Anda di halaman 1dari 16

TATA CARA PENDIRIAN BPRS

Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat

DPBPR : Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Landasan hukum adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1992 tentang
Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998. Bank
adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya
dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Berdasarkan jenisnya bank terdiri dari
2 (dua) jenis yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Bank Umum adalah bank
yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah
yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, sedangkan BPR
adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan
prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Bentuk hukum bank umum dan BPR dapat berupa Perseroan Terbatas, Perusahaan Daerah,
dan Koperasi.

KEGIATAN USAHA YANG DAPAT DILAKUKAN BPR

1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka,
tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
2. Memberikan kredit;
3. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai
dengan
4. ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
5. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia, deposito berjangka,
sertifikat deposito dan atau tabungan pada bank lain.

KEGIATAN USAHA YANG DILARANG DILAKUKAN BPR

1. Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran;
2. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing;
3. Melakukan penyertaan modal;
4. Melakukan usaha perasuransian;
5. Melakukan usaha lain diluar kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh BPR.

Sejarah Bank Perkreditan Rakyat

DARI KEMERDEKAAN HINGGA PAKTO 1988


Setelah perang kemerdekaan, pemerintah mendorong pendirian bank-bank pasar yang
terutama sangat dikenal karena didirikan di lingkungan pasar dan bertujuan untuk memberikan
pelayanan jasa keuangan kepada para pedagang pasar. Bank-bank pasar tersebut kemudian
berdasarkan Pakto 1988 dikukuhkan menjadi BPR. Bank-bank yang didirikan antara 1950 -
1970 didaftarkan sebagai Perseroan Terbatas (PT), CV, Koperasi, Maskapai Andil Indonesia
(MAI), Yayasan, dan perkumpulan. Pada masa tersebut, berdiri beberapa lembaga keuangan
yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah seperti Bank Karya Produksi Desa (BKPD) di Jawa Barat,
Badan Kredit Kecamatan (BKK) di Jawa Tengah, Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK) di Jawa
Timur, Lumbung Pitih Nagari (LPN) di Sumatera Barat dan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di
Bali. Pada Oktober 1988 pemerintah mengeluarkan kebijakan deregulasi perbankan, yang
dikenal sebagai Pakto 88 yang antara lain memberi kemudahan bagi pendirian BPR. Sejak itu
BPR di Indonesia tumbuh dengan subur.

PASCA-PAKTO 1988
Sebagai kelanjutan Pakto 1988, pemerintah mengeluarkan beberapa paket ketentuan di
bidang Perbankan yang merupakan penyempurnaan ketentuan sebelumnya. Sejalan dengan
itu, Pemerintah menyempurnakan Undang Undang No.14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok
Perbankan dengan mengeluarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.
Undang-Undang tersebut disempurnakan lebih lanjut dalam Undang-Undang No.10 Tahun
1998. Dalam Undang-Undang ini secara tegas dikemukakan bahwa jenis bank di Indonesia,
yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat.

Kebijakan yang Dilaksanakan

1. Program Penyehatan BPR


Dalam rangka mewujudkan industri BPR yang sehat maka Bank Indonesia melanjutkan
pelaksanaan program penjaminan Pemerintah untuk menjaga kepercayaan masyarakat
serta melaksanakan kebijakan restrukturisasi industri BPR dengan mengupaya langkah
penyehatan melalui akuisisi, penambahan modal disetor atau merger terhadap BPR-BPR
bermasalah yang masih dapat diselamatkan. Dalam hal upaya penyelamatan tidak
dapat dilaksanakan maka akan dilakukan pembekuan kegiatan usaha atau pencabutan
izin usaha BPR. Sampai dengan Maret 2002 sebanyak 178 BPR telah dibekukan/dicabut
izin usahanya yaitu masing-masing 96 BPR pada tahun 1999, 15 BPR pada bulan
Desember 2001 dan 67 BPR pada bulan Januari 2002.

2. Penyempurnaan Pengaturan dan Pengawasan BPR


Bank Indonesia melakukan penyempurnaan sistem pengaturan dan pengawasan
dengan lebih mempertimbangkan karakteristik BPR serta mengarahkan pendekatan
pengawasan pada risk-based supervision. Selain itu dilakukan penyempurnaan Sistim
Informasi Manajemen (SIM) BPR dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan
BPR.

3. Penguatan Infrastruktur Industri BPR


Untuk mendorong terciptanya infrastruktur BPR yang mendukung industri BPR
dilakukan hal-hal sebagai berikut :

a. Melanjutkan upaya pemberdayaan Asosiasi BPR dengan lebih mengikutsertakan


Perbarindo dalam rangka pembentukan Dewan Standar Pelatihan Bersertifikasi.
b. Menjajagi pendirian Bank Penyangga Likuiditas yang berfungsi sebagai lender of
the last resort.
c. Menindaklanjuti konsep pendirian Lembaga Penjaminan Simpanan BPR dengan
menyesuaikan konsep LPS Bank Umum.

2. Penguatan kapasitas BPR

a. Implementasi Program Pelatihan Bersertifikasi.


b. Mengupayakan terbentuknya Yayasan Pelatihan dan Konsultasi Perbarindo di
daerah yang berfungsi sebagai mitra Bank Indonesia dalam memberikan
pelatihan kepada BPR.
c. Melakukan kajian dan penilaian terhadap software house yang menawarkan
teknologi informasi bagi BPR.

2. Penelitian dasar BPR (baseline survey)


Melakukan penelitian dasar BPR (baseline survey) di Jabotabek, Jawa Barat, Jawa
Tengah dan Sumatera Barat dalam rangka pemetaan dan penyusunan blue print BPR
yang akan digunakan sebagai pedoman perumusan kebijakan pengembangan BPR di
masa yang akan datang.

3. Mendorong kerjasama (Lingkage Program) antara Bank Umum dan BPR


Bank Indonesia mendorong kerjasama (lingkage program) antara Bank Umum dan BPR
dalam rangka penyaluran kredit kepada usaha kecil dan mikro (UKM).

Pendirian BPR

PIHAK YANG DAPAT MENDIRIKAN BPR

1. Warga Negara Indonesia (WNI);


2. Badan hukum Indonesia yang seluruh kepemilikannya oleh WNI;
3. Pemerintah Daerah; atau
4. Dua pihak atau lebih sebagaimana yang dimaksud dalam angka 1, 2 dan 3.

PERSYARATAN MODAL DISETOR BPR

1. Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) untuk BPR yang didirikan di Wilayah Daerah
Khusus Ibukota Jakarta Raya dan Kabupaten/Kotamadya Tangerang, Bogor, Bekasi dan
Karawang.
2. Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk BPR yang didirikan di wilayah ibukota
propinsi di luar wilayah tersebut pada angka 1.
3. Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk BPR yang didirikan di luar wilayah
tersebut pada angka 1 dan 2.
4. Bagian dari modal disetor yang digunakan untuk modal kerja sekurang-kurangnya
sebesar 50%.

PERSYARATAN SUMBER DANA MODAL

1. Tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank
dan atau pihak lain di Indonesia.
2. Tidak berasal dari hasil kegiatan yang melanggar hukum.

PERSYARATAN PEMILIK

1. Tidak termasuk dalam daftar orang tercela di bidang perbankan.


2. Memiliki integritas antara lain memiliki akhlak dan moral yang baik, mematuhi
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bersedia mengembangkan BPR yang
sehat.

PERSYARATAN DEWAN KOMISARIS

1. Tidak termasuk dalam daftar orang tercela di bidang perbankan.


2. Memiliki integritas antara lain memiliki akhlak dan moral yang baik, mematuhi
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bersedia mengembangkan BPR yang
sehat.
3. Jumlah anggota komisaris sekurang-kurangnya 1 orang dan wajib memiliki pengetahuan
dan atau pengalaman dibidang perbankan.
4. Anggota dewan komisaris dapat merangkap jabatan sebagai komisaris sebanyak-
banyaknya pada 3 BPR dan atau BPRS.
5. Komisaris dilarang menjabat sebagai anggota direksi Bank Umum.

PERSYARATAN DIREKSI

1. Tidak termasuk dalam daftar orang tercela di bidang perbankan.


2. Memiliki integritas antara lain memiliki akhlak dan moral yang baik, mematuhi
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bersedia mengembangkan BPR yang
sehat.
3. Jumlah anggota direksi sekurang-kurangnya 2 orang dengan tingkat pendidikan
sekurang-kurangnya setingkat Diploma III atau Sarjana Muda.
4. Sekurang-kurangnya 50% dari anggota Direksi wajib berpengalaman dalam operasional
bank sekurang-kurangnya 2 tahun sebagai pejabat di bidang pendanaan dan atau
perkreditan.
5. Anggota direksi dilarang mempunyai hubungan keluarga dengan :
o anggota direksi lainnya dalam hubungan sebagai orang tua termasuk mertua,
anak termasuk menantu, saudara kandung termasuk ipar dan suami/istri.
o Dewan komisaris dalam hubungan sebagai orangtua, anak dan suami/istri.
6. Anggota direksi dilarang merangkap jabatan sebagai anggota direksi atau Pejabat
Eksekutif pada lembaga perbankan, perusahaan atau lembaga lain.

PROSEDUR PEMBERIAN IZIN


1. Persetujuan prinsip, yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan pendirian;
2. Izin usaha, yaitu izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan usaha BPR setelah
persiapan pendirian dilakukan.

PERMOHONAN PERSETUJUAN PRINSIP


SURAT PERMOHONAN DIAJUKAN OLEH CALON PEMILIK DAN DILAMPIRI :

1. Rancangan Akta Pendirian dan Rancangan Anggaran Dasar.


2. Daftar calon pemegang saham dan rincian modal.
3. Daftar calon anggota dewan komisaris dan direksi disertai :

a. Fotokopi KTP;
b. Riwayat hidup;
c. Surat pernyataan tidak melakukan tindakan tercela;
d. Surat keterangan pengalaman operasional perbankan (Direksi);
e. Surat keterangan dari lembaga pendidikan telah memiliki pengetahuan
perbankan (Dewan Komisaris);
2. Rencana susunan organisasi.
3. Rencana Kerja/studi kelayakan yang memuat :

a. Kajian peluang pasar dan potensi ekonomi oleh konsultan independen;


b. Rencana kegiatan usaha;
c. Rencana Kebutuhan pegawai;
d. Proyeksi arus kas, neraca dan laba rugi;
2. Bukti setoran modal minimal 30% dari modal disetor.
3. Surat pernyataan calon pemilik modal tidak berasal dari pinjaman dan yang melanggar
hukum.
4. Daftar calon pemilik dilampiri :

a. Untuk Perorangan
 KTP, riwayat hidup;
 Surat pernyataan tidak melakukan tindakan tercela di bidang perbankan;
b. Untuk Badan Hukum
 Akta pendirian;
 Anggaran Dasar;
 KTP dan riwayat hidup dan surat pernyataan dari seluruh pengurus;
 Daftar pemegang saham dan rinciannya;
 Laporan keuangan posisi terakhir sebelum permohonan;
 Laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik dengan posisi
paling lama 6 bulan sebelum permohonan.

PERMOHONAN IZIN USAHA


SURAT PERMOHONAN DIAJUKAN OLEH CALON DIREKSI DAN DILAMPIRI :

1. Akta pendirian dan anggaran dasar yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang.
2. Daftar calon pemegang saham dan rincian modal.
3. Daftar susunan dewan komisaris dan direksi disertai :

a. Pas foto terakhir ukuran 3 X 4;


b. Contoh tandatangan dan paraf;
c. Fotokopi KTP;
d. Riwayat hidup;
e. Surat pernyataan tidak melakukan tindakan tercela di bidang perbankan;
f. Surat keterangan pengalaman operasional perbankan (Direksi);
g. Surat keterangan dari lembaga pendidikan telah memiliki pengetahuan
perbankan (Dewan Komisaris);
2. Susunan organisasi serta sistem dan prosedur kerja dan susunan personalia.
3. Bukti pelunasan setoran modal.
4. Bukti kesiapan operasional antara lain :

a. Daftar aktiva tetap dan inventaris.


b. Bukti penguasaan gedung berupa bukti kepemilikan atau perjanjian sewa
menyewa gedung kantor.
c. Foto gedung kantor dan tata letak ruangan.
d. Contoh formulir dan warkat yang akan digunakan.
e. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP).
2. Surat pernyataan pemegang saham bahwa modal tidak berasal dari pinjaman dan dari
kegiatan yang melanggar hukum.
3. Surat pernyataan tidak merangkap jabatan melebihi ketentuan bagi komisaris.
4. Surat pernyataan tidak merangkap jabatan bagi direksi.
5. Surat pernyataan dari anggota direksi bahwa yang bersangkutan bersedia menjadi
direksi sekurang-kurangnya 3 tahun.
6. Surat pernyataan tidak mempunyai hubungan keluarga sesuai persyaratan direksi butir
5.

TINDAKAN BANK INDONESIA

1. Meneliti kebenaran dan kelengkapan dokumen baik untuk Persetujuan Prinsip maupun
Izin Usaha.
2. Analisis yang mencakup tingkat persaingan yang sehat antar BPR dan tingkat
kejenuhan jumlah BPR.
3. Wawancara terhadap calon pemilik, anggota dewan komisaris dan direksi.
4. Memberikan persetujuan/penolakan Persetujuan Prinsip dan Izin Usaha maksimal 60
hari setelah dokumen diterima Bank Indonesia secara lengkap.

ASPEK PENILAIAN KELAYAKAN PENDIRIAN BPR

Kelayakan pendirian BPR dilakukan oleh konsultan independen yang meliputi :

1. Analisa potensi dan kejenuhan

a. Demografi ;
b. Ekonomi Wilayah;
c. Data Perbankan;
d. Jumlah dan pertumbuhan kelembagaan;
e. Data Kelembagaan Keuangan Mikro.
2. Analisa Kelayakan

a. Penetapan lokasi;
b. Sasaran pasar yang jelas;
c. Proyeksi keuangan;
d. Perencanaan Sumber Daya Manusia;
e. Persiapan Sistem dan Prosedur.

PENGAJUAN PERMOHONAN

Permohonan pendirian BPR disampaikan kepada :

1. Dewan Gubernur Bank Indonesia u.p Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat,
Bank Indonesia, Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10110, bagi BPR yang berlokasi di
Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya, Kabupaten/Kotamadya Bekasi, Bogor, Tangerang,
Karawang, Lebak, Serang dan Pandeglang
2. Dewan Gubernur Bank Indonesia u.p Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat,
Bank Indonesia, Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10110, dengan tembusan Kantor Bank
Indonesia setempat, bagi BPR yang berkantor pusat diluar wilayah sebagaimana
dimaksud dalam huruf a.
Ketentuan Kehati-hatian

BPR dalam melakukan kegiatan usahanya wajib mematuhi prinsip kehati-hatian, yang antara
lain mencakup ketentuan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM), Kualitas Aktiva
Produktif (KAP), Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) dan Batas Maksimum
Pemberian Kredit (BMPK).

KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM (KPMM)

1. KPMM adalah jumlah modal minimum yang wajib dimiliki oleh bank yang dihitung
berdasarkan persentase tertentu dari Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR)
2. BPR wajib menyediakan modal minimum dalam rangka pengembangan usaha dan
menanggung risiko kerugian.
3. Rumus KPMM adalah :

4. BPR wajib menyediakan modal minimum sebesar 8% (delapan perseratus) dari Aktiva
Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).
5. *) Modal untuk perhitungan KPMM terdiri dari modal inti dan modal pelengkap.

a. Modal inti terdiri dari modal disetor dan cadangan-cadangan yang dibentuk dari
laba setelah pajak dan laba yang diperoleh setelah diperhitungkan pajak. Modal
inti tersebut harus dikurangi dengan goodwill dan kekurangan pembentukan
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif.
b. Modal pelengkap terdiri dari cadangan yang dibentuk selain dari laba setelah
pajak serta pinjaman yang sifatnya dapat dipersamakan dengan modal. Modal
pelengkap hanya dapat diperhitungkan sebagai modal setinggi-tingginya 100%
(seratus perseratus) dari jumlah modal inti.
2. ATMR terdiri atas pos-pos aktiva neraca seperti kas, SBI, kredit yang diberikan,
simpanan pada bank lain, aktiva tetap dan inventaris serta aktiva lainnya. Pos-pos
aktiva tersebut diberikan bobot sesuai dengan kadar risikonya yang berkisar antara 0%
(nol perseratus) sampai dengan 100% (seratus perseratus).

KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF

1. Aktiva produktif adalah penanaman dana BPR dalam bentuk kredit, SBI, dan
penanaman dana pada bank lain, yang dimaksudkan untuk memperoleh penghasilan.
2. Aktiva Produktif yang diklasifikasikan adalah aktiva produktif baik yang sudah maupun
yang mengandung potensi tidak memberikan penghasilan atau menimbulkan kerugian
bagi BPR.
3. Kualitas Aktiva Produktif dinilai atas dasar penggolongan kolektibilitas yang terdiri dari
lancar, kurang lancar, diragukan dan macet.
4. Rasio Kualitas Aktiva Produktif dihitung dengan rumus :

PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF (PPAP)

1. PPAP adalah Penyisihan yang wajib dibentuk oleh bank untuk menutup risiko kerugian.
2. Besarnya pembentukan PPAP sekurang-kurangnya adalah :

a. 0,5% (setengah perseratus) dari aktiva produktif yang digolongkan lancar, dan
b. 10% (sepuluh perseratus) dari aktiva produktif yang digolongkan kurang lancar
setelah dikurangi dengan nilai agunan yang dikuasai, dan
c. 50% (lima puluh perseratus) dari aktiva produktif yang digolongkan diragukan
setelah dikurangi dengan nilai agunan yang dikuasai; dan
d. 100% (seratus perseratus) dari aktiva produktif yang digolongkan macet yang
masih tercatat dalam pembukuan BPR setelah dikurangi dengan nilai agunan
yang dikuasai.
2. Rasio PPAP dihitung dengan rumus :

3. Apabila jumlah penyisihan penghapusan aktiva produktif yang dimiliki oleh BPR lebih
kecil dari ketentuan maka jumlah kekurangan tersebut diperhitungkan sebagai
pengurang modal inti dalam perhitungan KPMM.

BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT (BMPK)

BMPK adalah batas maksimum kredit yang diperkenankan untuk diberikan oleh BPR kepada
peminjam, kelompok peminjam yang tidak terkait dengan BPR dan pihak-pihak terkait dengan
BPR.

1. BMPK bagi satu peminjam dan kelompok peminjam yang tidak terkait dengan BPR
adalah sebesar 20% (dua puluh perseratus) dari modal BPR.
2. BMPK bagi pihak-pihak yang terkait dengan BPR, baik secara individual maupun secara
keseluruhan, setinggi-tingginya sebesar 10% (sepuluh perseratus) dari modal BPR.
3. Rumus BMPK :

PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN

Tingkat kesehatan BPR adalah tolok ukur untuk menilai kinerja BPR melalui aspek permodalan,
kualitas aset, manajemen, rentabilitas dan likuiditas (CAMEL), dengan bobot sebagai berikut :

BOBO
FAKTOR CAMEL
T
Permodalan 30%
Kualitas Aktiva Produktif 30%
Manajemen 20%
Rentabilitas 10%
Likuiditas 10%

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi Tingkat Kesehatan adalah Pelanggaran BMPK dan
Faktor judgement.
Faktor judgement adalah faktor-faktor yang dapat menurunkan tingkat kesehatan bank
menjadi Tidak Sehat apabila terdapat perselisihan intern, campur tangan pihak ketiga, window
dressing, bank dalam bank, kesulitan keuangan dan praktek perbankan lainnya yang
menyimpang. Penilaian Tingkat Kesehatan terbagi dalam 4 kategori yaitu Sehat, Cukup Sehat,
Kurang Sehat dan Tidak Sehat.

PROSEDUR PEMBERIAN IZIN

1. Persetujuan prinsip, yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan pendirian;


2. Izin usaha, yaitu izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan usaha BPR setelah
persiapan pendirian dilakukan.

LAPORAN WAJIB BPR


LAPORAN BULANAN
Laporan Bulanan BPR adalah laporan keuangan dan hasil usaha yang terdiri dari neraca, laba
rugi, rekening-rekening administratif dan daftar rincian pos-pos neraca dimaksud.
Laporan Bulanan BPR wajib disampaikan selambat-lambatnya tanggal 14 (empat belas) setelah
berakhirnya bulan laporan, sementara Laporan Bulanan Gabungan bagi BPR yang memiliki
Kantor Cabang selambat-lambatnya tanggal 16 (enam belas) setelah berakhirnya bulan
laporan yang bersangkutan.

LAPORAN BMPK
BPR wajib menyampaikan laporan BMPK kepada Bank Indonesia yang berisi :

1. Fasilitas kredit kepada peminjam dan kelompok peminjam yang melampaui BMPK, dan
2. Seluruh fasilitas kredit kepada pihak-pihak yang terkait dengan BPR.

Laporan tersebut wajib disampaikan setiap bulan selambat-lambatnya tanggal 14 (empat


belas) setelah berakhirnya bulan laporan yang bersangkutan.

RENCANA KERJA TAHUNAN


Rencana kerja adalah rencana kegiatan dan anggaran selama 1 (satu) tahun takwim yang
disusun oleh direksi atau yang setingkat serta disetujui oleh dewan komisaris. Rencana kerja
wajib disusun secara realistis dan sekurang-kurangnya memuat:

1. Rencana penghimpunan dana;


2. Rencana penyaluran dana;
3. Proyeksi neraca dan perhitungan laba rugi yang dirinci dalam 2 (dua) semester;
4. Rencana pengembangan Sumber Daya Manusia;
5. Upaya yang dilakukan untuk memperbaiki/meningkatkan kinerja bank dan upaya untuk
menyelesaikan perrmasalahan yang ada.

BPR wajib menyampaikan Rencana Kerja Tahunan kepada Bank Indonesia, selambat-
lambatnya pada akhir bulan Januari tahun yang bersangkutan.

LAPORAN PELAKSANAAN RENCANA KERJA


Dewan Komisaris BPR wajib melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan rencana kerja oleh
Direksi dan melaporkannya kepada Bank Indonesia yang sekurang-kurangnya memuat:

1. Penilaian terhadap pelaksanaan rencana kerja dan faktor-faktor yang mempengaruhi


pencapaian target, dan
2. Uraian mengenai permasalahan yang dapat mengganggu kelancaran operasional BPR
dan upaya yang telah dan akan dilakukan untuk mengatasinya.

Laporan Pelaksanaan Rencana Kerja wajib disampaikan 2 (dua) kali dalam setahun selambat-
lambatnya pada akhir bulan Agustus untuk laporan akhir bulan Juni dan pada akhir bulan
Februari untuk laporan akhir bulan Desember.

LAPORAN KEUANGAN TAHUNAN (LKT)


BPR wajib menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan kepada Bank Indonesia dengan
ketentuan sebagai berikut :

1. Bagi BPR dengan total aset di atas Rp10 miliar wajib diaudit oleh Akuntan Publik yang
terdaftar di Bank Indonesia yang disertai dengan Surat Komentar dan disampaikan
selambat-lambatnya akhir bulan April tahun berikutnya.
2. bagi BPR yang memiliki total aset sampai dengan Rp10 miliar, LKT tidak wajib diaudit
oleh Akuntan Publik, namun telah dipertanggungjawabkan direksi atau yang setingkat
kepada RUPS atau Rapat Anggota dan disampaikan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan
setelah tahun buku berakhir.
Laporan Keuangan Tahunan terdiri dari Neraca, Laporan Komitmen dan Kontinjensi,
Perhitungan Laba Rugi dan Laba Ditahan, Laporan Arus Kas, serta catatan atas laporan
keuangan.

LAPORAN KEUANGAN PUBLIKASI


Laporan Keuangan Publikasi adalah laporan keuangan interim dan tahunan yang terdiri atas
Neraca, Laporan Komitmen dan Kontinjensi, Perhitungan Laba Rugi dan Laba Ditahan, serta
informasi lain yang diumumkan.
BPR wajib mengumumkan Laporan Keuangan Publikasi yang telah ditandatangani oleh direksi
BPR atau pejabat yang berwenang dan disajikan dalam bentuk perbandingan dengan periode
yang sama tahun sebelumnya.
Laporan Keuangan Publikasi akhir tahun bagi BPR dengan total aset di atas Rp10 miliar wajib
disusun berdasarkan Laporan Keuangan Tahunan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik.
Laporan Keuangan Publikasi diumumkan sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun
yaitu pada posisi akhir bulan Juni dan Desember dan dapat diumumkan melalui media surat
kabar atau ditempelkan pada papan pengumuman di kantor BPR yang bersangkutan,
selambat- lambatnya:

1. 1 (satu) bulan setelah berakhirnya bulan laporan untuk laporan keuangan interim posisi
akhir bulan Juni;
2. 2 (dua) bulan setelah berakhirnya tahun laporan untuk laporan keuangan akhir tahun
posisi akhir bulan Desember untuk BPR yang memiliki total aset sampai dengan Rp10
miliar;
3. 4 (empat) bulan setelah berakhirnya tahun laporan untuk laporan keuangan akhir tahun
posisi akhir bulan Desember untuk BPR yang memiliki total aset di atas Rp10 miliar.

Merger, Konsolidasi dan Akuisisi

PENGERTIAN

1. Merger adalah penggabungan dari 2 (dua) BPR atau lebih dengan cara tetap
mempertahankan berdirinya salah satu BPR dan membubarkan BPR-BPR lainnya tanpa
melikuidasi terlebih dahulu.
2. Konsolidasi adalah penggabungan dari 2 (dua) BPR atau lebih dengan cara mendirikan
BPR baru dan membubarkan BPR-BPR tersebut tanpa melikuidasi terlebih dahulu.
3. Akuisisi adalah pengambilalihan kepemilikan suatu BPR yang mengakibatkan beralihnya
pengendalian terhadap BPR.

KETENTUAN UMUM

Merger, Konsolidasi dan Akuisisi BPR dapat dilakukan atas:

1. Inisiatif BPR yang bersangkutan dan wajib terlebih dahulu memperoleh izin dari Direksi
(Pimpinan) Bank Indonesia, atau
2. Permintaan Bank Indonesia.

Merger atau Konsolidasi BPR dapat dilakukan:

1. Antar BPR konvensional atau BPR Syariah;


2. Antara BPR Konvensional dengan BPRS dan hasilnya menjadi BPRS;

yang berkedudukan dalam wilayah propinsi yang sama atau yang berkedudukan dalam
wilayah propinsi yang berbeda sepanjang kantor-kantor BPR hasil Merger atau Konsolidasi
berlokasi dalam wilayah propinsi yang sama. BPR hasil Merger atau Konsolidasi Salah satu
kantor BPR hasil Merger atau Konsolidasi dijadikan kantor pusat dan kantor lainnya dapat
dijadikan kantor cabang.
MERGER ATAU KONSOLIDASI ATAS INISIATIF BPR

PERSYARATAN

Izin Merger atau Konsolidasi diberikan apabila dipenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Telah mendapat persetujuan dari RUPS atau Rapat Anggota bagi BPR yang berbentuk
hukum Koperasi;
2. Permodalan BPR hasil Merger atau Konsolidasi memenuhi ketentuan rasio KPMM yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia;
3. Calon anggota dewan komisaris dan direksi BPR hasil Merger atau Konsolidasi
memenuhi persyaratan sesuai ketentuan Bank Indonesia tentang BPR yang mengatur
kepengurusan BPR;
4. dalam hal BPR hasil Merger atau Konsolidasi akan menjadikan kantor BPR lainnya
sebagai kantor cabang wajib memenuhi persyaratan modal disetor untuk pembukaan
kantor cabang BPR sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur tentang
pembukaan kantor cabang BPR.

TATACARA

1. Direksi masing-masing BPR yang akan Merger atau Konsolidasi membuat rancangan
Merger atau Konsolidasi setelah mendapat persetujuan dari dewan komisaris masing-
masing BPR.
2. Direksi wajib mengumumkan ringkasan rancangan Merger atau Konsolidasi.
Pengumuman wajib dilakukan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum RUPS
atau Rapat Anggota bagi BPR yang berbentuk hukum Koperasi:

a. Dalam surat kabar harian setempat bagi BPR hasil Merger atau Konsolidasi yang
memiliki total aset Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) atau lebih;
b. Dengan menempelkan pada papan pengumuman di kantor masing-masing BPR
atau di kantor kecamatan setempat bagi BPR hasil Merger atau Konsolidasi yang
memiliki total aset kurang dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
2. Keberatan atas pelaksanaan Merger atau Konsolidasi

a. Kreditur dan pemegang saham minoritas dapat mengajukan keberatan atas


pelaksanaan Merger atau Konsolidasi selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum
pelaksanaan RUPS atau Rapat Anggota.
b. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a, kreditur dan
pemegang saham minoritas tidak mengajukan keberatan, maka kreditur dan
pemegang saham minoritas dianggap menyetujui Merger atau Konsolidasi.
c. Keberatan oleh kreditur dan pemegang saham minoritas disampaikan kepada
direksi masing-masing BPR untuk diselesaikan dalam RUPS atau Rapat Anggota.
d. Selama penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam huruf c belum tercapai,
Merger atau Konsolidasi tidak dapat dilaksanakan.
2. Direksi masing-masing BPR mengajukan permohonan Merger atau Konsolidasi kepada
Direksi (Pimpinan) Bank Indonesia selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah
RUPS atau Rapat Anggota dan wajib melampirkan:

a. Notulen RUPS atau Rapat Anggota;


b. Akta Merger atau Konsolidasi dan Akta Perubahan Anggaran Dasar BPR hasil
Merger atau Akta Pendirian BPR hasil Konsolidasi;
c. Bukti pengumuman ringkasan rancangan Merger atau Konsolidasi;
d. Bukti pelunasan modal disetor bagi BPR yang memerlukan penambahan modal
sesuai ketentuan dalam bentuk fotokopi bilyet deposito pada Bank Umum di
Indonesia atas nama “Direksi (Pimpinan) Bank Indonesia qq. salah seorang
pemilik BPR yang bersangkutan” dengan mencantumkan keterangan bahwa
pencairannya hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan tertulis dari
Direksi (Pimpinan) Bank Indonesia;
e. Tembusan permohonan tersebut disampaikan kepada instansi yang berwenang
menyetujui perubahan Anggaran Dasar.
2. Kewajiban BPR yang telah memperoleh izin Merger atau Konsolidasi
a. Menyusun neraca penutupan masing-masing BPR yang akan melakukan Merger
atau Konsolidasi;
b. Menyusun neraca pembukaan BPR hasil Merger atau Konsolidasi;
c. Mengumumkan hasil Merger atau Konsolidasi disertai dengan neraca pembukaan
BPR hasil Merger atau Konsolidasi selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak
tanggal berlakunya izin Merger atau Konsolidasi pada:
1. Surat kabar harian setempat untuk yang memiliki total aset
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) atau lebih;
2. Papan pengumuman di masing-masing kantor BPR untuk yang memiliki
total aset kurang dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
d. Menyampaikan laporan pelaksanaan Merger atau Konsolidasi kepada
Bank Indonesia selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari setelah tanggal
pengumuman dan wajib dilampiri dengan fotokopi perubahan Anggaran
Dasar/Akta Pendirian dan bukti pengumuman;
e. Akta Merger atau Konsolidasi dan Akta Perubahan Anggaran Dasar BPR hasil
Merger atau Akta Pendirian BPR hasil Konsolidasi wajib didaftarkan dalam Daftar
Perusahaan dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penerimaan laporan atau
tanggal persetujuan instansi yang berwenang.

AKUISISI ATAS INISIATIF BPR

PERSYARATAN

1. Akuisisi BPR dapat dilakukan oleh perseorangan atau badan hukum melalui
pengambilalihan sebagian atau seluruh saham yang mengakibatkan pihak yang
mengakuisisi memegang pengendalian BPR, yaitu kepemilikan saham:

a. Menjadi sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) atau lebih dari modal disetor
BPR atau
b. Kurang dari 25% (dua puluh lima perseratus) dari modal disetor BPR namun
menentukan baik langsung maupun tidak langsung pengelolaan dan atau
kebijaksanaan BPR.
2. Izin Akuisisi yang mengakibatkan terjadinya pengalihan pemegang pengendalian BPR
harus memenuhi syarat:

a. Telah memperoleh persetujuan dari RUPS atau Rapat Anggota dari BPR yang akan
diakuisisi;
b. Pihak yang mengakuisisi telah memenuhi persyaratan sebagai pemilik BPR
sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia.

TATACARA

1. Direksi BPR dan pihak yang akan mengakuisisi secara bersama-sama menyusun
rancangan Akuisisi. Rancangan Akuisisi wajib mendapat persetujuan dewan komisaris
BPR.
2. Direksi BPR wajib mengumumkan ringkasan rancangan Akuisisi selambat-lambatnya 30
(tiga puluh) hari sebelum RUPS atau Rapat Anggota Pengumuman tersebut dilakukan :

a. Dalam surat kabar harian setempat bagi BPR yang memiliki total aset
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) atau lebih.
b. Pada papan pengumuman di kantor BPR atau di kantor kecamatan setempat
bagi BPR yang memiliki total aset kurang dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah).
2. Persetujuan atas rancangan Akuisisi
Rancangan Akuisisi dan konsep Akta Akuisisi wajib mendapat persetujuan dari RUPS
atau Rapat Anggota, BPR yang akan diakuisisi dan pihak yang akan melakukan Akuisisi,
untuk selanjutnya dibuatkan Akta Akuisisi.
3. Permohonan izin Akuisisi
Permohonan izin Akuisisi kepada Bank Indonesia diajukan oleh pihak yang akan
mengakuisisi dan direksi BPR yang akan diakuisisi dan wajib dilampiri dengan
rancangan Akuisisi beserta dokumen pendukungnya.
4. Persetujuan atau penolakan izin Akuisisi
Persetujuan atau penolakan izin Akuisisi oleh Bank Indonesia setelah melakukan
penelitian kebenaran dokumen dan wawancara terhadap pihak yang akan mengakuisisi,
diberikan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah permohonan diterima secara
lengkap. Tembusan persetujuan atau penolakan juga disampaikan oleh Bank Indonesia
kepada instansi yang berwenang apabila terdapat perubahan Anggaran Dasar.
5. Berlakunya Akuisisi
Akuisisi BPR mulai berlaku sejak tanggal penandatanganan Akta Akuisisi. Direksi BPR
wajib menyampaikan laporan pelaksanaan Akuisisi kepada Bank Indonesia selambat-
lambatnya 10 (sepuluh) hari sejak tanggal penandatanganan Akta Akuisisi dengan
dilampiri fotokopi Akta Akuisisi.

PENGAMBILALIHAN SAHAM (AKUISISI) YANG TIDAK MENGAKIBATKAN BERALIHNYA


PENGENDALIAN BPR

1. Pengambilalihan saham yang tidak mengakibatkan beralihnya pengendalian BPR wajib


memenuhi persyaratan ketentuan Bank Indonesia tentang BPR yang mengatur
kepemilikan dan permodalan BPR, serta wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia.
2. Apabila pihak yang mengambil alih tidak memenuhi persyaratan sebagai pemegang
saham BPR, saham yang telah dibeli tersebut wajib dialihkan kepada pihak lain yang
memenuhi persyaratan sebagai pemilik BPR selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh)
hari sejak pemberitahuan dari Bank Indonesia.
3. Apabila dalam jangka waktu tersebut di atas pihak yang mengambil alih saham tidak
mengalihkan kepemilikan saham, pengalihan saham tersebut dinyatakan tidak sah dan
yang bersangkutan dilarang melakukan tindakan-tindakan sebagai pemegang saham.
Atas pengambilalihan saham pada huruf b diatas, BPR dilarang melakukan pencatatan
dalam administrasi daftar pemegang saham atau daftar anggota serta memberikan hak
apapun sebagai pemegang saham kepada pihak pengambil alih.

MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI ATAS PERMINTAAN BANK INDONESIA

1. Apabila menurut penilaian Bank Indonesia suatu BPR mengalami kesulitan yang
membahayakan kelangsungan usahanya dan tidak dapat melaksanakan langkah-
langkah perbaikan yang ditetapkan Bank Indonesia, maka Bank Indonesia dapat
meminta kepada pemilik dan pengurus BPR yang bersangkutan untuk:

a. Melakukan Merger atau Konsolidasi dengan BPR lain, atau


b. Menjual sebagian atau seluruh kepemilikannya kepada BPR atau pihak lain.
2. Pelaksanaan Merger, Konsolidasi dan Akuisisi sebagaimana angka 1., dilakukan sesuai
dengan ketentuan tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi yang dilakukan atas inisiatif
BPR sendiri.

Program Penjaminan Pemerintah

Penjaminan Pemerintah adalah jaminan yang diberikan oleh Pemerintah terhadap kewajiban
pembayaran BPR sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor
193 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat.
Program Penjaminan Pemerintah berlaku sejak tanggal 26 Januari 1998 sampai dengan
dinyatakan berakhir oleh Pemerintah, yang akan diberitahukan oleh Pemerintah selambat-
lambatnya 6 bulan sebelum berakhirnya Program Penjaminan dimaksud.

PELAKSANAAN PROGRAM PENJAMINAN

Program Penjaminan Pemerintah untuk sementara waktu dilaksanakan oleh Bank Indonesia
yang bertindak untuk dan atas nama Pemerintah sampai dengan terbentuknya Lembaga
Penjamin Simpanan bank.
Pelaksanaan Program Penjaminan terhadap BPR diatur dalam PBI No. 3/12/PBI/2001 tanggal 9
Juli 2001 tentang Persyaratan dan Tatacara Pelaksanaan Jaminan Pemerintah terhadap
Kewajiban Pembayaran BPR.

PEMERINTAH MENJAMIN KEWAJIBAN PEMBAYARAN TERHADAP BPR, KECUALI :

1. BPR yang izin usahanya dicabut sebelum tanggal 26 Januari 1998; dan
2. Badan Kredit Desa (BKD) yang didirikan berdasarkan Staatsblad Tahun 1929 Nomor
357, dan Rijksblad Tahun 1937 Nomor 9.

PERSYARATAN PROGRAM PENJAMINAN

BPR dapat mengikuti Program Penjaminan Pemerintah dengan memenuhi persyaratan yaitu :

1. menyerahkan surat pernyataan keikutsertaan yang ditandatangani oleh direksi, dewan


komisaris, dan pemilik atau pemegang saham sesuai dengan yang tercatat di Bank
Indonesia;
2. membayar fee penjaminan sebesar 0,10% (satu perseribu) per tahun untuk BPR
Konvensional atau 0,07% (tujuh persepuluh ribu) per tahun untuk BPRS dari simpanan
pihak ketiga yang dijamin; dan
3. menyerahkan:

a. Daftar nominatif dan rekapitulasi daftar nominatif simpanan pihak ketiga kepada
Bank Indonesia, dan
b. Tembusan rekapitulasi daftar nominatif simpanan pihak ketiga kepada Menteri
Keuangan c.q. Direktur Jenderal Lembaga Keuangan.

PEMENUHAN PERSYARATAN PENJAMINAN

1. Persyaratan Penjaminan Pemerintah wajib dipenuhi selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan:

a. Sejak berlakunya tanggal 9 Juli 2001 bagi BPR yang telah ada dan belum
memenuhi persyaratan Program Penjaminan Pemerintah, atau
b. Sejak melakukan kegiatan usaha bagi BPR yang memperoleh izin usaha setelah
tanggal 9 Juli 2001.
2. BPR yang telah ada dan belum memenuhi persyaratan Penjaminan serta mempunyai
tunggakan fee, wajib melunasi tunggakan fee penjaminan selambat-lambatnya tanggal
9 Oktober 2001.

PEMBAYARAN FEE

1. Pembayaran fee untuk mengikuti Program Penjaminan wajib dibayar di muka setiap 6
(enam) bulan selambat-lambatnya pada akhir bulan Januari untuk periode 1 Desember
sampai dengan 31 Mei dan pada akhir bulan Juli untuk periode 1 Juni sampai dengan 30
November.
2. Fee penjaminan dihitung sendiri oleh BPR berdasarkan simpanan pihak ketiga yang
dijamin dari rata-rata posisi akhir bulan simpanan pihak ketiga selama 6 (enam) bulan
dan direksi BPR bertanggung jawab atas kebenarannya.

SIMPANAN YANG DIJAMIN

Kewajiban pembayaran BPR yang dijamin Pemerintah adalah simpanan pihak ketiga yang sah
dan tercatat dalam pembukuan BPR dengan ketentuan:

1. BPR konvensional sebesar:

a. Nominal deposito berjangka dan tabungan atau bentuk lainnya yang


dipersamakan dengan itu; dan
b. Bunga tabungan dan deposito berjangka setinggi-tingginya sebesar suku bunga
penjaminan simpanan pihak ketiga dalam Rupiah pada Bank Umum yang
diumumkan Bank Indonesia pada bulan sebelumnya.
2. BPR berdasarkan Prinsip Syariah sebesar nominal deposito berjangka dan tabungan dan
atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

SIMPANAN PIHAK KETIGA YANG TIDAK DIJAMIN

1. Simpanan yang dimiliki oleh Bank Umum atau BPR lainnya;


2. Simpanan yang dimiliki oleh pemegang saham yang kepemilikannya lebih besar dari 5%
(lima perseratus) dari modal disetor BPR;
3. Simpanan yang dimiliki oleh anggota direksi dan atau anggota dewan komisaris BPR
yang bersangkutan;
4. Simpanan yang dimiliki oleh suami/isteri/anak dari pihak-pihak yang dimaksud pada
angka 2 dan 3;
5. Simpanan yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan yang dimiliki pihak-pihak yang
dimaksud dalam angka 2 dan 3, yang kepemilikannya sebesar 35% (tiga puluh lima
perseratus) atau lebih;
6. Simpanan yang tidak didukung oleh dokumen yang sah dan atau tidak tercatat dalam
pembukuan BPR.

BPR YANG TIDAK TERMASUK SEBAGAI PESERTA PROGRAM PENJAMINAN

1. BPR yang tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan untuk menjadi peserta Program
Penjaminan Pemerintah dan atau melampaui batas waktu pembayaran fee, tidak
termasuk sebagai peserta Program Penjaminan Pemerintah. BPR tersebut harus
mengumumkan kepada masyarakat selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja setelah
menerima surat pemberitahuan dari Bank Indonesia.
2. Simpanan pihak ketiga pada BPR yang tidak ikut serta dalam Program Penjaminan
Pemerintah dan simpanan yang tidak dijamin menjadi tanggung jawab BPR yang
bersangkutan dan diselesaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

PEMBAYARAN JAMINAN PEMERINTAH

1. Pembayaran kewajiban simpanan pihak ketiga BPR wajib menggunakan dana BPR yang
bersangkutan.
2. BPR yang mengalami kesulitan likuiditas dan tidak dapat mengupayakan dana yang
cukup untuk membayar kewajiban simpanan pihak ketiga melaporkan
ketidakmampuannya kepada Bank Indonesia.
3. Pembayaran Jaminan Pemerintah dilakukan sebagai berikut :

a. BI membekukan kegiatan usaha BPR.


b. Pengelola Sementara (PS) melakukan verifikasi simpanan Pihak Ketiga pada BPR
yang telah dibekukan.
c. Kantor Akuntan Publik meneliti kebenaran hasil verifikasi PS.
2. Pembayaran simpanan Pihak Ketiga dilakukan oleh PS dalam jangka waktu selama-
lamanya 6 bulan sejak penunjukan dan pengangkatan PS oleh BI.
3. Simpanan Pihak Ketiga yang belum dibayarkan sampai dengan berakhirnya masa tugas
PS akan dilanjutkan pembayarannya oleh Tim Likuidasi selama-lamanya dalam jangka
waktu 6 bulan sejak Tim Likuidasi terbentuk.

Penyehatan Industri Melalui Exit Policy BPR


Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 3/15/PBI/2001 jo PBI No.3/24/PBI/2001 tentang penetapan
status BPR dalam pengawasan khusus dan pembekuan kegiatan usaha diterbitkan dalam
rangka menciptakan sistem dan industri BPR yang sehat.

PENETAPAN STATUS DALAM PENGAWASAN KHUSUS

Bank Indonesia menetapkan BPR dalam status pengawasan khusus apabila memenuhi satu
atau lebih kriteria sebagai berikut :

1. Rasio KPMM kurang dari 4%; dan atau


2. Cash ratio rata-rata selama 6 bulan terakhir kurang dari 3%.

TINDAKAN BPR SELAMA JANGKA WAKTU PENGAWASAN KHUSUS

1. Bank Indonesia dapat memerintahkan antara lain agar :

a. Pemegang saham menambah modal;


b. Pemegang saham mengganti dewan komisaris dan atau direksi;
c. BPR menghapusbukukan kredit atau pembiayaan yang tergolong macet dan
memperhitungkan kerugian BPR dengan modalnya;
d. BPR melakukan merger atau konsolidasi dengan BPR lain;
e. BPR dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajibannya;
f. BPR menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan BPR kepada
pihak lain; dan atau
g. BPR menjual sebagian atau seluruh harta dan atau kewajiban BPR kepada pihak
lain dan atau
2. Bank Indonesia dapat memerintahkan agar BPR menghentikan kegiatan usaha tertentu
dalam waktu yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

JANGKA WAKTU PENGAWASAN KHUSUS

1. Pengawasan khusus ditetapkan paling lama 6 bulan sejak tanggal pemberitahuan


penetapan status BPR dalam pengawasan khusus.
2. Jangka waktu 6 bulan tidak termasuk penyelesaian proses hukum yang diperlukan.

Dalam periode pengawasan khusus, BPR dapat dikeluarkan dari status pengawasan khusus
apabila rasio KPMM mencapai 4% atau lebih dan rata-rata cash ratio selama 6 bulan terakhir
mencapai 3% atau lebih.

BPR YANG DIBEKUKAN KEGIATAN USAHANYA (BBKU)

BPR dikenakan status BBKU apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:

1. Selama masa pengawasan khusus, BPR memiliki rasio KPMM sama dengan atau kurang
dari 0% dan atau cash ratio rata-rata selama 6 bulan terakhir kurang dari 1%, atau
2. Setelah berakhirnya jangka waktu masa pengawasan khusus dan BPR memiliki rasio
KPMM kurang dari 4% dan atau cash ratio rata-rata selama 6 bulan terakhir kurang dari
3%, atau
3. Melakukan pelanggaran peraturan per-undang-undangan yang berlaku yang diancam
dengan sanksi pembekuan kegiatan usaha.

PENGAMBILALIHAN BBKU

1. Pengambilalihan BBKU oleh investor yang akan mengambil alih seluruh hak dan
kewajiban BBKU harus dilakukan dalam jangka waktu 6 bulan setelah BBKU.
2. Jangka waktu 6 bulan tidak termasuk jangka waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi
persyaratan dalam proses hukum.
3. Calon investor yang bermaksud mengambilalih wajib memenuhi persyaratan sebagai
berikut :

a. Memenuhi persyaratan sebagai calon pemilik BPR.


b. Mengembalikan seluruh dana penjaminan Pemerintah termasuk biaya pengelola
sementara dan fee bank pembayar.
c. Mengambilalih seluruh hak dan kewajiban BPR BBKU.
d. Menyetor modal untuk mencapai rasio KPMM minimum 8%.

PENCABUTAN IZIN USAHA

Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha BPR:

1. Paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal penetapan status BBKU;
2. Bagi BPR yang memenuhi kriteria BBKU dan bukan merupakan peserta Program
Penjaminan Pemerintah;

Anda mungkin juga menyukai