PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Etiologi pada ulserasi diabetik yaitu neuropati, penyakit arteri, dan deformitas kaki
atau abnormalitas musculoskeletal. Neuropati perifer mempengaruhi sensorik, motorik,
dan otonom. Neuropati sensorik mengganggu pasien mengenali tanda-tanda awal nyeri
atau tekanan dari alaskaki atau infeksi, yang menjadi faktor risiko primer. Kontrol
optimal kadar glukosa darah menurunkan insidensi kebanyakan morbiditas sistem organ
terkait diabetes. Faktor risiko sekunder yaitu penyakit vaskuler perifer iskemik, yang
biasanya progresif ke arah distal pada pasien diabetes. Faktor risiko ketiga terkait dengan
defisiensi imun, sehingga pasien rentan terhadap infeksi organisme yang biasanya tidak
mempengaruhi orang sehat.
Faktor risiko untuk berkembangnya ulkus diabetik yaitu: (1) deformitas, (2) penyakit
vaskuler perifer, (3) riwayat luka kaki sebelumnya, (4) amputasi sebelumnya, (5)
neuropati. Faktor risiko penyokong lain yang harus diidentifikasi dan yaitu: (1) obesitas,
(2) penyakit ginjal tahap lanjut, (3) alas kaki tidak sesuai, (4) malnutrisi, (5) penyakit
vaskuler kolagen, (6) penggunaan steroid atau imunosupresan lain, dan (7) usia.
Selain untuk mengetahui etiologi serta faktor-faktor yang menyebabkan
berkembangnya luka diabetik, maka kelompok membahas tentang definisi, patofisiologi,
tanda dan gejala serta manajemen keperawatan pada luka diabetic dalam makalah ini
berdasarkan kasus pemicu.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat diangkat yaitu bagaimana mengidentifikasi
patofisiologi, klasifikasi, tanda dan gejala, manajemen luka diabetik.
C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu memberikan pengetahuan terhadap
patofisiologi, klasifikasi, tanda dan gejala, manajemen luka diabetik.
D. Metode Penulisan
Adapun metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah dengan
metode deskriptif yaitu dengan mengumpulkan beberapa literatur-literatur dari internet
maupun dari buku-buku yang berhubungan dengan patofisiologi, klasifikasi, tanda dan
gejala, manajemen luka diabetik.
E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan yang digunakan dalam penyusunan makalah ini meliputi :
BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan,
metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : Pembahasan yang terdiri dari definisi, patofisiologi, respon lokal dan luas
luka, penatalaksanaan serta manajemen pada luka diabetic
BAB III : Pembahasan kasus.
BAB IV : Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran
BAB II
TINJAUAN TEORI
Hasil pemeriksaan APBI tidak hanya berfungsi mendeteksi pulse pada pasien
diabetes tetapi juga sebagai panduan dalam “Bandaging” pada kasus “leg ulcer”
atau luka kaki.
- Penuruna
n saraf
simpatik
(perubah
an
Berkurangnya nutrisi
pada aliran darah
ostheoarthropathy kapiler
Ulserasi kaki
diabetikum
GANGRENE
AMPUTASI
a. Lokasi
dan letak
luka
b. stadium
f. infeksi
luka/RYB
LUKA
DIABETES
c. luas luka
e. status
neurologik
d. status
vaskuler
luka, sehingga luka dapat diminimalkan. Misalnya klien datang dengan letak luka
pada ibu jari kaki, penyebab tertinggi letak luka pada ibu jari kaki adalah akibat
penekanan karena penggunaan sepatu yang terlalu sempit, angka kejadian luka
a) Partial thickness yaitu hilangnya lapisan epidermis hingga lapisan dermis paling
atas dan terbagi atas stadium I dan II
Stadium I : kulit berwarna merah, belum tampak adanya lapisan epidermis yang
hilang
Stadium II : hilangnya lapisan epidermis atau lecet sampai batas dermis paling
atas.
b) Full Thickness yaitu hilangnya lapisan dermis hingga lapisan subkutan dan
terbagi atas stadium III dan IV
Stadium III : rusaknya lapisan dermis bagian bawah hingga lapisan subkutan
a. Superficial Ulcer
a) Stadium 0 yaitu tidak terdapat lesi . kulit dalam keadaan baik, tetapi dengan
bentuk tulang kaki yang menonjol / charcot arthropathies.
a) Stadium 2 yaitu lesi terbuka dengan penetrasi ke tulang atau tendon ( dengan
goa)
c. Gangrene
a) Stadium 4 yaitu gangrene sebagian, menyebar hingga sebagian dari jari kaki,
kulit sekitarnya selulitis, gangrene lembab/kering.
Selama ini kita mengenal banyak sekali metode yang dipakai di klinik untuk
menentukan tingkatan atau stadium dan klasifikasi dari derajat keseriusan suatu luka.
Kemudahan yang ingin diperkenalkan untuk menilai derajat keseriusan luka adalah
menilai warna dasar luka.
Sistem ini bersifat konsisten , mudah dimengerti dengan bahasa sederhana dan sangat
tepat guna dalam membantu memilih tindakan dan terapi perawatan luka serta
mengevaluasi kondisi luka.
Sistem ini dikenal dengan sebutan RYB / Red Yellow Black ( Merah-Kuning-Hitam)
a) Red/Merah. Luka dengan dasar warna luka merah tua atau terang dan tampak
selalu lembab. Merupakan luka bersih, dengan banyak vaskularisasi, karenanya
mudah berdarah. Tujuan perawatan luka dengan warna merah dasar merah adalah
mempertahankan lingkungan luka dalam keadaan lembab dan mencegah
terjadinya trauma dan perdarahan.
b) Yellow kuning. Luka dengan dasar luka warna luka kuning atau kecokelatan atau
kuning kehijauan atau kuning pucat adalah jaringan nekrosis. Merupakan kondisi
luka yang terkontaminasi atau terinfeksi dan avaskularisasi. Hal tersebut harus
dicermati bahwa semua luka kronis merupakan luka yang terkontaminasi namun
belum tentu terinfeksi. Terinfeksi tidaknya luka dapat dinilai dengan adanya
peningkatan jumlah leukosit darah dalam tubuh dan perubahan tanda infeksi lain
seperti peningkatan suhu tubuh. Tujuan perawatannya adalah dengan
meningkatkan system autolysis debridement agar luka berwarna merah, absorb
eksudate,menghilangkan bau tidak sedap dan mengurangi atau menghindari
kejadian infeksi.
c) Black/hitam. Luka dengan dasar warna luka hitam adalah jaringan nekrosis,
merupakan jaringan avaskularisasi. Tujuan perawatannya sama dengan dasar
warna luka kuning.
Pengkajian bentuk dan ukuran luka dapat dilakukan dengan pengukuran tiga dimensi
atau dengan pengambilan photography. Tujuannya untuk mengevaluasi tingkat
keberhasilan proses penyembuahan luka.
Hal yang harus diperhatikan dalam pengukuran luka adalah mengukur dengan
menggunakan alat ukur yang tepat dan jika alat ukur tersebut digunakan berulangkali,
hindari terjadinya infeksi silang/nosokomial.
Pengukuran tiga dimensi dilakukan dengan mengkaji panjang, lebar dan
kedalaman luka, kemudian dengan menggunak kapas lidi steril, masukkan ke dalam
luka dengan hati-hati untuk menilai ada tidaknya goa, dan mengukurnya mengikuti
arah jarum jam.
e. Status vascular
a) Palpasi. Palpasi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya denyut nadi, perabaan
pada daerah tibial atau dorsal pedis. Klien lanjut usia biasanya ada kesulitan
meraba denyut nadi, dapat dikerjakan dengan menggunakan stetoskop atau
ultrasonic dopler. Tingkatan denyut nadi : (1) absen/tidak teraba, (2) ada denyut
nadi sebentar, (3) teraba tappi kemudian hilang, (4) normal, (5) sangat jelas,
kemungkinan ada bendungan/aneurysm
c) Edema. Pengkajian ada tidaknya edema dilakukan dengan mengukur lingkar pada
midcalf, ankle, dorsum kaki kemudian dilanjutkan dengan menekan jari pada
tulang menonjol di tibia atau medial malleolus. Kulit yang edema akan tampak
lebih coklat kemerahan atau mengkilat, seringkali merupakan tanda adanya
gangguan darah balik vena. Tingkatan pada edema : 0 - 1/4 inch yaitu 1+ ( mild),
¼ - ½ inch yaitu 2+ (moderate), ½ - 1 inch yaitu 3+ (severe) temperature kulit
memberikan informasi tentang kondisi perfusi jaringan dan fase inflamasi, serta
merupakan variabel penting dalam menilai adanya peningkatan atau penurunan
perfusi jaringan terhadap tekanan. Cara melakukan penilaian dengan
menempelkan punggung tangan pada kulit sekitar luka dan membandingkannya
dengan kulit bagian lain yang sehat.
f. Status neurologic
Gb.26. kulit yang kering dapat menyebabkan luka pada penderita diabetes.
g. Infeksi
Gangren (diabetic foot ulcer) mempunyai beberapa faktor resiko seperti pada gambar I.2
Gambar I.2 Faktor resiko terjadinya foot ulcer (Frykberg, R.G., 2006)
Umumnya infeksi pada diabetic foot ulcer adalah polimikroba (gambar I.3) dengan
Staphylococcus serta Streptococcus adalah bakteri yang paling dominan menyebabkan
infeksi. Penanganan infeksi pada gangren memerlukan antibiotika yang sesuai. Pemilihan
antibiotik secara empiris berdasarkan tingkat keparahan dengan kriteria luka yang
mengancam ekstremitas (resiko amputasi) dan mengancam nyawa. Berikut ini adalah
antibiotik yang terpilih:
1. Non limb-threatening infection dengan kriteria ulcer berada pada lapisan
superficial, tanpa tanda iskemia, serta penyakit tulang dan sendi (misal
osteomylitis) : Untuk infeksi ini dapat digunakan antibiotika peroral yaitu
cephalosporin (cefadroxil, cephalexin), fluoroquinolon (levofloxacin), penicilin
(amoxilin/clavulanat), kotrimoxazol, doxycycline.
2. Limb-threatening infection dengan kriteria infeksi yang lebih serius dan akut, dijumpai
pada pasien diabetes dengan PAD, terjadi leukositosis serta gejala infeksi lain.
Antibiotika yang dapat digunakan : Ampicilin/sulbactam, ticarcillin/clavulanat,
ceftazidime + klindamisin, cefotaxim ± klindamisin, Fluoroquinolon + klindamisin,
vancomisin + levofloxacin + metronidazol, imepenem/cilastin.
3. Life-threatening infection. Antibiotika yang dapat digunakan :
Ampicilin/sulbactam+aztreonam, Fluoroquinolon+vancomisin +metronidazol,
imepenem/cilastin (Frykberg, R.G., 2006)
Gambar I.3. Distribusi bakteri pada diabetic foot ulcer (Frykberg, R.G., 2006)
Faktor risiko terjadi ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus menurut
Lipsky dengan modifikasi dikutip oleh Riyanto dkk. terdiri atas :
a. Faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah :
a) Umur ≥ 60 tahun.
b) Lama DM ≥ 10 tahun.
b. Faktor-Faktor Risiko yang dapat diubah, (termasuk kebiasaan dan gaya hidup) :
a) Neuropati (sensorik, motorik, perifer).
b) Obesitas.
c) Hipertensi.
d) Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) tidak terkontrol.
e) Kadar glukosa darah tidak terkontrol.
f) Insusifiensi Vaskuler karena adanya Aterosklerosis yang disebabkan :
Kolesterol Total tidak terkontrol, Kolesterol HDL tidak terkontrol dan Trigliserida
tidak terkontrol.
g) Kebiasaan merokok.
h) Ketidakpatuhan Diet DM.
i) Kurangnya aktivitas Fisik.
j) Pengobatan tidak teratur.
k) Perawatan kaki tidak teratur.
l) Penggunaan alas kaki tidak tepat.
Faktor-faktor risiko terjadinya ulkus diabetika lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut :
a. Umur ≥ 60 tahun.
Umur ≥ 60 tahun berkaitan dengan terjadinya ulkus diabetika karena pada usia tua,
fungsi tubuh secara fisiologis menurun karena proses aging terjadi penurunan sekresi
atau resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian
glukosa darah yang tinggi kurang optimal. Pada lansia umur > 60 tahun, didapatkan
hanya 12% saja pada usia tua dengan DM yang kadar glukosa darah terkendali, 8%
kadar kolesterol normal, hipertensi 40%, dan 50% mengalami gangguan pada
aterosklerosis, makroangiopati, yang factor-faktor tersebut akan mempengaruhi
penurunan sirkulasi darah salah satunya pembuluh darah besar atau sedang di tungkai
yang lebih mudah terjadi ulkus diabetika.
b. Lama DM ≥ 10 tahun.
Ulkus diabetika terutama terjadi pada penderita Diabetes mellitus yang telah
menderita 10 tahun atau lebih, apabila kadar glukosa darah tidak terkendali, karena
akan muncul komplikasi yang berhubungan dengan vaskuler sehingga mengalami
makroangiopati-mikroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan neuropati yang
mengakibatkan menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan/luka pada kaki.
Penderita diabetik yang sering tidak dirasakan.
c. Neuropati.
Kadar glukosa darah yang tinggi semakin lama akan terjadi gangguan mikrosirkulasi,
berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf yang
mengakibatkan degenerasi pada serabut syaraf yang lebih lanjut akan terjadi
neuropati. Syaraf yang rusak tidak dapat mengirimkan sinyal ke otak dengan baik,
sehingga penderita dapat kehilangan indra perasa selain itu juga kelenjar keringat
menjadi berkurang, kulit kering dan mudah robek.
Neuropati perifer berupa hilangnya sensasi rasa berisiko tinggi terjadi ulkus
diabetika. Keberadaan neuropati berkaitan dengan kejadian ulkus diabetika.
d. Obesitas.
Pada obesitas dengan IMT ≥ 23 kg/m2 (wanita) dan IMT ≥ 2 kg/m2 (pria) atau BBR
lebih dari 120 % akan lebih sering terjadi resistensi insulin. Apabila kadar insulin
melebihi 10 μU/ml, keadaan ini menunjukkan hiperinsulinmia yang dapat
menyebabkan aterosklerosis yang berdampak pada vaskulopati, sehingga terjadi
gangguan sirkulasi darah sedang/besar pada tungkai yang menyebabkan tungkai akan
mudah terjadi ulkus/ganggren diabetika.
e. Hipertensi.
Hipertensi (TD > 130/80 mm Hg) pada penderita Diabetes mellitus karena adanya
viskositas darah yang tinggi akan berakibat menurunnya aliran darah sehingga terjadi
defesiensi vaskuler, selain itu hipertensi yang tekanan darah lebih dari 130/80 mm Hg
dapat merusak atau mengakibatkan lesi pada endotel. Kerusakan pada endotel akan
berpengaruh terhadap makroangiopati melalui proses adhesi dan agregasi trombosit
yang berakibat vaskuler defisiensi sehingga dapat terjadi hipoksia pada jaringan yang
akan mengakibatkan terjadinya ulkus. Penelitian studi kasus kontrol oleh Robert di
Iowa menghasilkan bahwa riwayat hipertensi akan lebih besar 4 X terjadi ulkus
diabetika dengan tanpa hipertensi pada DM15.
f. Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) dan kadar glukosa darah tidak terkendali.
Glikosilasi Hemoglobin adalah terikatnya glukosa yang masuk dalam sirkulasi
sistemik dengan protein plasma termasuk hemoglobin dalam sel darah merah.
Apabila Glikosilasi Hemoglobin (HbA1c) ≥ 6,5 % akan menurunkan kemampuan
pengikatan oksigen oleh sel darah merah yang mengakibatkan hipoksia jaringan yang
selanjutnya terjadi proliferasi pada dinding sel otot polos subendotel. Kadar glukosa
darah tidak terkontrol ( GDP > 100 mg/dl dan GD2JPP > 144 mg/dl) akan
mengakibatkan komplikasi kronik jangka panjang, baik makrovaskuler maupun
mikrovaskuler salah satunya yaitu ulkus diabetika.
g. Kolesterol Total, HDL, Trigliserida tidak terkendali.
Pada penderita Diabetes mellitus sering dijumpai adanya peningkatan kadar
trigliserida dan kolesterol plasma, sedangkan konsentrasi HDL (highdensity-
lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah (≤ 45 mg/dl).
Kadar trigliserida ≥ 150 mg/dl , kolesterol total ≥ 200 mg/dl dan HDL ≤ 45 mg/dl
akan mengakibatkan buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan dan menyebabkan
hipoksia serta cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan dan terjadinya
aterosklerosis. Konsekuensi adanya aterosklerosis adalah penyempitan lumen
pembuluh darah yang akan menyebabkan gangguan sirkulasi jaringan sehingga suplai
darah ke pembuluh darah menurun ditandai dengan hilang atau berkurangnya denyut
nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan
kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus
yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai. Penelitian kasus kontrol oleh
Pract, pada penderita DM dengan kolesterol, HDL, trigliserida tidak terkontrol
mempunyai risiko ulkus diabetika 3 kali lebih tinggi dari pada kadar kolesterol,
trigliserida normal
h. Kebiasaan merokok.
Penelitian case control di California oleh Casanno dikutip oleh WHO pada penderita
Diabetes mellitus yang merokok ≥ 12 batang per hari mempunyai risiko 3 X untuk
menjadi ulkus diabetika dibandingkan dengan penderita DM yang tidak merokok.
Kebiasaan merokok akibat dari nikotin yang terkandung di dalam rokok akan dapat
menyebabkan kerusakan endotel kemudian terjadi penempelan dan agregasi
trombosit yang selanjutnya terjadi kebocoran sehingga lipoprotein lipase akan
memperlambat clearance lemak darah dan mempermudah timbulnya aterosklerosis.
Aterosklerosis berakibat insufisiensi vaskuler sehingga aliran darah ke arteri dorsalis
pedis, poplitea, dan tibialis juga akan menurun.
i. Ketidakpatuhan Diet DM
Kepatuhan Diet DM merupakan upaya yang sangat penting dalam pengendalian
kadar glukosa darah, kolesterol, dan trigliserida mendekati normal sehingga dapat
mencegah komplikasi kronik, seperti ulkus diabetika. Kepatuhan Diet DM
mempunyai fungsi yang sangat penting yaitu mempertahankan berat badan normal,
menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik, menurunkan kadar glukosa darah,
memperbaiki profil lipid, meningkatkan sensitivitas reseptor insulin dan memperbaiki
sistem koagulasi darah.
j. Kurangnya aktivitas Fisik.
Aktivitas fisik (olah raga) sangat bermanfaat untuk meningkatkan sirkulasi darah,
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas terhadap insulin, sehingga
akan memperbaiki kadar glukosa darah. Dengan kadar glukosa darah terkendali maka
akan mencegah komplikasi kronik Diabetes mellitus. Olah raga rutin (lebih 3 kali
dalam seminggu selama 30 menit) akan memperbaiki metabolisme karbohidrat,
berpengaruh positif terhadap metabolisme lipid dan sumbangan terhadap penurunan
berat badan. Salah satu penelitian tentang efek olah raga pada penderita DM
menunjukkan bahwa olah raga akan menurunkan kadar trigliserida. Penelitian di
Swiss oleh Rocher dikutip oleh Wibisono pada penderita DM dengan neuropati, hasil
penelitian olah raga tidak teratur akan terjadi Ulkus diabetika lebih tinggi 4 kali
dibandingkan dengan olah raga yang teratur.
k. Pengobatan tidak teratur.
Pengobatan rutin pada penderita Diabetes mellitus tipe I, menurut hasil penelitian di
Amerika Serikat dikutip oleh Minadiarly didapatkan bahwa pengobatan intensif akan
dapat mencegah dan menghambat timbulnya komplikasi khronik, seperti ulkus
diabetika.
l. Perawatan kaki tidak teratur.
Perawatan kaki diabetisi yang teratur akan mencegah atau mengurangi terjadinya
komplikasi kronik pada kaki. Penelitian di Spain yang dilakukan oleh Calle dkk. pada
318 diabetisi dengan neuropati dilakukan edukasi perawatan kaki kemudian diikuti
selama 3-6 tahun dihasilkan pada kelompok I (223 responden) melaksanakan
perawatan kaki teratur dan kelompok II (95 responden) tidak melaksanakan
perawatan kaki, pada kelompok I terjadi ulkus sejumlah 7 responden dan kelompok II
terjadi ulkus sejumlah 30 responden. Kelompok I dilakukan tindakan amputasi
sejumlah 1 responden dan kelompok II sejumlah 19 responden. Hasil penelitian pada
diabetisi dengan neuropati yaitu kelompok yang tidak melakukan perawatan kaki 13
kali risiko terjadi ulkus diabetika dibandingkan kelompok yang melakukan perawatan
kaki secara teratur.
m. Penggunaan alas kaki tidak tepat.
Diabetisi tidak boleh berjalan tanpa alas kaki karena tanpa menggunakan alas kaki
yang tepat memudahkan terjadi trauma yang mengakibatkan ulkus diabetika,
terutama apabila terjadi neuropati yang mengakibatkan sensasi rasa berkurang atau
hilang. Penelitian eksperimental oleh Gayle tentang tekanan pada kaki karena
penggunaan alas kaki yang tidak tepat dengan kejadian ulkus diabetika,
menghasilkan bahwa penggunaan alas kaki tidak tepat menyebabkan tekanan yang
tinggi pada kaki sehingga risiko terjadi ulkus diabetika 3 kali dibandingkan dengan
penggunaan alas kaki yang tepat.
Cara yang paling efektif dalam membuat dasar luka yang baik adalah dengan
metode autolysis debridement. Autolysis debridement adalah suatu cara peluruhan
jaringan nekrotik yang dilakukan oleh tubuh sendiri dengan syarat utama lingkungan
luka harus dalam keadaan lembab. Pada keadaan lembab, proteolytic enzim secara
selektif akan melepas jaringan nekrosis dari tubuh. Pada keadaan melunak jaringan
nekrosis akan mudah lepas dengan sendirinya ataupun dibantu dengan surgical atau
mechanical debridement.
Tindakan debridement lain yang biasa digunakan adalah dengan cara
biomechanical menggunakan magots atau larva. Larva akan dengan sendirinya secara
selektif memakan jaringan nekrosis sehingga dasar luka menjadi merah.
c. Dressing
Memilih balutan merupakan suatu kebutuhan suatu keputusan yang harus dilakukan
untuk memperbaiki kerusakan jaringan integument. Berhasil tidaknya luka membaik,
tergantung pada kemampuan perawat dalam memilih balutan yang tepat, efektif dan
efisien.
Tehnik dressing pada luka diabetes yang terkini menekankan metode moist wound healing
atau menjaga agar luka dalam keadaan lembab. Luka akan menjadi cepat sembuh apabila
eksudat dapat dikontrol, menjaga agar luka dalam keadaan lembab, luka tidak lengket dengan
bahan kompres, terhindar dari infeksi dan permeable terhadap gas. Tindakan dressing
merupakan salah satu komponen penting dalam mempercepat penyembuhan lesi.
Prinsip dressing adalah bagaimana menciptakan suasana dalam keadaan lembab sehingga
dapat meminimalisasi trauma dan risiko operasi.Berikut ini akan dikenalkan beberapa jenis
bahan topical terapi yang dapat digunakan untuk penatalaksanaan perawatan luka diabetic,
diantaranya adalah calcium alginate, hydrokoloid, hydroaktif gel, metcovazin, gamgee,
polyurethane foam, silver dressing.
Calcium Alginate
Berasal dari rumput laut, dapat berubah menjadi gel jika bercampur dengan luka. Berupa
jenis balutan yang dapat menyerap jumlah cairan luka yang berlebihan. Dan keunggulannya
adalah kemampuannya menstimulasi proses pembekuan darah jika terjadi perdarahan
minorserta barier terjadi kontaminasi oleh psedomonas.
Hydrokoloid
Jenis topikal terapi yang berfungsi untuk mempertahankanluka dalam keadaan lembab,
melindungi luka dari trauma, dan menghindari dari resiko infeksi, mampumenyerap eksudat
minimal. Baik digunakan pada luka yang berwarna merah, abses tau luka yang terinfeksi.
Bentuknya adaberupa lembaran tipis serta pasta. Keunggulannya adalah berbentuk lembaran,
tidak memerlukan balutan lain diatasnya sebagai penutup, cukup ditempel dan ganti jika
sudah bocor.
Hydroaktif gel
Jenis topikal terapi yang mampu melakukan peluruhan jaringan nekrotik oleh tubuh sendiri.
Banyak mengandung air, akan membuat suasana luka yang kering karena jaringan nekrosis
menjadi lembab. Air yang berbentuk gel akan masuk kesela-sela jaringan yang mati dan
kemudian akan menggembung jaringan nekrosis seperti lebam mayat yang kemudian akan
memisahkan antara jaringan yang sehat dan jaringan mati. Pada keadaan lunak inilah
biasanya akan lebih mudah melakukan surgical debridemang atau biarkan tubuh sendiri yang
melakukannya.
Polyurethane Foam
Jenis balutan dengan daya serap yang tinggi, sehingga sering digunakan pada keadaan luka
yang cukup banyak mengeluarkan eksudat/cairan tang berlebihan dan pada dasar luka yang
berwarna merajh sajka. Kemampuannya menampung cairan dapat memperpanjang waktu
penggantian balutan. Selain itu balutan ini juga tidak memerlukan balutan tambahan,
langsung dapat ditempel pada luka, dan membuat dasar luka menjadi rata, terutama pada
hypergranulasi
Gamgee adalah jenis topikal terapi berupa tumpukan bahan balutan yang tebal dengan daya
serap cukup tinggi dan diklaim jika bercampur dengan cairan luka dapat mengikat
bakteri.palingh sering digunakan sebagain balutan tambahan setelah balutan utama yang
menempel pada luka. Beberapa balutan pada jenis ini ada yang mengandung antimikrobial
dan hydrophobic atau mengikat bakteri.
Metcovazin
Jenis topical terapi dengan paten wocare klinik. Sangat mudah digunakan karena hanya
tinggal mengoles saja. Bentuk salep, berwarna putih dan kemasan. Berfungsi untuk support
autolisis debridement (meluruhkan jaringan nekrosis / mempersiapkan dasar luka berwarna
merah) menghindari trauma saat membuka balutan, mengurangi bau tidak sedap,
mempertahankan suasana lembab dan suport granulasi. Keunggulannya dapat digunakan
untuk semua warna dasar luka dan mempersiapkan dasar luka menjadi sehat.
Silver dressing
Kondisi infeksi yang ssulit ditangani, luka mengalami fase statis, dasar luka menebal seperti
membentuk agar-agar atau yang dikenal dengan biofilm, penggunaan silver dressing
merupakan pilihan paling tepat. Pada keadaan ini luka mengalami sakit yang berat, eksudat
dapat menjadi purulen dan mengeluarkan bau yang tidak sedap. Dressing ini digunakan
dalam jumlah pemakaian 4 x ganti balutan dimana silver menempel pada luka sekurangnya 5-
7 hari saja. dengan daya.
d. Edukasi pasien dan keluarga
Edukasi bagi pasien dan keluarga dengan diabetes sangat penting. Hal ini disebabkan
penyakit diabetes adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat
dikontrol dengan pola hidup sehat (makan sesuai kebutuhan dan olahraga teratur) dan
menggunakan oral maupun insulin.
Lima Pilar Menuju Sehat
KONTROL
DIIT
GULA DARAH
KONTROL
TEKANAN DARAH
PENDIDIKAN LATIHAN
2. Siapkan alat-alat yang dibutuhkan dalam melakukan pengkajian dan perawatan luka.
3. Cuci tangan.
4. Buka luka perlahan, hindari terjadinya perdarahan / terauma pada luka. Tidak perlu
menggunakan pinset dalam membuka balutan, cukup menggunakan tangan yang
menggunakan sarung tangan.
5. Luka dikaji dengan seksama sesuai dengan cara mengkaji luka, jangan lupa
dokumentasikan dengan tepat hal-hal yang harus ditulis dan diambil gambar luka. Jika
harus dilakukan pengambilan kultur, sesuaikan dengan prosedur cara pengambilan
kultur.
6. Cuci luka, boleh dilakukan dengan perendaman air hangat atau air yang mengandung
antiseptik. Hati-hati dalam mencuci luka jangan sampai menyebabkan trauma,
terakhir jika luka tidak terdapat infeksi dapat dibilas dengan NS 0,9 % saja atau jika
ada infeksi dapat menggunakan larutan antiseptik lain, kemudian bilas dengan NS 0,9
% atau hanya dengan larutan Feracrylum 1%.
7. Siapkan alas bersih dan mulailah dengan merawat luka. ganti sarung tangan saat akan
melakukan pembalutan.
8. Pilih topikal terapi sesuai dengan kondisi luka, misalnya sesuai dengan warna dasar
luka, bentuk luka, luas dan kedalamannya, terinfeksi atau tidak.
9. Tutup luka dengan seksama, jangan sampai ada luka yang tampak kelihatan dari luar,
ukur ketebalan kasa atau bahan topikal yang ditempelkan keluka harus mampu
membuat suasana luka optimal (moisture balance) dan memsuport luka kearah
perbaikan/segera sembuh.
10. Jika terdapat edema, lakukan pemeriksaan tentang penggunaan balutan kompresi
(dopler).
11. Perhatikan kualitas hidup pasien, hindari pasienm tidak bisa melakukan aktifitasnya
setelah dikenakan balutan.
12. Jelaskan pada pasien kapan harus kembali lagi untuk melakukan penggantian balutan
dan kontrol gula darah.
13. Rapika semua alat-alat dan perhatikan tentang pembuangan sampah medis.
BAB III
KASUS
KASUS PEMICU 5
Bapak lulu 34 tahun mengeluh adanya luka diabetic di kaki kiri, bernanah sejak 1 minggu 2
bulan yang lalu, awalnya karena gatal dan sering digaruk. Keluhan luka di bagian punggung
kaki dengan luas 25 cm, kondisi klien lemah, GDS 340 mg/dl, ada demam dengan suhu 38’c,
nadi 86 x/menit, RR 20 x/menit. Klien mengalami luka selama 6 hari dengan kondisi yang
tidak baik dan pernah klien mendeteksi perawatan dalam mandiri dengan menggunakan
revanol, TD 140/90 mmHg, diet DM (+), terapi latibet + metformin.
PEMERIKSAAN FISIK : PENGKAJIA N
LABORATORIUM :
A. MUSKULOSKE AMPUTASI
LETAL - GDS 340 mg/dl
B. NEUROLOGI
D. INTEGUMENT Pengkajian
- ABPI luka
a. Calcium - DM
Alginate
- Hipertensi
b. Hydrokoloid - Obesitas
c. Polyurethane - Kolesterol
foam
- e
Neuropati
d. Hydroaktif
- Glikolosis hb
gel
- Ketidakpatuhan diet
Manajemen luka :
DM
a. Cleansing
- Kurangnya
m aktivitas
fisik b. Debridement
Masalah keperawatan :
d. Ketidakberdayaan b/d
penyakit jangka panjang
e. Kurang pengetahuan
tentang tanda &`gejala DM,
diet, pengobatan b/d kurang
BAB IV
PENUTUP
a. Kesimpulan
Ulkus diabetika adalah salah satu bentuk komplikasi kronik diabetes mellitus yang
berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian
jaringan setempat. Etiologi pada ulserasi diabetik yaitu neuropati, penyakit arteri, dan
deformitas kaki atau abnormalitas musculoskeletal. Neuropati perifer mempengaruhi
sensorik, motorik, dan otonom. Umumnya infeksi pada diabetic ulcer adalah
polimikroba dengan Staphylococcus serta Streptococcus adalah bakteri yang paling
dominan menyebabkan infeksi. Oleh karena itu penanganan infeksi memerlukan
antibiotika yang sesuai. Pemilihan antibiotik secara empiris berdasarkan tingkat
keparahan dengan kriteria luka yang mengancam ekstremitas (resiko amputasi) dan
mengancam nyawa.
b. Saran
Jagalah kaki pasien anda seperti menjaga kaki anda sendiri, optimis selalu
dalam melakukan perawatan apapun, jangan putus asa dalam menjalankan perawatan,
yakinlah bahwa kemampuan kita berada dalam merawat, sedangkan kesembuhan
hanya Allah SWT yang menentukan.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi : 8. Vol : 3
Jakarta:EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:EGC
Gitarja, Widasari Sri. 2008. Perawatan luka diabetes. Bogor : Wocare Indonesia