Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Landasan hukum adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1992 tentang
Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998. Bank
adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya
dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Berdasarkan jenisnya bank terdiri dari
2 (dua) jenis yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Bank Umum adalah bank
yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah
yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, sedangkan BPR
adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan
prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Bentuk hukum bank umum dan BPR dapat berupa Perseroan Terbatas, Perusahaan Daerah,
dan Koperasi.
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka,
tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
2. Memberikan kredit;
3. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai
dengan
4. ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
5. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia, deposito berjangka,
sertifikat deposito dan atau tabungan pada bank lain.
1. Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran;
2. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing;
3. Melakukan penyertaan modal;
4. Melakukan usaha perasuransian;
5. Melakukan usaha lain diluar kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh BPR.
PASCA-PAKTO 1988
Sebagai kelanjutan Pakto 1988, pemerintah mengeluarkan beberapa paket ketentuan di
bidang Perbankan yang merupakan penyempurnaan ketentuan sebelumnya. Sejalan dengan
itu, Pemerintah menyempurnakan Undang Undang No.14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok
Perbankan dengan mengeluarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.
Undang-Undang tersebut disempurnakan lebih lanjut dalam Undang-Undang No.10 Tahun
1998. Dalam Undang-Undang ini secara tegas dikemukakan bahwa jenis bank di Indonesia,
yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat.
Pendirian BPR
1. Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) untuk BPR yang didirikan di Wilayah Daerah
Khusus Ibukota Jakarta Raya dan Kabupaten/Kotamadya Tangerang, Bogor, Bekasi dan
Karawang.
2. Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk BPR yang didirikan di wilayah ibukota
propinsi di luar wilayah tersebut pada angka 1.
3. Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk BPR yang didirikan di luar wilayah
tersebut pada angka 1 dan 2.
4. Bagian dari modal disetor yang digunakan untuk modal kerja sekurang-kurangnya
sebesar 50%.
1. Tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank
dan atau pihak lain di Indonesia.
2. Tidak berasal dari hasil kegiatan yang melanggar hukum.
PERSYARATAN PEMILIK
PERSYARATAN DIREKSI
a. Fotokopi KTP;
b. Riwayat hidup;
c. Surat pernyataan tidak melakukan tindakan tercela;
d. Surat keterangan pengalaman operasional perbankan (Direksi);
e. Surat keterangan dari lembaga pendidikan telah memiliki pengetahuan
perbankan (Dewan Komisaris);
2. Rencana susunan organisasi.
3. Rencana Kerja/studi kelayakan yang memuat :
a. Untuk Perorangan
KTP, riwayat hidup;
Surat pernyataan tidak melakukan tindakan tercela di bidang perbankan;
b. Untuk Badan Hukum
Akta pendirian;
Anggaran Dasar;
KTP dan riwayat hidup dan surat pernyataan dari seluruh pengurus;
Daftar pemegang saham dan rinciannya;
Laporan keuangan posisi terakhir sebelum permohonan;
Laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik dengan posisi
paling lama 6 bulan sebelum permohonan.
1. Akta pendirian dan anggaran dasar yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang.
2. Daftar calon pemegang saham dan rincian modal.
3. Daftar susunan dewan komisaris dan direksi disertai :
1. Meneliti kebenaran dan kelengkapan dokumen baik untuk Persetujuan Prinsip maupun
Izin Usaha.
2. Analisis yang mencakup tingkat persaingan yang sehat antar BPR dan tingkat
kejenuhan jumlah BPR.
3. Wawancara terhadap calon pemilik, anggota dewan komisaris dan direksi.
4. Memberikan persetujuan/penolakan Persetujuan Prinsip dan Izin Usaha maksimal 60
hari setelah dokumen diterima Bank Indonesia secara lengkap.
a. Demografi ;
b. Ekonomi Wilayah;
c. Data Perbankan;
d. Jumlah dan pertumbuhan kelembagaan;
e. Data Kelembagaan Keuangan Mikro.
2. Analisa Kelayakan
a. Penetapan lokasi;
b. Sasaran pasar yang jelas;
c. Proyeksi keuangan;
d. Perencanaan Sumber Daya Manusia;
e. Persiapan Sistem dan Prosedur.
PENGAJUAN PERMOHONAN
1. Dewan Gubernur Bank Indonesia u.p Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat,
Bank Indonesia, Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10110, bagi BPR yang berlokasi di
Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya, Kabupaten/Kotamadya Bekasi, Bogor, Tangerang,
Karawang, Lebak, Serang dan Pandeglang
2. Dewan Gubernur Bank Indonesia u.p Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat,
Bank Indonesia, Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10110, dengan tembusan Kantor Bank
Indonesia setempat, bagi BPR yang berkantor pusat diluar wilayah sebagaimana
dimaksud dalam huruf a.
Ketentuan Kehati-hatian
BPR dalam melakukan kegiatan usahanya wajib mematuhi prinsip kehati-hatian, yang antara
lain mencakup ketentuan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM), Kualitas Aktiva
Produktif (KAP), Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) dan Batas Maksimum
Pemberian Kredit (BMPK).
1. KPMM adalah jumlah modal minimum yang wajib dimiliki oleh bank yang dihitung
berdasarkan persentase tertentu dari Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR)
2. BPR wajib menyediakan modal minimum dalam rangka pengembangan usaha dan
menanggung risiko kerugian.
3. Rumus KPMM adalah :
4. BPR wajib menyediakan modal minimum sebesar 8% (delapan perseratus) dari Aktiva
Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).
5. *) Modal untuk perhitungan KPMM terdiri dari modal inti dan modal pelengkap.
a. Modal inti terdiri dari modal disetor dan cadangan-cadangan yang dibentuk dari
laba setelah pajak dan laba yang diperoleh setelah diperhitungkan pajak. Modal
inti tersebut harus dikurangi dengan goodwill dan kekurangan pembentukan
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif.
b. Modal pelengkap terdiri dari cadangan yang dibentuk selain dari laba setelah
pajak serta pinjaman yang sifatnya dapat dipersamakan dengan modal. Modal
pelengkap hanya dapat diperhitungkan sebagai modal setinggi-tingginya 100%
(seratus perseratus) dari jumlah modal inti.
2. ATMR terdiri atas pos-pos aktiva neraca seperti kas, SBI, kredit yang diberikan,
simpanan pada bank lain, aktiva tetap dan inventaris serta aktiva lainnya. Pos-pos
aktiva tersebut diberikan bobot sesuai dengan kadar risikonya yang berkisar antara 0%
(nol perseratus) sampai dengan 100% (seratus perseratus).
1. Aktiva produktif adalah penanaman dana BPR dalam bentuk kredit, SBI, dan
penanaman dana pada bank lain, yang dimaksudkan untuk memperoleh penghasilan.
2. Aktiva Produktif yang diklasifikasikan adalah aktiva produktif baik yang sudah maupun
yang mengandung potensi tidak memberikan penghasilan atau menimbulkan kerugian
bagi BPR.
3. Kualitas Aktiva Produktif dinilai atas dasar penggolongan kolektibilitas yang terdiri dari
lancar, kurang lancar, diragukan dan macet.
4. Rasio Kualitas Aktiva Produktif dihitung dengan rumus :
1. PPAP adalah Penyisihan yang wajib dibentuk oleh bank untuk menutup risiko kerugian.
2. Besarnya pembentukan PPAP sekurang-kurangnya adalah :
a. 0,5% (setengah perseratus) dari aktiva produktif yang digolongkan lancar, dan
b. 10% (sepuluh perseratus) dari aktiva produktif yang digolongkan kurang lancar
setelah dikurangi dengan nilai agunan yang dikuasai, dan
c. 50% (lima puluh perseratus) dari aktiva produktif yang digolongkan diragukan
setelah dikurangi dengan nilai agunan yang dikuasai; dan
d. 100% (seratus perseratus) dari aktiva produktif yang digolongkan macet yang
masih tercatat dalam pembukuan BPR setelah dikurangi dengan nilai agunan
yang dikuasai.
2. Rasio PPAP dihitung dengan rumus :
3. Apabila jumlah penyisihan penghapusan aktiva produktif yang dimiliki oleh BPR lebih
kecil dari ketentuan maka jumlah kekurangan tersebut diperhitungkan sebagai
pengurang modal inti dalam perhitungan KPMM.
BMPK adalah batas maksimum kredit yang diperkenankan untuk diberikan oleh BPR kepada
peminjam, kelompok peminjam yang tidak terkait dengan BPR dan pihak-pihak terkait dengan
BPR.
1. BMPK bagi satu peminjam dan kelompok peminjam yang tidak terkait dengan BPR
adalah sebesar 20% (dua puluh perseratus) dari modal BPR.
2. BMPK bagi pihak-pihak yang terkait dengan BPR, baik secara individual maupun secara
keseluruhan, setinggi-tingginya sebesar 10% (sepuluh perseratus) dari modal BPR.
3. Rumus BMPK :
Tingkat kesehatan BPR adalah tolok ukur untuk menilai kinerja BPR melalui aspek permodalan,
kualitas aset, manajemen, rentabilitas dan likuiditas (CAMEL), dengan bobot sebagai berikut :
BOBO
FAKTOR CAMEL
T
Permodalan 30%
Kualitas Aktiva Produktif 30%
Manajemen 20%
Rentabilitas 10%
Likuiditas 10%
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi Tingkat Kesehatan adalah Pelanggaran BMPK dan
Faktor judgement.
Faktor judgement adalah faktor-faktor yang dapat menurunkan tingkat kesehatan bank
menjadi Tidak Sehat apabila terdapat perselisihan intern, campur tangan pihak ketiga, window
dressing, bank dalam bank, kesulitan keuangan dan praktek perbankan lainnya yang
menyimpang. Penilaian Tingkat Kesehatan terbagi dalam 4 kategori yaitu Sehat, Cukup Sehat,
Kurang Sehat dan Tidak Sehat.
LAPORAN BMPK
BPR wajib menyampaikan laporan BMPK kepada Bank Indonesia yang berisi :
1. Fasilitas kredit kepada peminjam dan kelompok peminjam yang melampaui BMPK, dan
2. Seluruh fasilitas kredit kepada pihak-pihak yang terkait dengan BPR.
BPR wajib menyampaikan Rencana Kerja Tahunan kepada Bank Indonesia, selambat-
lambatnya pada akhir bulan Januari tahun yang bersangkutan.
Laporan Pelaksanaan Rencana Kerja wajib disampaikan 2 (dua) kali dalam setahun selambat-
lambatnya pada akhir bulan Agustus untuk laporan akhir bulan Juni dan pada akhir bulan
Februari untuk laporan akhir bulan Desember.
1. Bagi BPR dengan total aset di atas Rp10 miliar wajib diaudit oleh Akuntan Publik yang
terdaftar di Bank Indonesia yang disertai dengan Surat Komentar dan disampaikan
selambat-lambatnya akhir bulan April tahun berikutnya.
2. bagi BPR yang memiliki total aset sampai dengan Rp10 miliar, LKT tidak wajib diaudit
oleh Akuntan Publik, namun telah dipertanggungjawabkan direksi atau yang setingkat
kepada RUPS atau Rapat Anggota dan disampaikan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan
setelah tahun buku berakhir.
Laporan Keuangan Tahunan terdiri dari Neraca, Laporan Komitmen dan Kontinjensi,
Perhitungan Laba Rugi dan Laba Ditahan, Laporan Arus Kas, serta catatan atas laporan
keuangan.
1. 1 (satu) bulan setelah berakhirnya bulan laporan untuk laporan keuangan interim posisi
akhir bulan Juni;
2. 2 (dua) bulan setelah berakhirnya tahun laporan untuk laporan keuangan akhir tahun
posisi akhir bulan Desember untuk BPR yang memiliki total aset sampai dengan Rp10
miliar;
3. 4 (empat) bulan setelah berakhirnya tahun laporan untuk laporan keuangan akhir tahun
posisi akhir bulan Desember untuk BPR yang memiliki total aset di atas Rp10 miliar.
PENGERTIAN
1. Merger adalah penggabungan dari 2 (dua) BPR atau lebih dengan cara tetap
mempertahankan berdirinya salah satu BPR dan membubarkan BPR-BPR lainnya tanpa
melikuidasi terlebih dahulu.
2. Konsolidasi adalah penggabungan dari 2 (dua) BPR atau lebih dengan cara mendirikan
BPR baru dan membubarkan BPR-BPR tersebut tanpa melikuidasi terlebih dahulu.
3. Akuisisi adalah pengambilalihan kepemilikan suatu BPR yang mengakibatkan beralihnya
pengendalian terhadap BPR.
KETENTUAN UMUM
1. Inisiatif BPR yang bersangkutan dan wajib terlebih dahulu memperoleh izin dari Direksi
(Pimpinan) Bank Indonesia, atau
2. Permintaan Bank Indonesia.
yang berkedudukan dalam wilayah propinsi yang sama atau yang berkedudukan dalam
wilayah propinsi yang berbeda sepanjang kantor-kantor BPR hasil Merger atau Konsolidasi
berlokasi dalam wilayah propinsi yang sama. BPR hasil Merger atau Konsolidasi Salah satu
kantor BPR hasil Merger atau Konsolidasi dijadikan kantor pusat dan kantor lainnya dapat
dijadikan kantor cabang.
MERGER ATAU KONSOLIDASI ATAS INISIATIF BPR
PERSYARATAN
Izin Merger atau Konsolidasi diberikan apabila dipenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Telah mendapat persetujuan dari RUPS atau Rapat Anggota bagi BPR yang berbentuk
hukum Koperasi;
2. Permodalan BPR hasil Merger atau Konsolidasi memenuhi ketentuan rasio KPMM yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia;
3. Calon anggota dewan komisaris dan direksi BPR hasil Merger atau Konsolidasi
memenuhi persyaratan sesuai ketentuan Bank Indonesia tentang BPR yang mengatur
kepengurusan BPR;
4. dalam hal BPR hasil Merger atau Konsolidasi akan menjadikan kantor BPR lainnya
sebagai kantor cabang wajib memenuhi persyaratan modal disetor untuk pembukaan
kantor cabang BPR sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur tentang
pembukaan kantor cabang BPR.
TATACARA
1. Direksi masing-masing BPR yang akan Merger atau Konsolidasi membuat rancangan
Merger atau Konsolidasi setelah mendapat persetujuan dari dewan komisaris masing-
masing BPR.
2. Direksi wajib mengumumkan ringkasan rancangan Merger atau Konsolidasi.
Pengumuman wajib dilakukan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum RUPS
atau Rapat Anggota bagi BPR yang berbentuk hukum Koperasi:
a. Dalam surat kabar harian setempat bagi BPR hasil Merger atau Konsolidasi yang
memiliki total aset Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) atau lebih;
b. Dengan menempelkan pada papan pengumuman di kantor masing-masing BPR
atau di kantor kecamatan setempat bagi BPR hasil Merger atau Konsolidasi yang
memiliki total aset kurang dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
2. Keberatan atas pelaksanaan Merger atau Konsolidasi
PERSYARATAN
1. Akuisisi BPR dapat dilakukan oleh perseorangan atau badan hukum melalui
pengambilalihan sebagian atau seluruh saham yang mengakibatkan pihak yang
mengakuisisi memegang pengendalian BPR, yaitu kepemilikan saham:
a. Menjadi sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) atau lebih dari modal disetor
BPR atau
b. Kurang dari 25% (dua puluh lima perseratus) dari modal disetor BPR namun
menentukan baik langsung maupun tidak langsung pengelolaan dan atau
kebijaksanaan BPR.
2. Izin Akuisisi yang mengakibatkan terjadinya pengalihan pemegang pengendalian BPR
harus memenuhi syarat:
a. Telah memperoleh persetujuan dari RUPS atau Rapat Anggota dari BPR yang akan
diakuisisi;
b. Pihak yang mengakuisisi telah memenuhi persyaratan sebagai pemilik BPR
sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia.
TATACARA
1. Direksi BPR dan pihak yang akan mengakuisisi secara bersama-sama menyusun
rancangan Akuisisi. Rancangan Akuisisi wajib mendapat persetujuan dewan komisaris
BPR.
2. Direksi BPR wajib mengumumkan ringkasan rancangan Akuisisi selambat-lambatnya 30
(tiga puluh) hari sebelum RUPS atau Rapat Anggota Pengumuman tersebut dilakukan :
a. Dalam surat kabar harian setempat bagi BPR yang memiliki total aset
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) atau lebih.
b. Pada papan pengumuman di kantor BPR atau di kantor kecamatan setempat
bagi BPR yang memiliki total aset kurang dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah).
2. Persetujuan atas rancangan Akuisisi
Rancangan Akuisisi dan konsep Akta Akuisisi wajib mendapat persetujuan dari RUPS
atau Rapat Anggota, BPR yang akan diakuisisi dan pihak yang akan melakukan Akuisisi,
untuk selanjutnya dibuatkan Akta Akuisisi.
3. Permohonan izin Akuisisi
Permohonan izin Akuisisi kepada Bank Indonesia diajukan oleh pihak yang akan
mengakuisisi dan direksi BPR yang akan diakuisisi dan wajib dilampiri dengan
rancangan Akuisisi beserta dokumen pendukungnya.
4. Persetujuan atau penolakan izin Akuisisi
Persetujuan atau penolakan izin Akuisisi oleh Bank Indonesia setelah melakukan
penelitian kebenaran dokumen dan wawancara terhadap pihak yang akan mengakuisisi,
diberikan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah permohonan diterima secara
lengkap. Tembusan persetujuan atau penolakan juga disampaikan oleh Bank Indonesia
kepada instansi yang berwenang apabila terdapat perubahan Anggaran Dasar.
5. Berlakunya Akuisisi
Akuisisi BPR mulai berlaku sejak tanggal penandatanganan Akta Akuisisi. Direksi BPR
wajib menyampaikan laporan pelaksanaan Akuisisi kepada Bank Indonesia selambat-
lambatnya 10 (sepuluh) hari sejak tanggal penandatanganan Akta Akuisisi dengan
dilampiri fotokopi Akta Akuisisi.
1. Apabila menurut penilaian Bank Indonesia suatu BPR mengalami kesulitan yang
membahayakan kelangsungan usahanya dan tidak dapat melaksanakan langkah-
langkah perbaikan yang ditetapkan Bank Indonesia, maka Bank Indonesia dapat
meminta kepada pemilik dan pengurus BPR yang bersangkutan untuk:
Penjaminan Pemerintah adalah jaminan yang diberikan oleh Pemerintah terhadap kewajiban
pembayaran BPR sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor
193 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat.
Program Penjaminan Pemerintah berlaku sejak tanggal 26 Januari 1998 sampai dengan
dinyatakan berakhir oleh Pemerintah, yang akan diberitahukan oleh Pemerintah selambat-
lambatnya 6 bulan sebelum berakhirnya Program Penjaminan dimaksud.
Program Penjaminan Pemerintah untuk sementara waktu dilaksanakan oleh Bank Indonesia
yang bertindak untuk dan atas nama Pemerintah sampai dengan terbentuknya Lembaga
Penjamin Simpanan bank.
Pelaksanaan Program Penjaminan terhadap BPR diatur dalam PBI No. 3/12/PBI/2001 tanggal 9
Juli 2001 tentang Persyaratan dan Tatacara Pelaksanaan Jaminan Pemerintah terhadap
Kewajiban Pembayaran BPR.
1. BPR yang izin usahanya dicabut sebelum tanggal 26 Januari 1998; dan
2. Badan Kredit Desa (BKD) yang didirikan berdasarkan Staatsblad Tahun 1929 Nomor
357, dan Rijksblad Tahun 1937 Nomor 9.
BPR dapat mengikuti Program Penjaminan Pemerintah dengan memenuhi persyaratan yaitu :
a. Daftar nominatif dan rekapitulasi daftar nominatif simpanan pihak ketiga kepada
Bank Indonesia, dan
b. Tembusan rekapitulasi daftar nominatif simpanan pihak ketiga kepada Menteri
Keuangan c.q. Direktur Jenderal Lembaga Keuangan.
a. Sejak berlakunya tanggal 9 Juli 2001 bagi BPR yang telah ada dan belum
memenuhi persyaratan Program Penjaminan Pemerintah, atau
b. Sejak melakukan kegiatan usaha bagi BPR yang memperoleh izin usaha setelah
tanggal 9 Juli 2001.
2. BPR yang telah ada dan belum memenuhi persyaratan Penjaminan serta mempunyai
tunggakan fee, wajib melunasi tunggakan fee penjaminan selambat-lambatnya tanggal
9 Oktober 2001.
PEMBAYARAN FEE
1. Pembayaran fee untuk mengikuti Program Penjaminan wajib dibayar di muka setiap 6
(enam) bulan selambat-lambatnya pada akhir bulan Januari untuk periode 1 Desember
sampai dengan 31 Mei dan pada akhir bulan Juli untuk periode 1 Juni sampai dengan 30
November.
2. Fee penjaminan dihitung sendiri oleh BPR berdasarkan simpanan pihak ketiga yang
dijamin dari rata-rata posisi akhir bulan simpanan pihak ketiga selama 6 (enam) bulan
dan direksi BPR bertanggung jawab atas kebenarannya.
Kewajiban pembayaran BPR yang dijamin Pemerintah adalah simpanan pihak ketiga yang sah
dan tercatat dalam pembukuan BPR dengan ketentuan:
1. BPR yang tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan untuk menjadi peserta Program
Penjaminan Pemerintah dan atau melampaui batas waktu pembayaran fee, tidak
termasuk sebagai peserta Program Penjaminan Pemerintah. BPR tersebut harus
mengumumkan kepada masyarakat selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja setelah
menerima surat pemberitahuan dari Bank Indonesia.
2. Simpanan pihak ketiga pada BPR yang tidak ikut serta dalam Program Penjaminan
Pemerintah dan simpanan yang tidak dijamin menjadi tanggung jawab BPR yang
bersangkutan dan diselesaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
1. Pembayaran kewajiban simpanan pihak ketiga BPR wajib menggunakan dana BPR yang
bersangkutan.
2. BPR yang mengalami kesulitan likuiditas dan tidak dapat mengupayakan dana yang
cukup untuk membayar kewajiban simpanan pihak ketiga melaporkan
ketidakmampuannya kepada Bank Indonesia.
3. Pembayaran Jaminan Pemerintah dilakukan sebagai berikut :
Bank Indonesia menetapkan BPR dalam status pengawasan khusus apabila memenuhi satu
atau lebih kriteria sebagai berikut :
Dalam periode pengawasan khusus, BPR dapat dikeluarkan dari status pengawasan khusus
apabila rasio KPMM mencapai 4% atau lebih dan rata-rata cash ratio selama 6 bulan terakhir
mencapai 3% atau lebih.
BPR dikenakan status BBKU apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:
1. Selama masa pengawasan khusus, BPR memiliki rasio KPMM sama dengan atau kurang
dari 0% dan atau cash ratio rata-rata selama 6 bulan terakhir kurang dari 1%, atau
2. Setelah berakhirnya jangka waktu masa pengawasan khusus dan BPR memiliki rasio
KPMM kurang dari 4% dan atau cash ratio rata-rata selama 6 bulan terakhir kurang dari
3%, atau
3. Melakukan pelanggaran peraturan per-undang-undangan yang berlaku yang diancam
dengan sanksi pembekuan kegiatan usaha.
PENGAMBILALIHAN BBKU
1. Pengambilalihan BBKU oleh investor yang akan mengambil alih seluruh hak dan
kewajiban BBKU harus dilakukan dalam jangka waktu 6 bulan setelah BBKU.
2. Jangka waktu 6 bulan tidak termasuk jangka waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi
persyaratan dalam proses hukum.
3. Calon investor yang bermaksud mengambilalih wajib memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
1. Paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal penetapan status BBKU;
2. Bagi BPR yang memenuhi kriteria BBKU dan bukan merupakan peserta Program
Penjaminan Pemerintah;