A. Pengertian
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat
lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel (Tarwoto, 2007)
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang
dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik
abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi (Arif,
2000)
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri
timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neron-neron
otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik (anonim,
2008)
B. Etiologi
C. Patofisiologi
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus merupakan
pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-jutaneron. Pada
hakekatnya tugas neron ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik sarafyang
berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang
dinamakan nerotransmiter. Acetylcholine dan norepinerprine ialah neurotranmiter
eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif
terhadap penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi
dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik saran di otak yang dinamakan fokus
epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit
ke neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan
hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan
demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar
kebagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya
kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat
merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan
menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian akan
terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.
D. Manifestasi klinik
1. Kejang Parsial
1. Parsial Sederhana
Gejala dasar, umumnya tanpa gangguan kesadaran Misal: hanya satu jari atau tangan
yang bergetar, mulut tersentak Dengan gejala sensorik khusus atau somatosensorik
seperti: mengalami sinar, bunyi, bau atau rasa yang tidak umum/tdk nyaman
2. Parsial Kompleks
Melibatkan kedua hemisfer otak yang menyebabkan kedua sisi tubuh bereaksi Terjadi
kekauan intens pada seluruh tubuh (tonik) yang diikuti dengan kejang yang bergantian
dengan relaksasi dan kontraksi otot (Klonik) Disertai dengan penurunan kesadaran,
kejang umum terdiri dari:
1. Kejang Tonik-Klonik
2. Kejang Tonik
3. Kejang Klonik
4. Kejang Atonik
5. Kejang Myoklonik
6. Spasme kelumpuhan
7. Tidak ada kejang
8. Kejang Tidak Diklasifikasikan/ digolongkan karena datanya tidak lengkap.
F.Pemeriksaan diagnostik
1. CT Scan
2. Elektroensefalogram(EEG)
G. Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Untuk pasien epilepsi akibat tumor otak, abses, kista atau adanya anomali vaskuler,
Phenobarbital (luminal).
Primidone (mysolin)
Diazepam.
Nitrazepam (Inogadon).
Ethosuximide (zarontine).
Na-valproat (dopakene)
ACTH
I.Pengkajian
1. Riwayat kesehatan
1. Riwayat keluarga dengan kejang
2. Riwayat kejang demam
3. Tumor intrakranial
4. Trauma kepal terbuka, stroke
5. Riwayat kejang
1. Berapa sering terjadi kejang
2. Gambaran kejang seperti apa
3. Apakah sebelum kejang ada tanda-tanda awal
4. Apa yang dilakuakn pasien setelah kejang
5. Riwayat penggunaan obat
1. Nama obat yang dipakai
2. Dosis obat
3. Berapa kali penggunaan obat
4. Kapan putus obat
5. Pemeriksaan fisik
1. Tingkat kesadaran
2. Abnormal posisi mata
3. Perubahan pupil
4. Gerakan motorik
5. Tingkah laku setelah kejang
6. Apnea
7. Cyanosis
8. Saliva banyak
9. Psikososial
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Pekerjaan
4. Peran dalam keluarga
5. Strategi koping yang digunakan
6. Gaya hidup dan dukungan yang ada
7. Pengetahuan pasien dan keluarga
1. Kondisi penyakit dan pengobatan
2. Kondisi kronik
3. Kemampuanmembaca, belajar
4. Pemeriksaan diagnostik
1. Laboratorium
2. Radiologi
1. Dx: resiko tinggi tidak efektif jalan nafas, pola nafas b/d kerusakan persepsi
Intervensi:
Mandiri
Mandiri