Anda di halaman 1dari 8

BAB III

HUBUNGAN DINAMIKA DALAM PROSES KONSELING

A. Sikap dan Kemampuan Dasar dalam Membina Hubungan


Konseling
1. Keyakinan atau pandangan konselor  hakikat manusia :
manusia pada dasarnya baik, manusia pada dasarnya memiliki
kecenderungan-kecenderungan yang positif.
Konselor :
 membantu klien menemukan, mengungkapkan dan
mengembangkan kebaikan-kebaikan pada diri klien.
 Membantu meringankan beban klien dan membebaskannya dari
gangguan masalah-masalah yang dihadapinya.

2. Norma dan nilai


Konselor akan menyertakan norma dan nilai-nilai yang dianutnya di
dalam hubungan konseling dengan klien.
Konselor dapat membicarakan secara terbuka dan terus terang
segala sesuatu yang menyangkut norma dan nilai-nilai itu.
Bagaimana berkembangnya, bagaimana penerimaan masyarakat,
apa dan bagaimana akibat yang timbul bila norma dan nilai-nilai
seperti itu terus dianut, dan sebagainya.

3. Kemampuan menerima klien sebagaimana adanya  konselor


tidak memberikan suatu penilaian tertentu dan tidak memberikan
suatu persyaratan.
 Konselor berkehendak untguk menerima adanya perbedaan
antara konselor dan klien.
 Konselor menyadari bahwa pengalaman yang akan dijalani oleh
klien dalam berhubungan dengan konselor adalah suatu usaha
penuh dengan perjuangan, pembinaan, dan perasaan.

4. Kemampuan memahami klien  semua pernyataan dari klien


baik langsung maupun tidak langsung, verbal dan non-verbal, perlu
dijangkau dan dimengerti oleh konselor.

5. Kemampuan membina keakraban


 Keakraban merupakan kesatuan suasana hubungan yang ditandai
oleh adanya rasa kerasan, saling percaya mempercayai,
kerjasama, kesungguhan dan ketulusan hati, dan perhatian.
 Keakraban yang murni dan wajar ditandai oleh adanya perhatian,
tanggapan, dan keterlibatan perasaaan secara tulus.
 Konselor hendaknya memiliki kehendak hati yang kuat untuk
menerima, memperhatikan, dan mendengarkan orang lain (klien).
 Keakraban yang murni adalah tanpa pamrih.
1
6. Empati  konselor mengerti dan merasakan perasaan orang lain
(klien).

7. Kemampuan memperhatikan
 Klien menginginkan perhatian penuh dari konselor.

 Konselor perlu mencurahkan perhatian penuh terhadap segenap


pengutaraan klien baik melalui kata-kata (verbal) maupun
isyarat/kegiatan lainnya (non-verbal). Lebih dari itu, hal-hal yang
melatarbelakangi pengutaraan itupun dijangkau oleh konselor.

 Konselor perlu membaca buku-buku tentang teknik konseling.

B. Dinamika Perubahan dalam Konseling


Unsur-unsur dalam Proses Perubahan
 Obyek yang berubah  klien/konseli
 Keadaan sebelum berubah  kondisi klien/konseli saat ini
 Keadaan yang diharapkan sesudah berubah  goal (tujuan)
 Proses perubahan: cara-cara dan suasana  keterampilan &
kelengkapan konselor
 Siapa yang melakukan dan merangsang terjadinya perubahan 
konselor

1. Pengkajian keadaan awal  keadaan awal menjadi


titik tolak usaha perubahan.
Bagaimana kita mengkaji keadaan awal pada klien/konseli?

2. Penetapan apa yang perlu diubah


Ketahui hal-hal yang kurang memuaskan dan perlu diubah agar
proses perubahan benar-benar mengenai sasaran dan sesuai dengan
kebutuhan subjek.

3. Penetapan tujuan perubahan  tujuan harus jelas. Baik


kejelasan dalam arti perinciannya, usaha pencapaiannya, maupun
usaha penilaiannya.

4. Rencana usaha mencapai perubahan rencana harus


didasarkan pada faktor-faktor ataupun kenyataan atau kekuatan-
kekuatan yang sudah ada pada subjek juga harus memperhitungkan
faktor-faktor penunjang dan penghambat baik yang ada di dalam
subjek sendiri maupun diluar subjek
2
5. Pelaksanaan usaha  proses perubahan menuntut keterlibatan
keua belah pihak dengan mendayagunakan secara penuh segenap
faktor yang menunjang dan menekan serendah mungkin akibat-
akibat dari faktor yang menghambat.

6. Penilaian dan penerimaan umpan balik  peninjauan


 Arah peninjauan bisa ke belakang (membandingkan keadaan yang
sudah dicapai sekarang terhadap keadaan awal) dan ke depan
(membandingkan keadaan sekarang terhadap tujuan yang sudah
ditetapkan terdahulu.
 Hal ini guna memberikan berbagai keterangan yang amat berguna
sebagai dasar pertimbangan bagi perbaikan yang diperlukan demi
kelancaran proses itu sendiri.

7. Tindak lanjut
 Dapat berupa tindakan amat drastis : mengubah tujuan, arah
serta bentuk proses perubahan.
 Dapat berupa tindakan kelanjutan usaha yang sudah berjalan
 Dapat pula berupa penghentian proses perubahan.

8. Hubungan awal  dapat berupa hubungan paksa ataupun


sukarela
Apapun sifatnya, pengaruh terhadap proses dan usaha berikutnya
banyak tergantung pada konselor.

9. Kelengkapan subjek pengubah  pandangan, sikap,


pengetahuan, dan keterampilan konselor.
C. Beberapa Catatan dalam Membina Hubungan Konseling
1. Jika klien telah membicarakan masalahnya kepada orang lain
Bahas lebih jauh tentang sikap dan tingkah laku klien sendiri dalam
menanggapi keadaan ataupun perlakuan orang lain terhadapnya.

2. Tidak membangkitkan sikap mempertahankan diri


 Kata-kata tertentu dari konselor dapat menimbulkan sikap
mempertahankan diri pada klien.
 Jika konselor terlanjur mempergunakan kata-kata yang kurang
tepat dan/atau kurang mengena dalam merefleksikan isi ataupun
suasana perasaan yang dikemukakan klien sehingga klien tidak
setuju atau bahkan marah, maka yang dilakukan konselor baiknya
adalah menerima kenyataan itu dan mengerti sikap yang timbul
sebagai reaksi terhadap kata-kata konselor.

3. Perbedaan antara konseling dan pembicaraan biasa


3
 Dalam konseling pusat pembicaraan diarahkan pada salah
seorang peserta yaitu klien/konseli sedangkan dalam pembicaraan
biasa pusat pembicaraan diarahkan pada kedua belah pihak.
 Konselor hendaknya tidak memusatkan pembicaraan kepada
seseorang selain kepada klien sendiri.
 Konselor jugha hendaknya mengingat bahwa di dalam
wawancara konseling tidak boleh ada omongan yang
membicarakan orang lain.

4. Masalah klien terdahulu


 Konselor tidak seyogyanya membawa pembicaraan tentang
masalah klien yang terdahulu ke dalam proses konseling yang
sekarang sedang berlangsung meskipun masalah yang dialami
oleh kedua klien itu tampaknya sama.
 Membawa masalah klien lain ke dalam pembicaraan konseling
dapat menimbulkan sikap yang kurang menyenangkan pada diri
klien

5. Pokok pembicaraan dalam konseling


 Biarkan klien menetapkan sendiri pokok-pokok pembicaraan
yang akan dibahas di dalam wawancara konseling.
 Amat penting menangkap pokok persoalan yang dikemukakan
oleh klien, terkadang pokok persoalan yang hendak disampaikan
oleh klien tidak terkemukakan secara terurai oleh klien pada
waktu ia memulai pembicaraan itu, namun konselor harus tetap
menguasai diri sampai akhirnya pokok persoalan yang sebenarnya
tertangkap dengan baik oleh konselor.
 Konselor hendaknya mendengarkan, mengamati, memikirkan,
dan menanggapi secara cepat.

6. Membedakan masa lalu, sekarang dan masa datang


 Konselor merangsang dan mengarahkan klien untuk mampu
membedakan masa lalu dan masa datang dan sekarang.
 Klien mungkin mencampur-adukkan hal-hal yang terjadi pada
masa lampau dengan hal-hal yang sekarang dan atau dialaminya.
 Tugas konselor membantu klien menyadari perbedaan dalam
segi waktu.

7. Memakai ungkapan yang tepat


 Dalam menghadapi kebingungan dan keresahan klien, konselor
dapat menggunakan ungkapan-ungkapan tertentu.
 Klien seringkali tidak mempunyai cukup perbendaharaan bahasa
sehingga ungkapan-ungkapan itu tidak menyentuh perasaannya.
 Tugas konselor mencarikan ungkapan yang tepat untuk suasana
perasaan dan pikiran yang dialami klien.
4
8. Jika klien bertanya
Pertanyaan-pertanyaan dari klien yang timbul akibat dari
keengganan klien membicarakan masalah yang sebenarnya
hendaknya konselor menanggapinya dengan tidak perlu menjawab
setiap pertanyaan-pertanyaan tersebut.

9. Klien yang menolak dan enggan


 Cara menghadapi klien yang menolak/enggan  Diam, berusaha
mendengarkan tingkah laku klien yang sedang berada di dalam
keinginannya. Kemudian konselor bertanya tentang suasana
perasaan klien (bukan kepada pribadi klien).
 Hal yang amat penting bagi konselor dalam menghadapi klien
yang menolak dan enggan ialah kemampuan menerima orang lain
(klien) dalam keengganannya terhadap konselor. Dalam hal ini
perlu diperhatikan bahwa kunci keberhasilan usaha pemberian
bantuan melalui hubungan konseling terletak pada sampai dimana
kemampuan konselor membiarkan dan menerima klien dengan
segala perasaannya ketika ia berhadapan dengan konselor.
 Konselor perlu menjelaskan sifat, suasana, dan tujuan proses
konseling sehingga klien tidak merasa asing dengan proses
konseling.
 Konselor mempergunakan pertanyaan-pertanyaan tertentu
terhadap klien yang diam. “berapa usiamu?”, “berapa
saudaramu?”, dll.
 Strategi lain yaitu dengan mengemukakan alasan, merngsang
klien untuk mengerti mengapa dan bagaimana ia disuruh dating
menghadap konselor.
 Dapat pula dilakukan konfrontasi yang sedang, agak keras,
ataupun keras bergantung pada kebijaksanaan dan ketajaman
tilikan konselor.

5
BAB IV
TEORI DAN PENDEKATAN DALAM KONSELING

A. Perlunya Teori atau Pendekatan dalam Konseling


B. Pemaduan Berbagai Pendekatan
1. Dinamika perubahan
2. Dua pola pendekatan
3. Kesegaran, konfrontasi, dan ketitikarahan
4. Taraf pengarahan
5. Diagnosis
6. Strategi pengubahan tingkah laku
7. Permasalahan dalam penyelenggaraan konseling
8. Pemaduan pendekatan

A. Perlunya Teori atau Pendekatan dalam Konseling


• Teori konseling  - Memberikan arah bagi kegiatan konselor.
- Memberi dasar bagi konselor dalam keseluruhan
kegiatan konseling yang dijalankannya.
- Konselor dapat melihat ke depan, dapat
memprediksikan tentang hasil ataupun akibat dari
sesuatu yang dilaksanakannya dalam konseling.
- Memungkinkan konselor melihat hal-hal yang
tersembunyi, yang sebelumnya tidak tampak.
• Diibaratkan bahwa suatu tindakan yang tidak didasarkan atas
suatu teori seperti orang buta berjalan, meraba-raba dan tanpa
arah.
•Pendekatan psikoanalisa  Sigmund Freud  Konselor tahu bahwa
pengalaman-pengalaman
yang diperoleh klien
sewaktu berumur 5 tahun
kebawah dapat menjadi akar
permasalahan yang diderita
klien saat ini.
•Pendekatan Humanistik  Carl Roger  Konselor akan mampu
mengembangkan suasana
penerimaan yang hangat bagi
kliennya.

6
•Pendekatan Behavioristik   Konselor akan melihat bahwa tingkah laku
klien (termasuk tingkah laku yang salah)
merupakan hasil belajar.
•Pendekatan Ego Konseling
•Pendekatan Psikologi Individual dalam konseling
•Pendekatan Terapi Transaksional Analisis.
•Pendekatan Self Theory dalam Konseling.
•Pendekatan Konseling Gestalt.
•Pendekatan Terapi Realitas.
•Pendekatan Terapi Rasional Emotif.
•Pendekatan Terapi Trait and Factor.
•Manfaat mempelajari teori-teori konseling :
calon konselor diharapkan mampu meresap apa yang
dikemukakan oleh masing-masing teori itu ke dalam dirinya
sendiri sehingga dapat memperkaya khasanah keterampilannya
dan memperindah corak pribadi penampilan usaha-usahanya.

•Konselor Pragmatik  Konselor yang menangani klien bukan atas dasar


suatu teori tertentu, melainkan berdasarkan apa
yang sudah biasa dilakukan oleh konselor
tersebut.

Bukan konselor profesional

• Konselor Dogmatik  seorang konselor yang hanya mau mengenal


satu teori atau pendekatan konseling saja dan berusaha untuk
menangani segala masalah klien dengan satu-satunya teori yang
dianutnya itu.
• Tidak ada satu keterampilan konselor atau satu resep dalam
konseling dapat secara efektif digunakan untuk segala masalah
klien karena setiap masalah yang dibawa klien selalu unik.
Dampaknya konselor dituntut untuk menguasai berbagai
pandangan dan keterampilan yang besar kemungkinan bersumber
dari berbagai teori atau pendekatan dalam konseling.

B. Pemaduan Berbagai Pendekatan


1. Dinamika perubahan
2. Dua pola pendekatan
3. Kesegaran, konfrontasi, dan ketitikarahan
4. Taraf pengarahan
5. Diagnosis
6. Strategi pengubahan tingkah laku
7. Permasalahan dalam penyelenggaraan konseling
8. Pemaduan pendekatan
7
8

Anda mungkin juga menyukai