ketidakpatuhan diet
Manajemen luka :
DM
a. Cleansing
- Kurangnya
m aktivitas
fisik b. Debridement
Masalah keperawatan :

a. Infeksi b/d tingginya kadar - Perawatan kaki tidak c. Dressing


gula darah. t’atur
d. Edukasi
b. Perubahan persepsi - Pengobatan tdk t’atur kesehatan
sensori b/d ketidak
seimbangan insulin

c. Kelelahan b/d penurunan


produksi energy metabolic

d. Ketidakberdayaan b/d
penyakit jangka panjang

e. Kurang pengetahuan
tentang tanda &`gejala DM,
diet, pengobatan b/d kurang

BAB IV
PENUTUP

a. Kesimpulan

Ulkus diabetika adalah salah satu bentuk komplikasi kronik diabetes mellitus yang
berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian
jaringan setempat. Etiologi pada ulserasi diabetik yaitu neuropati, penyakit arteri, dan
deformitas kaki atau abnormalitas musculoskeletal. Neuropati perifer mempengaruhi
sensorik, motorik, dan otonom. Umumnya infeksi pada diabetic ulcer adalah
polimikroba dengan Staphylococcus serta Streptococcus adalah bakteri yang paling
dominan menyebabkan infeksi. Oleh karena itu penanganan infeksi memerlukan
antibiotika yang sesuai. Pemilihan antibiotik secara empiris berdasarkan tingkat
keparahan dengan kriteria luka yang mengancam ekstremitas (resiko amputasi) dan
mengancam nyawa.

b. Saran

Jagalah kaki pasien anda seperti menjaga kaki anda sendiri, optimis selalu
dalam melakukan perawatan apapun, jangan putus asa dalam menjalankan perawatan,
yakinlah bahwa kemampuan kita berada dalam merawat, sedangkan kesembuhan
hanya Allah SWT yang menentukan.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi : 8. Vol : 3
Jakarta:EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:EGC
Gitarja, Widasari Sri. 2008. Perawatan luka diabetes. Bogor : Wocare Indonesia

Anda mungkin juga menyukai