Anda di halaman 1dari 3

Dua jenis guru

Di Hari Pendidikan lalu, saya bertemu dua jenis guru. Guru pertama adalah guru kognitif,
sedangkan guru kedua adalah guru kreatif. Guru kognitif sangat berpengetahuan.Mereka
hafal segala macam rumus, banyak bicara, banyak memberi nasihat, sayangnya sedikit sekali
mendengarkan.

Sebaliknya, guru kreatif lebihbanyaktersenyum,namun tangan dan badannya bergerak aktif.


Setiap kali diajak bicara dia mulai dengan mendengarkan, dan saat menjelaskan sesuatu, dia
selalu mencari alat peraga.Entah itu tutup pulpen, botol plastik air mineral,kertas
lipat,lidi,atau apa saja. Lantaran jumlahnya hanya sedikit, guru kreatif jarang diberi
kesempatan berbicara. Dia tenggelam di antara puluhan guru kognitif yang bicaranya selalu
melebar ke mana-mana. Mungkin karena guru kognitif tahu banyak, sedangkan guru kreatif
berbuatnya lebih banyak.

Guru Kognitif

Guru kognitif hanya mengajar dengan mulutnya.Dia berbicara panjang lebar di depan siswa
dengan menggunakan alat tulis. Guru-guru ini biasanya sangat bangga dengan murid-murid
yang mendapat nilai tinggi. Guru ini juga bangga kepada siswanya yang disiplin belajar,
rambutnya dipotong rapi, bajunya dimasukkan ke dalam celana atau rok, dan hafal semua
yang dia ajarkan. Bagi guru-guru kognitif, pusat pembelajaran ada di kepala manusia, yaitu
brain memory.Asumsinya, semakin banyak yang diketahui seseorang, semakin pintarlah
orang itu.

Dan semakin pintar akan membuat seseorang memiliki masa depan yang lebih baik. Guru
kognitif adalah guruguru yang sangat berdisiplin. Mereka sangat memegang aturan, atau
meminjam istilah para birokrat (PNS),sangat patuh pada ”tupoksi”.Saya sering menyebut
mereka sebagai guru kurikulum. Kalau di silabus tertulis buku yang diajarkan adalah buku
”x” dan babbab yang diberikan adalah bab satu sampai dua belas,mereka akan mengejarnya
persis seperti itu sampai tuntas.

Karena ujian masuk perguruan tinggi adalah ujian rumus, guru-guru kognitif ini adalah
kebanggaan bagi anakanak yang lolos masuk di kampus-kampus favorit.Kalau sekarang,
mereka adalah kebanggaan bagi siswa-siswa peserta UN. Sayangnya, sekarang banyak
ditemukan anak-anak yang cerdas secara kognitif sulit menemukan ”pintu” bagi masa
depannya.Anak-anak ini tidak terlatih menembus barikade masa depan yang penuh rintangan,
lebih dinamis ketimbang di masa lalu, kaya dengan persaingan, dan tahan banting.

Saya sering menyebut anakanak produk guru kognitif ini ibarat kereta api Jabodetabek yang
hanya berjalan lebih cepat daripada kendaraan lain karena jalannya diproteksi,bebas
rintangan. Beda benar dengan kereta supercepat Shinkanzen yang memang cepat. Yang satu
hanya menaruh lokomotif di kepalanya,sedangkan yang satunya lagi, selain di kepala,
lokomotif ada di atas seluruh roda besi dan relnya.

Guru Kreatif

Ini guru yang sering kali dianggap aneh di belantara guru-guru kognitif.Sudah jumlahnya
sedikit, mereka sering kali kurang peduli dengan tupoksi dan silabus. Mereka biasanya juga
sangat toleran terhadap perbedaan dan cara berpakaian siswa. Tetapi, mereka sebenarnya
guru yang bisa mempersiapkan masa depan anak-anak didiknya.Mereka bukan sibuk mengisi
kepala anak-anaknya dengan rumus-rumus, melainkan membongkar anak-anak didik itu dari
segala belenggu yang mengikat mereka.

Belenggu- belenggu itu bisa jadi ditanam oleh para guru, orang tua, dan tradisi seperti tampak
jelas dalam membuat gambar (pemandangan, gunung dua buah, matahari di antara keduanya,
awan, sawah, dan seterusnya). Atau belenggu-belenggu lain yang justru mengantarkan anak-
anak pada perilaku-perilaku selfish, ego-centrism,merasa paling benar,sulit bergaul, mudah
panik, mudah tersinggung, kurang berbagi, dan seterusnya.

Guru-guru ini mengajarkan life skills, bukan sekadar soft skills, apalagi hard skill. Berbeda
dengan guru kognitif yang tak punya waktu berbicara tentang kehidupan, mereka justru
bercerita tentang kehidupan (context) yang didiami anak didik. Namun, lebih dari itu, mereka
aktif menggunakan segala macam alat peraga. Bagi mereka, memori tak hanya ada di kepala,
tapi juga ada di seluruh tubuh manusia.

Memori manusia yang kedua ini dalam biologi dikenal sebagai myelin dan para
neuroscientistmodern menemukan myelin adalah lokomotif penggerak (muscle memory). Di
dalam ilmu manajemen, myelin adalah faktor pembentuk harta tak kelihatan (intangibles)
yang sangat vital seperti gestures, bahasa tubuh, kepercayaan, empati, keterampilan,disiplin
diri,dan seterusnya.

Saat bertemu guru-guru kognitif, saya sempat bertanya apakah mereka menggunakan alat-alat
peraga yang disediakan di sekolah? Saya terkejut, hampir semua dari mereka bilang tidak
perlu, semua sudah jelas ada di buku. Beberapa di antara mereka bahkan tidak tahu bahwa
sekolah sudah menyediakan mikroskop dan alatalat bantu lainnya. Sebaliknya,guru-guru
kreatif mengatakan: ”Kalau tidak ada alat peraga,kita akan buat sendiri dari limbah.

Kalau perlu, kita ajak siswa turun ke lapangan mengunjungi lapangan. Kalau tak bisa
mendatangkan Bapak ke dalam kelas, kita ajak siswa ke rumah Bapak,”ujarnya. Saya
tertegun. Seperti itulah guru-guru yang sering saya temui di negara-negara maju. Di negara-
negara maju lebih banyak guru kreatif daripada guru kognitif. Mereka tak bisa mencetak
juara Olimpiade Matematika atau Fisika,tetapi mereka mampu membuat generasi muda
menjadi inovator, entrepreneur, dan CEO besar.

Mereka kreatif dan membukakan jalan menuju masa depan. Saat membuat disertasi di
University of Illinois, para guru besar saya bukan memaksa saya membuat tesis apa yang
mereka inginkan, melainkan mereka menggali dalam-dalam minat dan objektif masa depan
saya. Sewaktu saya bertanya, mereka menjawab begini: ”Anda tidak memaksakan badan
Anda pada baju kami, kami hanya membantu setiap orang untuk membuat bajunya sendiri
yang sesuai dengan kebutuhannya.” Selamat merayakan Hari Pendidikan dan jadilah guru
yang mengantarkan kaum muda ke jendela masa depan mereka.

RHENALD KASALI

Anda mungkin juga menyukai