Anda di halaman 1dari 13

PROPOSAL KEGIATAN

PENGELOLAAN SAMPAH UNS UNTUK MENCIPTAKAN ENERGI BARU


TERBARUKAN

Diusulkan oleh:

Ika Sartika Saili (M0409026)


Anis Purwati (M0409005)
Anne Nindi Aswari (M0409007)
Ensina Sawor Dea (M0409018)

PEMBIMBING

Dr. Sunarto, M.S.

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk konsumtif dalam mengkonsumsi
sesuatu selalu menyisakan beberapa bagian dari benda yang dikonsumsi.
Sisa-sisa barang bekas konsumsi manusia tersebut tidaklah sedikit dan
semakin bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah populasi
manusia. Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang
besar. Dengan terus bertambahnya jumlah penduduk yang mencapai lebih
dari 200 juta jiwa. Semakin bertambah jumlah penghuni bumi, semakin
bertambah pula permasalahan yang harus dihadapi. Permasalahan yang
muncul tidak serta merta berupa masalah lingkungan. Meski tidak
dipungkiri besar permasalahan lingkungan yang harus dihadapi, namun
desakan permasalahan lainnya berupa himpitan ekonomi dan kemerosotan
motivasi untuk keluar dari himpitan tersebut juga tak dapat luput begitu
saja. Sampah merupakan salah suatu permasalahan yang sangat mendasar
dalam kehidupan manusia. Secara teori, sampah sangat mudah dalam
pengelolaannya namun sangatlah sulit dalam prakteknya. Sampah
dihasilkan dari proses produksi yang dilakukan dalam kehidupan manusia
dan proses alami. Proses produksi yang dimaksud bukan berarti hanya
terjadi di perusahaan atau industri saja tetapi dalam semua lingkup
kegiatan manusia termasuk pertanian, rumah tangga dan kegiatan lainnya.
Sampah merupakan limbah padat akibat proses produksi yang
terjadi dalam seluruh kegiatan manusia di alam. Sampah merupakan suatu
hasil samping yang jumlahnya cukup kecil dibandingkan produk yang
utama, tetapi jika tidak ditangani dengan baik dan benar sampah akan
menjadi suatu momok yang hebat dalam kehidupan manusia yang dini ini
dampaknya telah menjadi permasalahan di sejumlah daerah. Ini sangat
berkaitan dengan jumlah sampah yang dihasilkan kota Surakarta dan
sekitarnya sebanyak 250 ton per hari. Sampah berdasarkan jenisnya,
sampah dibedakan menjadi 2 macam yaitu organik dan anorganik. Sampah
basah (organik) dapat dimanfaatkan dalam pembuatan pupuk kompos,
sedangkan sampah non-organik dapat dimanfaatkan untuk daur ulang
menjadi berbagai macam barang. Salah satu jenis sampah anorganik yang
dapat di daur ulang yaitu kantong plastik bekas pembungkus makanan,
sedotan, dan kantong plastik bekas detergen atau pelembut pakaian.
Sampah organik yang dapat dijadikan kompos yaitu sampah basah yang
mudah hancur atau larut, seperti potongan sayuran bayam, kangkung,
singkong, jagung, dan sayuran basi. Namun dalam hal ini masyarakat
enggan untuk mengelolanya. Sampah tersebut hanya dibuang ke bak-bak
sampah yang akhirnya membusuk dan menimbulkan bau dan sumber
penyakit.
Universitas Sebelas Maret sebagai salah satu universitas yang
mengedepankan kearifan lokal dan etika lingkungan ternyata tidak lepas
dari permasalahan sampah. Tercatat, masih banyak tindakan baik
profesinonal maupun nonprofesinonal yang dijalankan secara tidak etis
dipandang dari segi lingkungan.
Hal inilah yang menjadi landasan pemikiran bagi beberapa
mahasiswa UNS khususnya mahasisawa MIPA untuk duduk bersama
guna membahas beberapa isu lingkungan di wilayah kampus. Ironis sekali,
jika mengingat bahwa UNS yang digemborkan sebagai green campus
justru belum menerapkan sistem manajemen sampah yang terpadu.
Selama ini, di beberapa fakultas, banyak tempat sampah yang
digunakan belum diklasifikasikan berdasarkan jenis sampah. Dengan kata
lain, tempat sampah tersebut disediakan untuk menampung berbagai jenis
sampah tanpa pengecualian. Belum lagi, beberapa dari tempat sampah
tersebut sudah dalam kondisi yang kritis dan tidak layak guna. Tidak
heran, jika keberadaan tempat sampah tersebut justru memicu degradasi
lingkungan di area kampus.
Dapat dibayangkan berapa jumlah sampah yang dihasilkan dari
berbagai fakultas di lingkungan UNS jika setiap mahasiswa, dosen/staff,
dan sampah kantin menghasilkan sampah setiap harinya. Begitu juga
sampah-sampah daun perindang kampus yang selalu menjadi sampah dan
tidak terpakai. Berikut jumlah mahasiswa dan dosen/staff di UNS yang
dapat dijadikan gambaran banyaknya limbah sampah yang dihasilkan
setiap harinya. Jumlah mahasiswa di UNS mencapai 33.065 orang dan
staff pengajar mencapai 2.136 orang.
Ternyata tidak hanya masyarakat kota yang bermasalah dengan
sampah. Namun masyarakat kecil setingkat kampus juga memiliki
kecenderungan dengan pengelolaan dan pengolahan sampah yang
efisiensinya belum optimal. Limbah organik utama kampus berasal dari
pohon-pohon perindang kampus dan limbah kantin. Limbah kantin dan
sampah lingkungan ini hanya ditimbun di tempat-tempat penampungan
sampah dan kemudian dibakar. Selama masa penimbunan ini, bahan-bahan
yang tidak dapat terdegradasi dapat mencemari lingkungan sehingga
kualitas kesuburan tanah menurun dan menghasilkan bau yang tidak
sedap. Selain itu, pembakaran sampah juga dapat menyebabkan
terlepasnya gas karbon ke udara sehingga mempercepat efek pemanasan
global.
Kegiatan lainnya yang juga menghasilkan cukup banyak limbah
diantaranya adalah lokasi-lokasi penjagalan hewan ternak yang dapat
dijumpai di sekitar area kampus UNS. Cukup banyak yang telah paham
bahwa sebagian besar produk dari rumah jagal selalu memiliki nilai olah
yang tinggi seperti pada sapi misalnya. Mulai dari daging, lemak, kulit,
usus, tulang dan hampir seluruh bagian dari sapi dapat dikonsumsi. Namun
diantaranya ada hasil-hasil dari pengolahan yang tidak memiliki nilai
ekonomis dan kemudian dijadikan sampah. Bagian tersebut dikenal
sebagai bolus.
Bolus merupakan gumpalan-gumpalan makanan yang masih kasar
yang belum selesai diolah di dalam lambung sapi dan hewan ruminansia
lainnya. Lambung pada hewan ruminansia mempunyai peranan penting
untuk menyimpan makanan sementara yang akan dimamah kembali
(kedua kali). Selain itu, pada lambung juga terjadi proses pembusukan dan
fermentasi. Lambung ruminansia terdiri atas 4 bagian, yaitu rumen,
retikulum, omasum, dan abomasum dengan ukuran yang bervariasi sesuai
dengan umur dan makanan alamiahnya. Kapasitas rumen 80%, retikulum
5%, omasum 7-8%, dan abomasum 7-8%. Pembagian ini terlihat dari
bentuk tonjolan pada saat otot sfinkter berkontraksi.
Makanan dari kerongkongan akan masuk rumen yang berfungsi
sebagai gudang sementara bagi makanan yang tertelan. Di rumen terjadi
pencernaan protein, polisakarida, dan fermentasi selulosa oleh enzim
selulase yang dihasilkan oleh bakteri dan jenis protozoa tertentu. Dari
rumen, makanan akan diteruskan ke retikulum dan di tempat ini makanan
akan dibentuk menjadi gumpalan-gumpalan yang masih kasar (disebut
bolus). Bolus akan dimuntahkan kembali ke mulut untuk dimamah kedua
kali. Dari mulut makanan akan ditelan kembali untuk diteruskan ke
omasum. Pada omasum terdapat kelenjar yang memproduksi enzim yang
akan bercampur dengan bolus. Akhirnya bolus akan diteruskan ke
abomasum, yaitu perut yang sebenarnya dan di tempat ini masih terjadi
proses pencernaan bolus secara kimiawi oleh enzim. Selulase yang
dihasilkan oleh mikroba (bakteri dan protozoa) akan merombak selulosa
menjadi asam lemak.
Mengingat bolus memiliki kandungan zat-zat yang diperlukan
dalam proses pengomposan maka bolus dapat dijadikan sebagai salah satu
alternatif aktivator dalam pembuatan pupuk kompos organik.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat di identifikasi beberapa masalah,
maka dapat di rumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana cara mengatasi permasalahan sampah di lingkungan UNS?
2. Bagaimana cara pengolahan sampah tersebut?
3. Bagaimana cara pembuatan kompos dari sampah organik dengan
aktivator bolus sapi?
C. Tujuan
1. Menciptakan energi baru terbarukan dari limbah organik lingkungan
UNS.
2. Menjadikan sampah organik lingkungan UNS sebagai bahan baku
pembuatan pupuk kompos organik.
3. Membuka peluang usaha bagi mahasiswa untuk memproduksi pupuk
kompos organik dengan aktivator bolus sapi.

D. Manfaat
Jenis produk yang akan dihasilkan dari kegiatan ini adalah pupuk
kompos organik dari sampah yang berupa dedaunan yang berada di
lingkungan UNS dan limbah kantin. Tidak ada perbedaan ciri fisik antara
pupuk kompos yang kami hasilkan dengan pupuk kompos lainnya.
Perbedaan menonjol adalah pada kualitas pupuk kompos kami yang lebih
baik apabila dibandingkan dengan pupuk kompos pada umumnya.
Diantara keunggulan pupuk kompos kombinasi bolus dan limbah kampus
adalah dapat digunakan untuk meningkatkan keanekaragaman biologi
tanah, meningkatkan kualitas air, mengurangi kontaminasi tanah dan
merangsang penyehatan dan pertumbuhan

BAB II
KAJIAN TEORI

Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah


berakhirnya suatu proses. Sampah didefinisikan oleh manusia menurut
derajat keterpakainnya, dalam proses-proses alam sebenarnya tidak ada
konsep sampah, yang ada hanya produk-produk yang dihasilkans setelah
dan selama proses alam tersebut berlangsung. Akan tetapi karena dalam
kehidupan manusia didefinisikan konsep lingkungan maka sampah dapat
dibagi menurut jenis-jenisnya (Wikipedia, 2009).
Berdasarkan sifatnya sampah dibedakan menjadi 2 yaitu sampah
organik dan sampah anorganik. Sampah organik atau sampah yang sering
disebut sampah basah adalah jenis sampah yang berasal dari jasad hidup
sehingga mudah membusuk dan dapat hancur secara alami. Kehidupan
manusia tidak dapat lepas dari sampah organik setiap harinya.
Pembusukan sampah organik terjadi karena proses biokimia akibat
penguraian material organik sampah itu sendiri oleh mikroorganisme
dengan dukungan faktor lain yang terdapat dari lingkungan. Metode
pengolahan sampah organik yang paling tetap tentunya adalah melalui
pembusukan yang dikendalikan, yang dikenal dengan
pengomposan/composing.
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari
campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh
populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat,
lembab, dan aerobik atau anaerobik. Proses pengomposan adalah proses
dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya
oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber
energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami
tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi
membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup,
pengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan(Rohendi,
2005).
Secara alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di
alam dengan bantuan mikroba maupun biota tanah lainnya. Namun proses
pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama dan lambat.
Untuk mempercepat proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan
teknologi-teknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi
sederhana, sedang, maupun teknologi tinggi. Teknologi pengomposan
sampah sangat beragam, baik secara aerobik maupun anaerobik, dengan
atau tanpa aktivator pengomposan namun dengan rentang waktu yang
relatif lama. Aktivator pengomposan yang sudah banyak beredar antara
lain PROMI (Promoting Microbes), OrgaDec, SuperDec, ActiComp,
BioPos, EM4, Green Phoskko Organic Decomposer dan SUPERFARM
(Effective Microorganism) atau menggunakan cacing tanah guna
mendapatkan kompos (vermicompost) ( J.H Crawford, 2003)
Pada prinsipnya pengembangan teknologi pengomposan
didasarkan pada proses penguraian bahan organik yang terjadi secara
alami. Proses penguraian dioptimalkan sedemikian rupa sehingga
pengomposan dapat berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi
pengomposan saat ini menjadi sangat penting artinya terutama untuk
mengatasi permasalahan limbah organik, seperti untuk mengatasi masalah
sampah di kota-kota besar, limbah organik industri, serta limbah pertanian
dan rumah tangga. Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan,
karena mudah dan murah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan
kontrol proses yang terlalu sulit. Dekomposisi bahan dilakukan oleh
mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri dengan bantuan udara.
Sedangkan pengomposan secara anaerobik memanfaatkan mikroorganisme
yang tidak membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan organik.
Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat
dibutuhkan untuk kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai
upaya untuk memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologitanah, sehingga
produksi tanaman menjadi lebih tinggi. Kompos yang dihasilkan dari
pengomposan sampah dapat digunakan untuk menguatkan struktur lahan
kritis, menggemburkan kembali tanah pertanian, menggemburkan kembali
tanah petamanan, sebagai bahan penutup sampah di TPA, eklamasi pantai
pasca penambangan, dan sebagai media tanaman, serta mengurangi
penggunaan pupuk kimia.Bahan baku pengomposan adalah semua
material orgaengandung karbon dan nitrogen, seperti kotoran hewan,
sampah hijauan, sampah kota, lumpur cair dan limbah industri
pertania(Rohendi, 2005).
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Kegiatan yang berjudul Pengelolaan Sampah UNS untuk
Menciptakan Energi Baru Terbarukan akan dilaksanakan pada tanggal 14
Maret 2011 di Universitas Sebelas Maret.
B. Alat dan Bahan
1. Alat
- Plastik polybag 150 buah
- Mobil pick up 1 unit
- Sapu 3 buah
- Serokan sampah 3 buah
- Pengaduk 15 buah
- Ember plastik 5 buah
- Selang 20 meter 1 buah
- Sarung tangan lateks 10 pasang
- Drum 15 buah

2. Bahan
- Bolus sapi / kambing 50 kilogram
- Sampah daun secukupnya
- Sampah organik kantin secukupnya
- Air secukupnya

C. Cara Kerja
1. Sampah-sampah dikumpulkan dari setiap fakultas dan kantin di
lingkungan UNS
2. Sampah dipisahkan menurut sifatnya yaitu sampah anorganik, organik
mudah busuk, dan organik sukar busuk dan masing-masing sampah
dimasukkan dalam kantong yang berbeda
3. Untuk sampah anorganik tidak diproses
4. Masing-masing jenis sampah organik diproses menjadi pupuk kompos
dengan proses sebagai berikut:
a. Sampah organik mudah busuk yang meliputi sampah kantin
diproses dengan aktivator bolus sapi/ kambing kemudian
dimasukkan dalam drum dan campur sampai rata. Siram dengan air
hingga diperoleh kelembapan yang diinginkan (50-60%), langsung
masukkan ke dalam drum plastik.
b. Hal yang sama dilakukan pada sampah-sampah daun kemudian
ditambah aktivator bolus dan dimasukkan dalam drum, campur
sampai rata. Siram dengan air hingga diperoleh kelembapan yang
diinginkan (50-60%), langsung masukkan ke dalam drum plastik
5. Semua sampah-sampah yang telah dimasukkan dalam drum tersebut
kemudian diinkubasi selama kurang lebih 3 minggu.
6. Pada hari ketiga atau hari kedelapan perlu dilakukan pengadukan atau
pembalikkan secara manual agar aerasi di dalam drum berlangsung
baik.
7. Dalam kurun waktu 3 minggu inkubasi, dilakukan cek pH maupun
kadar N untuk mengetahui kualitas kompos yang dibuat.
8. Kompos matang setelah 3 minggu inkubasi, ditandai dengan kompos
yang tidak berbau dan tidak panas apabila digenggam.

D. Susunan Panitia
Pembimbing : Dr. Sunarto, M.S.
Ketua Pelaksana : Ika Sartika Saili
Sekretaris : Ensina Sawor Dea P.
Bendahara : Anne Nindi Aswari
Sie Konsumsi : Anis Purwati
Eka Setiyawati
Sie Perlengkapan : Sovia Santi L.
Muhammad Yanuar
Sie Pubdekdok : Isna Jati A.
E. Anggaran Dana
1. Bolus @ Rp 10.000,- x 50 kg Rp 500.000,-
2. Plastik polybag @ Rp 3.000,- x 150 buah Rp 450.000,-
3. Sarung tangan @ Rp15.000,- x 10 buah Rp 150.000,-
4. Sapu lidi @ Rp 7.000,- x 3 buah Rp 21.000,-
5. Serok sampah @ Rp 25.000,- x 3 buah Rp 75.000,-
6. Drum @ Rp 150.000,- x 15 buah Rp 2.250.000,-
7. Ember plastik @ Rp 10.000,- x 5 buah Rp 50.000,-
8. Selang Rp 138.000 Rp 138.000,-
9. Pengaduk @ Rp 3.000,- x 15 buah Rp 45.000,-
10. Sewa mobil Rp 200.000,- Rp 200.000,-
11. Sewa tenaga kerja @ Rp 50.000,- x 2 orang Rp 100.000,-
12. Konsumsi:
a. Snack @ Rp 3.000,- x 15 Rp 45.000,-
b. Nasi @ Rp 8.000,- x 15 Rp 120.000,-
c. Air mineral @ Rp 32.000,- x 1 dus Rp 32.000,-
13. Spanduk @ Rp 100.000,- x 2 buah Rp 200.000,-
14. Kaos Rp 26.600,- x30 Rp 798.000,-+

Total Rp 5.166.000,-

BAB IV
LUARAN YANG DIHARAPKAN
Hasil yang diharapkan dapat dicapai dari pembuatan kompos dengan
aktivator bolus sapi / kambing ini secara keseluruhan dapat di rasakan dalam
bentuk yang konkret. Pertama, hasil dari segi kemajuan sektor pertanian,
meningkatkan kualitas hasil tani, meningkatkan nilai jual hasil pertanian dan
peningkatan taraf hidup para petani. Kedua,keuntungan dari sektor lingkungan.
Dengan penggunaan kompos organik, faedahnya akan sangat besar bagi
kekayaan tanah. Unsur hara, Ph, dan kesuburan tanah dapat ditingkatkan dan
disamping itu akan sangat bermanfaat dalam mengurangi volume limbah yang
harus dikelola hingga ke tempat-tempat pembuangan akhir. Ketiga, diharapkan
melalui peluang kewirausahaan ini nantinya dapat menambah kualitas individu
maupun kelompok dalam pelaksanaannya. Ke empat, tentunya hal ini akan
menjadi keuntungan peluang usaha yang besar, karena dapat memperpendek
waktu proses pembuatan pupuk kompos mencapai 50%. Sehingga profitnya bagi
kewirausahaan mahasiswa semakin besar pula.

BAB V
PENUTUP
Demikian proposal ini kami buat sebagai rujukan dalam
pelaksanaan kegiatan pengolahan kompos di lingkungan Universitas
Sebelas Maret Surakarta. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Surakarta, 12 Januari 2011

Mengetahui,

Ketua pelaksana Pembimbing

Ika Sartika Saili Dr. Sunarto, M.S


M0409026 NIP.195406 05 1991031 002
DAFTAR PUSTAKA

Rohendi, E. 2005. Lokakarya Sehari Pengelolaan Sampah Pasar DKI Jakarta, sebuah
prosiding. Bogor, 17 Februari 2005.

Anonim. 2011. Sampah. www. Wikipedia. Com/sampah.html.

Crawford, J.H. 2003. Composting of Agricultur Waste in Biotechnology Application and


Reseaerch. Paul N, Cheremisinoff and R. P Ouellette (ed). P. 6877

http://www.scribd.com/doc/16634259/09makalahsampahuntukdiesth20081

Anda mungkin juga menyukai